Professional Documents
Culture Documents
ASMA
Di susun oleh :
Maya Rachmah Sari
0910723033
FUNDAMENTAL ASMA
1. Definisi Asma
Asma adalah penyakit yang memiliki karakteristik dengan sesak napas dan
wheezing, dimana keparahan dan frekuensi dari tiap orang berbeda. Kondisi ini akibat
kelainan inflamasi dari jalan napas di paru-paru dan mempengaruhi sensitivitas saraf
pada jalan napas sehingga mudah teriritasi. Pada saat serangan, alur jalan napas
membengkak karena penyempitan jalan napas dan pengurangan aliran udara yang
masuk ke paru-paru (WHO, 2011).
Asma juga ditandai dengan meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap
rangsangan dengan manifestasi nya dapat berubah secara spontan maupun hasil
pengobatan (Muttaqin, 2008).
Dengan demikian, asma adalah kelainan inflamasi dengan ciri adanya obstruksi
aliran napas, hipersensitivitas bronchial dan terdapat inflamasi (Bethesda, 2007).
Inflamasi kronis pada bronkus tersebut berhubungan dengan hiperresponsif dari
saluran pernafasan yang menyebabkan episode wheezing, apneu, sesak nafas dan
batuk-batuk terutama pada malam hari atau awal pagi (Kepmenkes, 2009).
2. Etiologi Asma
Sampai pada saat ini etioologi asma masih belum jelas diketahui secara pasti,
namun ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronkhial (Tanjung, 2003; Muttaqin, 2008).
a. Faktor predisposisi
• Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi
ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan
foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
• Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
ex: debu (Dermatophagoides pteronissynus), bulu binatang, serbuk bunga, spora
jamur, bakteri dan polusi
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut
ex: makanan dan obat-obatan
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
ex: perhiasan, logam dan jam tangan
• Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.
Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim
kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
• Stress
Stress/ gangguan emosi bukan penyebab asma namun dapat menjadi pencetus
serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang
mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah
pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu
libur atau cuti.
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan
serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut
Obat-obatan
Beberapa klien asma bronkhial sensitif atau alergi terhadap obat tertentu
seperti pennisilin, salisilat, beta blocker dan kodein.
3. Epidemologi Asma
Prevalensi asma di seluruh dunia adalah sebesar 81% pada anak dan 3-5% pada
dewasa, dan dalam 10 tahun terakhir ini meningkat sebesar 50% . Berdasarkan laporan
National Center for Health Statistics atau NCHS (2003), prevalensi serangan asma pada
anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak 4,2 juta) dan pada dewasa >
18 tahun, 38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8 juta). Jumlah wanita yang mengalami
serangan lebih banyak daripada lelaki. WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000
kematian akibat asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS (2000) terdapat 4487
kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi (Dahlan, 1998; Kartasasmita,
2008).
Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000,
dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia
SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and
Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan
terakhir/recent asthma) 6,2 % yang 64 % diantaranya mempunyai gejala klasik (Necel,
2009).
Pada beberapa penderita asma, terbatasnya aliran napas bisa kembali normal
sebagian. Perubahan struktur permanen bisa terjadi pada jalan napas, ini
mengindikasikan pengurangan fungsi paru-paru yang tidak bisa dicegah atau kembali
normal seutuhnya dengan terapi. Remodeling jalan napas mengaktivkan struktur sel
dengan konsekuensi perubahan permanen yang meningkatkan obstruksi aliran napas
dan hiperresponsif jalan napas. Perubahan struktural dapat termasuk penebalan
submembran dasar sel, subepitel fibrosis, hipertropi dan hiperplasia otot polos,
proliferasi pembuluh darah. Ini bisa dilihat untuk seberapa efektivitas respon terapi
(Bethesda, 2007).
1) Tingkat I :
a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi
bronkial di laboratorium.
2) Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya
tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
3) Tingkat III :
a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4) Tingkat IV :
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang
berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik (Somantri, 2008).
a. Usia Dewasa
6.2.3 Berdasarkan Derajat Frekuensi
Berdasarkan konsep B6, pemeriksaan fisik untuk asma secara spesifik mencakup
(Muttaqin, 2008):
B1 (Breathing)
Inspeksi
Pada klien terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan, serta
penggunaan otot bantu pernapasan. Inspeksi dada terutama melihat postur bentuk dan
kesimetrisan, adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot
intercostalis, sifat dan irama pernapasan dan frekuensi napas.
Palpasi
Pada palapasi biasanya amati kesimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus normal
Perkusi
Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan ekspirasi lebih dari 4
detik atau 3 kali ekspirasi, dengan bunyi tambahan napas tambahan utama wheezing
pada akhir ekspirasi.
B2 (Blood)
B3 (Brain)
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berkaitan intake cairan. Ada tidaknya oliguria
sebagai tanda awal gejala syok.
B5 (Bowel)
Perlu dikaji bentuk, turgor, nyeri dan tanda-tnada infeksi yang dapat
merangsang serangan asma. Pengkajian status nutrisi meliputi jumlah, frekuensi dan
kesulitan pemenuhan kebutuhan nutrisi karena pada pasien sesak napas terjadi
kekurangan. Hal ini terjadi karena dispnea saat makan dan kecemasan klien.
B6 (Bone)
Adanya edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas
karena merangsang serangan asma. Pada integumen perlu dikaji permukaan kasar,
kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit, kelembaban, besisik, pruritis, eksim dan adanya
bekas dermatitis. Pada rambut kaji kelembaban dan kusam. Adanya wheezing, sesak dan
ortopnea saat istirahat. Pola aktivitas olahraga, pekerjaan dan aktivitas lainnya.
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun (Muttaqin, 2008).
a. Pengobatan di Rumah
Bronkodilator :
- Untuk serangan ringan dan sedang :
Inhalasi agonis beta 2 aksi singkat 2 – 4 semprot tiap 20 menit dalam satu
jam pertama .
