You are on page 1of 13

ABSTRAK

Susu merupakan makanan yang bergizi tinggi, namun mudah terkontaminasi oleh bakteri.
Proses kontaminasi bakteri dimulai sejak proses pemerahan sampai konsumsi. Bakteri yang
mengontaminasi susu dikelompokkan menjadi dua, bakteri patogen dan bakteri pembusuk. Kasus
keracunan setelah minum susu ada dua bentuk, infeksi dan intoksikasi. Kontaminasi susu dapat
diminimalkan dengan memperbaiki proses penerimaan susu segar, penanganan, pemrosesan,
penyimpanan sampai konsumsi. Kontaminasi susu dapat diminimalkan dengan memperbaiki proses
penerimaan susu segar, penanganan, pemrosesan, penyimpanan sampai konsumsi.
URAIAN MASALAH

Bakteri Susu Formula – Pengumuman hasil penelitian dari Institut Pertanian Bogor
(IPB) yang menemukan bahwa bakteri susu formula Enterobacter Sakazakii yang berbahaya
bagi bayi membuat Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan perintah kepada semua lembaga
terkait untuk melakukan sosialisasi dan himbauan kepada masyarakat luas.

Tim Institut Pertanian Bogor yang diketuai Dr. Sri Estuningsih, sejak tahun 2003
hingga tahun 2006, menemukan bahwa ada 22,73% susu formula dari 22 sampel yang diuji
dan 40% dari 15 sampel makanan bayi produk dalam negeri yang dipasarkan antara bulan
April hingga bulan Juni 2006 positif terkontaminasi bakteri entrobacter sakazakii. Tetapi
kasus tersebut baru diramaikan tahun 2008 dan saat ini diributkan lagi karena adanya
keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menguangatkan pengadilan negeri untuk
memerintahkan IPB, Menkes dan BPOM agar mengumumkan susu berbakteri tersebut.

Dalam hasil penelitian yang pernah dipublikasikan di situs kampus IPB pada tahun
2008, ditemukan bahwa bakteri Enterobacter Sakazakii adalah jenis bakteri yang
memproduksi zat racun bernama enterotoksin. Zat racun ini memiliki sifat tahan terhadap
panas sehingga akan tetap aktif walaupun susu telah diseduh dengan air mendidih.

Enterotoksin sangat berbahaya bagi bayi, terutama bayi yang baru lahir. Dalam rilis
yang dikeluarkan MA di situs resmi mereka, ditulis bahwa racun enterotoksin yang
dihasilkan oleh bakteri Enterobacter sakazakii dapat menyebabkan radang usus (enteritis),
keracunan karena proses pembusukan dalam lambung (sepsis), dan peradangan pada selaput
otak dan sumsum tulang belakang bayi (meningtis).

Ganasnya bakteri E. Sakazakii dapat dilihat dari statistik dimana 80% dari bayi yang
didiagnosa terinfeksi bakteri tersebut meninggal dunia. Bayi yang bertahan hidup terancam
cacat akibat infeksi pada sumsum tulang belakang atau menderita keterbelakangan mental
akibat peradangan selaput otak.
ISI
Susu
Susu merupakan salah satu bahan pangan yang kaya akan zat gizi. Kandungan protein,
glukosa, lipida, garam mineral, dan vitamin dengan pH sekitar 6,80 menyebabkan mikroorganisme
mudah tumbuh dalam susu. Secara alami, susu mengandung mikroorganisme kurang dari 5 x 103 per
ml jika diperah dengan cara yang benar dan berasal dari sapi yang sehat.
Mulai dari bayi hingga orang dewasa masih mengkonsumsi produk pangan ini. Bahkan bagi
bayi dan balita, susu merupakan suplemen makanan yang paling utama. Produk susu yang sering
dikonsumsi masyarakat adalah susu bubuk, biasanya produk ini berasal dari produksi susu hewan.

