You are on page 1of 30

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Saat ini obesitas sudah menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia


karena prevalensinya yang meningkat pada orang dewasa maupun anak, baik di
negara maju maupun negara yang sedang berkembang (WHO, 2000). Di
Amerika Serikat, overweight dan obesitas dikatagorikan sebagai suatu wabah
(epidemi). Berdasarkan data dari dua survei yang dilakukan Lembaga Survei
Gizi dan Kesehatan Nasional (NHANES) pada periode 1976-1980 menunjukkan
bahwa prevalensi obesitas terus meningkat pada beberapa kelompok usia anak
yakni pada kelompok usia 6-11 tahun prevalensinya meningkat dari 6,5%
menjadi 17% (Klish et al, 2009). Hampir 22 juta anak di Eropa mengalami
kegemukan dan obesitas (Wahyu, 2009).
Peningkatan angka obesitas anak juga terjadi di beberapa negara sedang
berkembang. Di Filipina pada tahun 1998 didapatkan 12% anak mengalami
obesitas, sedangkan di Singapura pada tahun 2000 didapatkan prevalensi
obesitas anak umur adalah 10,8% (Mexitalia, 2010).
Di Indonesia prevalensi kegemukan dan obesitas mengalami peningkatan.
Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) menunjukkan peningkatan
prevalensi obesitas baik di perkotaan maupun pedesaan dengan angka kejadian
lebih tinggi pada perkotaan yaitu 6,3% laki-laki dan 8% perempuan sedangkan
pada pedesaan 3,9% laki-laki dan 4,7% perempuan pada tahun 1992 (Yussac et
al, 2007). Hal ini mungkin disebabkan karena adanya perubahan pola makan
masyarakat perkotaan yang mengarah pada pola makan tinggi kalori, tinggi
lemak dan kolesterol terutama terhadap penawaran makanan siap saji yang
berdampak meningkatkan risiko obesitas (Khomsan, 2003).
2

Prevalensi obesitas pada anak SD di beberapa kota besar di Indonesia


seperti Medan, Padang, Jakarta, Semarang, Surakarta, Yogyakarta, Surabaya,
Manado, dan Denpasar berkisar 2,1%-25% pada tahun 2006 dengan prevalensi
tertinggi adalah Jakarta (25%), Semarang (24,3%), Medan (17,75%), Denpasar
(11,7%), Surabaya (11,4%), Padang (7,1%), Manado (5,3%), Yogyakarta (4%),
dan Solo (2,1%) dan rata-rata prevalensi kegemukan di sepuluh kota besar ini
mencapai 12,2%. Pada tahun 1995 Kamelia mendapatkan kejadian obesitas
sebesar 20% pada SD Swasta dan 9% pada SD Negri di Kota Medan (Ariani
dan Sembiring, 2007). Data-data di atas menunjukan insiden obesitas pada
anak-anak meningkat setiap tahunnya (Syarif 2006 dalam Wahyu 2009).
Obesitas dapat muncul pada setiap usia namun lebih sering pada tahun
pertama usia kehidupan, yaitu usia 5-6 tahun, dan selama masa remaja
(Soetjiningsih, 1995). Berdasarkan studi dari NHMRC (The National and
Medical Research Council) melaporkan bahwa obesitas pada anak-anak kira-
kira lebih dari 50% akan menjadi obesitas pada masa dewasa (Ariani dan
Sembiring, 2007). Obesitas pada anak merupakan komorbiditas terhadap
pertumbuhan linier anak, penyakit kardiovaskular, diabetes dan penyakit
metabolik lainnya (Laini dan Hakimi, 2003).
Karena obesitas memiliki pengaruh yang cukup besar pada diri seorang
anak, maka menjadi penting untuk mengidentifikasi faktor resiko yang
berhubungan dengan terjadinya obesitas. Berdasarkan latar belakang di atas,
maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui prevalensi dan faktor risiko
obesitas pada siswa kelas IV, V dan VI SD di 5 SD yang berada pada 5
Kecamatan Kota Medan.

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana prevalensi dan faktor risiko obesitas pada siswa kelas IV, V
dan VI SD di 5 SD yang berada pada 5 kecamatan Kota Medan ?
3

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui prevalensi dan faktor risiko obesitas pada siswa kelas
IV, V dan VI SD di 5 SD yang berada pada 5 Kecamatan Kota Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Mengetahui prevalensi obesitas pada anak sekolah dasar yaitu siswa
kelas IV,V dan VI SD yang berasal dari 5 SD yang berada pada 5
Kecamatan Kota Medan.
2. Mengetahui kebiasaan dan pola makan siswa kelas IV, V dan VI SD
yang diduga merupakan faktor risiko kejadian obesitas di 5 SD yang
berada pada 5 kecamatan kota Medan.
3. Mengetahui adanya riwayat obesitas pada orangtua kandung anak yang
diduga merupakan faktor risiko kejadian obesitas pada siswa kelas IV, V
dan VI SD di 5 SD yang berada pada 5 kecamatan kota Medan.
4. Mengetahui faktor psikologis anak yang diduga merupakan faktor risiko
kejadian obesitas pada siswa kelas IV,V dan VI SD di 5 SD yang berada
pada 5 kecamatan kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Manfaat di Bidang Akademik


a. Memperdalam ilmu pengetahuan dan memperkokoh landasan teoritis
mengenai obesitas yang terjadi pada anak.
b. Sebagai bahan informasi bagi peneliti lain yang ingin menggali dan
memperdalam lebih jauh topik-topik mengenai obesitas.
2. Manfaat dalam Pengabdian Masyarakat
a. Diharapkan masyarakat dapat mengetahui faktor risiko yang dapat
menyebabkan terjadinya obesitas, sehingga dapat memulai perilaku
4

