You are on page 1of 6

Era baru penanganan diabetes melitus tipe 2

Diposkan oleh Darman Rasyid Baido di 21:24 Jumat, 11 Februari 2011 Label: Artikel Ilmu Penyakit
Dalam
Oleh :  DR. Dr. Hendromartono, SpPD-KE

PENDAHULUAN
   Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik akibat kurangnya insulin absolut (DM Tipe 1)
atau relatif (DM Tipe 2) dengan kelainan primer pada metabolisme karbohidrat dan sekunder pada
protein dan lemak.

   Jumlah penderita DM didunia pada tahun 1994 sebesar 110,4 juta, tahun 1998:150 juta, dan
diperkirakan pada tahun 2000:175.4 juta, tahun 2010:279,3 juta dan tahun 2020:300 juta (Mc
Carty, 1994; Askandar Tjokroprawiro, 1998). Prevalensi DM di Indonesia sebesar 1,5 – 2,3 % pada
penduduk usia diatas 15 tahun (Perkeni, 1998). Berdasarkan atas prevalensi 1,5%, dapatlah
diperkirakan bahwa jumlah minimal penderita DM di Indonesia pada tahun 1994 adalah 2,5 juta,
tahun 1998:3,5 juta, tahun 2000:4 juta, tahun 2010:5 juta, dan tahun 2020:6,5 juta.
 
   Pengelolaan DM tipe 2 haruslah selalu mengingat akan hiperglikemia, resitensi insulin dan
dislipidemia yang merupakan faktor untuk terjadinya komplikasi makrovaskuler maupun
mikrovaskuler.
 
   Thiazolidinediones merupakan aktivator Peroxisome Ploriferator-Activated Receptorgamma (PPAR
gama) yang poten yang mempunyai efek baik pada metabolisme karbohidrat maupun lemak, disamping
dapat menghambat pembentukan TNF alfa dan inhibitor plasminogen aktifator -1 (PAI-1). 
Pioglitazone yang merupakan golongan Thiazolidinedione secara klinis mempunyai efek menurunkan
gula darah puasa, HbA1C, kadar insulin puasa, resistensi insulin, dan menurunkan trigliserida serta
meningkatkan kadar kolesterol HDL merupakan terapi yang ideal untuk DM Tipe 2.

KLASIFIKASI DIABETES MELLITUS

   Pada saat ini klasifikasi yang dipakai di Indonesia berdasarkan Konsensus Perkeni 1998, adalah
sesuai dengan klasifikasi etiologi yang dikeluarkan oleh American Diabetes Association (ADA), yang
membagi DDM menjadi :

1. Diabetes Tipe 1
2. Diabetes Tipe 2
3. Diabetes Tipe lain
   a.    Defek genetik fungsi sel beta
   b.    Defek genetik kerja insulin
   c.    Penyakit eksokrin pankreas
   d.    Endokrinopati
   e.    Karena obat / zat kimia
   f.    Infeksi virus
   g.    Sebab Imunologi yang jarang
   h.    Sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM
4. Diabetes Mellitus Gestational 
 

DIABETES MELLITUS TIPE 2

   DM tipe 2 merupakan penyakit metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia akibat kurangnya insulin
secara relatif. Manifestasi lain yang didapatkan pada penderita DM adalah hiperinsulinemia dan
dislipidemia.

   Seperti kita ketahui bahwa defek metabolik utama pada DM tipe 2 adalah terjadinya resistensi
insulin pada jaringan perifer (terutama pada otot dan jaringan lemak), kegagalan fungsi sekresi
insulin oleh pankreas dan peningkatan pengeluaran glukosa oleh hepar. Terjadinya resistensi insulin di
jaringan perifer ini akan mengakibatkan menurunnya uptake serta penggunaan glukosa oleh otot dan
jaringan lemak (DeFronzo, 1988), disamping itu resistensi insulin juga akan meningkatkan
pengeluaran glukosa hepar (Saltiel, 1996). Untuk mengatasi adanya resistensi insulin maka pankreas
akan mensekresi lebih banyak insulin (DeFronzo, 1988), dan hal ini akan mengakibatkan terjadinya
hiperinsulinemia. Haffner (1999), pada penelitianya mendapatkan bahwa 92 % penderita DM tipe 2
menunjukkan adanya resistensi insulin ini.

   Resistensi insulin merupakan kelainan metabolik utama pada DM tipe 2 yang pada akhirnya akan
memberikan kontribusi terhadap kelainan metabolik dan kardiovaskuler, termasuk obesitas,
hipertensi dan dislipidemia (DeFronzo, 1997; Turner, 1998).  Dislipidemia merupakan komplikasi
kronis yang paling banyak didapat pada penderita DM tipe 2, yakni sekitar 67% dan kelainan
kardiovaskuler secara kumulatif merupakan kelainan kedua terbanyak (63%) setelah dislipidemia
(Askandar, 1993).