Bakteri Pada Susu

Gejala keracunan yang ditimbulkan oleh susu formula bayi tidak hanya disebabkan
oleh komponen biokimia atau bahan yang terkandung di susu formula. Manusia dapat
mengalami gejala keracunan karena susu tersebut telah terkontaminasi oleh bakteri. Susu
dapat menjadi media pertumbuhan yang baik bagi bakteri, karena di dalamnya terdapat
komponen biokimia yang juga diperlukan oleh bakteri untuk tumbuh dan berkembang.

Selain E. Sakazakii, bakteri lain yang sering mengkontaminasi susu formula adalah
Clostridium Botulinu, Citrobacter Freundii, Leuconostoc Mesenteroides, Escherichia Coli
Salmonella Agona, Salmonella Anatum, Salmonella Bredeney, Salmonella Ealing,
Salmonella Virchow, Serratia Marcescens, Salmonella Isangi dan berbagai jenis Salmonella
lainnya.
Enterobacter Sakazakii

Enterobacter Sakazakii merupakan bakteri gram


negatif anaerob fakultatif, berbentuk koliform (kokoid), dan
tidak membentuk spora. Bakteri ini termasuk dalam famili
Enterobacteriaceae. Sampai tahun 1980 E. Sakazakii dikenal
dengan nama Enterobacter Cloacae.

Pada tahun 1980, bakteri ini dikukuhkan dalam genus Enterobacter sebagai suatu
spesies baru yang diberi nama Enterobacter Sakazakii untuk menghargai seorang bakteriolog
Jepang bernama Riichi Sakazakii. Reklasifikasi ini dilakukan berdasarkan studi DNA
hibridisasi yang menunjukkan kemiripan 41% dengan Citrobacter Freundii dan 51% dengan
Enterobacter Cloacae.

Enterobacter Sakazakii bukan merupakan mikroorganisme normal pada saluran


pencernaan hewan dan manusia, sehingga disinyalir bahwa tanah, air, sayuran, tikus dan lalat
merupakan sumber infeksi. Enterobacter Sakazakii dapat ditemukan di beberapa lingkungan
industri makanan (pabrik susu, coklat, sereal, dan pasta, dll ), lingkungan berair, sedimen
tanah yang lembab. Dalam beberapa bahan makanan yang berpotensi terkontaminasi E.
Sakazakii antara lain keju, sosis, daging cincang awetan, sayuran, dan susu bubuk, dsb.

E. Sakazakii adalah suatu bakteri jenis gram negatif dari family enterobacteriaceae.
Organisme ini dikenal sebagai “yellow pigmented Enterobacter cloacae“. Pada tahun 1980,
bakteri ini diperkenalkan sebagai bakteri jenis yang baru berdasarkan pada perbedaan analisa
hibridasi DNA, reaksi biokimia dan uji kepekaan terhadap antibiotika. Disebutkan dengan
hibridasi DNA menunjukkan E sakazakii 53-54% dikaitkan dengan 2 spesies yang berbeda
genus yaitu Enterobacter dan Citrobacter.
Pada penelitian tahun 2007, beberapa peneliti mengklarifikasi kriteria taxonomy
dengan menggunakan cara lebih canggih yaitu dengan f-AFLP, automated ribotyping, full-
length 16S rRNA gene sequencing and DNA-DNA hybridization. Hasil yang didapatkan
adalah klasifikasi alternative dengan temuan genus baru yaotu Cronobacter yang terdiri dari 5
spesies. Hingga saat ini tidak banyak diketahui tentang virulensi dan daya patogeniotas
bakteri berbahaya ini.

Beberapa jenis bakteri memproduksi bahan enterotoxin termasuk E Sakazakii.


Dengan menggunakan kultur jaringan dapat diketahui efek enterotoksin yang ditimbulkan.
Didapatkan 2 jenis strain pada bakteri yang pertama berpotensi sebagai penyebab kematian,
sedangkan beberapa strain lainnya non-patogenik atau tidak berbahaya. Hal inilah yang
mungkin menjelaskan kenapa sudah ditemukan demnkian banyak susu terkontaminasi tetapi
belum banyak dilaporkan terjadi korban akibat terinfeksi bakteri tersebut.

