You are on page 1of 7

MAKALAH

SEJARAH
“ANCAMAN DISINTEGRASI
BANGSA”

KELOMPOK 3
1. Billy
2. Jacqueline
3. Julius
4. Sinta
5. Suryadinata
6. Victor
1. Pemberontakan PKI di Madiun 1948
a) Proses Pemberontakan
Pada 8 Desember 1947-17 Januari 1948 pihak RI & Belanda melakukan
perundingan yang dikenal sebagai Perundingan Renville. Hasil perundingan
Renville dianggap menguntungkan Belanda. Sebaliknya, RI menjadi pihak yang
dirugikan. Karena itu, kabinet Amir Syarifuddin dijatuhkan pada 23 Januari
1948. Ia lalu diganti dengan kabinet Hatta.
Lalu Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada
28 Juni 1948. Kelompok politik ini berusaha menempatkan diri sebagai oposisi
terhadap pemerintah (dibawah kabinet Hatta). FDR bergabung dengan Partai
Komunis Indonesia (PKI) merencanakan suatu perebutan kekuasaan.
Sejalan dengan itu, datanglah Muso & Suripno seorang tokoh komunis
yang tinggal di Moskow, Uni Soviet. Ia bergabung dengan Amir Syarifuddin
untuk menentang pemerintah, bahkan ia berhasil mengambil alih pucuk pimpinan
PKI. Lalu, ia dan kawananya meningkatkan aksi teror, mengadu domba kesatuan
TNI & menjelek-jelekan kepemimpinan Soekarno-Hatta.
Puncak aksi PKI adalah pemberotakan terhadap RI pada 18 September
1948 di Madiun, Jawa Timur. Tujuan pemberontakan itu adalah meruntuhkan
negara RI & menggantinya dengan negara komunis. Dalam aksi ini beberapa
pejabat, perwira TNI, pimpinan partai, alim ulama dan rakyat yang dianggap
musuh dibunuh dengan kejam.

b) Upaya Penumpasan
Tindakan kejam ini membuat rakyat marah & mengutuk PKI. Panglima
Besar Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan
Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk menjalankan operasi penumpasan
pemberontakan PKI. Pada 30 September 1948, Madiun dapat diduduki kembali
oleh TNI dan polisi. Dalam operasi ini Muso berhasil ditembak mati (31 Oktober
1948) & Amir Syarifuddin dan tokoh-tokoh lainnya ditangkap dan dijatuhi
hukuman mati karena perbuatannya.

2. Darul Islam / Tentara Islam Indonesia (DI / TII)


a) DI / TII Jawa Barat (Kartosuwirjo)
Pemberontakan DI/TII yang dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan
Kartosuwirjo (S. M. Kartosuwirjo) , pada masa pergerakan nasional Kartosuwirjo
merupakan tokoh pergerakan Islam Indonesia yang disegani. Selama masa
Jepang, Kartosuwirjo menjadi anggota Masyumi. Dalam kehidupannya,
Kartosuwirjo mempunyai cita-cita untuk mendirikan Negara Islam Indonesia.
Untuk mewujudkan itu, Kartosuwirjo mendirikan sebuah pesantren di
Malangbong, Garut, yaitu Pesantren Sufah. Pesantren Sufah selain menjadi
tempat menimba ilmu keagamaan juga dijadikan sebagai tempat latihan
kemiliteran Hizbullah dan Sabillah. Dengan pengaruhnya, Kartosuwirjo berhasil
mengumpulkan banyak pengikut yang kemudian dijadikan sebagai bagian dari
pasukan Tentara Islam Indonesia (TII).
Pada 1948 Pemerintah RI menandatangani Perjanjian Renville yang
mengharuskan pengikut RI mengosongkan wilayah Jawa Barat dan pindah ke
Jawa Tengah. Hal ini dianggap Kartosuwirjo sebagai bentuk pengkhianatan RI
terhadap perjuangan rakyat Jawa Barat. Bersama kurang lebih 2000 pengikutnya
yang terdiri atas laskar Hizbullah dan Sabilillah, Kartosuwirjo menolak hijrah &
mulai merintis usaha mendirikan Negara Islam Indonesia (NII). Proklamasi NII
sendiri baru dilaksanakan pada 7 Agustus 1949.
Pemerintah RI berusaha menyelesaikan persoalan ini dengan cara damai.
Pemerintah membentuk sebuah komite yang dipimpin oleh Mohammad Natsir
(Ketua Masyumi). Namun, komite ini tidak berhasil merangkul kembali
Kartosuwirjo ke pangkuan RI.
Karena itu, pemerintah secara resmi melakukan operasi penumpasan
gerombolan DI/TII yang disebut dengan Operasi Pagar Betis. Kartosuwirjo
akhirnya ditangkap pada 4 Juli 1962.

