You are on page 1of 11

No.

Foto Nama Periode Keterangan

1. Asmuni Ali 1999–2001 Penjabat

2001–2006 Bupati pertama


2. Dr. Drs. Marthin Billa, MM
2006–2011 Memenangkan Pilkada Malinau tahun 2006

Dr. Drs. Yansen Tipa Padan, 2011– Terpilih setelah memenangkan Pilkada Malinau tahun
3.
M.Si sekarang 2011

Wednesday, August 19, 2009


Karakteristik anak usia SMP / Remaja

KARAKTERISTIK ANAK USIA SMP / REMAJA

BAB I. PENDAHULUAN

Bagi sebagian besar individu yang baru beranjak dewasa bahkan yang sudah melewati
usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup mereka.
Kenangan terhadap saat remaja merupakan kenangan yang tidak mudah dilupakan,
sebaik atau seburuk apapun saat itu. Sementara banyak orangtua yang memiliki anak
berusia remaja merasakan bahwa usia remaja adalah waktu yang sulit. Banyak konflik
yang dihadapi oleh orangtua dan remaja itu sendiri. Banyak orangtua yang tetap
menganggap anak remaja mereka masih perlu dilindungi dengan ketat sebab di mata
orangtua, para anak remaja mereka masih belum siap menghadapi tantangan dunia
orang dewasa. Sebaliknya, bagi para remaja, tuntutan internal membawa mereka pada
keinginan untuk mencari jati diri yang mandiri dari pengaruh orangtua. Keduanya
memiliki kesamaan yang jelas: remaja adalah waktu yang kritis sebelum menghadapi
hidup sebagai orang dewasa.

BAB II. PEMBAHASAN

Dalam kehidupan anak terdapat dua proses yang terjadi secara kontinue, yaitu
pertumbuhan dan perkembangan. Kedua proses ini berlangsung secara
interdependent, saling bergantung satu sama lainnya dan tidak dapat dipisahkan (tidak
bisa berdiri sendiri), akan tetapi dapat dibedakan (Kartono, K., 1979).
Pertumbuhan dimaksudkan untuk menunjukkan bertambah besarnya ukuran badan
dan fungsi fisik yang murni. Perubahan ukuran akibat bertambah banyaknya atau
bertambah besarnya sel (Edwina, 2004) Misalnya : bertambahnya tinggi badan,
bertambahnya berat badan, otot-otot tubuh bertambah pesat (kekar).
Perkembangan menunjukkan suatu proses tertentu yaitu proses yang menuju kedepan
dan tidak dapat diulang kembali. Dalam perkembangan manusia terjadi perubahan-
perubahan yang sedikit banyak bersifat tetap dan tidak dapat diulangi. Perkembangan
menunjukkan pada perubahan-perubahan dalam suatu arah yang bersifat tetap dan
maju (Ahmadi, A., 1991).
Dalam makalah ini, kami hanya akan membahas mengenai tumbuh dan kembang
masa remaja khususnya anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu antara
usia 12–15 tahun.

A. Pengertian Remaja

Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia
maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Masa remaja ini sering dianggap
sebagai masa peralihan, dimana saat-saat ketika anak tidak mau lagi diperlakukan
sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan fisiknya ia belum dapat dikatakan
orang dewasa. Menurut Anna Freud (dalam Yusuf. S, 2004) masa remaja juga dikenal
dengan masa strom and stress dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi
pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan psikis yang bervariasi. Pada masa ini
remaja mudah terpengaruh oleh lingkungan dan sebagai akibatnya akan muncul
kekecewaan dan penderitaan, meningkatnya konflik dan pertentangan, impian dan
khayalan, pacaran dan percintaan, keterasinagan dari kehidupan dewasa dan norma
kebudayaan (Gunarsa, 1986).

Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas/jati diri. Individu ingin
mendapat pengakuan tentang apa yang dapat ia hasilkan bagi orang lain. Apabila
individu berhasil dalam masa ini maka akan diperoleh suatu kondisi yang disebut
identity reputation (memperoleh identitas). Apabila mengalami kegagalan, akan
mengalami Identity Diffusion (kekaburan identitas). Masa remaja termasuk masa
yang sangat menentukan karena pada masa ini anak-anak mengalami banyak
perubahan pada psikis dan fisiknya.