sehat dan memperbaiki pola makan serta gaya hidup untuk mencegah
terjadinya obesitas.
b. Menumbuhkan kepedulian dan kepekaan masyarakat dalam mencari
informasi yang benar mengenai faktor-faktor risiko yang dapat
menyebabkan terjadinya obesitas.
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Obesitas
2.1.1 Definisi Obesitas dan Gizi Lebih
Obesitas adalah suatu keadaan patologik, dimana pada keadaan tersebut
terdapat penumpukan lemak yang berlebihan secara menyeluruh di bawah
kulit dan jaringan lainnya di dalam tubuh (Lailani dan Hakimi,
2003). Obesitas merupakan kelebihan energi yang terjadi bila konsumsi
energi melalui makanan yang melebihi energi yang dikeluarkan, kelebihan
energi ini akan diubah menjadi lemak tubuh (Wahyu, 2009). Pada gizi
lebih terdapat berat badan yang melebihi berat badan
rata-rata ,dimana pada gizi lebih ukuran tubuh dapat
bertambah tanpa penambahan akumulasi lemak tubuh.
Gizi lebih atau overweight tidak selalu identik dengan
obesitas. Hal ini dapat dilihat pada seorang olahragawan
yang berkat latihan yang sangat intensif, tubuhnya lebih
tinggi dan otot-ototnya berkembang baik, hingga berat
badannya bertambah. Orang-orang demikian mungkin saja
beratnya lebih dari berat rata-rata dan dapat dikatakan
dalam katagori gizi lebih, akan tetapi orang tersebut tidak
menderita obesitas (Pudjiaji, 2000).

2.1.2 Etiologi dan Patogenesis Obesitas


Penyebab umum terjadinya obesitas adalah kelebihan asupan kalori yang
berlangsung lama, baik disertai atau tanpa disertai pengurangan
penggunaan energi (Agoes dan Poppy, 2003). Adapun faktor etiologi
6

primer dari obesitas adalah konsumsi yang berlebihan dari energi yang
dibutuhkan (Moore, 1997).

1) Faktor Makanan
Apabila seorang anak mengkonsumsi makanan dengan kandungan
energi yang sesuai dengan energi yang dibutuhkan tubuhnya maka
tidak akan ada energi yang disimpan. Sebaliknya, jika anak
mengkonsumsi energi melebihi yang dibutuhkan tubuh maka
kelebihan energi akan disimpan dalam bentuk cadangan enerrgi yang
secara berkesinambungan ditimbun setiap hari dan menyebabkan
kegemukan. Konsumsi zat energi yang berlebihan pada anak
dipengaruhi oleh beberapa hal :
a) Promosi produk makanan
Dampak promosi di media massa cukup berpengaruh, baik cetak
maupun elektronik berupa iklan-iklan menarik yang menawarkan
produk makanan yang berkalori dan berlemak tinggi.
b) Pengetahuan Ibu yang kurang
Kurangnya pengetahuan ibu mengenai makanan anak yang
seimbang mempengaruhi angka kecukupan gizi anaknya.
c) Kemampuan /daya beli
Meningkatnya kemampuan beli menyebabkan banyak keluarga
muda yang memanjakan anaknya, termasuk dalam pemberian
makanan yang berlebihan (Agoes dan Poppy, 2003).

2) Fakor Hormonal atau Metabolisme


Kelainan hormonal meliputi hipertiroid, hiperkortisol, hiperinsulin,
pseudohipoparatiroid, tumor hipotalamus dapat menyebabkan
7

obesitas. Penurunan fungsi kelenjar tiroid dalam tubuh akan


menyebabkan metabolisme dalam tubuh menjadi lambat sehingga
kalori yang akan dikeluarkan tubuh akan berkurang dan terjadi
peningkatan timbunan lemak dalam tubuh. Hiperaktivitas dari fungsi
kelenjar adrenal kortikal juga dapat menyebabkan kelainan
metabolisme seperti cushing syndrome yang dapat menyebabkan
obesitas. Pada keadaan hiperinsulinemi, akan menyebabkan sintesis
lemak dalam tubuh akan meningkat, yang berarti timbunan lemak
dalam tubuh juga akan meningkat dan menyebabkan obesitas (Agoes
dan Poppy, 2003 ).

3) Faktor Genetik
Anak yang memiliki bakat gemuk karena genetik akan cepat menjadi
gemuk, apalagi jika didukung oleh lingkungannya seperti perilaku
makan orangtua yang menyukai makanan berkalori tinggi (Agoes dan
Poppy, 2003). Beberapa sindrom genetik seperti Prader-Willi,
Bardet-Biedl, Alstrom, Cohen juga berkaitan dengan obesitas
(Mexitalia, 2010).

4) Faktor Psikologis
Faktor stabilitas emosi berkaitan dengan obesitas. Keadaan emosi
dapat merupakan dampak dari pemecahan emosi yang dalam, dan ini
merupakan suatu pelindung penting bagi yang bersangkutan
(Misnadiarly, 2007). Pada anak, makan berlebih dapat terjadi sebagai
respon terhadap kesepian, berduka atau depresi, respon terhadap
rangsangan dari luar seperti iklan makanan (Moore, 1997).

5) Aktivitas Fisik
8

Apabila asupan energi berlebihan tanpa diimbangi dengan aktivitas


fisik yang seimbang, maka seorang anak akan mudah mengalami
kegemukan (Agoes dan Poppy, 2003).
2.1.3 Kriteria Obesitas pada anak
Untuk menentukan obesitas diperlukan kriteria yang berdasarkan
pengukuran antropometri dan atau pemeriksaan laboratorik, pada
umumnya digunakan (Hidayati et al, 2006) :
1) Pengukuran berat badan (BB) yang dibandingkan dengan standar dan
disebut obesitas bila BB > 120% BB standar.
2) Pengukuran berat badan dibandingkan tinggi badan (BB/TB).
Dikatakan obesitas bila BB/TB > persentile ke 95 atau Z-score = + 2
SD.
3) Indeks Massa Tubuh (IMT), > persentil ke 95 sebagai indikator
obesitas.
4) Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness
(tebal lipatan kulit/TLK). Sebagai indikator obesitas bila TLK Triceps
> persentil ke 85.