- Sebagai alternatif :
Inhalasi antikolinergik ( Ipratropium Bromida ) , agonis beta 2 oral atau
teofilin aksi singkat . Teofilin jangan dipakai sebagai pelega , jika penderita
sudah memakai teofilin lepas lambat sebagai pengontrol . Dosis agonis beta
2 aksi singkat dapat ditingkatkan sampai 4 – 10 semprot .
Kortikosteroid :
Jika respon terhadap agonis beta 2 tidak segera terlihat atau tidak bertahan
( umpamanya APE lebih dari 80 % perkiraan / nilai terbaik pribadi ) setelah 1
jam, tambahkan kortikosteroid oral a.l prednisolon 0,5 – 1 mg/ kg BB.
Dibutuhkan beberapa hari sampai keluhan menghilang dan fungsi paru
kembali mendekati normal . Untuk itu pengobatan serangan ini tetap
dipertahankan di rumah.
b. Pengobatan di Rumah Sakit
Pemberian oksigen:
Oksigen diberikan 4-6 L/menit untuk mendapatkan saturasi O2 90% atau
lebih.
Agonis beta-2:
Adrenalin (epinefrin )
Bronkodilator tambahan:
Kortikosteroid:
b. Penanggungjawab
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Hubungan dengan pasien :
Pekerjaan :
c. Keluhan Utama
a. Provokatif/palliatif
- Apa yang dilakukan sebelum mumculnya gejala ?
- Apakah gejala berkurang saat istirahat?
b. Quality/quantity
c. Regio/radiasi
d. Saverity/keparahan
e. Time/waktu
g. Riwayat Psiksosial
- Pola Nutrisi
- Pola Eliminasi
- Pola Aktivitas
- Pola Istirahat
Sebelum Sakit Saat Sakit
Lama Tidur
Waktu Tidur
Masalah Tidur
- Pola Kebersihan :
j. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran :
a. Tanda-tanda vital
Tensi : RR :
Nadi : Suhu :
BB : TB :
b. Head To Toe
Kepala dan rambut
Kepala : bentuk, ubun-ubun, kulit kepala
Rambut : penyebaran dan keadaan rambut, bau , warna
Wajah : warna kulit, struktur wajah
Mata
Kelengkapan dan kesimetrisan, konjunctiva dan sclera, pupil, penggunaan
alat bantu
Hidung
Tulang hidung dan posisi septum nasi, lubang hidung, cuping hidung,
penggunaan alat bantu pernafasan.
Telinga
Bentuk telinga,ketajaman, lubang telinga, penggunaan alat bantu
pernafasan.
Mulut, gigi , lidah, tonsil dan pharing
Keadaan bibir, keadaan gigi dan gusi, keadaan lidah, keadaan pharing,
keadaan tonsil.
Leher dan tenggorokan
Posisi trachea, thyroid, kelenjar limfe, vene jugularis, denyut nadi karotis.
Dada dan thorak
Pemeriksaan paru-paru
Inspeksi :
bentuk thorak
irama pernafasan : ( ) teratur ( ) tidak teratur
jenis pernafasan : ( ) dispnea ( ) kussmaul ( ) ceyne-stoke ( ) lain-lain
tanda-tanda kesulitan bernapas :
retraksi otot bantu pernafasan
Pemeriksaan jantung
Tingkat kesadaran, meningeal sign, status mental, GCS, kondisi emosi, nervus cranial (N
I-XII), fungsi motorik, fungsi sensorik, reflek
j. Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
Sputum
Analisa Gas Darah
Pemeriksaan Eosinofil Total
Pemeriksaan Darah Rutin dan Kimia
- Radiologi
Rontgen Thoraks
- Lain-Lain
Pengukuran Fungsi Paru (Spirometer
Tes Provokasi Bronkus
Pemeriksaan Kulit
2. Analisis Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
1. Faktor Pencetus asma Ketidakefektifan bersihan
- DS jalan napas
Pasien mengeluh Hipersensitivitas bronkus
sulit bernapas terhadap stimulus
- DO
Perubahan Bronkokonstriksi
kedalaman/jumlah
napas dan Peningkatan jumlah sel
penggunaan alat inflamasi (eosinofil, sel
bantu napas mast dan neutrofil)
Pasien tampak
lemah Hipersekresi mukus
Suara napas
abnormal seperti Blokade jalan napas oleh
wheezing, ronchi mukus
dan crackles
Batuk (persisten) Edema mukosa dan dinding
atau tanpa bronkus
produksi sputum
Peningkatan usaha dan
frekuensi pernapasan,
penggunaan otot bantu
napas
Tidak mamapu
mengeluarkan Hipersekresi mukus
sekret
Nilai analisa gas Blokade jalan napas oleh
Perubahan tanda
vital Edema mukosa dan dinding
napas
Hipoksemia reversible
ketidakefektifan pola napas
3. Faktor Pencetus asma Gangguan pertukaran gas
- DS
Pasien mengeluh Hipersensitivitas bronkus
sulit bernapas terhadap stimulus
Menurunnya
toleransi aktivitas Bronkokonstriksi
mengeluarkan
sekret Blokade jalan napas oleh
darah abnormal
Perubahan tanda Edema mukosa dan dinding
vital bronkus
Adanya sianosis
Pada tes sputum Peningkatan usaha dan
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas oleh sekresi
bronkus
4. Rencana Intervensi
a. Usia Bayi
Diagnosa 1
Kriteria Hasil :
- Pasien mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih dan jelas
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, kedalaman, adanya 1. Mengungkapkan rasio dan tipe
tachipnea, dispnea dan jika terjadi saat pernapasan berhubungan dengan usia dan
tidur atau istirahat, cuping hidung, tubuh bayi, perubahan yang
retraksi, kedalaman (hiperpnea) aau mengindikasikan adanya obstruksi dan
penyempitan (hipopnea), stridor saat konsolidasi dari jalan napas dan fungsi
inspirasi paru yang menurun untuk difusi gas,
perubahan kedalaman yang abnormal,
head bobbing mengindikasikan adanya
dispnea pada bayi dan fatigue
menyebabkan flesksi leher
mengindikasikan adanya distres respirasi
2. Kaji suara napas dengan auskultasi, 2. Indikasi aliran napas dengan aukultasi
konsolidasi dengan perkusi untuk mengungkapkan adanya sekresi,
ronchi, pada obstruksi jalan napas dan
wheezing pada penyempitan bronchiolar.