E. Sakazakii pertama yang kali ditemukan pada tahun 1958 pada 78 kasus bayi
dengan infeksi meningitis. Sejauh ini juga dilaporkan beberapa kasus yang serupa pada
beberapa Negara. Meskipun bakteri ini dapat menginfeksi pada segala usia tetapi resiko
terbesar terkena adalah pada usia bayi. Peningkatan kasus yang besar di laporkan terjadi di
bagian Neonatal Intensive Care Units (NICUs) beberapa rumah sakit di Inggris, Belanda,
Amerika dan Kanada. Di Amerika Serikat angka kejadian infeksi E. Sakazakii yang pernah
dilaporkan adalah 1 per 100.000 bayi. Terjadi peningkatan angka kejadian menjadi 9.4 per
100.000 pada bayi dengan berat lahir sangat rendah (<1.5 kg) .

Kontaminasi Susu

Kontaminasi susu dapat terjadi jika batas pemakaian susu telah melewati batas tanggal
kadaluarsa, penutup kaleng yang terbuka, kaleng yang menggembung, serta penurunan volume kaleng
menyusut dan tempat penyimpanan yang hangat.
Bakteri dapat masuk melalui meterial yang dipakai saat produksi susu formula, bakteri juga
dapat masuk lewat kontaminasi formula atau bahan-bahan ramuan formula lain yang dimasukan
kedalam susu formula setelah susu dipasteurisasi, kontaminasi juga dapat terjadi lewat orang yang
memberikan susu formula kepada bayi.
Terjadinya kontaminasi bakteri dapat dimulai ketika susu diperah dari puting sapi. Lubang
puting susu yang memiliki diameter kecil yang memungkinkan bakteri tumbuh di sekitarnya. Bakteri
ini ikut terbawa dengan susu ketika diperah. Meskipun demikian, aplikasi teknologi dapat mengurangi
tingkat pencemaran pada tahap ini dengan penggunaan mesin pemerah susu (milking machine),
sehingga susu yang keluar dari puting tidak mengalami kontak dengan udara.

Pencemaran susu oleh mikroorganisme lebih lanjut dapat terjadi selama pemerahan (milking),
penanganan (handling), penyimpanan (storage), dan aktivitas pra-pengolahan (pre-processing)
lainnya. Mata rantai produksi susu memerlukan proses yang steril dari hulu hingga ke hilir, sehingga
bakteri tidak mendapat kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dalam susu. Peralatan pemerahan
yang tidak steril dan tempat penyimpanan yang tidak bersih dapat menyebabkan tercemarnya susu
oleh bakteri. Susu memerlukan penyimpanan dalam temperatur rendah agar tidak terjadi kontaminasi
bakteri. Udara yang terdapat dalam lingkungan di sekitar tempat pengolahan merupakan media yang
dapat membawa bakteri untuk mencemari susu. Oleh karena itu proses pengolahan susu sangat
dianjurkan untuk dilakukan di dalam ruangan tertutup.

Manusia yang berada dalam proses pemerahan dan pengolahan susu dapat menjadi penyebab
timbulnya bakteri dalam susu. Tangan dan anggota tubuh lainnya harus steril ketika memerah dan
mengolah susu. Bahkan, hembusan napas manusia ketika proses pemerahan dan pengolahan susu
dapat menjadi sumber timbulnya bakteri. Sapi perah dan peternak yang berada dalam sebuah
peternakan harus dalam kondisi sehat dan bersih agar tidak mencemari susu. Proses produksi susu di
tingkat peternakan memerlukan penerapan praktek peternakan yang baik (good farming practice)
seperti yang telah diterapkan di negara-negara maju.