2.1.4 Faktor Risiko terjadinya Obesitas


Obesitas merupakan penyakit multifaktorial dimana penyebab obesitas
pada anak belum diketahui secara pasti hingga saat ini. Adapun faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi kejadian obesitas adalah :
1) Tingkat Kecukupan Energi
Standar kecukupan gizi di Indonesia masih menggunakan kecukupan
energi (kalori) dan kecukupan protein (Budiyanto, 2002). Adapun
kebutuhan gizi tersebut telah ditetapkan secara nasional dalam
Widyakarya Nasional Pangan dan gizi (1993) di Jakarta
(Khosman,2003). Energi didapat dari makanan yang mengandung
9

kalori. Adapun faktor etiologi primer dari obesitas adalah konsumsi


yang berlebihan dari energi yang dibutuhkan (Moore, 1997). Energi
diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein yang ada dalam
makanan (Arisman, 2002). Tiap gram karbohidrat maupun protein
memberi energi sebanyak 4 kilokalori, sedangkan tiap gram lemak
memberi 9 kilokalori (Budiyanto, 2002). Komponen organik lain
(seperti asam organik) menyumbang hanya sejumlah kecil energi
terhadap sebagian besar makanan. Air tidak mengandung energi,
melainkan bertindak hanya sebagai zat pelarut (Arisman, 2002).
Adapun jumlah energi yang dianjurkan berasal dari 50-60%
karbohidrat, 25-35% lemak sedangkan selebihnya yaitu 10-15%
protein (Pudjiaji, 2000). Tingkat kecukupan gizi dapat dinilai dengan
menggunakan metode recall atau ingata 24 jam. Individu diminta
untuk mengingat segala sesuatu yang dimakan sebelumnya selama 24
jam yang lalu lalu mengkonversi makanan tersebut ke dalam bentuk
kalori (Moore, 1997). Tingkat kecukupan energi ini juga dipengaruhi
oleh :
a. Tingkat Pengetahuan Orangtua
Para orangtua berperan penting dalam membentuk kebiasaan dan
pola makan anak-anak mereka. Anak sering sekali pasif dan hanya
mengkonsumsi makanan yang disediakan oleh orangtuanya. Oleh
karena itu, orangtua harus menggali berbagai informasi mengenai
berbagai bahan makanan maupun produk olahan yang sehat dan
baik pada anak (Wahyu, 2009). Adanya anggapan yang salah di
masyarakat bahwa anak yang gemuk identik dengan anak yang
sehat harus segera ditepis agar anak dapat tumbuh dan berkembang
secara normal (Agoes dan Poppy, 2003).
b. Tingkat Pendapatan Orangtua
10

Orang tua yang mempunyai pendapatan per bulan tinggi akan


mempunyai daya beli yang tinggi pula sehingga memberikan
peluang yang lebih besar untuk memilih berbagai jenis makanan
yang mengakibatkan pemilihan jenis dan jumlah makanan tidak
lagi berdasarkan pada kebutuhan pertimbangan kesehatan, tetapi
lebih mengarah pada pertimbangan prestise dan rasa makanan
yang enak termasuk makanan jenis fast food. Tingginya konsumsi
kalori terutama yang berasal dari lemak akan berpengaruh
terhadap terjadinya obesitas (Baliwati dkk., 2004).

2) Kebutuhan Energi
Kebutuhan energi diperlukan untuk melakukan keperluan basal
metabolic rate dan melakukan berbagai aktivitas fisik
a. Basal Metabolic Rate (BMR)
Kebutuhan energi diperlukan untuk melakukan keperluan
basal metabolic rate yaitu energi minimal yang diperlukan tubuh
untuk mempertahankan kegiatan fisik dasar seperti pernafasan,
peredaran darah, peredaran getah bening, peristaltis (gerakan
pengerutan dan pengenduran di dinding usus), tonus otot
(tegangan normal otot), pengaturan suhu badan, dan kegiatan
kelenjar (Misnadiarly, 2007). BMR merupakan komponen
terbesar dari keluaran energi harian yang merupakan
pengekspresian sejumlah kalori (kilokalori) yang dikeluarkan oleh
tubuh per meter persegi luas permukaan tubuh setiap jam
(Kal/jam/m2) (Arisman, 2002). Kurang lebih 70% dari kalori total
tubuh habis terpakai hanya untuk menjalankan aktivitas
metabolism basa ltubuh (Misnadiarly,2007).
11