b) DI / TII Jawa Tengah


Dipimpin oleh Amir Fattah yang ada di Brebes, Tegal, Pekalongan.
Gerakan ini bergabung dengan Kartosuwirjo di Ja-Bar . Amir lalu diangkat
sebagai Komandan Pertempuran Jawa Tengah & mengadakan proklamasi NII
pada 23 Agustus 1949.
Untuk menumpasnya digunakan Operasi Gerakan Benteng Negara,
dengan pimpinan Letkol Sarbini, M. Bachrun, & Ahmad Yani. Namun tidak
berhasil & sekali lagi pada Juni 1954 dengan Operasi Guntur DI / TII berhasil
ditumpas.

c) DI / TII Kalimantan Selatan


Dipimpin oleh Ibnu Hadjar (Haderi bin Umar), mantan letnan 2 TNI,
dengan pasukannya “Kesatuan Rakyat Yang Tertindas” menyerang pos-pos TNI
pada Oktober 1950.
Ibnu Hadjar pernah menyerahkan diri pada pemerintah, namun saat ia
memiliki lagi persenjataan ia memulai lagi pemberontakannya (1959) & dihukum
mati pada 22 Maret 1965.

d) DI / TII Sulawesi Selatan


Dipimpin Kahar Mudzakar, ia diperintah ke Sulawesi untuk memimpin
laskar-laskar perjuangan namun ia bergabung kedalam Komando Gerilya
Sulaawesi Selatan & meminta semua anggota KGGS masuk APRIS namun
memberikan kebijakan lain.
Namun, Kahar Mudzkar menolaknya & pada Agustus 1951 menyatakan
Sulawesi anggota NII pimpinan Kartosuwirjo. Gerakan ini sulit dipatahkan,
naming padaFebruari 1965 ia berhasil ditembak mati dan berakhirlah gearkan ini.

e) DI / TII Aceh
Dimulai dengan "Proklamasi" Daud Beureueh bahwa Aceh merupakan
bagian "Negara Islam Indonesia" di bawah pimpinan Imam Kartosuwirjo pada
tanggal 20 September 1953.
Daued Beureueh pernah memegang jabatan sebagai "Gubernur Militer
Daerah Istimewa Aceh" saat agresi militer pertama Belanda pada tahun 1947.
Sebagai Gubernur Militer ia berkuasa penuh atas pertahanan daerah Aceh dan
menguasai seluruh aparat pemerintahan baik sipil maupun militer.
Sebagai seorang tokoh ulama dan bekas Gubernur Militer, Daud Beureuh
tidak sulit memperoleh pengikut. Daud Beureuh juga berhasil mempengaruhi
pejabat-pejabat Pemerintah Aceh, khususnya di daerah Pidie. Untuk beberapa
waktu lamanya Daud Beureuh dan pengikut-pengikutnya dapat mengusai
sebagian besar daerah Aceh termasuk sejumlah kota.
Sesudah bantuan datang dari Sumatera Utara dan Sumatera Tengah,
operasi pemulihan keamanan ABRI ( TNI-POLRI ) segera dimulai. Setelah
didesak dari kota-kota besar, Daud Beureuh meneruskan perlawanannya di
hutan-hutan. Penyelesaian terakhir Pemberontakan Daud Beureuh ini dilakukan
dengan suatu " Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" pada 17-28 Desember
1962 atas prakarsa Panglima Kodam I Iskandar Muda, Kolonel Muhammad
Yasin.

3. Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)


Dilatar belakangi karena pembentukkan Angkatan Perang Republik Indonesia
Serikat (APRIS). Saat pembentukkan APRIS banyak ketegangan-ketegangan antar
TNI & mantan anggota tentara Belanda.
Para tentara yang kecewa lalu membentuk APRA (berjumlah sekitar 800 orang)
dibawah pimpinan Kapten Raymond Westerling, pada saat 23 Januari 1950
menyerang Bandung.
Dalam suatu pertempuran antar APRA & TNI (24 Januari 1950) berhasil
mengalahkan sisa prajurit APRA, namun Westerling melarikan diri & ingin bekerja
sama dengan Sultan Hamid II. Tapi, gagal & Sultan Hamid II berhasil dibekuk,
sedangkan Westerling kabur keluar negri menumpang pesawat Belanda.

4. Pemberontakan Andi Aziz


5 April 1950, pemberontakan Andi Aziz di Makassar, Sulawesi Selatan. Andi yang
sebelumnya diterima masuk APRIS pada 30 Maret 1950, langsung memulai rencana
untuk menawan Letkol A.J. Mokoginta beserta para stafnya.
Pemerintah RIS pada 8 April 1950 mengirim mandat agar Andi Aziz menghadap ke
Jakarta namun menolaknya & pada 26 April 1950, pasukan ekspedisi Kolonel Alex
Kawilarang tiba di Makassar. Meski Andi Aziz telah menyerah, namun anak buahnya
masih melakukan perlawanan pada Mei & Agustus 1950.
Dan, 8 Agustus 1950, perwakilan KNIL & KL Mayjen Scheffer menyanggupi
tuntutan APRIS & keluar Makassar tanpa 1 pun senjata mereka.

5. Pemberontakan Republik Maluku Selatan


Pemberontakan di Ambon ini digerakkan oleh Republik Maluku Selatan. Yang
berdiri pada 25 April 1950, oleh Dr. Soumokil. RMS memanfaatkan pasukan bekas
pemberontakan Andi Aziz.
Pemerintah ingin awalnya ingin menempuh jalan damai, namun karena gagal
pada 14 juli 1950 pasukan APRIS mendarat di Laha, Pulau Buru lalu menuju Pulau
Seram. Meski di Pulau Seram basis musuh cukup sulit ditempuh, namun berhasil
dikuasai & berangkat menuju Ambon sebagai pusat kedudukan RMS.
Pada awal November 1950, Ambon dapat dikuasai & para sisa tentara RMS
kabur kehutan & selama beberapa tahun melakukan kegiatan pengacauan.

6. Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia / Perjuangan Rakyat Semesta


(PRRI / Permesta)
Gerakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia / Perjuangan Rakyat
Semesta adalah gerkan untuk memisahkan diri dari NKRI, dengan latar belakang
daerah yang tidak puas karena pembangunan terpusat di Jawa.
Tidak puasnya hal ini didukung beberapa panglima militer & mulailah
membentuk dewan-dewan daerah. Pada 9 Januari 1958 diselenggarakan pertemuan
disungai Dareh, Sum-Bar & pada 10 Februari 1958 diadakan rapat raksasa dipadang.
Lalu pemerintah memecat secara tidak hormat para anggota TNI yang membantu
PRRI & balasan atas perlakuan dari pemerintah itu, mereka mendeklarasikan
berdirinya PRRI & hal ini dikenal sebagai Perjuangan Rakyat Semesta.
Pada 29 Mei 1961, PRRI menyerah pada pemerintah & diikuti para prajuritnya.
Meski disinyalir adanya dukungan dari Amerika Serikat karena persenjataan mereka
(PRRI) lebih maju & modern.