Fase-fase masa remaja (pubertas) menurut Monks dkk (2004) yaitu antara umur 12 –
21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun termasuk masa remaja awal, 15-18 tahun
termasuk masa remaja pertengahan, 18-21 tahun termasuk masa remaja akhir.

B. Karakteristik Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Remaja Usia SMP

1. Pertumbuhan fisik
Pada masa remaja, pertumbuhan fisik mengalami perubahan lebih cepat dibandingkan
dengan masa anak-anak dan masa dewasa. Pada fase ini remaja memerlukan asupan
gizi yang lebih, agar pertumbuhan bisa berjalan secara optimal. Perkembangan fisik
remaja jelas terlihat pada tungkai dan tangan, tulang kaki dan tangan, serta otot-otot
tubuh berkembang pesat.
2. Perkembangan seksual
Terdapat perbedaan tanda-tanda dalam perkembangan seksual pada remaja. Tanda-
tanda perkembangan seksual pada anak laki-laki diantaranya alat reproduksi
spermanya mulai berproduksi, ia mengalami masa mimpi yang pertama, yang tanpa
sadar mengeluarkan sperma. Sedangkan pada anak perempuan, bila rahimnya sudah
bisa dibuahi karena ia sudah mendapatkan menstruasi yang pertama.

Terdapat ciri lain pada anak laki-laki maupun perempuan. Pada laki-laki pada
lehernya menonjol buah jakun yang bisa membuat nada suaranya pecah; didaerah
wajah, ketiak, dan di sekitar kemaluannya mulai tumbuh bulu-bulu atau rambut; kulit
menjadi lebih kasar, tidak jernih, warnanya pucat dan pori-porinya meluas. Pada anak
perempuan, diwajahnya mulai tumbuh jerawat, hal ini dikarenakan produksi hormon
dalam tubuhnya meningkat. Pinggul membesar bertambah lebar dan bulat akibat dari
membesarnya tulang pinggul dan berkembangnya lemak bawah kulit. Payudara
membesar dan rambut tumbuh di daerah ketiak dan sekitar kemaluan. Suara menjadi
lebih penuh dan merdu.

Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi
pertama pada remaja putri ataupun perubahan suara pada remaja putra, secara biologis
dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak tiba-
tiba memiliki kemampuan untuk ber-reproduksi.

Pada masa pubertas, hormon seseorang menjadi aktif dalam memproduksi dua jenis
hormon (gonadotrophins atau gonadotrophic hormones) yang berhubungan dengan
pertumbuhan, yaitu: 1) Follicle-Stimulating Hormone (FSH); dan 2). Luteinizing
Hormone (LH). Pada anak perempuan, kedua hormon tersebut merangsang
pertumbuhan estrogen dan progesterone: dua jenis hormon kewanitaan. Pada anak
lelaki, Luteinizing Hormone yang juga dinamakan Interstitial-Cell Stimulating
Hormone (ICSH) merangsang pertumbuhan testosterone. Pertumbuhan secara cepat
dari hormon-hormon tersebut di atas merubah sistem biologis seorang anak. Anak
perempuan akan mendapat menstruasi, sebagai pertanda bahwa sistem reproduksinya
sudah aktif. Selain itu terjadi juga perubahan fisik seperti payudara mulai
berkembang, dll. Anak lelaki mulai memperlihatkan perubahan dalam suara, otot, dan
fisik lainnya yang berhubungan dengan tumbuhnya hormon testosterone. Bentuk fisik
mereka akan berubah secara cepat sejak awal pubertas dan akan membawa mereka
pada dunia remaja.

3. Cara berfikir kausalitas


Hal ini menyangkut tentang hubungan sebab akibat. Remaja sudah mulai berfikir
kritis sehingga ia akan melawan bila orang tua, guru, lingkungan, masih
menganggapnya sebagai anak kecil. Mereka tidak akan terima jika dilarang
melakukan sesuatu oleh orang yang lebih tua tanpa diberikan penjelasan yang logis.
Misalnya, remaja makan didepan pintu, kemudian orang tua melarangnya sambil
berkata “pantang”. Sebagai remaja mereka akan menanyakan mengapa hal itu tidak
boleh dilakukan dan jika orang tua tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan
maka dia akan tetap melakukannya. Apabila guru/pendidik dan oarang tua tidak
memahami cara berfikir remaja, akibatnya akan menimbulkan kenakalan remaja
berupa perkelahian antar pelajar.
Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli
perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap
pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya
para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-
masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang
sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak
alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas
berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu
berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi
apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya
dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman
masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan
rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja
mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.