b. Akitivitas Fisik
Anak atau remaja yang kurang atau enggan melakukan aktivitas
fisik sehari-hari, menyebabkan tubuhnya kurang mengeluarkan
energi. Kurangnya pemanfaatan energi akan menyebabkan
simpanan energi tidak akan banyak dikeluarkan dan semakin lama
bertumpuk dan menyebabkan obesitas (Misnadiarly, 2007).
Pengurangan aktivitas fisik pada anak biasanya disebabkan
kegiatan menonton televisi, bermain video game ataupun game
online,dsbnya. Menonton televisi akan meningkatkan pola hidup
tidak aktif dan meningkatkan konsumsi makanan dengan energi
yang tinggi (Mexitalia, 2010). Kebiasaan menonton televisi ini
diikuti dengan mengkonsumsi makanan dan minuman ringan yang
berpotensi dalam menimbulkan obesitas. Banyaknya iklan di
televisi yang menawarkan makanan akan mendorong anak untuk
mengkonsumsi lebih banyak makanan dan cemilan.
Kurangnya pemanfaatan tenaga akan menyebabkan
simpanan tenaga tidak akan banyak digunakan dan lambat-laun
akan semakin bertumpuk sehingga menyebabkan obesitas
(Misnadiarly, 2007).
Kurangnya kebiasaan aktivitas fisik pada anak juga
dipengaruhi dengan tersedianya sarana transpotasi sehingga anak-
anak jarang melakukan aktivitas jalan kaki, meskipun jaraknya
dekat atau dapat ditempuh dengan berjalan kaki untuk ukuran
anak-anak. Selain itu, sempitnya lahan/ tempat bermain anak
menyebabkan anak kurang leluasa untuk bermain di tempat
terbuka untuk berlari-larian, bersepeda atau sekedar berjalan-jalan
(Agoes dan Poppy, 2003).
12

3) Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan salah satu faktor yang juga berperan dalam
timbulnya obesitas. Telah lama diamati bahwa anak-anak obesitas
umumnya berasal dari keluarga dengan orangtua yang obesitas.
Bila salah satu orang tua obesitas, kira-kira 40-50% anak-anaknya
akan menjadi obesitas, sedangkan bila kedua orangtua obesitas,
peluang faktor keturunan meningkat menjadi 70-80% (Khosman,
2003). Penelitian gizi di Amerika Serikat melaporkan bahwa anak-
anak dari orangtua dengan berat badan normal mempunyai peluang
10% menjadi gemuk (Purwati dkk., 2001). Berbagai penelitian
mengungkapkan fakta bahwa beberapa gen terlibat dalam hal ini.
Namun tidak sedikit juga ahli yang menilai bahwa faktor genetik
bukanlah hal utama dalam peningkatan obesitas. Kemungkinan
timbulnya obesitas dalam keluarga semacam ini disebabkan karena
kebiasaan makan dalam keluarga yang bersangkutan, dan bukan
karena faktor genetik yang khusus (Misnadiarly, 2007). Hal ini
mengacu pada fakta bahwa tidak terdapat perubahan genetik yang
bemakna pada manusia selama kurun waktu tiga dasawarsa terakhir,
sedangkan prevalensi obesitas di seluruh dunia meningkat (Wahyu,
2009).

4) Kebiasaan dan Pola makan


Kebiasaan yang dilakukan terus menerus dalam jangka waktu relatif
lama akan menjadi suatu gaya hidup. Demikian juga jika ada
kebiasaan yang kurang baik dan dilakukan terus-menerus maka akan
menjadi suatu gaya hidup yang tidak tepat. Pola makan adalah cara
atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang dalam
memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap
13

hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi


makan.
Adapun kebiasaan dan pola makan yang dimaksud adalah pola
makan yang berlebihan, kebiasaan mengemil makanan ringan dan
kesalahan dalam memilih dan mengkonsumsi makanan yaitu terhadap
makanan cepat saji (fast food), makanan gorengan maupun makanan
bersantan (Purwati dkk., 2001). Hal ini dijelaskan sebagai berikut :
a. Makan berlebihan
Mengumbar nafsu makan merupakan kebiasaan yang buruk, baik
yang dilakukan di rumah, sekolah, restoran, dan pesta sehingga
apabila sudah kenyang, jangan sekali-sekali menambah porsi
makanan meskipun makanan yang tersedia sangat lezat dan
merupakan makanan favorit.
b. Kebiasaan mengemil makanan ringan
Mengemil merupakan kegiatan makan di luar waktu makan.
Biasanya, makanan yang dikonsumsi berupa makanan kecil
yang rasanya gurih, manis, dan digoreng. Hal ini menyebabkan
kegemukan oleh karena jenis makanan ini merupakan makanan
tinggi kalori.
c. Salah memilih dan mengolah makanan
Ada berbagai sebab atau karena ketidaktahuan maka seseorang
salah memilih makanan. Sementara itu, banyak juga orang yang
memilih makanan karena prestise atau gengsi. Makanan cepat saji
yang banyak ditawarkan sekarang banyak mengandung lemak,
kalori,dan gula berlebih. Contohnya fried chicken, hamburger,
pizza, spagheti, kue tart, donat dan es krim. Selain itu, ada juga
orang yang menghindari nasi karena takut kegemukan. Namun
sayangnya, mereka mengkompensasikannya dengan memakan
14

makanan yang salah. Di Indonesia, terutama di kota-kota besar,


dengan adanya perubahan gaya hidup yang menjurus ke
westernisasi dan sedentary mengakibatkan terjadinya pergeseran
pola makan / konsumsi masyarakat yang mengarah pada pola
makan tinggi kalori, tinggi lemak dan kolesterol, terutama terhadap
penawaran makanan siap saji (fast food) dan minuman bersoda
yang berdampak meningkatkan risiko obesitas (Wahyu 2009).
Keluarga di perkotaan yang memiliki kesibukan tinggi sering
sekali tidak ragu dalam memberikan makanan yang dikatagorikan
sebagai makanan fast food kepada anak-anak (Wahyu, 2009).
Masyarakat di desa secara perlahan saat ini juga beradaptasi
dengan pola makan cepat saji ini. Mereka mengemas makanan
cepat saji dengan citra “ kota” dan “modern” yang mendorong
mereka untuk menjadi bagian dari gaya hidup yang modern ini.