7. Gerakan 30 September 1965 (G 30 S/PKI)


Gerakan 30 September 1965 oleh Partai Komunis Indonesia adalah tanda awalnya
berpindah masa Orde Lama & Orde Baru.
Tindakan & Perluasan Pengaruh PKI dalam Masyarakat
PKI mulai berpengaruh sejah 1959, perkembangan PKI semakin pesat
sejak tidak adanya lagi pesaingnya (Masyumi & Partai Sosialis Indonesia) pada
1960. Pada 1963, PKI melakukan aksi sepihak yaitu mengambil alih lahan / tanah
milik pemerintah / penduduk. Hal ini memicu munculnya para anti-PKI.
Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat) sebagai pendukung PKI di bidang
kebudayaan mulai memunculkan anti-Lekra. Hingga pada akhirnya pada 17
Agustus 1963 sebuah pernyataan dikeluarkan & dikenal sebagai Manifesto
Kebuyaan (Manikebu).
Lalu segala hal semakin berlarut-larut dimulai dari, pelarangan Manikebu,
penyusupan PKI di dalam TNI & kepolisian, hingga pelarangan organisasi
antikomunis. Hingga pada 14 Januari 1965, meminta pemerintah untuk
mempersenjatai buruh & petani. Meski gagal direalisasikan namun keberanian
PKI melatih warga sipil dengan alasan sebagai pasukan dwikora mulai mebuat
curiga para antikomunis.
Hingga muncul surat kaleng yang mengatasnamakan Gilchrist(duta besar
Inggris) pada Dr. Subandrio, Wakil Perdana Menteri I pada 15 Mei 1965,
membuat keadaan semakin memburuk. Ditambah lagi desas-desus kesehatan
Soekarno yang tidak baik.

Pelaksanaan G 30 S/PKI
Pasukan dibawah Letkol Untung Sutopo melakukan aksi bersenjata pada
tengah malam penghujung 30 September atau awal 1 Oktober 1965. Aksinya
yaitu menculik & membunuh para perwira angkatan darat, & mereka berhasil
menangkap sebanyak 6 orang, yaitu, Letjen Ahmad Yani, Mayjen R Suprapto,
Mayjen Harsjo Mas Tirtodarmo, Mayjen Suwondo Parman, Brigjen Donald
Izacus Panjaitan & Brigjen Sutoyo Siswomiharjo. Selain itu masih ada
beberapa orang yang menjadi korban kejadian itu (Seperti Putri Jendral
Nasution).
Pada 1 Oktober 1965, melalui RRI Letkol Untung Sutopo menyebarkan
berita tenatang G 30 S/PKI & berhasil menggagalkannya. Dan mulailah dibentuk
dewan revolusi, penghapusan cabinet, dsb.

Penumpasan G 30 S/PKI
Panglima Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (Kostrad)
Mayjen Soeharto segera mengisi kekosongan kekuasaan yang ditinggalkan oleh
Jendral Ahmad Yani & memulai menumpas G 30 S/PKI.
Pada 2 Oktober 1965, Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD)
segera berhasil menguasai markas pemberontak di Jakarta, disusul yang lainnya
& mulai menemukan jejak-jejak mayat para perwira TNI.
Baru pada 4 Oktober 1965, dilakukan penggalian dari sebuah sumur tua
yang berkedalaman 12 meter & selesai pada pukul 15.00 WIB. Para mayat lalu
disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat Jakarta pada 5 Oktober &
seluruh perwira itu diangkat sebagai pahlawan revolusi.
Satu-persatu anggota PKI mulai ditangkap, Jakarta, 9 Oktober ditangkap
Komandan Brigade Infantri I/Kodam V Jaya. 11 Oktober Letkol Untung Sutopo.
Dan daerah sekitar sumur itu dibangun Monumen Pancasila Sakti untuk
mengenang para pahlawan revolusi.
Sumber
id.wikipedia.org
Supriatna, Nana. 2007. Sejarah kelas XII SMA IPS. Jakarta: Grafindo

You might also like