Pada kenyataan, di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) masih sangat


banyak remaja (bahkan orang dewasa) yang belum mampu sepenuhnya mencapai
tahap perkembangan kognitif operasional formal ini. Sebagian masih tertinggal pada
tahap perkembangan sebelumnya, yaitu operasional konkrit, dimana pola pikir yang
digunakan masih sangat sederhana dan belum mampu melihat masalah dari berbagai
dimensi. Hal ini bisa saja diakibatkan sistem pendidikan di Indonesia yang tidak
banyak menggunakan metode belajar-mengajar satu arah (ceramah) dan kurangnya
perhatian pada pengembangan cara berpikir anak. penyebab lainnya bisa juga
diakibatkan oleh pola asuh orangtua yang cenderung masih memperlakukan remaja
sebagai anak-anak, sehingga anak tidak memiliki keleluasan dalam memenuhi tugas
perkembangan sesuai dengan usia dan mentalnya. Semestinya, seorang remaja sudah
harus mampu mencapai tahap pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus sekolah
menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk menganalisis masalah dan
mencari solusi terbaik.

4. Emosi yang meluap-meluap


Emosi pada remaja masih labil, karena erat hubungannya dengan keadaan hormon.
Mereka belum bisa mengontrol emosi dengan baik. Dalam satu waktu mereka akan
kelihatan sangat senang sekali tetapi mereka tiba-tiba langsung bisa menjadi sedih
atau marah. Contohnya pada remaja yang baru putus cinta atau remaja yang
tersinggung perasaannya. Emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka
daripada pikiran yang realistis. Saat melakukan sesuatu mereka hanya menuruti ego
dalam diri tanpa memikirkan resiko yang akan terjadi.

5. Perkembangan Sosial
Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu mengatasi segala
permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial dan
mampu menampilkan diri sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku.
Oleh karena itu setiap individu dituntut untuk menguasai ketrampilan-ketrampilan
sosial dan kemampuan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya. Ketrampilan-
ketrampilan tersebut biasanya disebut sebagai aspek psikososial. Ketrampilan tersebut
harus mulai dikembangkan sejak masih anak-anak, misalnya dengan memberikan
waktu yang cukup buat anak-anak untuk bermain atau bercanda dengan teman-teman
sebaya, memberikan tugas dan tanggungjawab sesuai perkembangan anak, dsb.
Dengan mengembangkan ketrampilan tersebut sejak dini maka akan memudahkan
anak dalam memenuhi tugas-tugas perkembangan berikutnya sehingga ia dapat
berkembang secara normal dan sehat.

Ketrampilan sosial dan kemampuan penyesuaian diri menjadi semakin penting


manakala anak sudah menginjak masa remaja. Hal ini disebabkan karena pada masa
remaja individu sudah memasuki dunia pergaulan yang lebih luas dimana pengaruh
teman-teman dan lingkungan sosial akan sangat menentukan. Kegagalan remaja
dalam menguasai ketrampilan-ketrampilan sosial akan menyebabkan dia sulit
menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat menyebabkan rasa
rendah diri, dikucilkan dari pergaulan, cenderung berperilaku yang kurang normatif
(misalnya asosial ataupun anti sosial), dan bahkan dalam perkembangan yang lebih
ekstrim bisa menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan
kriminal, tindakan kekerasan, dsb.

Berdasarkan kondisi tersebut diatas maka amatlah penting bagi remaja untuk dapat
mengembangkan ketrampilan-ketrampilan sosial dan kemampuan untuk
menyesuaikan diri. Permasalahannya adalah bagaimana cara melakukan hal tersebut
dan aspek-aspek apa saja yang harus diperhatikan.

