You are on page 1of 14

BAB II

bangunan peribadatan, tempat rekreasi, lahan pertanian kota, dan


sebagainya), maupun milik umum, seperti: Taman-taman Kota, Kebun Raja,
Kebun Botani, Kebun Binatang, Taman Hutan Kota/Urban Forest Park,
RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) Lapangan Olahraga (umum), Jalur-jalur Hijau (green belts dan/atau koridor
hijau): lalu-lintas, kereta api, tepian laut/pesisir pantai/sungai, jaringan

KOTA tenaga listrik: saluran utama tegangan ekstra tinggi/SUTET, Taman


Pemakaman Umum (TPU), dan daerah cadangan perkembangan kota (bila
ada).

Lebih jelasnya, bila berdasar pada status penguasaan lahan, RTH kota
2.1. PENGERTIAN UMUM RTH dapat terletak di:

Sebagai salah satu unsur kota yang penting khususnya dilihat dari fungsi • Lahan Kawasan Kehutanan, yurisdiksinya diatur oleh UU Nomor:
ekologis, maka betapa sempit atau kecilnya ukuran RTH Kota (Urban Green 5/1967, tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan dan PP No.
Open Space) yang ada, termasuk halaman rumah/bangunan pribadi, 63/2002, tentang Pengelolaan Hutan Kota. Berdasarkan fungsi
seyogyanya dapat dimanfaatkan sebagai ruang hijau yang ditanami hutannya, RTH Kawasan Hutan Kota dapat berupa Hutan Lindung,
tetumbuhan. Dari berbagai referensi dan pengertian tentang eksistensi Hutan Wisata, Cagar Alam, dan Kebun Bibit Kehutanan.
nyata sehari-hari, maka RTH dapat dijabarkan dalam pengertian, sebagai: • Lahan Non-Kawasan Hutan, yurisdiksinya diatur oleh UU No.5/1960,
tentang Peraturan-peraturan Pokok Agraria. Menurut kewenangan
Pengertian RTH, (1) adalah suatu lapang yang ditumbuhi berbagai pengelolaannya berada di bawah unit-unit tertentu, seperti: Dinas
tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu Pertamanan, Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas Pekerjaan Umum,
dan pohon (tanaman tinggi berkayu); (2) “Sebentang lahan terbuka tanpa Dinas Pemakaman, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, dan lain-lain
bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas geografis tertentu atau bentuk kewenangan lahan lain yang dimiliki atau dikelola
dengan status penguasaan apapun, yang di dalamnya terdapat tetumbuhan penduduk.
hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan pepohonan
sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, Menurut Gunadi (1995) dalam perencanaan ruang kota (townscapes)
rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan dikenal istilah Ruang Terbuka (open space), yakni daerah atau tempat
pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan terbuka di lingkungan perkotaan. RT berbeda dengan istilah ruang luar
penunjang fungsi RTH yang bersangkutan” (Purnomohadi, 1995). (exterior space), yang ada di sekitar bangunan dan merupakan kebalikan
ruang dalam (interior space) di dalam bangunan. Definisi ruang luar, adalah
Sedang Ruang Terbuka (RT), tak harus ditanami tetumbuhan, atau hanya ruang terbuka yang sengaja dirancang secara khusus untuk kegiatan
sedikit terdapat tetumbuhan, namun mampu berfungsi sebagai unsur tertentu, dan digunakan secara intensif, seperti halaman sekolah, lapangan
ventilasi kota, seperti plaza dan alun-alun. Tanpa RT, apalagi RTH, maka olahraga, termasuk plaza (piazza) atau square.
lingkungan kota akan menjadi ‘Hutan Beton’ yang gersang, kota menjadi
sebuah pulau panas (heat island) yang tidak sehat, tidak nyaman, tidak Sedang: ‘zona hijau’ bisa berbentuk jalur (path), seperti jalur hijau jalan,
manusiawi, sebab tak layak huni. tepian air waduk atau danau dan bantaran sungai, bantaran rel kereta api,
saluran/ jejaring listrik tegangan tinggi, dan simpul kota (nodes), berupa
Secara hukum (hak atas tanah), RTH bisa berstatus sebagai hak milik ruang taman rumah, taman lingkungan, taman kota, taman pemakaman,
pribadi (halaman rumah), atau badan usaha (lingkungan skala taman pertanian kota, dan seterusnya, sebagai Ruang Terbuka (Hijau).
permukiman/neighborhood), seperti: sekolah, rumah sakit, perkantoran,