Perkusi untuk indikasikan konsolidasi dan
penurunan fungsi paru
3. Kaji perubahan warna kulit, distribusi 3. Mengungkapkan derajat sianosis,
dan durasi sianosis indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil
dari obstruksi jalan napas
4. Kaji kemampuan batuk , waktu batuk 4. Mengungkapakan karakteristik batuk
sebagai kondisi respirasi yang mungkin
terjadi infeksi atau inflamasi. Jalan napas
yang sempit pada bayi mengakibatkan
susah batuk karena obstruksi dari sekret
dimana dapat resiko infeksi
5. Tinggikan posisi kepala sekitar 30 5. Posisi yang nyaman memfasilitasi
derajat dan pangku bayi (Ekstensikan ekspansi dada yang mengembang dan
kepala bayi dan leher dengan tangan efisiensi pernapasan.
dibawah bahu bayi)
6. Sediakan periode istirahat yang 6.Mencegah pemborosan energi yang
dibutuhkan bayi sebagaimana status terbuang
penyakit
7. Sediakan kebutuhan cairan selama 24 7. Mencegah status dehidrasi dan
jam dengan jumlah spesifik untuk bayi dan mengencerkan sekret untuk mudah
hindari susu dimobilisasi keluar tubuh. Susu dapat
mempertebal sekret.
8.Lakukan postural drainase menggunakan 8. Promosikan pemindahan sekret dan
gravitasi, perkusi dan vibrasi kecuali sputum dari jalan napas, perkusi dan
kontraindikasi, pangku bayi dan dukung vibrasi mengurangi sekret, gravitasi
bayi dengan bantal. Ajari orang tua dengan mendukung pemindahan sekret.
posisi bayi yang nyaman.
9. Suction nasal atau orofaringeal dengan 9. Pemindahan sekret dengan suction jika
pijatan, jika dibutuhkan, gunakan catheter obstruksi hidung oleh mucus pada bayi,
dengan benar, gunakan suntik bulb untuk penggunaan tekanan tinggi dapat merusak
sekresi mukus pada hidung bayi, ukuran membran mucus pada jalan napas.
catheter tergantung pada usia bayi,
tekanan negatif maksimum dari 60-90 cm
H2O dengan batas 5 detik untuk bayi
10. Perletakan peralatan jalan napas dekat 10. Untuk keadaan emergency jika
tempat pasien dibutuhkan
11. Beri edukasi pada orang tua pasien 11. Mempertahankan status hidrasi
tentang kebutuhan cairan, tipe cairan yang
harus dihindari
12. Instruksikan orang tua untuk mencuci 12. Menghindari transmisi mikroorganisme
tangan via droplet
Kolaborasi
1. Pemberian bronkodilator sesuai indikasi 1.
- nebulizer (via inhalasi dengan golongan - pemberian bronkodilator via inhalasi
terbutaline 0.25 mg, fenoterol Hbr 0.1 % akan langsung menuju area bronkus yang
solution, orciprenaline sulfur 0.75 mg mengalami spasme sehingga lebih cepat
berdilatasi
- Intravena dengan golongan teophyline - pemberian intravena merupakan usaha
ethilenediamine (Aminofilin) bolus IV 5-6 pemeliharaan dilatasi jalan napas agar
mg/kgBB optimal
2. Agen mukolitik dan ekspectoran 2. Agen mukolitik menurunkan kekentalan
dan perlengketan sekret paru untuk
mempermudah pembersihan
Agen ekspektoran akan memudahkan
sekret lepas dari perlengkatan jalan napas
3. Korticosteroid 3. Korticosteroid berguna pada
keterlibatan dengan hipoksemia dan
menurunkan inflamasi akibat edema
mukosa dan dinding bronkus
Diagnosa 2
Kriteria Hasil :- Irama, frekuensi dan kedalaman napas berada dalam batas normal
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, pola, kedalaman, 1. Mengungkapakan rate dan tipe respirasi
adanya tachipnea, dispnea, retraksi yang berhubungan dengan umur bayi,
suscostal, nasal faring, fase ekspirasi, perubahan pola mengidikasikan kondidi
ekspansi dada, periode apnea dan pola akut respirasi hasil infeksi dan obstruksi,
tidur bayi head bobbing terjadi dengan dispnea pada
bayi jika ada konsolidasi pada paru
2. Kaji dengan palpasi untuk konfigurasi 2. Mengungkapkan peningkatan rasio
dada, auskultasi pada suara napas anteroposterior yang umumnya terjadi
pada anak-anak
3. Tinggikan posisi kepala sekitar 30 3. Posisi yang nyaman memfasilitasi
derajat dan pangku bayi (Ekstensikan ekspansi dada yang mengembang dan
kepala bayi dan leher dengan tangan efisiensi pernapasan.