5) Faktor Psikologis
Faktor psikologis mempengaruhi kebiasaan makan anak, misalnya
kepuasan anak dalam mengkonsumsi makanan yang sedang terkenal,
yaitu makanan fast food ( fried chicken, pizza, hamburger ). Tentu
saja kegemaran anak mengkonsumsi fast food yang tinggi kalori
secara berlebihan dapat menyebabkan kenaikan berat badan yang
disertai dengan kenaikan timbunan lemak (Agoes dan Poppy, 2003).
Pada anak yang usianya lebih besar, makan baginya merupakan
pengganti untuk mencapai kepuasan dalam mencapai kasih sayang
(Soetjiningsih, 1995). Gangguan psikologis dapat merupakan faktor
penyebab atau akibat dari obesitas.

2.1.5 Pengobatan Obesitas


15

Tujuan pengobatan obesitas pada anak berbeda dengan pengobatan pada


orang dewasa, karena tujuannya hanya menghambat laju kenaikan berat
badan yang padat sehingga tidak boleh diit terlalu ketat. Pengobatan pada
obesitas memerlukan keterlibatan keluarga untuk mencapai berat badan
ideal tersebut. Pada prinsipnya, pengobatan anak dengan obesitas
adalah sebagai berikut (Soetjiningsih, 1995) :
a) Memperbaiki faktor penyebab, misalnya cara pengasuhan
maupun faktor kejiwaan.
b) Motivasi anak yang mengalami obesitas untuk memperlambat
kenaikan berat badan anak.
c) Memberikan diit rendah kalori yang seimbang untuk
menghambat kenaikan berat badan. Kemudian membimbing
pengaturan makanan yang sesuai untuk mempertahankan gizi yang
ideal sesuai dengan pertumbuhan anak.
d) Menganjurkan olahraga yang teratur atau anak bermain secara
aktif sehingga banyak energi yang digunakan.

2.1.6 Komplikasi Obesitas Pada Anak


Anak yang kelebihan berat badan memiliki risiko lebih tinggi untuk
menderita :
1. Diabetes tipe 2, resisten terhadap insulin.
2. Sindrom metabolisme : kegemukan terutama di daerah perut,
kadar lemak yang tinggi, tekanan darah tinggi, resistensi terhadap
insulin, rentan terhadap terbentuknya sumbatan pembuluh darah, dan
rentan terhadap proses peradangan.
3. Tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi.
16

4. Asma dan masalah saluran pernafasan lainnya (misalnya, nafas


pendek yang dapat membuat olah raga, senam atau aktivitas fisik
lainnya sulit dilakukan).
5. Penyakit liver dan kantong empedu.
6. Pubertas dini : anak yang kelebihan berat badan dapat tumbuh
lebih tinggi dan secara seksual lebih matang dari anak-anak
sebayanya, membuat orang-orang berharap mereka dapat berlaku
sesuai dengan ukuran tubuh mereka, bukan sesuai usia mereka;
gadis-gadis yang mengalami kelebihan berat badan sering kali
mengalami siklus menstruasi tidak teratur dan menghadapi masalah
fertilitas pada usia dewasanya.
7. Masalah pada tulang dan persendian

Kelebihan berat juga dapat menyebabkan terjadinya masalah yang


menyangkut perkembangan sosial dan emosional anak seperti :
a. Percaya diri rendah dan rawan diganggu anak lain.
b. Problem pada pola tingkah laku dan pola belajar
c. Depresi (Misnadiarly, 2007).

2.2. Cara Menentukan Obesitas pada anak


Kegemukan dan obesitas pada anak dapat dinilai melalui berbagai metode atau
teknik pemeriksaan (Wahyu, 2009). Banyak cara yang telah dikembangkan untuk
menentukan banyaknya akumulasi lemak, yaitu :
1) Pengukuran Berat Badan Ideal
Perhitungan berat badan ideal menurut Brocca menggunakan rumus
sebagai berikut :

BBI = (TB – 100) – (10 % (TB – 100))


17

BBI = Berat Badan Ideal


TB = tinggi badan dalam satuan cm
Rumus Brocca sebenarnya lebih cocok digunakan untuk remaja dan usia
dewasa muda. Jika diterapkan pada usia yang lebih tua sering kurang
sesuai karena banyak faktor lain yang perlu diperhitungkan selain tinggi
dan berat badan saja. Meski demikian, perhitungan Brocca ini sangat
populer di kalangan orang awam karena lebih mudah dimengerti dan
diingat. Apabila berat badan melebihi 15% dari berat badan normal (TB-
100) maka dapat dikatagorikan kegemukan (Purwati dkk., 2001).

2) Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT)


IMT merupakan metode yang paling mudah dan banyak digunakan di
seluruh dunia untuk menilai timbunan lemak yang berlebihan di dalam
tubuh secara tidak langsung (Wahyu, 2009). Penilaian menggunakan IMT
juga memperhitungkan unsur kesehatan sehingga cocok diterapkan bagi
orang-orang yang ingin mengetahui kondisi berat badannya ditinjau dari
segi kesehatan. Namun, penilaian berat badan dengan menggunakan cara
IMT ini juga mempunyai kelemahan yaitu tidak memperlihatkan distorsi
proposi tubuh contohnya adalah orang yang sangat berotot sering sekali
memiliki angka IMT yang tinggi walaupun tidak mengalami obesitas
(Wahyu 2009, Misnadiarly, 2007). Selain itu, BMI sulit dijelaskan pada
masa pubertas dimana seorang anak mengalami pertumbuhan yang sangat
cepat (Misnadiarly, 2007). Pengukuran IMT dilakukan dengan cara membagi
nilai berat badan (kg) dengan nilai kuadrat dari tinggi badan (m). Nilai ini
kemudian akan diplot pada kurva pertumbuhan anak yang disesuaikan
dengan jenis kelamin dan usia anak.