Salah satu tugas perkembangan yang harus dikuasai remaja yang berada dalam fase
perkembangan masa remaja madya dan remaja akhir adalah memiliki ketrampilan
sosial (sosial skill) untuk dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari.
Ketrampilan-ketrampilan sosial tersebut meliputi kemampuan berkomunikasi,
menjalin hubungan dengan orang lain, menghargai diri sendiri & orang lain,
mendengarkan pendapat atau keluhan dari orang lain, memberi atau menerima
feedback, memberi atau menerima kritik, bertindak sesuai norma dan aturan yang
berlaku, dsb. Apabila keterampilan sosial dapat dikuasai oleh remaja pada fase
tersebut maka ia akan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Hal
ini berarti pula bahwa sang remaja tersebut mampu mengembangkan aspek
psikososial dengan maksimal. Jadi tidak mengherankan jika pada masa ini remaja
mulai mencari perhatian dari ingkungannya dan berusaha mendapatkan status atau
peranan, misalnya mengikuti kegiatan remaja dikampung dan dia diberi peranan
dimana dia bisa menjalankan peranan itu dengan baik. Sebaliknya jika remaja tidak
diberi peranan, dia akan melakukan perbuatan untuk menarik perhatian lingkungan
sekitar dan biasanya cenderung ke arah perilaku negatif.

Salah satu pola hubungan sosial remaja diwujudkan dengan membentuk satu
kelompok. Remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik pada kelompok sebayanya
sehingga tidak jarang orang tua dinomorduakan, sedangkan kelompoknya
dinomorsatukan. Contohnya, apabila seorang remaja dihadapkan pada suatu pilihan
untuk mengikuti acara keluarga dan berkumpul dengan teman-teman, maka dia akan
lebih memilih untuk pergi dengan teman-teman.

Pola hubungan sosial remaja lain adalah dimulainya rasa tertarik pada lawan jenisnya
dan mulai mengenal istilah pacaran. Jika dalam hal ini orang tua kurang mengerti dan
melarangnya maka akan menimbulkan masalah sehingga remaja cenderung akan
bersikap tertutup pada orang tua mereka. Anak perempuan secara biologis dan
karakter lebih cepat matang daripada anak laki-laki.

6. Perkembangan Moral
Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai
berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi
pembentukan nilai diri mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja
mulai membuat penilaian tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah populer
yang berkenaan dengan lingkungan mereka, misalnya: politik, kemanusiaan, perang,
keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil pemikiran yang kaku,
sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa bantahan.
Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan
mempertimbangan lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis, remaja akan lebih
banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya dengan hal-hal yang
selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya. Sebagian besar para remaja mulai
melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang selama ini diketahui dan
dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat hidup dan
beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali
membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu
saja selama masa kanak-kanak.

Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja


berkembang karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan
ketidakseimbangan antara yang mereka percayai dahulu dengan kenyataan yang ada
di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu mempertanyakan dan merekonstruksi pola
pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah yang seringkali mendasari
sikap "pemberontakan" remaja terhadap peraturan atau otoritas yang selama ini
diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak diterapkan sebuah
nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik. Pada masa remaja ia akan
mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya membiarkan korupsi itu tumbuh subur
bahkan sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam suatu kondisi tertentu. Hal ini
tentu saja akan menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri
remaja ini lambat laun akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak
menemukan jalan keluarnya. Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai
nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan
sangat besar jika orangtua atau pendidik tidak mampu memberikan penjelasan yang
logis, apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung penerapan nilai-nilai
tersebut.

Peranan orangtua atau pendidik amatlah besar dalam memberikan alternatif jawaban
dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya. Orangtua yang bijak akan
memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya remaja itu bisa berpikir
lebih jauh dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak mampu memberikan
penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah
bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar lingkaran orangtua dan nilai
yang dianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban
yang tidak diinginkan atau bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua.
Konflik dengan orangtua mungkin akan mulai menajam.

7. Perkembangan Kepribadian
Secara umum penampilan sering diindentikkan dengan manifestasi dari kepribadian
seseorang, namun sebenarnya tidak. Karena apa yang tampil tidak selalu
mengambarkan pribadi yang sebenarnya (bukan aku yang sebenarnya). Dalam hal ini
amatlah penting bagi remaja untuk tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan
semata, sehingga orang yang memiliki penampilan tidak menarik cenderung
dikucilkan. Disinilah pentingnya orangtua memberikan penanaman nilai-nilai yang
menghargai harkat dan martabat orang lain tanpa mendasarkan pada hal-hal fisik
seperti materi atau penampilan.