dibawah bahu bayi)
4. Kaji perubahan warna kulit, distribusi 4. Mengungkapkan derajat sianosis,
dan durasi sianosis indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil
dari obstruksi jalan napas
5. Monitor gas darah dan sediakan 5. Mempertahankan O2 dalam darah dan
suplemen O2 via kap jika hipoksia karena fungsi organ
inadekuat pola napas
6. Ajarkan mencuci tangan ketika bersama 6. Pencegahan transmisi mikroorganisme
bayi, menutupi mulut dan hidung saat
batuk/pilek
7. Demonstrasikan posisi nyaman untuk 7. Menunjang perbaikan pernapasan
ventilasi udara bayi baik saat tidur maupun
terjaga
8. Informasikan orang tua untuk 8. Mencegah terjadinya gangguan pola
menghindari alergen asma napas lebih lanjut
Kolaborasi
1. Berikan bronkodilator via oral, subkutan 1. Mencegah serangan asma lanjutan dan
maupun terapai aerosol atau sedatif via pertahanan diri menghadapi allergen
terapi oral jika efisisensi respirasi tidak
berkurang dan steroid sesuai indikasi
Diagnosa 3
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas oleh sekresi
mukus
Tujuan : Pasien menunjukkan pertukaran gas dengan efektif dalam 1x24 jam
Kriteri Hasil :
- Gas darah arteri normal - PO2 dan PCO2 dalam batas normal
- Tidak ada sianosis - Bernapas dalam normal
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, kedalaman, adanya 1. Mengungkapkan rasio dan tipe
tachipnea, dispnea dan jika terjadi saat pernapasan berhubungan dengan usia dan
tidur atau istirahat, cuping hidung, tubuh bayi, perubahan yang
retraksi, kedalaman (hiperpnea) aau mengindikasikan adanya obstruksi dan
penyempitan (hipopnea), stridor saat konsolidasi dari jalan napas dan fungsi
inspirasi paru yang menurun untuk difusi gas,
perubahan kedalaman yang abnormal,
head bobbing mengindikasikan adanya
dispnea pada bayi dan fatigue
menyebabkan flesksi leher
mengindikasikan adanya distres respirasi
2. Monitor SaO2 berkelanjutan . Kaji 2. Mengungkapkan status hipoksemia dan
analisis gas darah meliputi pH, PaCO2, hiperkapnea dan potensi terjadinya
PaO2. kegagalan pernapasan
3. Kaji perubahan warna kulit, distribusi 3. Mengungkapkan derajat sianosis,
dan durasi sianosis indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil
dari obstruksi jalan napas
4. Administrasikan terapi O2 via kap pada 4. Pemberian O2 adekuat untuk
bayi tergantung kondisi gas darah mendukung intake , PO2 < 60mmHg dan
PCO2 > 50-55 mmHg dapat
mengindikasikan kebutuhan untuk
stimulasi respirasi, suction dan support
ventilasi
5. Mendiskusikan dengan orangtua tanda 5. Menyediakan informasi cara mengontrol
dan gejala asma sesuai umur bayi gejala dan kesehatan umum
6. Menjelaskan kepada orangtua tentang 6. Mengurangi ansietas orangtua
prosedur dan penggunaan peralatan
respirasi
7. Menjelaskan pengangkutan O2 dan 7. Mempertahankan jumlah O2 yang
faktor keamanan diberikan untuk pencegahan hipoksia pada
bayi
8. Instruksikan dan demonstrasikan 8. Orangtua yang tanggap dapat mencegah
penggunaan monitor apnea, minta hipoksia sedini mungkin pada bayi dengan
orangtua untuk mengulangi penanganan yang tepat
Kolaborasi
1. pemeriksaan BGA 1. Penurunan PO2, peningkatan PCO2
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi
selanjutnya.
2. pemberian Oksigen 2. Dapat mengoreksi kipoksemia yang
terjadi akibat penurunan ventilasi
Diagnosa 1
Kriteria Hasil :
- Pasien mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih dan jelas
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, kedalaman, adanya 1. Mengungkapkan rasio dan tipe
tachipnea, dispnea dan jika terjadi saat pernapasan berhubungan dengan usia dan
tidur atau istirahat, cuping hidung, tubuh anak perubahan yang
retraksi, kedalaman (hiperpnea) aau mengindikasikan adanya obstruksi dan
penyempitan (hipopnea), stridor saat konsolidasi dari jalan napas dan fungsi
inspirasi paru yang menurun untuk difusi gas,
perubahan kedalaman yang abnormal
2. Kaji suara napas dengan auskultasi, 2. Indikasi aliran napas dengan aukultasi
konsolidasi dengan perkusi untuk mengungkapkan adanya sekresi,
ronchi, pada obstruksi jalan napas dan
wheezing pada penyempitan bronchiolar.
Perkusi untuk indikasikan konsolidasi dan
penurunan fungsi paru
3. Kaji perubahan warna kulit, distribusi 3. Mengungkapkan derajat sianosis,
dan durasi sianosis indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil
dari obstruksi jalan napas
4. Kaji kemampuan batuk , waktu batuk 4. Mengungkapakan karakteristik batuk
sebagai kondisi respirasi yang mungkin
terjadi infeksi atau inflamasi. Jalan napas
yang sempit pada bayi mengakibatkan
susah batuk karena obstruksi dari sekret
dimana dapat resiko infeksi
5. Tinggikan posisi kepala sekitar 30 5. Posisi yang nyaman memfasilitasi
derajat, pada anak balita berikan posisi ekspansi dada yang mengembang dan
Ekstensikan kepala balita dan leher dengan efisiensi pernapasan.
tangan dibawah bahu balita, pada anak
atas 5 tahun dapat duduk atau istirahatkan
kepala dengan bantal, cek posisi anak agar
tidak berubah
6. Sediakan periode istirahat yang 6.Mencegah pemborosan energi yang
dibutuhkan anak sebagaimana status terbuang
penyakit
7. Sediakan kebutuhan cairan selama 24 7. Mencegah status dehidrasi dan
jam dengan jumlah spesifik untuk anak mengencerkan sekret untuk mudah
dan hindari susu dimobilisasi keluar tubuh. Susu dapat
mempertebal sekret.