IMT = BB(kg)
(TB)2(m2)
18

BB = berat badan dalam kilogram (kg)


TB = tinggi badan dalam meter (m)

Pengukuran IMT pada anak dilakukan pada rentang usia 2-20 tahun
(Wahyu, 2009). Anak akan dikatagorikan ke dalam salah satu dari 4
katagori berikut :
a. IMT berdasarkan usia di bawah persentil ke 5 = kekurangan berat
b. IMT berdasarkan usia antara persentil ke 5-85 = berat normal
c. IMT berdasarkan usia antara persentil ke 85-95 = memiliki risiko
kelebihan berat
d. IMT berdasarkan usia di atas persentil ke 95 = kelebihan berat

3) Pengukuran Tebal Lipatan Kulit (skin- fold thickness)


Mengukur tebal lipatan kulit di beberapa tempat, seperti bagian trisep,
subskapula, suprailiaka, dan sebagainya. Alat pengukur yang digunakan
dinamakan Caliper. Hasil pengukuran dibandingkan dengan nilai pada
tabel sesuai umur dan jenis kelaminnya (Pudjiaji, 2000). Pengukuran TLK
dilakukan dengan cara menjepit jaringan subkutan antara jempol dan
telunjuk dengan jarak antara 6-8 cm, goyangkan pelan-pelan dan hati-hati
untuk menyingkirkan otot dibawahnya baku. Pengukuran dan tekan
secukupnya sehingga memungkinkan kaliper lipatan kulit yang kita gunakan
dapat menekan jaringan lemak yang dituju.

4) Pengukuran lingkar pinggul anak¸ menurut sebagian peneliti dari ahli


kesehatan, hal ini dipandang penting dibandingkan pemeriksaan
19

antropometri. Alasannya ialah lingkar pinggul anak lebih menggambarkan


adanya kegemukan atau obesitas viseral (Klish et al, 2009).

5) Penggunakan Metode Analisis Impesdensi Bioelektrik


Multifrekuensi (BIA) dan MRI dapat memberikan hasil pengukuran lemak
yang lebih akurat namun metode ini masih terbatas oleh karena biaya
pemeriksaaan yang mahal dan minimnya ketersediaan alat (Wahyu, 2009).

2.3. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak pada Tahun Awal Sekolah


Anak usia antara 6-12 tahun memasuki periode yang disebut sebagai
masa anak-anak pertengahan atau masa laten, yang mempunyai
tantangan baru. Kekuatan kognitif untuk memikirkan banyak faktor
secara simultan sendiri memberikan kemampuan pada anak usia sekolah
untuk mengevaluasi diri dan merasakan evaluasi teman-temannya.
Pada awal usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah, dengan demikian
anak–anak ini mulai masuk pada dunia baru, dimana dia mulai
banyak berhubungan dengan orang – orang di luar keluarga dengan
suasana dan lingkungan baru dalam kehidupannya. Hal ini tentu saja
banyak mempengaruhi aktivitas dan kebiasaan makan mereka apalagi
pada umumnya di sekolah banyak penjual makanan dan anak
menjadi suka jajan (Behrman et al, 1999).
2.3.1. Pertumbuhan Fisik
Pertumbuhan selama periode ini adalah berkisar 3-3,5 kg dan 6 cm (2,5
in) per tahun. Lingkaran kepala tumbuh hanya 2-3cm selama periode
tersebut, menandakan pertumbuhan otak yang melambat, karena proses
mielinisasi sudah sempurna pada usia 7 tahun.
Kekuatan otot, koordinasi dan daya tahan tubuh meningkat secara
terus-menerus, seperti halnya kemampuan menampilkan pola gerakan-
20

gerakan yang rumit seperti menari, melempar bola basket atau bermain
piano. Kebiasaan berdiam diri pada usia anak dihubungkan dengan
meningkatnya risiko kegemukan selama hidup dan penyakit jantung.
Organ- organ seksual secara fisik belum matang, namun minat
pada jenis kelamin yang berbeda dan tingkah laku seksual tetap aktif
pada anak-anak dan meningkat secara progresif sampai pubertas
( Behrman et al, 1999).

2.3.2. Perkembangan Emosi dan Sosial


Perkembangan emosi dan sosial berlanjut pada tiga konteks yaitu
rumah, sekolah, dan lingkungan sekitarnya ( Behrman et al, 1999).
21

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Faktor Risiko Obesitas

Prevalensi Obesitas Kebiasaan dan Pola Makan


Riwayat Obesitas pada Orangtua
Faktor Psikologis

3.2. Variabel dan Definisi Operasional


1. Prevalensi obesitas adalah perbandingan antara jumlah subyek yang
mengalami obesitas dengan seluruh subyek yang ada pada suatu waktu
tertentu.

2. Faktor risiko adalah perilaku, kejadian, pengalaman, atau pajanan yang


dikaitkan dengan munculnya suatu penyakit. Faktor risiko lebih banyak
ditemukan pada subyek dengan penyakit dibanding dengan sunyek tanpa
penyakit.

3. Obesitas adalah peningkatan berat badan yang disebabkan oleh meningkatnya


lemak tubuh secara berlebihan. Untuk menentukan seorang anak yang
mengalami obesitas diperlukan pengukuran terhadap tinggi badan dan berat
badan. Tinggi badan (TB) diukur dengan menggunakan mikrotoise 2M
dengan ketelitian 0,1 M dan berat badan (BB) diukur dengan timbangan injak
dengan kapasitas 200 kg dengan ketelitian 0,1 kg. Setelah mendapatkan data
22

tinggi badan dan berat badan kemudian hasil pengukuran ini diplot pada
kurva pertumbuhan anak yaitu CDC 2000, yang disesuaikan dengan jenis
kelamin dan usia anak. Subyek dikatakan obesitas bila skor IMT-nya di atas
persentil ke-95.