KESIMPULAN

Masa remaja merupakan sebuah periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia
maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Masa remaja ini sering dianggap
sebagai masa peralihan, dimana saat-saat ketika anak tidak mau lagi diperlakukan
sebagai anak-anak, tetapi dilihat dari pertumbuhan fisiknya ia belum dapat dikatakan
orang dewasa.

Fase-fase masa remaja (pubertas) menurut Monks dkk (2004) yaitu antara umur 12 –
21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun termasuk masa remaja awal, 15-18 tahun
termasuk masa remaja pertengahan, 18-21 tahun termasuk masa remaja akhir.

Karakteristik anak remaja bisa dilihat dalam beberapa aspek, yaitu dari Pertumbuhan
fisik, perkembangan seksual, cara berfikir kausalitas, emosi yang meluap-luap,
perkembangan sosial, perkembangan moral dan perkembangan kepribadian.

Remaja diharapkan lebih mengerti dirinya sendiri dan dimengerti orang lain, sehingga
dapat menjalani persiapan masa dewasa dengan lancar. Dengan memanfaatkan semua
kesempatan yang tersedia, terbentuklah kepribadian yang terpadu untuk bisa
beradaptasi dengan lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A. 1991. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Rineka Cipta

Gunarsa, D. 1986. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : PT. BK


Gunung Mulia

Hurlock, E. 1980. Psikologi Perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang


kehidupan. Edisi ke lima. Jakarta : Erlangga

Kartono, K. 1979. Psikhologi Anak. Bandung : Alumni

Monk, dkk. 2002. Psikologi Perkembangan : pengantar dalam berbagai bagiannya.


Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Yusuf, S. 2004. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya

Zulkifli, L.. 1992. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT Remaja Rosda Karya

http://jagad-ilmu.blogspot.com/2009/08/karakteristik-anak-usia-smp-remaja-
bab.html
ari millist sebelah.....
<http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=247970&kat_id=100>
Membangun Karakter
Anak<http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=247970&kat_id=100>
<http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=247970&kat_id=100>

Persaingan tahun 2021! Itu yang menjadi beban banyak orang tua masa kini.
Saat itu, anak-anak masa kini akan menghadapi persaingan dengan
rekan-rekannya dari berbagai negara di dunia.

`'Tuntutan kualitas sumber daya manusia tahun 2021 membutuhkan *good


character*,'' kata Dr Ratna Megawangi dalam seminar setengah hari
*Membangun
Karakter Anak Sejak Usia Dini, Seberapa Penting?* di Jakarta, 3 Mei lalu.

Adalah orang-orang yang senang belajar, terampil menyelesaikan masalah,


komunikator yang efektif, berani mengambil risiko, punya integritas -jujur,
dapat dipercaya, dan dapat diandalkan--, dan penuh perhatian, toleransi, dan
luwes yang bisa bersaing kelak. Itu adalah karakter yang bagus. Betapa
tidak. Banyak orang yang pintar dan berpengetahuan.

`'Karakter adalah kunci keberhasilan individu,'' tambah Ratna. Ia lantas


mengutip sebuah hasil penelitian di AS bahwa 90 persen kasus pemecatan
disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur,
dan hubungan interpersonal yang buruk. Didukung pula penelitian lain yang
menunjukkan bahwa 80 persen keberhasilan seseorang di masyarakat
ditentukan
oleh *emotional quotient*.

Bagaimana mendidik karakter anak? Menurut Ratna Megawangi, menciptakan


lingkungan yang kondusif. Anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang
berkarakter jika dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter, sehingga
fitrah setiap anak ang dilahirkan suci dapat berkembang secara optimal.
Untuk itu, pendiri sekaligus direktur eksekutif Indonesia Heritage
Foundation ini melihat peran keluarga, sekolah, dan komunitas amat
menentukan.

