You are on page 1of 13

Laporan kasus diare amuba 2010

DIARE AMUBA (AMUBIASIS)

Pendahuluan

Amubiasis merupakan suatu infeksi karena amuba pada manusia. Manusia merupakan pejamu
dari beberapa spesies amuba dan protozoa lainnya, contoh spesies yang non pathogen dari golongan
entamoeba adalah : E. gigivalis, E. coli, Endolimax nana, E. hartmani. Beberapa speies non pathogen ini
dalam beberapa keadaan tertentu dapat berubah menjadi pathogen. Diantara semua spesies amuba,
E.histolytica merupakan parasit yang pathogen pada manusia. E. histolytica tersebar di seluruh dunia,
endemic terutama di daerah dengan sanitasi lingkungan yang buruk dan sosio ekonomi rendah. Infeksi
yang disebabka oleh protozoa usus biaanya didapatkan peroral melalui kontaminasi feses pada air atau
makanan.

Epidemiologi

Prevalensi infeksi amuba di seluruh dunia bervariasi dari 5-81%, diperkirakan 10% dari populasi
di seluruh dunia pernah terinfeksi E. histolytica, terutama di Negara dengan iklim tropis yang
mempunyai kondisi lingkungan yang buruk, sanitasi peorangan yang jelek dan sosio ekonomi yang
rendah. Disentri amuba disebabkan oleh invasi pada mukosa usus yang terjadi kira-kira 1-17% dari
subyek yang terinfeksi. Penyebaran parasit ke organ lain seperti hati terjadi pada sebagian kecil individu
dan pada anak lebih jarang dibandingkan dewasa. Meskipun amubiasis sangat endemic di afrika,
amerika latin dan asia tenggara, amubiasis juga terjadi di amerika serikatdengan prevalensi 1-4%,
terutama pada anak dengan retardasi mental, laki-laki homoseksual, imigran yang telah bepergian ke
daerah endemic. Manusia merupakan pejamu alami dan reservoir E. histolytica, meskipun pernah juga
dilaporkan terdapat pada anjing, kucing, babi dan ikan. Infeksi disebarkan melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi, juga melalui kontak langsung dengan feses yang terinfeksi.

Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak


SHLV – FK UPH Page 1
Laporan kasus diare amuba 2010

Etiologi

Penyebab tersering amubiasis adalah E. histolytica. E. histolytica terdapat dalam dua bentuk,
yaitu sebagai kista dan trofozoit. Infeksi terjadi karena tertlannya bentuk kista dari makanan dan
minuman yang terkontaminasi sedangkan bentuk trofozoit jika tertelan tiak menimbulkan infeksi karena
tidak tahan terhadap lingkungan asam dalam lambung.

Pathogenesis dan patofisologi

Dimulai dengan tertelannya bahan yang mengandung kista E. histolytica diikuti kolonisasi oleh
trofozoit di seluruh kolon, terutama sekum dan asendens kolon, jarang di rektosigmoid. Tranversum
kolon dan desendens kolon ikut terkena jika seluruh kolon terinfeksi. Sesudah periodeyang bervariasi
dari beberapa hari sampai 30 tahun, dapat terbentuk trofozoit berukuran 50 µm. lesi pertama biasanya
berupa ulkus kecil berukuran 1mm, yang meluas hanya pada mukosa muskularis. Stadium berikutnya
berupa pembentukan ulkus yang lebih dalam, berdiameter sampai 1cm dan maeluas ke submukosa.
Kadang-kadang terjadi perforasi melalui lapisan serosa sehinga terjadilah peritonitis. Nekrosis dapat
meluas tetapi biasanya dengan peradangan minimal. Edema lebih intensif, tetapi mukosa diantara usus
relative normal. Hal ini kontras dengan enteritis akibat bakteri dimana respons peradangannya lebih
mencolok. Jika ulserasi lebih ekstensif, maka edema disekeliling usus bersatu dan mukosa menyerupai
gelatin. Bila respons peradngan berbentuk granulasi tanpa fibrosis hal ini disebut ameboma. Kadang-
kadang ameboma akan mengisi lumen, menimbulkan striktura atau obstruksi.

Amuba dapat menyebar ke hati dan hal ini terjadi pda 50% kasus amubiasis fulminan.
Penyebaran langsung dari usus ke organ lain biasanya jarang terjadi, tetapi umumnya penyebaran
terjadi dari hati ke organ lain. Abses amuba hati sering terjadi pada laik-laki dibandingkan perempuan
dengan rasio 16:1, dan lebih sering pada orang dewasa, walupun pernah dilaporkan terjadi pada anak
usia 4bulan.