4. Kebiasaan dan pola makan adalah cara atau perilaku seseorang dalam memilih
dan menggunakan bahan makanan yang meliputi jenis makanan, jumlah
makanan dan frekuensi makan yang ia lakukan secara terus menerus dan
dalam waktu yang relatif lama. Adapun kebiasaan dan pola makan yang
diduga mendukung terjadinya obesitas adalah pola makan yang berlebihan,
kebiasaan mengemil, dan kesalahan dalam memilih dan mengolah makanan.
Hal ini diukur dengan menggunakan kuesioner. Dengan menjawab 10 butir
pertanyaan dimana setiap jawaban yang mendukung obesitas diberi skor 3,
jawaban yang cukup mendukung obesitas diberi skor 2 dan jawaban yang
kurang mendukung obesitas diberi skor 1. Total skor adalah 30. Setelah itu
skor dari semua butir pertanyaan dijumlahkan, kemudian dibagi dengan
jumlah total skor dari variabel tersebut dan dikali 100%.
Cara mengukur kebiasaan dan pola makan yang merupakan salah satu faktor
risiko obesitas berdasarkan jawaban dari kuesioner menurut Hadi Pratomo dan
Sudarti (1966) :
a. Mendukung anak menjadi obesitas = ≥ 75% skor jawaban
b. Cukup mendukung anak menjadi obesitas = 40-75% skor jawaban
c. Kurang mendukung anak menjadi obesitas = ≤ 40% skor jawaban

5. Riwayat kejadian obesitas pada orang tua kandung responden diukur dengan
menggunakan kuesioner. Dengan menjawab pertanyaan pada kuesioner, bila salah
satu atau kedua orang tua kandung ada yang mengalami obesitas, maka akan
23

mendukung anak menjadi obesitas dan bila orang tua kandung tidak ada yang
mengalami obesitas maka tidak mendukung anak menjadi obesitas.

6. Faktor psikologis adalah hal-hal dalam kepribadian anak yang mempengaruhi


kebiasaan makan pada anak sehingga mendukung terjadinya obesitas. Hal ini
diukur dengan menggunakan kuesioner. Dengan menjawab 5 butir pertanyaan
dimana setiap jawaban yang mendukung anak menjadi obesitas diberi skor 3,
jawaban yang cukup mendukung anak menjadi obesitas diberi skor 2, dan jawaban
yang kurang mendukung diberi skor 1. Total skor adalah 15. Setelah itu skor dari
semua butir petanyaan dijumlahkan, kemudian dibagi dengan jumlah total skor dari
variabel tersebut dan dikali 100%.
Cara mengukur faktor psikologis yang merupakan faktor risiko obesitas
berdasarkan jawaban dari kuesioner menurut Hadi Pratomo dan Sudarti
(1966) :
a. Mendukung anak menjadi obesitas= ≥ 75% skor jawaban
b. Cukup mendukung anak menjadi obesitas = 40-75% skor jawaban
c. Kurang mendukung anak menjadi obesitas= ≤ 40% skor jawaban.
24

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian survei yang bersifat deskriptif dengan
pendekatan cross sectional.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian


Waktu penelitian akan dimulai dari bulan Agustus 2010 sampai November 2010.
Penelitian ini akan dilaksanakan di 5 Sekolah Dasar ( SD ) yang masing- masing
berada pada 5 Kecamatan Kota Medan. Adapun SD dan kecamatan tersebut
adalah sebagai berikut :
No Kecamatan Sekolah Dasar Alamat

1. Medan Baru SDN NO 060884 Jl. Gajah Mada No. 25


2. Medan Polonia SD Kristen Immanuel Jl. Slamet Riyadi No.1
3. Medan Sunggal SD T.D. Pardede Foundation Jl. Binjai km 10,8
4 Medan Amplas SD Prime One School Jl.Jend.A.H. Nasution No.88A
5. Medan Denai SD Katolik Budi Luhur Jl. Pukat No. 79

4.3. Populasi dan Sampel


Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV – VI SD yaitu SDN
NO 060884, SD Kristen Imanuel, SD T.D. pardede Foundation, SD Prime One
School dan SD Katolik Budi Luhur yang masing-masing berada pada 5
Kecamatan Kota Medan yaitu Kecamatan Medan Baru, Kecamatan Medan
Polonia, Kecamatan Medan Sunggal, Kecamatan Medan Amplas, dan
Kecamatan Medan Denai. Sampel dalam penelitian ini adalah semua bagian
dalam populasi. Besar sampel yang dibutuhkan adalah sama dengan jumlah
populasi (total sampling).
25

4.4. Teknik Pengambilan Data


1. Metode Dokumentasi
Metode ini digunakan untuk memperoleh data responden mengenai nama
siswa, jenis kelamin, umur dan asal kelas siswa yang yang diperoleh dari
tata usaha setiap sekolah tersebut.

2. Metode Pengukuran Langsung


Metode pengukuran langsung dilakukan untuk mendapatkan data berat
badan yang diukur dengan menggunakan timbangan injak dan data tinggi
badan yang diukur dengan microtoise. Dari data berat badan dan tinggi
badan yang didapat kemudian digunakan metode perhitungan Z-score
BB/TB dan IMT yang diklasifikasikan berdasarkan kurva CDC 2000
terhadap usia. Subyek dikatakan obesitas bila skor IMT-nya di atas
persentil ke-95.