8.Lakukan postural drainase menggunakan 8. Promosikan pemindahan sekret dan
gravitasi, perkusi dan vibrasi kecuali sputum dari jalan napas, perkusi dan
kontraindikasi, beri anak bantalan. Ajari vibrasi mengurangi sekret, gravitasi
orang tua dan anak (atas 5 tahun)dengan mendukung pemindahan sekret.
posisi yang nyaman.
9. Suction nasal atau orofaringeal dengan 9. Pemindahan sekret dengan suction jika
pijatan, jika dibutuhkan, gunakan catheter obstruksi hidung oleh mucus pada anak,
dengan benar, ukuran catheter penggunaan tekanan tinggi dapat merusak
tergantung pada usia anak yaitu 90-110 cm membran mucus pada jalan napas.
H2O dalam 5 detik
10. Perletakan peralatan jalan napas dekat 10. Untuk keadaan emergency jika
tempat pasien dibutuhkan
11. Beri edukasi pada orang tua pasien dan 11. Mempertahankan status hidrasi
anak tentang kebutuhan cairan, tipe cairan
yang harus dihindari
12. Instruksikan orang tua dan anak untuk 12. Menghindari transmisi mikroorganisme
mencuci tangan via droplet
13. Rekomendasikan olahrga renang dan 13. Promosikan saturasi dai inhalasi gas
olah raga yang sedikit menguras tenaga dengan kelembaban, exhaling dibawah air
meningkatkan tekanan
ekspirasi.Mencegah pemborosan energi
dan kebutuhan O2 dimana mengubah
status respirasi saat penyediaan
permainan
14. Ajarkan napas dalam dan batuk efektiv 14. Mempromosikan bernapas dalam dan
pada anak saat posisi relax untuk postural pemindahan sekret lewat batuk
drainase kecuali kontraindikasi, untuk
inesensitif spirometer, pada anak lebih 5
tahun, ajari meniup balon
Kolaborasi
1. Pemberian bronkodilator sesuai indikasi 1.
- nebulizer (via inhalasi dengan golongan - pemberian bronkodilator via inhalasi
terbutaline 0.25 mg, fenoterol Hbr 0.1 % akan langsung menuju area bronkus yang
solution, orciprenaline sulfur 0.75 mg mengalami spasme sehingga lebih cepat
berdilatasi
- Intravena dengan golongan teophyline - pemberian intravena merupakan usaha
ethilenediamine (Aminofilin) bolus IV 5-6 pemeliharaan dilatasi jalan napas agar
mg/kgBB optimal
2. Agen mukolitik dan ekspectoran 2. Agen mukolitik menurunkan kekentalan
dan perlengketan sekret paru untuk
mempermudah pembersihan
Agen ekspektoran akan memudahkan
sekret lepas dari perlengkatan jalan napas
3. Korticosteroid 3. Korticosteroid berguna pada
keterlibatan dengan hipoksemia dan
menurunkan inflamasi akibat edema
mukosa dan dinding bronkus
Diagnosa 2
Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, pola, kedalaman, 1. Mengungkapakan rate dan tipe respirasi
adanya tachipnea, dispnea, retraksi yang berhubungan dengan umur anak,
suscostal, nasal faring, fase ekspirasi, perubahan pola mengidikasikan kondidi
ekspansi dada, periode apnea dan pola akut respirasi hasil infeksi dan obstruksi
tidur anak
2. Kaji dengan palpasi untuk konfigurasi 2. Mengungkapkan peningkatan rasio
dada, auskultasi pada suara napas anteroposterior yang umumnya terjadi
pada anak-anak
3. Tinggikan posisi kepala sekitar 30 3. Posisi yang nyaman memfasilitasi
derajat, pada anak balita berikan posisi ekspansi dada yang mengembang dan
Ekstensikan kepala balita dan leher dengan efisiensi pernapasan.
tangan dibawah bahu balita, pada anak
atas 5 tahun dapat duduk atau istirahatkan
kepala dengan bantal, cek posisi anak agar
tidak berubah
4. Kaji perubahan warna kulit, distribusi 4. Mengungkapkan derajat sianosis,
dan durasi sianosis indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil
dari obstruksi jalan napas
5. Monitor gas darah dan sediakan 5. Mempertahankan O2 dalam darah dan
suplemen O2 via kap jika hipoksia karena fungsi organ
inadekuat pola napas
6. Ajarkan mencuci tangan ketika bersama 6. Pencegahan transmisi mikroorganisme
anak , menutupi mulut dan hidung saat
batuk/pilek, demikian pula pada anak
7. Demonstrasikan posisi nyaman untuk 7. Menunjang perbaikan pernapasan
ventilasi udara anak baik saat tidur
maupun terjaga
8. Informasikan orang tua dan anak untuk 8. Mencegah terjadinya gangguan pola
menghindari alergen asma napas lebih lanjut
Kolaborasi
1. Berikan bronkodilator via oral, subkutan 1. Mencegah serangan asma lanjutan dan
maupun terapai aerosol atau sedatif via pertahanan diri menghadapi allergen
terapi oral jika efisisensi respirasi tidak
berkurang dan steroid sesuai indikasi
Diagnosa 3
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas oleh sekresi
mukus
Tujuan : Pasien menunjukkan pertukaran gas dengan efektif dalam 1x24 jam
Kriteri Hasil :
- Gas darah arteri normal - PO2 dan PCO2 dalam batas normal
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, kedalaman, adanya 1. Mengungkapkan rasio dan tipe
tachipnea, dispnea dan jika terjadi saat pernapasan berhubungan dengan usia dan
tidur atau istirahat, cuping hidung, tubuh anak, perubahan yang
retraksi, kedalaman (hiperpnea) aau mengindikasikan adanya obstruksi dan
penyempitan (hipopnea), stridor saat konsolidasi dari jalan napas dan fungsi
inspirasi paru yang menurun untuk difusi gas,
perubahan kedalaman yang abnormal
2. Monitor SaO2 berkelanjutan . Kaji 2. Mengungkapkan status hipoksemia dan
analisis gas darah meliputi pH, PaCO2, hiperkapnea dan potensi terjadinya
PaO2. kegagalan pernapasan
3. Kaji perubahan warna kulit, distribusi 3. Mengungkapkan derajat sianosis,
dan durasi sianosis indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil
dari obstruksi jalan napas
4. Mendiskusikan dengan orangtua tanda 4. Menyediakan informasi cara mengontrol
dan gejala asma sesuai umur anak gejala dan kesehatan umum
5. Menjelaskan kepada orangtua dan anak 5. Mengurangi ansietas orangtua dan anak
tentang prosedur dan penggunaan
peralatan respirasi
6. Menjelaskan pengangkutan O2 dan 6. Mempertahankan jumlah O2 yang
faktor keamanan diberikan untuk pencegahan hipoksia pada
anak
7. Instruksikan dan demonstrasikan 7. Orangtua yang tanggap dapat mencegah
penggunaan monitor apnea, minta hipoksia sedini mungkin pada anak dengan
orangtua untuk mengulangi penanganan yang tepat
Kolaborasi
1. pemeriksaan BGA 1. Penurunan PO2, peningkatan PCO2
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi
selanjutnya.