*Membentuk karakter*
Membentuk karakter, kata Ratna Megawangi, merupakan proses yang
berlangsung
seumur hidup. Anak-anak, jelas ketua bagian Tumbuh Kembang Anak,
Fakultas
Ekologi Manusia, IPB, ini, akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter jika
ia tumbuh pada lingkungan yang berkarakter pula. Dengan begitu, fitrah
setiap anak yang dilahirkan suci bisa berkembang optimal. Untuk itu, ia
melihat tiga pihak yang mempunyai peran penting. Yakni, keluarga, sekolah,
dan komunitas.

Dalam pembentukan karakter, jelas Ratna, ada tiga hal yang berlangsung
secara terintegrasi. Pertama, anak mengerti baik dan buruk, mengerti
tindakan apa yang harus diambil, mampu memberikan prioritas hal-hal yang
baik. Kemudian, mempunyai kecintaan terhadap kebajikan, dan membenci
perbuatan buruk. Kecintaan ini merupakan obor atau semangat untuk berbuat
kebajikan. Misalnya, anak tak mau berbohong. `'Karena tahu berbohong itu
buruk, ia tidak mau melakukannya karena mencintai kebajikan,'' kata Ratna,
mencontohkan.

Ketiga, anak mampu melakukan kebajikan, dan terbiasa melakukannya. Lewat


proses itu, Ratna menyebut sembilan pilar karakter yang penting ditanamkan
pada anak. Ia memulainya dari cinta Tuhan dan alam semesta beserta isinya;
tanggung jawab, kedisiplinan, dan kemandirian; kejujuran; hormat dan santun;
kasi sayang, kepedulian, dan kerja sama; percaya diri, kreatif, kerja keras,
dan pantang menyerah; keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati;
toleransi, cinta damai, dan persatuan. Karakter baik ini harus dipelihara.
Lalu, bagaimana menanamkan karakter pada anak? Mengutip hasil riset otak
mutakhir, Ratna menyebut usia di bawah tujuh tahun merupakan masa
terpenting. `'Salah didik memengaruhi saat ia dewasa,'' katanya.

*Mana yang disimpan?*


Pendidikan karakter seharusnya dimulai saat anak masih balita. Praktisi
pendidikan Edy Wiyono, pada acara yang sama, menggambarkan betapa balita
masih kosong pengalaman. `'Jika ia melihat sesuatu langsung dimasukkan tanpa
dipilih-pilih,'' katanya. Itu bisa terjadi karena dalam benak balita belum
ada 'program' penyaring.

Nah, materi yang pertama masuk pada otak anak akan berfungsi sebagai
penyaring. Karena itu, Edy mengingatkan orang tua agar waspada. Sebab, jika
terlambat mengisi pengalaman pada anaknya, maka bisa lebih dulu diisi pihak
lain. ''Orang tua yang jarang berinteraksi dengan anak pada usia ini,
berhati-hatilah,'' katanya.

Anak tak hanya merekam materi yang masuk. Tapi juga yang lebih dipercaya,
yang lebih menyenangkan, dan yang berlangsung terus-menerus. Saat anak
sudah
memasuki dunia sekolah, anak biasanya lebih percaya pada guru. Bila demikian
adanya, Edy mengingatkan hal itu sebagai pertanda orang tua untuk
mengevaluasi diri. `'Kita harus meningkatkan kemampuan kita untuk lebih
dipercaya.''

Bagi orang tua bekerja, Edy juga mengingatkan agar selalu menyediakan waktu
bagi anak-anaknya. ''Hati-hati, agar jangan sampai tv menggantikan peran
orang tua bagi sang anak,'' ujarnya.

Bekerja maupun tidak, menurut Edy, orang tua harus berupaya menjadikan
dirinya *role model* untuk membangun kepercayaan anak. Selain itu,
mengupayakan komunikasi dengan anak secara menyenangkan, tidak hanya
memerintah-merintah, mengkritik, dan membentak-bentak. ''Anak dirancang
Tuhan tidak untuk dibentak-bentak,'' ujar Edy,''Karena sesungguhnya
pendengaran anak itu amat tajam.''
Untuk mendampingi sang anak yang tengah dalam pertumbuhan, praktisi
*multiple
intelligences and holistic learning* ini menyarankan para orang tua agar
berupaya menjadi 'konsultan pribadi' mereka. Bagaimana caranya? Yang
paling
utama, Edy menyarankan kebiasaan yang dilakukan para orang tua. ''Stop
menghakimi anak dan stop mengungkit-ungkit,'' katanya. Ia juga mengingatkan
agar tidak menggunakan amarah. Sebab, marah tidak pernah menyelesaikan
masalah dengan baik. Tidak juga membanding-bandingkan anak.