Proses kontaminasi susu

Pada dasarnya, bakteri sakazakii mengkontaminasi susu formula melalui tiga cara, yaitu :

1. Bahan baku yang digunakan untuk membuat susu formula.

2. Kontaminasi oleh bahan bahan yang ditambahkan ke susu formula setelah dilakukan pasteurisasi.

3. Kontaminasi pada saat susu formula disajikan ke bayi oleh ibunya dan proses penyimpanan sisa
susu formula yang tidak bagus.
Berbahaya Tetapi Relatif Aman

Menurut Badan Kesehatan Dunia, kejadian bayi terinfeksi bakteri ini cukup jarang
terjadi. Hasil penelitian yang telah dilakukan WHO terhadap berbagai laporan infeksi E. Sakazakii
(Cronobacter spp.) di seluruh dunia didapatkan 120 kasus pada usia bayi hingga usia 3 tahun. Dari
semua jumlah tersebut dilaporkan 27 kasus meninggal dunia. Karena kasusnya sangat jarang
maka Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) belum mengharuskan negara-negara anggota
WHO melakukan pemeriksaan rutin terhadap bakteri Enterobacter Sakazakii.

Sejauh ini kasus infeksi Sakazakii di Indonesia, belum pernah dilaporkan. Meski
beberapa laporan media masa atau beberapa kasus terjadi tuntutan orang tua karena anaknya
dicurigai terinfeksi, tetapi ternyata dalam pemeriksaan medis lengkap tidak terbukti. Karena
kasusnya sangat jarang dalam 42 tahun terakhir maka Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
belum mengharuskan negara-negara anggota WHO melakukan pemeriksaan rutin terhadap
bakteri Enterobacter Sakazakii.
SOLUSI MASALAH
LANGKAH PENGENDALIAN

Mencegah keracunan setelah minum susu dapat dilakukan dengan memperbaiki proses

penerimaan bahan baku atau susu segar, penanganan, pemrosesan, dan penyimpanan. Kontaminasi

pada susu dapat dikurangi antara lain dengan menjaga kesehatan sapi atau ternak, kehigienisan susu,

dan pasteurisasi. Dan juga kebersihan personal berperan penting pula dalam mencegah keracunan

setelah minum susu. Selama penanganan, susu ditempatkan pada suhu dingin dalam tempat susu

yang tertutup rapat sehingga terhindar dari kontaminasi lingkungan.

Untuk susu segar yang telah memenuhi standar kesehatan, proses penyimpanan dan

pendistribusiannya sampai ke tangan konsumen perlu diperhatikan. Penyimpanan harus dilakukan

pada suhu dingin sampai susu ke tangan konsumen karena meskipun telah melalui proses pasteurisasi,

susu masih mengandung bakteri pembusuk. Bakteri pembusuk akan berkembang pada suhu ruang.

Oleh karena itu, susu pasteurisasi harus disimpan pada kondisi dingin. Susu yang mengandung

mikroba >106 cfu/ml sudah terbentuk toksin yang dengan pasteurisasi masih dapat bertahan hidup.

Pasteurisasi

Kasus keracunan setelah minum susu perlu diwaspadai dan diperlukan tindakan pencegahan.

Pasteurisasi merupakan salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk mematikan bakteri patogen.

Namun, melalui pasteurisasi, bakteri yang berspora masih tahan hidup sehingga susu pasteurisasi

hanya memiliki masa kedaluwarsa sekitar satu minggu. Pasteurisasi tidak mengubah komposisi susu

sehingga komposisinya masih setara susu segar.


Tabel suhu dan waktu pasteurisasi susu

Suhu Waktu

63 oC 18 detik

72 oC 15 detik

89 oC 1 detik

90 oC 0,5 detik

94 oC 0,1 detik

96 oC 0,05 detik

100 oC 0,01 detik

Ultra High Temperature (UHT)

Susu yang melalui proses UHT akan memiliki masa kedaluwarsa lebih panjang dibandingkan

dengan susu pasteurisasi. Susu dengan proses UHT akan steril dari kontaminasi bakteri, karena

bakteri pembusuk, patogen, dan berspora akan mati sehingga susu aman dikonsumsi.