2. pemberian Oksigen 2. Dapat mengoreksi kipoksemia yang
terjadi akibat penurunan ventilasi
Diagnosa 1
Kriteria Hasil :
- Pasien mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih dan jelas
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, kedalaman, adanya 1. Mengungkapkan rasio dan tipe
tachipnea, dispnea dan jika terjadi saat pernapasan berhubungan dengan usia dan
tidur atau istirahat, cuping hidung, tubuh yang mengindikasikan adanya
retraksi, kedalaman (hiperpnea) aau obstruksi dan konsolidasi dari jalan napas
penyempitan (hipopnea), stridor saat dan fungsi paru yang menurun untuk difusi
inspirasi gas, perubahan kedalaman yang abnormal
2. Kaji suara napas dengan auskultasi, 2. Indikasi aliran napas dengan aukultasi
konsolidasi dengan perkusi untuk mengungkapkan adanya sekresi,
ronchi, pada obstruksi jalan napas dan
wheezing pada penyempitan bronchiolar.
Perkusi untuk indikasikan konsolidasi dan
penurunan fungsi paru
3. Kaji perubahan warna kulit, distribusi 3. Mengungkapkan derajat sianosis,
dan durasi sianosis indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil
dari obstruksi jalan napas
4. Kaji kemampuan batuk , waktu batuk 4. Mengungkapakan karakteristik batuk
sebagai kondisi respirasi yang mungkin
terjadi infeksi atau inflamasi.
5. Tinggikan posisi kepala sekitar 30 5. Posisi yang nyaman memfasilitasi
derajat, beri posisi tidur semifowler atau ekspansi dada yang mengembang dan
fowler efisiensi pernapasan.
6. Sediakan periode istirahat yang 6.Mencegah pemborosan energi yang
dibutuhkan terbuang
7. Sediakan kebutuhan cairan selama 24 7. Mencegah status dehidrasi dan
jam dengan jumlah spesifik mengencerkan sekret untuk mudah
dimobilisasi keluar tubuh.
8. Berikan air hangat 8. Pemberian air hangat dapat
mengencerkan sekret sehingga mudah
dikeluarkan dari tubuh
9. Ajarkan napas dalam dan batuk efektiv 9. Mempromosikan bernapas dalam dan
pada anak saat posisi relax untuk postural pemindahan sekret lewat batuk
drainase kecuali kontraindikasi, untuk
inesensitif spirometer, pada anak lebih 5
tahun, ajari meniup balon
10. Perletakan peralatan jalan napas dekat 10. Untuk keadaan emergency jika
tempat pasien dibutuhkan
11. Beri edukasi pada pasien tentang 11. Mempertahankan status hidrasi
kebutuhan cairan, tipe cairan yang harus
dihindari
12. Instruksikan pasien untuk mencuci 12. Menghindari transmisi mikroorganisme
tangan via droplet
13. Rekomendasikan olahrga renang dan 13. Promosikan saturasi dai inhalasi gas
olah raga yang sedikit menguras tenaga dengan kelembaban, exhaling dibawah air
meningkatkan tekanan
ekspirasi.Mencegah pemborosan energi
dan kebutuhan O2 dimana mengubah
status respirasi saat penyediaan
permainan
14. Beri lingkungan yang nyaman bebas 14. Faktor pencetus dapat mengakibatkan
dari alergen serangan akut
Kolaborasi
1. Pemberian bronkodilator sesuai indikasi 1.
- nebulizer (via inhalasi dengan golongan - pemberian bronkodilator via inhalasi
terbutaline 0.25 mg, fenoterol Hbr 0.1 % akan langsung menuju area bronkus yang
solution, orciprenaline sulfur 0.75 mg mengalami spasme sehingga lebih cepat
berdilatasi
- Intravena dengan golongan teophyline - pemberian intravena merupakan usaha
ethilenediamine (Aminofilin) bolus IV 5-6 pemeliharaan dilatasi jalan napas agar
mg/kgBB optimal
2. Agen mukolitik dan ekspectoran 2. Agen mukolitik menurunkan kekentalan
dan perlengketan sekret paru untuk
mempermudah pembersihan
Agen ekspektoran akan memudahkan
sekret lepas dari perlengkatan jalan napas
3. Korticosteroid 3. Korticosteroid berguna pada
keterlibatan dengan hipoksemia dan
menurunkan inflamasi akibat edema
mukosa dan dinding bronkus
Diagnosa 2
Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, pola, kedalaman, 1. Mengungkapakan rate dan tipe respirasi
adanya tachipnea, dispnea, retraksi yang berhubungan perubahan pola
suscostal, nasal faring, fase ekspirasi, mengidikasikan kondidi akut respirasi hasil
ekspansi dada, periode apnea dan pola infeksi dan obstruksi
tidur
2. Kaji dengan palpasi untuk konfigurasi 2. Mengungkapkan peningkatan rasio
dada, auskultasi pada suara napas anteroposterior yang umumnya terjadi
pada anak-anak
3. Tinggikan posisi kepala sekitar 30 3. Posisi yang nyaman memfasilitasi
derajat, beri posisi fowler atu semi-fowler ekspansi dada yang mengembang dan
efisiensi pernapasan.