Dalam berkomunikasi, orang tua hendaknya menjadi pendengar yang baik,


tidak
menyela pembicaraan, mengganti pernyataan dengan pertanyaan, berempati
terhadap anak dan masalahnya, tidak berkomentar sebelum diminta. Kalaupun
berkomentar, saran Edy, gunakan komentar yang menyenangkan. Yakni,
misalnya,
dengan metode ''rasa-rasa ...'', ''dulu pernah ...''.

Satu hal yang tak boleh dilupakan, kata Edy, orang tua jangan pernah membuat
keputusan untuk anak. ''Biarkan anak yang memilih,'' katanya. Dan, selama
pertumbuhan anak, Edy menyarankan para orang tua untuk selalu membangun
kedekatan dan biasakan berdialog. ''Agar anak terbiasa untuk meminta
pertimbangan dan nasihat dari Anda.''

*Melewati Fase Kritis Anak*

Ada enam fase kritis, menurut praktisi pendidikan Edy Wiyono, yang dilalui
anak hingga menjadi dewasa. Orang tua dan guru hendaknya memahaminya
sebagai
suatu yang normal. ''Bahwa anak sudah pada fasenya,'' kata narasumber Smart
Parenting di *Smart FM 95,9* ini. Edy memberi bantuan pada para orang tua
untuk menandai dan menyikapi fase-fase pertumbuhan anaknya mulai dari
balita, usia TK, usia SD, usia SMP, usia SMA, hingga usia kuliah. Satu hal
yang penting tak boleh dilepaskan dalam masing-masing fase itu, Edy
menyarankan, ''Gunakan pujian untuk perilaku, atau perubahan perilaku yang
baik. Berikut lima dari enam fase yang disampaikannya beberapa waktu lalu:

*Usia balita*
Ciri-ciri: merasa selalu benar, memaksakan kehendak, tidak mau berbagi.
Peran orang tua:
- Berikan kesempatan anak beberapa detik untuk berkuasa.
- Berikan kesempatan beberapa detik untuk memiliki secara penuh.
- Perkenalkan pada arti boleh dan tidak boleh dengan menggunakan ekspresi
wajah.
- Konsisten dan jangan menggunakan kekerasan baik suara maupun fisik.

*Usia TK*
Ciri-ciri: konflik adaptatif, imitatif, berbagi, dan mau mengalah. Ketiga
sifat terakhir ini karena anak ingin diterima dalam kelompok.
Peran orang tua:
- Beri kesempatan untuk memerhatikan, mencoba, dan bekerja sama.
- Perhatikan dan luruskan perilaku imitatif yang cenderung negatif.
- Dukunglah anak untuk bisa berbagi dan mengalah.

*Usia** SD*
Ciri-ciri: anak ingin mendapat pengakuan diri. Karena itu, ciri-ciri
utamanya punya pendapat berbeda, penampilan berbeda, gaya bicara berbeda,
dan hobinya pun berbeda.
Peran orang tua:
- Menghargai pendapatnya dan jangan menyalahkan.
- Ajaklah dialog logika dan pengalaman.
- Pujilah hal-hal yang baik dari penampilannya, bantulah dengan kalimat
positif untuk bisa tampil lebih baik lagi.
- Jangan langsung menyela gaya bicaranya, bangun ketertarikan dan bantulah
dia untuk bisa lebih punya gaya bicara yang menarik.

*Usia SMP*
Ciri-ciri: anak memasuki persaingan. Karena itu anak mengalami konflik
antarpersonal, konflik antarkelompok, dan konflik sosial.
Peran orang tua:
- Meningkatkan proses kedekatan dengan anak melalui dialog dan berbagai
cara.
- Jadilah pendengar yang baik dan buka menjadi hakim.
- Jangan pernah menyela pembicaraan dan ceritanya.
- Jangan beri komentar atau nasihat sebelum tiba waktunya.
http://www.mail-archive.com/balita-anda@balita-anda.com/msg121461.html

You might also like