Penggunaan Bakteriosin

Bakteriosin merupakan antimikroba yang digunakan untuk menonaktifkan mikroba.

Pengendalian bakteri patogen dapat dilakukan dengan kombinasi antara bakteriosin yang dihasilkan

bakteri asam laktat dan suhu tinggi. Cara ini sudah diterapkan pada industri keju di Spanyol. Nisin

dan bakteriosin merupakan antimikroba yang dihasilkan oleh Lactococcus lactis subsp. lactis yang

dapat menekan B. cereus dalam susu. Nisin merupakan antimikroba alami yang sudah lama digunakan

untuk mengendalikan bakteri pembusuk dalam proses pasteurisasi susu sehingga sel vegetatif dan

spora B. cereus tidak aktif .


Pencucian dengan neutral electrolysed water (NEW) Pencucian peralatan yang digunakan

dalam proses pasteurisasi dapat meng-gunakan neutral electrolysed water (NEW). Efektivitas NEW

sama dengan sodium hipoklorit (NaOCl) dan metode ini efektif untuk menonaktifkan E. coli, L.

monocytogenes, Pseudomonas aeroginosa, dan S. aureus. Peralatan yang terbuat dari baja tahan karat

yang digunakan selama proses pasteurisasi, bila tidak segera dicuci akan berpotensi terbentuknya

biofilm atau koloni bakteri yang berbentuk seperti lendir sehingga akan lebih tahan terhadap proses

pencucian biasa.

Menurut Badan POM

Badan POM menganjurkan agar tehindar dari bakteri, larutkan susu bubuk formula

menggunakan air yang dimasak sampai mendidih lalu dibiarkan selama 10-15 menit agar suhunya

turun dan menjadi tidak kurang dari 70 derajat celcius. Siapkan susu yang dapat dihabiskan bayi

sesuai takaran. Kemudian,sisa susu yang sudah larut harus dibuang setelah dua jam.

Pemakaian susu bubuk formula bukanlah suatu produk yang steril dan dapat terkontaminasi

bakteri Enterobacter Sakazakii yang memiliki kemampuan bertahan pada produk kering, namun

mudah mati jika terkena panas pada suhu 70 derajat celcius dalam 15 detik.
KESIMPULAN

Semua Merek Susu Formula Tidak Steril

Masalah terpenting dalam kasus ini mungkin bukan merek susu yang tercemar. Permasalahan

sebenarnya adalah semua produk susu bubuk komersial memang bukan produk yang steril. Hal ini

juga pernah dialami oleh negara maju seperti Kanada, Inggris, Amerika dan negara lainnya. WHO dan

USFDA sudah menetapkan bahwa susu bubuk formula komersial memang tidak steril. Jadi bukan

hanya produksi lokal saja yang beresiko tetapi produksi luar negeripun resiko terinfeksi bakteri

berbahaya yang tidak jauh berbeda.

Melihat beberapa fakta ilmiah tersebut tampaknya berbagai pihak harus arif dan bijak dalam

menyikapi kekawatiran ini. Pemerintah dalam hal ini departemen kesehatan dan BPOM harus

menyikapi secara profesional dengan melakukan kajian ilmiah mendalam baik secara biologis,

epidemiologis, dan pengalaman ilmiah berbasis bukti (evidence base medicine). Berbagai elemen

masyarakat seperti YLKI, Komnas Perlindungan Anak dan Ikatan Dokter Indonesia sebelum

mengeluarkan opini sebaiknya harus mencari fakta ilmiah dan informasi yang benar tentang masalah

ini.