3. Metode Angket
Metode angket dilakukan untuk memperoleh informasi
mengenai riwayat obesitas pada orang tua kandung,
kebiasaan dan pola makan anak, dan faktor psikologis
yang diduga sebagai faktor risiko yang menyebabkan
obesitas kepada anak-anak yang mengalami obesitas.
Angket diberikan pada anak-anak yang sudah teridentifikasi
menderita obesitas setelah dilakukan metode pengukuran.
Adapun kuesioner dalam penelitian ini berupa pertanyaan-
pertanyaan yang memiliki total skor dalam setiap
variabel.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data


26

Dalam penelitian ini data yang terkumpul akan dilakukan pengolahan. Adapun
langkah-langkah dalam pengolahan data tersebut adalah :

a. Editing
Editing dilakukan untuk meneliti apakah isian kuisioner sudah lengkap atau
belum sehingga apabila ada kekurangan dapat segera dilengkapi.
b. Coding
Coding adalah suatu usaha memberikan kode/menandai jawaban-jawaban
responden atas pertanyaan yang ada pada kuisioner yang nantinya akan
memudahkan proses dengan komputer.
c. Entry data
Memasukan data melalui pengolahn komputer dengan menggunakan
program software SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi
17.0 dan akan disajikan dalam bentuk grafik, diagram batang, dan diagram
lingkaran.
27

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, D. & Poppy, M., 2003. Mencegah dan Mengatasi Kegemukan Pada
Balita. Jakarta : Puspa Swara.

Arisman. 2002. Gizi Anak. Dalam : Khomsan, A., Gizi Dalam Daur Kehidupan.
Palembang : Universitas Sriwijaya, 74-76.

Ariani, A., Sembiring, T., 2007. Prevalensi Obesitas pada Anak Sekolah Dasar.
Majalah Kedokteran Nusantara, 40(2) : 86-89.

Baliwati, Y.F., Khomsan A., Dwirani C.M., 2004. Pengantar Pangan dan Gizi.
Jakarta: Penerbit Swadaya.

Behrman, Richard E., Kliegman, R., Arvin, A. M., 1996. Tahun- Tahun Awal
Sekolah. Dalam : A. Samik W., Nelson Textbook of Pediatric. Jakarta : EGC,
69-72.

Budiyanto, H.M.A., 2002. Karbohidrat. Dalam: Achyar, M., Rislo, S., Dasar- dasar
Ilmu Gizi. Malang : Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang, 19.

Hidayati, S.N., Irawan R.,Hidayat B., 2006. Obesitas pada anak.


Available at : http://www.pediatrik.com/buletin/06224113652-048qwc.pdf
28

Khosman, A,.2003., Obesitas, Bahaya dan Cara Mengatasinya. Dalam : Creasindo.


Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 90-
94.

Khosman, A,.2003., Teve Mempengaruhi Kebiasaan Makan Anak. Dalam :


Creasindo. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta : PT RajaGrafindo
Persada, 117-118.

Klish, W.J., Motil, J.K, Kirkland J.L, Jensen C, Hoppin A.G., 2009. Definition;
epidemiology ; and etiology of obesity in children and adolescents.
Available from : www.uptodate2009.com

Laini D. & Hakimi. 2003. Pertumbuhan Anak Obesitas. Sari Pediatri, 5(3) : 99 - 102

Mexitalia, M., 2010. In the Prevention of Childhood Obesity. Dalam: Lubis, B., Ali,
M.,Yannni, G.N., Trisnawati, Y., Ramayani, O.R., Irsa, L., Tobing, C.L.,
Dimayati, Y., 2010. Kumpulan Naskah Lengkap PIT IV IKA Medan 2010.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan : 540-549.

Misnadiarly. 2007. Obesitas Sebagai Faktor Risiko Penyakit. Jakarta : Pustaka


Obor Populer.

Moore, M.C., 1997. Obesitas dan Gangguan Makan. Dalam : Melfiawati S., edisi
kedua. Buku Pedoman Terapi Diet Dan Nutrisi. Jakarta : Hipokrates, 348.

Moore, M.C., 1997. Penilaian Gizi. Dalam : Melfiawati S., edisi kedua. Buku
Pedoman Terapi Diet Dan Nutrisi. Jakarta : Hipokrates, 8-11.
29

Pudjiaji, S., 2000. Obesitas Pada Anak. Dalam : Artjatmo T., Hendra U., edisi
keempat. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta : Gaya Baru,141-148.

Pudjiaji, S., 2000. Pemberian Makanan Pada Anak dan Adolesensia . Dalam :
Artjatmo T., Hendra U., edisi keempat. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Jakarta :
Gaya Baru,40.

Purwati, S., Rahayuningsih, S., Salimar. 2001. Perencanaan Menu untuk Penderita
Kegemukan. Jakarta : Penebar Swadaya.

Pratomo, Hadi., 1986. Definisi Operasional dari variabel. Dalam: Pedoman


Pembuatan Usulan Penelitian Bidang Kesehatan Masyarakat dan Keluarga
Berencana/ Kependudukan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebuadayaan R.I. PMU Pengembangan FKM di Indonesia, 24-26.

Sastroasmora, S., 1995., Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta :


Binarupa Aksara.

Soetjiningsih. 1995. Obesitas pada anak. In : Gde Ranuh, IG.N. Tumbuh Kembang
anak. Jakarta : EGC, 183 -190.

Timmreck, Thomas C., 2004. Epidemiologi : suatu pengantar. Dalam : Palupi W.,
Jakarta : EGC.

Yussac, M.A.A, Cahyadi A.,Putri C. A.,Dewi A.S.,Khomaini A.,Bardosono


S.,Suarthana E., 2007. Prevalensi Obesitas pada Anak Usia 4-6 tahun dan
Hubungannya dengan Asupan serta Pola Makan., Majalah Kedokt Indonesia,
57 (2),47-53.
30

Wahyu, G.G.,2009. Obesitas pada anak. edisi pertama.Yogyakarta : Penerbit B First.

WHO. Obesity: Preventing and Managing The Global Epidemic. WHO Technical
Report Series 2000; 894, Geneva

You might also like