Salah satu gejala dari terjadinya infeksi amuba adalah timbulnya diare cair, berlendir dan
berdarah. Diare pada infeksi amuba ini digolongkan sebagai diare infeksi (sekretorik eksudatif) dimana
Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak
SHLV – FK UPH Page 2
Laporan kasus diare amuba 2010
diare tipe ini disebabkan karena adanya amuba yang menginfeksi dinding usus sehingga terjadi nekrosos
dan ulserasi. Hal ini menybakan meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus serta menurunnya
kemmpuan absorbsi usus.

Manifestasi klinis

Kebanyakan infeksi besifat asimtomatik dan kista dapat ditemukan dalam feses. Gejala yang
biasa ditemukan adalah diare, muntah dan demam. Tinja lembek atau cair disertai lender dan darah.
Pada infeksi akut kadang-kadang ditemui kolik abdomen, kembung, tenesmus dan bising usu yang
hiperaktif.

Amubiasis usus

Merupakan investasi amuba yang paling seing terjadi yaitu amubiasis intra-luminal
asimptomatik. Prevalensinya sekitar 5-50% dari populasi. Disentri amuba merupakan bentuk tersering
ng amubiasis invasive yang simtomatik, dapat terjadi dalam 2 minggu dari infeksi atau lambat sampai
setelah beberapa bulan. Timbulnya penyakit perlahan-lahan dengan rasa nyeri (kolik) pada abdomen
dan pergerakan usus yang sering. Diare sering disertai dengan tenesmus. Feses berdarah dan berlendir
terjadi pada hamper 95% kasus. Pasien amubiasis kronik biasanya mendapat serangan diare berdarah,
penurunan berat badan dan nyeri pada abdomen. Gejala umum sering tidak ada, sering tidak didapatkan
demam dan ini kad-kadang membantu untuk membedakannya dengan disentri basiler yang disebabkan
shigella. Disentri amuba akut berlangsung beberapa hari smapai minggu, pada penderita yang tidak
diobati sering kambuh. Pada 1/3 kasus disentri amuba ditandai dengan gejala mendadak seperti demam
tinngi, menggigil dan diare berat menyerupai disentri basiler. Akibatnya terjadi dehidrasi dan elektrolit
imbalance. Nyeri abdomen paling sering pada kwadran kanan baewah menyerupai appendicitis akut.
Pada beberapa penderita dapat timbul penyulit berupa striktura dan obstruksi, juga ameboma.

Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak


SHLV – FK UPH Page 3
Laporan kasus diare amuba 2010

Diagnosis

Diagnosis amubiasis ditentukan berdasarkan dari gejala klinis dan ditemukannya bentuk kista
dan trofozoit di dalam feses atau trofozoit didalam pus hsil aspirasi atau dalam specimen jaringan.
Semua penderita tersangka amubiasis sebaiknya dilakukan pemeriksaan feses 3-6x untuk menemukan
trofozoit atau kista. Pemeriksaan trofozoit sebaiknya dilakukan maksimum 1jam setelah feses diambil,
bila tidak memungkinkan maka sebaiknya disimpan dalam lemari es. Identifikasi trofozoit memerluka
tenaga yang handal karena trofozoit kadang tidak dapat ditemukan didalam feses. Leukosit dan
makrofag memfagositosis eritrosit sehingga dapat dikelirukan sebagai trofozoit.

Pada penderita amubiasis intestinal yang invasive diagnosis dapat ditegakkan dengan
ditemukannya ulkus yang khas pada sigmoidoskopi. Kerokan eksudat ulkus dapat dperiksa secarai
parasitologik. Dapat juga diambil jaringan untuk biopsy bila pada pemeriksaan feses berulkang tidak
ditemukan trofozoit.

Diagnose banding

Amubiasis berdasarkan gejala klinisnya dapat menyerupai gejala penyakit lain seperti colitis
ulseratifa, penyakit crohn, disentri basiler atau colitis tuberkulosa. Semua pasien dengan keluhan diare
berlendir dan berdrah perlu dilakukan pemeriksaan feses.

Pemeriksaan penunjang

Dilakukan pemeriksaan feses dan ditemukan E. histolytica dalam bantuk kista ataupun trofozoit.
Sigmoidoskopi untuk menemukan ulkus yang khas dengan tepi keputihan dan daerah sekelilingnya
normal. Dilakukan uji serologic untuk membantu menegakkan diagnose amubiasis intestinal.

Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak


SHLV – FK UPH Page 4
Laporan kasus diare amuba 2010

Pengobatan

 Umum : pemberian cairan yang adekuat, koreksi dehidrasi, pengobatan penyulit, monitor
pemeriksaan feses untuk memastikan infeksi dan eradikasi ineksi, terapi spesifik.
 Spesifik : 1. Infeksi usus asimtomatik  diloksanid furoat (furamid) 7-10mg/kgBB/hr dalam 3
dosis atau iodokuinal (diiodohidroksi kuinin) 10mg/kgBB/hr dalam 3dosis. Obat-obat diberikan
selama 7-10hr.
2. infeksi usus ringan sampai sedang  metronidazol (flagyl) 15mg/kgBB/hr dalam 3
dosis, selama 10 hr. efek samping kebanyakan ringan dari mulai ruam,kadang ataksia atau
parestesia.
3. infeksi usus berat dan abses hati amuba  metronidazol 50mg/kgBB/hr dalam 3
dosis, peroral atau intravena selama 10hr, atau dehidroemetinn0,5-1mg/kgBB/hr dalam 2 dosis
i.m selama 5hr. efek samping aritmia jantung, nyeri dada, dan selulitis pada tempat suntikan.
Klorokuin fosfat 10mg/kgBB/hr/oral/dalam 3 dosis untuk 21hr, maksimum 600mg/hr,efektif
umtuk abses hati amuba saja. Efek samping gatal, muntah, kerusakan kornea.
Indikasi dilakukan aspirasi pada amubiasis hati apabila terdapat gambaran rngga berdiameter
>10cm.
Terapi profilaksis tidak dianjurkan untuk wisatawan yang dating kedaerah endemis. Cara terbaik
adalah menjaga kebersihan, sanitasi lingkungan dan hygiene ygbaik.

Prognosis

Prognosis amubiasis usus cukup baik terutama jika tidak terdapat penyulit. Data statistic
menunjukkan angka kematian amubiasis usus tanpa abses hati sekitar 1-2%. Kematian biasanya akibat
nekrosis dan perforasi usus. Tindakan bedah sedini mungkin dapat menurunkan angka kematian.

Case Report

Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak


SHLV – FK UPH Page 5
Laporan kasus diare amuba 2010
Sumber Anamnesis : Aloanamnesis

A. History
Identitas Pasien

Nama : An. RAF

Umur : 2 tahun, 4 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat dan tanggal lahir : Tangerang, 20-08-2007

Kewarganegaraan : Indonesia

Anak ke : 1 dari 1 saudara

Orang Tua : Tn.S dan Ny.U

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Alamat : Tangerang

Tanggal MRS : 17 desember 2009

No. MR : 321875

B. Anamnesis
I. Keluhan Utama
Diare 1 minggu

II. Riwayat Penyakit Sekarang

Orang tua pasien mengaku bahwa pasien diare sudah sejak 1minggu yang lalu, diare
hari ini sudah 5x. Diare cair dan berlendir tapi tidak ada darah, terdapat ampas tapi
sedikit. Diare bau busuk dan berwarna hijau, nafsu makan berkurang tetapi pasien
masih mau minum susu. Sejak 2hari SMRS pasien mulai demam dan anak tampak
lemas. Frekuensi BAK berkurang dan tidak ada keluhan batuk dan pilek pada saat ini.

III. Riwayat Penyakit Dahulu

Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak


SHLV – FK UPH Page 6
Laporan kasus diare amuba 2010
Pasien tidak pernah mengalami kejang, tidak ada riwayat alergi sebelumnya.

IV. Riwayat Kelahiran


Pasien lahir melalui persalinan normal, tidak ikterik, tidak ada kelainan bawaan, dan
berat saat lahir 2750 gram.

Pedigree : Ny.U (30 th) Tn.S (33 th)

An.RAF (2 th 4 bln)

V. Riwayat Perkembangan
Orang tua pasien mengaku tumbuh kembang pasien tidak mengalami gangguan. Aspek
sosial cukup dan perkembangan intelegensi sesuai dengan anak pada umumnya.

VI. Status Gizi


Pasien mendapatkan ASI sampai usia 6 bulan kemudian ditambahkan susu formula
hingga pasien berumur 2 tahun.

VII. Riwayat Sosial dan Perkembangan Sekolah


Pasien saat ini belum sekolah.

VIII. Laporan Sistemik


Keadaan umum : Sakit sedang
Kulit : Baik
Mata : Baik
THT : Baik

Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak


SHLV – FK UPH Page 7
Laporan kasus diare amuba 2010
Gigi : Baik
Kardiovaskuler : Baik
Pencernaan : Baik
Genitourinary : Baik
Sistem Saraf : Baik
Endokrin : Baik

C. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Sakit sedang
Resp. Rate : 20x/ menit
Heart rate : 112x
Suhu : 37,6 ◦C
Berat Badan : 12 kg
1. Kulit
Rash : ( - ), tampak kemerahan.
2. Kepala
Bentuk : Simetris
Ubun-ubun besar : Datar

3. Mata
Conj.Anemis : -/-
Sklera Ikterik : -/-
Sklera Hiperemis : -/-
Injeksi Conj. : -/-
Sekret : -/-

4. THT
Daun Telinga : Bentuk dan posisi normal
Liang Telinga : Tidak ada serumen
Bentuk Hidung : Normal (tidak ada deviasi septum)
Rongga Hidung : Hiperemis ( - )
Sekret Hidung :(-)

Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak


SHLV – FK UPH Page 8
Laporan kasus diare amuba 2010
Tonsil : T1-T1
Faring : Tidak Hiperemis
Lidah : Bentuk dan posisi normal
Bibir : Normal
Leher : Pembesaran kelenjar -/-
5. Dada
Bentuk : Simetris
Retraksi :(-)
6. Paru-paru
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Fremitus simetri
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler
Rhonki : -/-
Wheezing : -/-
7. Jantung
Palpasi : Iktus Cordis teraba di sela iga ke 4 garis midklavikula kiri.
Bunyi Jantung : S1S2 Reguler
Murmur :(-)
Gallop :(-)

8. Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar
Palpasi : Supel, Hepar/ Limpa tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : BU (+) meningkat
9. Ekstremitas
Akral : Hangat
Edema :(-)

D. Pemeriksaan Penunjang

Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak


SHLV – FK UPH Page 9
Laporan kasus diare amuba 2010
Laboratorium
Hb : 12.13
Ht : 37.4
RBC : 5.16
WBC : 15.33

Hitung jenis: Basofil 1%


Eosinofil 3%
N.Batang 3%
N.Segmen 46%
Limfosit 40%
Monosit 7%
Platelet count: 602.20↑
ESR : 5mm/hour

Imunologi
CRP : 1.68 mg/L (N : 0 – 6)

Serologi
Anti salmonella IgM : (-)

Elektrolit
Na : 144
K : 3.8
Cl : 107
Ca : 9.3
Mg : 1,9

STOOL

Macroscopic

Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak


SHLV – FK UPH Page 10
Laporan kasus diare amuba 2010
Color : yellow

Consist : slym

Mucus : (+)

Blood : (-)

Microscopic

Eri : 5-8 ↑

Leu : many ↑

Amoeba : (+) E.coli cystic form

Egg worm : (-)

Yeast : (-)

Digestive

Fat : (-)

Fibers : (+)

s.o. blood : (+)

yeast : (-)

Rotavirus antigen : negative

E. Diagnosis

Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak


SHLV – FK UPH Page 11
Laporan kasus diare amuba 2010
Diare amuba

F. Diagnosis Banding
(-)

G. Penatalaksanaan
 Cairan KaEN 4B 1100 cc/ 24 jam ( 17/12/2009)
 Cairan KaEN 4B 1100cc/12jam (18/12/2009)
 Neokaolana syrup  3x5ml sehari
 LactoB sachet 3x1sachet sehari
 Flagyl syrup  3x5ml sehari selama 7-10 hari

H. Follow Up
±1 Minggu setelah keluar dari rumah sakit, pasien dan orang tua tidak datang untuk
control.

I. Prognosis
Prognosis amubiasis usus cukup baik terutama jika tidak terdapat penyulit. Data statistic
menunjukkan angka kematian amubiasis usus tanpa abses hati sekitar 1-2%.

J. Ringkasan dan Pembahasan Kasus

Pasien datang dengan diare kurang lebih sudah 1 minggu, sehari diare mencapai 5x, diare
cair dan berlendir, diare bau busuk dan berwarna hijau. Tidak ada batuk pilek, anak tampak
lemas dan nafsu makan berkurang.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan:

Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak


SHLV – FK UPH Page 12
Laporan kasus diare amuba 2010
Kesadaran : CM
KU : Sakit sedang
RR : 20x/menit
Suhu : 37.6 C
۫
BB : 12 kg
Sklera hiperemis : -/-
Sekret : -/-
Abdomen : tampak kembung,bising usus ↑
Hepar/Limpa : Tidak teraba
Laboratorium : feses ditemukan E.coli cystic form
Dari yang ditemukan di atas sudah cukup untuk menegakkan diagnosa diare amuba yaitu
dengan adanya diare akut dimana terdapat lendir, berbau busuk dan berwarna hijau,
terkadang terdapat demam, juga dengan adanya bising usus yang meningkat pada
pemeriksaan abdomen. Diagnose pasti di dapatkan dengan ditemukannya E.coli cystic form
pada pemeriksaan feses pasien..

K. Kesimpulan
Pengalaman dalam melihat gejala klinis diare amuba dapat mengurangi angka mortalitas
pada penyakit ini. Penanganan yang tepat akan mencegah komplikasi lebih lanjut pada
penyakit ini, seperti menyebarnya parasit ke organ-organ lainnya. Infeksi ini biasanya
mengenai orang-orang yang tinggal di lingkungan dengan sanitasi yang kurang baik.

Kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak


SHLV – FK UPH Page 13

You might also like