   Kelaianan metabolisme lemak yang sering didapatkan pada penderita DM adalah peningkatan kadar
trigliserida, kadar kolesterol HDL yang rendah, peningkatan kadar small dense LDL, dan peningkatan
kadar kolesterol total (Reaven,1993), dan keadaan ini memberikan kontribusi dalam perkembangan
kelainan kardiovaskuler (Laakso, 1993; Stern, 1995).

STRATEGI  PENGELOLAAN DM TIPE 2

   Penelitian UKPDS menunjukkan bahwa kontrol gula darah yang ketat, disertai pengelolaan
hipertensi, dapat menurunkan risiko komplikasi mikrovaskuler dan komorbiditas yang menyertainya
(UKPDS, 1998). 

Secara keseluruhan pengelolaan penderita DM terdiri dari (Perkeni, 1998):


1. Pengaturan makan (Diet)
2. Penyuluhan
3. Latihan Fisik
4. Pemberian obat-obatan berkhasiat hipoglikemia
 
   Adapun strategi pengelolaannya haruslah mengingat pada kelainan dasar pada DM tipe 2 dan dapat
memperbaiki hiperglikemia, hiperinsulinemia dan dislpidemia, sehingga dengan demikian dapat
mencegah terjadinya komplikasi baik mikrovaskuler maupun makrovaskuler.

    Berdasarkan pada hal diatas, maka pengelolaan penderita DM tipe 2 haruslah dirancang untuk
dapat memperbaiki sensitivitas insulin dan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan perifer.
Dengan menggunakan pendekatan diatas, maka kerusakan yang berkaitan dengan hiperglikemia,
hiperinsulinemia dan dislipidemia dapatlah dibatasi atau dicegah. 
 
OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL   
    Saat ini dipasaran didapatkan berbagai macam obat hipoglikemik oral dari berbagai golongan.
Berdasarkan cara kerjanya obat hipoglikemik oral dapat dibagi dalam (Askandar, 1998):
1. Menurunkan absorbsi kerbohidrat
2. Meningkatkan sekresi insulin
3. Menurunkan sekresi glokusa hepar
4. Meningkatkan uptake glukosa di perifer

 Adapun obat anti-hiperglikemia oral yang ideal haruslah memenuhi syarat :


1. Dapat mengontrol gula darah
2. Tidak ada risiko hipoglikemia
3. Mempunyai dampak yang menguntungkan terhadap parameter lipid
4. Aman dan dapat ditoleransi dengan baik
5. Cara pemberian sederhana
6. Dapat digunakan oleh semua penderita DM tipe 2
7. Dapat menurunkan morbiditas / mortalitas kardiovaskuler dan
   mikrovaskuler

   Dalam praktek sehari-hari obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi (Askandar, 1998) :
1. Golongan Sulfonuilurea
2. Golongan Thiazolidinediones (aktivator Peroxisome
   Ploriferator-Activated Receptor gamma [PPAR gamma])
3. Golongan Biguanide
4. Golongan alfa-glukosidase inhibitor
5. Golongan alfa-amilase inhibitor  

PEROXISOME PLORIFERATOR-ACTIVATED RECEPTORS (PPAR) 


        
   Peroxisome Ploriferator-Activated Receptor (PPAR) merupakan faktor transkripsi yang diaktivasi
oleh suatu ligan dan menjadi bagian dari superfamili reseptor nuklear. Pada dewasa ini telah
diidentifikasi tiga gen PPAR (alfa, beta, dan gamma), yang masing-masing menunjukkan pola yang
berbeda dalam ekspresinya pada jaringan (Vameca, 1999). PPARs diketahui memegang peran penting
pada homeostasis energi, lipid, dan glukosa. PPAR alfa memegang peran pada efek hipolipidemik dari
fibrat dengan modulasi transkripsi gen yang terlibat pada metabolisme lipid dan lipoprotein (Torra,
1999), sedangkan PPAR gamma merangsang diferensiasi seluler dan mengatur adipogenesis dan kerja
insulin. Jadi PPARs berperan penting pada gangguan metabolisme, seperti dislipidemia dan resistensi
insulin yang terjadi pada obesitas dan DM tipe 2 (Brun ,1997; Spiegelman, 1999).
   PPAR alfa dan PPAR gamma merupakan regulator kunci pada homeostasis energi, kontrol berat
badan, metabolisme lipid dan glukosa serta pengendalian inflamasi, yang kesemuanya ini umumnya
terdapat pada penyakit yang berkaitan dengan bertambahnya usia, seperti resistensi insulin,
obesitas, dislipidemia, DM tipe 2 dan bermuara pada aterosklerosis. Pengalaman klinik selama
beberapa tahun telah membuktikan bahwa aktivator PPAR alfa seperti fibrat dapat memperbaiki
dislipidemia secara efektif (Torra, 1999) dan aktivator PPAR gamma dapat meningkatkan sensitivitas
insulin, dengan demikian dapat menurunkan hiperglkemia. Akhir-akhir ini agonis terjadap PPAR
terbukti juga dapat memperbaiki gangguan metabolik maupun vaskuler, seperti resistensi insulin dan
inflamasi vaskuler (Brun ,1997; Spiegelman, 1999) . 
 