4. Kaji perubahan warna kulit, distribusi 4. Mengungkapkan derajat sianosis,
dan durasi sianosis indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil
dari obstruksi jalan napas
5. Monitor gas darah dan sediakan 5. Mempertahankan O2 dalam darah dan
suplemen O2 via kap jika hipoksia karena fungsi organ
inadekuat pola napas
6. Demonstrasikan posisi nyaman untuk 6. Menunjang perbaikan pernapasan
ventilasi udara anak baik saat tidur
maupun terjaga
8. Informasikan untuk menghindari 8. Mencegah terjadinya gangguan pola
alergen asma napas lebih lanjut
Kolaborasi
1. Berikan bronkodilator via oral, subkutan 1. Mencegah serangan asma lanjutan dan
maupun terapai aerosol atau sedatif via pertahanan diri menghadapi allergen
terapi oral jika efisisensi respirasi tidak
berkurang dan steroid sesuai indikasi
Diagnosa 3
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas oleh sekresi
mukus
Tujuan : Pasien menunjukkan pertukaran gas dengan efektif dalam 1x24 jam
Kriteri Hasil :
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, kedalaman, adanya 1. Mengungkapkan rasio dan tipe
tachipnea, dispnea dan jika terjadi saat pernapasan berhubungan dengan usia dan
tidur atau istirahat, cuping hidung, tubuh anak, perubahan yang
retraksi, kedalaman (hiperpnea) aau mengindikasikan adanya obstruksi dan
penyempitan (hipopnea), stridor saat konsolidasi dari jalan napas dan fungsi
inspirasi paru yang menurun untuk difusi gas,
perubahan kedalaman yang abnormal
2. Monitor SaO2 berkelanjutan . Kaji 2. Mengungkapkan status hipoksemia dan
analisis gas darah meliputi pH, PaCO2, hiperkapnea dan potensi terjadinya
PaO2. kegagalan pernapasan
3. Kaji perubahan warna kulit, distribusi 3. Mengungkapkan derajat sianosis,
dan durasi sianosis indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil
dari obstruksi jalan napas
4. Menjelaskan pengangkutan O2 dan 4. Mempertahankan jumlah O2 yang
faktor keamanan diberikan untuk pencegahan hipoksia
5. Instruksikan dan demonstrasikan 5. Keluarga diharap mampu mencegah
penggunaan monitor apnea, beri informasi komplikasi awal sehingga bisa dilakukan
juga pada keluarha pencegahan dini
Kolaborasi
1. pemeriksaan BGA 1. Penurunan PO2, peningkatan PCO2
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi
selanjutnya.
2. pemberian Oksigen 2. Dapat mengoreksi kipoksemia yang
terjadi akibat penurunan ventilasi
Diagnosa 1
Kriteria Hasil :
- Pasien mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih dan jelas
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, kedalaman, adanya 1. Mengungkapkan rasio dan tipe
tachipnea, dispnea dan jika terjadi saat pernapasan berhubungan dengan usia dan
tidur atau istirahat, cuping hidung, tubuh yang mengindikasikan adanya
retraksi, kedalaman (hiperpnea) aau obstruksi dan konsolidasi dari jalan napas
penyempitan (hipopnea), stridor saat dan fungsi paru yang menurun untuk difusi
inspirasi gas, perubahan kedalaman yang abnormal
2. Kaji suara napas dengan auskultasi, 2. Indikasi aliran napas dengan aukultasi
konsolidasi dengan perkusi untuk mengungkapkan adanya sekresi,
ronchi, pada obstruksi jalan napas dan
wheezing pada penyempitan bronchiolar.
Perkusi untuk indikasikan konsolidasi dan
penurunan fungsi paru
3. Kaji perubahan warna kulit, distribusi 3. Mengungkapkan derajat sianosis,
dan durasi sianosis indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil
dari obstruksi jalan napas
4. Kaji kemampuan batuk , waktu batuk 4. Mengungkapakan karakteristik batuk
sebagai kondisi respirasi yang mungkin
terjadi infeksi atau inflamasi.
5. Tinggikan posisi kepala sekitar 30 5. Posisi yang nyaman memfasilitasi
derajat, beri posisi tidur semifowler atau ekspansi dada yang mengembang dan
fowler efisiensi pernapasan.
6. Sediakan periode istirahat yang 6.Mencegah pemborosan energi yang
dibutuhkan terbuang
7. Sediakan kebutuhan cairan selama 24 7. Mencegah status dehidrasi dan
jam dengan jumlah spesifik mengencerkan sekret untuk mudah
dimobilisasi keluar tubuh.