Pihak pengadilan dan Mahkamah Agung (MA) sebelum mengeluarkan keputusan yang sangat

penting ini seharusnya melibatkan saksi ahli yang berkompeten dan kredibel. Keputusan yang salah

dalam menyikapi masalah ini akan menimbulkan dampak yang lebih besar lagi. Berbagai opini dan

sikap yang tidak benar malah dapat mengakibatkan kekawatiran orangtua bertambah.

Bila pemerintah harus mengumumkan susu berbakteri tersebut, maka hal tersebut akan

menimbulkan masalah yang lebih besar dan kekisruhan yang lebih hebat lagi. Dampak yang buruk

dan berimplikasi yang lebih luas, baik dalam implikasi hukum, etika penelitian, sosial, dan medis.

Kalau pemerintah atau Balai POM mengumumkan merek susu tersebut pasti akan membuat pabrik

susu yang bersangkutan akan gulung tikar dalam waktu sekejap.


Dampaknya lebih luar biasa, ratusan ribu bahkan jutaan manusia yang terkait dengan prduksi

susu itu akan lebih sengsara. Belum lagi akan timbul dampak hukum baru bagi peneliti, dan pihak

yang akan mengumumkan. Menurut etika penelitian selama bukan hal yang berbahaya atau

mengancam nyawa manusia maka tidak boleh diumumkan secara luas obyek yang dijadikan bahan

penelitian.

Kalaupun merek tersebut diumumkan ke khalayak ramai juga tidak akan menyelesaikan

masalah. Belum tentu merek susu formula yang lain nantinya juga aman. Bila penelitian tersebut

dilakukan setiap periode sangat mungkin ada lagi susu yang tercemar. Karena pada dasarnya susu

bubuk komersial adalah produk susu yang paling gampang tercemar bakteri. Bukan tidak mungkin

nantinya banyak produk susu lambat laun pasti tercemar bakteri. Bila hal ini terjadi dalam perjalanan

waktu tidak mustahil semua susu formula di pasaran akan dilaporkan tercemar.

Seharusnya pemerintah mengeluarkan rekomendasi bahwa memang susu komersial bukan

produk steril seperti rekomendasi WHO dan USFDA. Hal ini lebih beresiko lebih ringan, karena

masyarakat akan lebih waspada dalam pencegahannya. Rekomendasi ini juga merupakan hal yang

wajar karena di beberapa negara majupun hal ini sering terjadi. Sebaliknya bila susu bubuk komersial

tetap dianggap aman, masyarakat tidak waspada atau lengah dalam proses penyajiannya. Selanjutnya

tetap akan berdampak berbahaya pada anak yang kelompok tertentu yang beresiko terinfeksi.

Rekomendasi lain yang harus diperhatikan untuk mengurangi resiko infeksi tersebut adalah

cara penyajian susu bubuk formula untuk bayi dengan baik dan benar. Pemanasan air di atas 70

derajat Celcius, akan mengakibatkan bakteri yang ada dalam susu akan mati. Sedangkan pada anak

yang berisiko seperti bayi prematur dan anak dengan gangguan fungsi kekebalan tubuh berat

direkomendasikan dengan pemberian susu bayi formula cair siap saji. Susu formula cair yang siap

saji, dianggap sebagai produk komersial steril karena dengan proses pemanasan yang cukup.

Masyarakat tidak perlu sibuk mencari-cari produk susu mana yang tercemar.
DAFTAR PUSTAKA
Evy.2008.Isu Susu beracun masyarakat resah tapi tetap beli.

http://www.kompas.com/readkotatua/xml/2008/02/28/15473943/isu.susu.beracun.masyarakat

.resah.tapi.tetap.beli (Diakses tanggal 14 Maret 2011).

Dr Widodo Judarwanto SpA.2011.Apa sih enterobacter sakazakii itu.


http://infokesehatan49.blogspot.com/ (diakses tanggal 03 April 2011)

Jackdum.2011.virus sakazakii

http://jackdum.wordpress.com/2011/02/12/virus-sakazaki/

You might also like