GOLONGAN THIAZOLIDINEDIONES

  
  Thiazolidinediones merupakan aktivator Peroxisome Ploriferator-Activated Receptor gamma (PPAR
gamma) yang poten. Adapun PPAR gamma banyak didapatkan pada (Henke, 1998):
1. Jaringan lemak
2. Otot rangka
3. Hati
4. Jantung
5. Ginjal

PPAR gamma mempunyai peran fisiologi dalam (Henke, 1998):


1. Uptake glukosa
2. Glukoneogenesis
3. Glikogenesis dan glikolisis
4. Uptake asam lemak
5. Lipogeneis
6. Diferensiasi lemak.

Adapun yang tergolong dalam thiazolidinediones adalah:


1. Ciglitazone
2. Pioglitazone
3. Englitazone
4. Troglitazone
5. Rosiglitazone
6. Darglitazone 

Mekanisme kerja thiazolidinedione

Golongan thiazolinidinedione merupakan agonis PPAR gamma. PPAR gamma berbentuk


heterodimer dengan retinoid X receptor dalam nukleus (PPAR gamma-RXR). Ikatan antara
thiazolidinedione dan PPAR gamma akan diikuti dengan aktivasi regulatory DNA sequences (response
elements) oleh PPAR gamma-RXR complex. Aktivasi dari response element ini akan memulali
transkripsi gen – gen spesifik (misalnya yang berperan dalam metabolisme lipid dan karbohidrat)
(Vameca, 1999).

   Adapun kontrol metabolik Thiazolinediones pada DM tipe 2 adalah melalui penigkatan uptake dan
penggunaan glukosa di jaringan otot, peningkatan penyimpanan lemak, penurunan lipolisis dan
penurunan asam lemak bebas dari jaringan lemak, serta penigkatan uptake glukosa dan penurunan
sintesis VLDL di jaringan hepar (Saltiel, 1996).

Pioglitazone
Pioglitazone yang merupakan golongan thiazolidinedione mempunyai efek pada ekspresi gen
terhadap (Sugiyama, 1990; Kobayashi, 1992; Murase, 1998):

1. Metabolisme glukosa, melalui :


- Peningkatan Glut-1 dan Glut-4
- Peningkatan glucose-6 phosphate  dehydrogenase
- Peningkatan glukokinase
- Penurunan phosphoenolpyruvate carboxykinase
- Peningkatan UCP2+ dan UCP3+ mithochondrial coupling

2. Metabolisme lemak, melalui :


- Peningkatan Lipoprotein lipase
- Peningkatan fatty acid synthase
- Peningkatan phosphoenolpyruvate carboxykinase
- Penurunan stearocyl CoA desaturase
- Peningkatan fatty acid binding protein

3. Diferensiasi jaringan lemak :


- Peningkatan masa jaringan lemak coklat
- Peningkatan insulin-mediated differentiation of 3T3-L1 pre-adipocyte
- Peningkatan diferensiasi dari 3T3-F442A pre-adipocyte

4. TNF alfa dan inhibitor plasminogen aktifator -1 (PAI-1):


- Penurunan TNF alfa -stimulated PAI-1 gene expression
- Penurunan sekresi PAI-1
- Penurunan produksi TNF alfa

Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa Pioglitazone secara klinis mempunyai efek:
1. Menurunkan gula darah puasa
2. Menurunkan HbA1C
3. Menurunkan kadar insulin puasa
4. Menurunkan resistensi insulin
5. Meningkatkan kolesterol HDL
6. Menurunkan trigliserida
RINGKASAN
   
   DM Tipe 2 merupakan bentuk DM yang paling banyak didapatkan. Kelainan dasar pada DM tipe 2
terdiri dari hiperglikemia, hiperinsulinemia/ resitensi insulin dan dislipidemia yang merupakan faktor
risiko untuk terjadinya komplikasi baik makrovaskuler maupun mikrovaskuler.

   Abnormalitas metabolik pada DM tipe 2 antara lain disebabkan oleh adanya penurunan ambilan
glukosa di jaringan perifer,peningkatan produksi glukosa hepar dan kegagalan fungsi sel beta
pankreas.
  
   Pengelolaan DM tipe 2 meliputi pengaturan makan, penyuluhan, latihan fisik dan obat-obatan yang
berkhasiat hipoglikemi (anti-hiperglikemia). Pengelolaan DM tipe 2 ini haruslah senantiasi mengingat
kelainan dasar seperti tersebut diatas. 

   Pioglitazone, suatu obat anti-hiperglikemia oral merupakan golongan Thiazolidinesiones, yakni suatu
aktivator PPAR gamma yang poten yang bekerja melalui ekpresi gen yang mengatur metabolisme
karbohidrat dan lemak tanpa merangsang sekresi insulin pankreas. Secara klinis pioglitazone
mempunyai keuntungan dibandingkan obat hipoglikemik oral lainnya karena disamping dapat
menurunkan gula darah puasa, HbA1C, dan insulin puasa, juga dapat memperbaiki resitensi insulin,
menurunkan trigliserida serta meningkatkan kadar kolesterol HDL.

You might also like