8. Berikan air hangat 8. Pemberian air hangat dapat
mengencerkan sekret sehingga mudah
dikeluarkan dari tubuh
9. Ajarkan napas dalam dan batuk efektiv 9. Mempromosikan bernapas dalam dan
pada anak saat posisi relax untuk postural pemindahan sekret lewat batuk
drainase kecuali kontraindikasi, untuk
inesensitif spirometer, pada anak lebih 5
tahun, ajari meniup balon
10. Perletakan peralatan jalan napas dekat 10. Untuk keadaan emergency jika
tempat pasien dibutuhkan
11. Beri edukasi pada pasien tentang 11. Mempertahankan status hidrasi
kebutuhan cairan, tipe cairan yang harus
dihindari
12. Instruksikan pasien untuk mencuci 12. Menghindari transmisi mikroorganisme
tangan via droplet
13. Rekomendasikan olahrga renang dan 13. Promosikan saturasi dai inhalasi gas
olah raga yang sedikit menguras tenaga dengan kelembaban, exhaling dibawah air
meningkatkan tekanan
ekspirasi.Mencegah pemborosan energi
dan kebutuhan O2 dimana mengubah
status respirasi saat penyediaan
permainan
14. Beri lingkungan yang nyaman bebas 14. Faktor pencetus dapat mengakibatkan
dari alergen serangan akut
Kolaborasi
1. Pemberian bronkodilator sesuai indikasi 1.
- nebulizer (via inhalasi dengan golongan - pemberian bronkodilator via inhalasi
terbutaline 0.25 mg, fenoterol Hbr 0.1 % akan langsung menuju area bronkus yang
solution, orciprenaline sulfur 0.75 mg mengalami spasme sehingga lebih cepat
berdilatasi
- Intravena dengan golongan teophyline - pemberian intravena merupakan usaha
ethilenediamine (Aminofilin) bolus IV 5-6 pemeliharaan dilatasi jalan napas agar
mg/kgBB optimal
2. Agen mukolitik dan ekspectoran 2. Agen mukolitik menurunkan kekentalan
dan perlengketan sekret paru untuk
mempermudah pembersihan
Agen ekspektoran akan memudahkan
sekret lepas dari perlengkatan jalan napas
3. Korticosteroid 3. Korticosteroid berguna pada
keterlibatan dengan hipoksemia dan
menurunkan inflamasi akibat edema
mukosa dan dinding bronkus
Diagnosa 2
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan obstruksi bronkus
Kriteria Hasil :
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, pola, kedalaman, 1. Mengungkapakan rate dan tipe respirasi
adanya tachipnea, dispnea, retraksi yang berhubungan perubahan pola
suscostal, nasal faring, fase ekspirasi, mengidikasikan kondidi akut respirasi hasil
ekspansi dada, periode apnea dan pola infeksi dan obstruksi
tidur
2. Kaji dengan palpasi untuk konfigurasi 2. Mengungkapkan peningkatan rasio
dada, auskultasi pada suara napas anteroposterior yang umumnya terjadi
pada anak-anak
3. Tinggikan posisi kepala sekitar 30 3. Posisi yang nyaman memfasilitasi
derajat, beri posisi fowler atu semi-fowler ekspansi dada yang mengembang dan
efisiensi pernapasan.
4. Kaji perubahan warna kulit, distribusi 4. Mengungkapkan derajat sianosis,
dan durasi sianosis indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil
dari obstruksi jalan napas
5. Monitor gas darah dan sediakan 5. Mempertahankan O2 dalam darah dan
suplemen O2 via kap jika hipoksia karena fungsi organ
inadekuat pola napas
6. Demonstrasikan posisi nyaman untuk 6. Menunjang perbaikan pernapasan
ventilasi udara anak baik saat tidur
maupun terjaga
8. Informasikan untuk menghindari 8. Mencegah terjadinya gangguan pola
alergen asma napas lebih lanjut
Kolaborasi
1. Berikan bronkodilator via oral, subkutan 1. Mencegah serangan asma lanjutan dan
maupun terapai aerosol atau sedatif via pertahanan diri menghadapi allergen
terapi oral jika efisisensi respirasi tidak
berkurang dan steroid sesuai indikasi
Diagnosa 3
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas oleh sekresi
mukus
Tujuan : Pasien menunjukkan pertukaran gas dengan efektif dalam 1x24 jam
Kriteri Hasil :
- Gas darah arteri normal - PO2 dan PCO2 dalam batas normal
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji rasio respirasi, kedalaman, adanya 1. Mengungkapkan rasio dan tipe
tachipnea, dispnea dan jika terjadi saat pernapasan berhubungan dengan usia dan
tidur atau istirahat, cuping hidung, tubuh anak, perubahan yang
retraksi, kedalaman (hiperpnea) aau mengindikasikan adanya obstruksi dan
penyempitan (hipopnea), stridor saat konsolidasi dari jalan napas dan fungsi
inspirasi paru yang menurun untuk difusi gas,
perubahan kedalaman yang abnormal
2. Monitor SaO2 berkelanjutan . Kaji 2. Mengungkapkan status hipoksemia dan
analisis gas darah meliputi pH, PaCO2, hiperkapnea dan potensi terjadinya
PaO2. kegagalan pernapasan
3. Kaji perubahan warna kulit, distribusi 3. Mengungkapkan derajat sianosis,
dan durasi sianosis indikasikan distribusi gas dan darah dalam
paru-paru dan alveolar hipoventilasi hasil
dari obstruksi jalan napas
5. Instruksikan dan demonstrasikan 5. Keluarga diharap mampu mencegah
penggunaan monitor apnea, beri informasi komplikasi awal sehingga bisa dilakukan
juga pada keluarga pencegahan dini
6. Tanyakan riwayat merokok. Beri 6. Merokok sejak usia muda merupakan
informasi tentang bahaya merokok hal yang dapat memberi dampak serius
terhadap sistem pernapasan bagi perkembangan pernapasan di masa
lansia yang rentan terhadap penyakit.
7. Anjurkan olahraga ringan secara teratur 7. Olahraga merupakan aktivitas yang
dapat menyehatkan tubuh dan
memperlancar peredaran darah
8. Beri informasi agar menghindari pajanan 8. Salah satu fungsi sistem pernapasan
terhadap traktus respiratus bagian atas adalah dalam pajanan. Pajanan saluran
napas dapat menyebabkan gangguan.
Kolaborasi
1. pemeriksaan BGA 1. Penurunan PO2, peningkatan PCO2
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi
selanjutnya.
2. pemberian Oksigen 2. Dapat mengoreksi kipoksemia yang
terjadi akibat penurunan ventilasi