II - 1
Ruang terbuka yang disebut Taman Kota (park), yang berada di luar atau di RTH Kota agar tetap bisa eksis, bahkan kualitas maupun kuantitas RTH-nya
antara beberapa bangunan di lingkungan perkotaan, semula dimaksudkan bisa terus meningkat, nampak kurang konsistennya Pemerintah Daerah
pula sebagai halaman atau ruang luar, yang kemudian berkembang menjadi DKI-Jakarta. Hal ini dapat dilihat dari pengamatan sebagai berikut: jika
istilah Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota, karena umumnya berupa ruang target luas RTH dalam Rencana Induk Djakarta 1965-1985 adalah 37,2
terbuka yang sengaja ditanami pepohonan maupun tanaman, sebagai persen (sangat ideal), maka dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR)
penutup permukaan tanah. Tanaman produktif berupa pohon bebuahan dan Jakarta 1985-2005, target tersebut turun menjadi 25,85 persen (masih
tanaman sayuran pun kini hadir sebagai bagian dari RTH berupa lahan cukup ideal). Namun, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta
pertanian kota atau lahan perhutanan kota yang amat penting bagi 2000-2010, target luas RTH menyusut hanya sebesar 13,94 persen (9.545
pemeliharaan fungsi keseimbangan ekologis kota. hektar, tidak ideal). Sementara luas RTH di lapangan, hanya berkisar 9.04
persen (6.190 hektar, atau ‘kritis’) dari total luas kota Jakarta yang 66.152
Berdasar batasan umum, maupun kewenangan pengelolaan, meskipun hektar tersebut.
sudah ada beberapa peraturan daerah khusus RTH kota dan peraturan lain
terkait, namun tetap masih diperlukan pengaturan lebih lanjut, yang Target yang ‘semakin menyempit’ itu pun, konon sulit direalisasikan, akibat
dikaitkan dengan terbitnya beberapa undang-undang lain, seperti: UU No. terus adanya tekanan pertumbuhan dan kebutuhan sarana dan prasarana
4/1982 yang telah disempurnakan menjadi UU No. 23/1997 tentang Pokok- kota, seperti struktur fisik bangunan dan panjang jalur jalan yang semakin
pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 5/1990 tentang Konservasi meningkat yang sejalan pula dengan peningkatan jumlah penduduk. Hal ini
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU No. 4/1992 tentang merupakan salah satu bukti kurang dihargainya eksistensi RTH yang sering
Perumahan dan Permukiman, UU No. 5/1992 tentang Benda Cagar Budaya, di’korbankan’ padahal sebenarnya bernilai ekologis dan ekonomis tinggi,
UU No. 24/1992 tentang Penataan Ruang, UU No. 18/1999 tentang Jasa bagi terwujudnya lingkungan kota yang sehat, secara fisik maupun
Konstruksi, dan UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah. psikologis.

Keterbatasan lahan hijau dan masih kuatnya egoisme sektoral menuntut Pada kenyataannya, formula rumusan penentuan luas RTH kota yang
perlunya peraturan daerah tersendiri yang mengatur kebijakan, seperti memenuhi syarat lingkungan kota yang ‘berkelanjutan’ ini, masih bersifat
perlunya penggantian tembok pembatas antar gedung bertingkat yang masif kuantitatif dan tergantung dari banyak faktor penentu, antara lain: geografis,
dengan pepohonan dan taman berfungsi peneduh khususnya pada iklim iklim, jumlah dan kepadatan penduduk, luas kota, kebutuhan akan oksigen,
tropis seperti kota-kota di Indonesia, hingga dapat menyatu dengan trotoar rekreasi, dan banyak faktor lain. Dapat disimpulkan, bahwa sehubungan
yang berada di tepian badan jalan. Untuk menjaga ketertiban, maka dengan tuntutan waktu dan meningkatnya jumlah penduduk dengan segala
peraturan tersebut antara lain juga akan menyangkut pembayaran biaya aktivitas dan keperluan, seperti cukup tersedianya ‘ruang rekreasi’ gratis,
parkir di halaman gedung. maka sebuah kota dimanapun dan bagaimanapun ukuran dan kondisinya,
pasti semakin memerlukan RTH yang memenuhi persyaratan, terutama
Berdasarkan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brazil kualitas keseimbangan pendukung keberlangsungan fungsi kehidupan,
(1992) dan dipertegas lagi pada KTT Johannesburg, Afrika Selatan 10 tahun adanya pengelolaan dan pengaturan sebaik mungkin, serta konsistensi
kemudian (2002, Rio + 10), disepakati bersama bahwa sebuah kota penegakan hukumnya.
idealnya memiliki luas RTH minimal 30 persen dari total luas kota. Tentu
saja ‘angka’ ini bukan merupakan patokan mati. Penetapan luas RTH kota
harus berdasar pula pada studi eksistensi sumber daya alam dan manusia
penghuninya.

Penetapan besaran luas RTH ini bisa juga disebut sebagai bagian dari
pengembangan RTH kota. Disayangkan, bahwa dalam hal pengelolaan

II - 2
2.2. MASALAH URBANISASI DAN KEPERI-ADAAN RTH DALAM Data tentang kependudukan yang ada menunjukkan bahwa jumlah
PENATAAN RUANG PERKOTAAN (Dardak, 2005) penduduk perkotaan di Indonesia menunjukkan perkembangan yang cukup
pesat. Pada 1980 jumlah penduduk perkotaan baru mencapai 32,8 juta jiwa
Dewasa ini pengelolaan ruang di kawasan perkotaan cenderung mengalami atau 22,3 persen dari total penduduk nasional. Pada tahun 1990 angka
tantangan yang cukup berat akibat tingginya arus urbanisasi. Sementara di tersebut meningkat menjadi 55,4 juta jiwa atau 30,9 persen, dan menjadi 90
sisi lain, daya dukung lingkungan dan sosial yang ada juga menurun, juta jiwa atau 44 persen pada tahun 2002. Terakhir berdasarkan
sehingga tidak dapat mengimbangi kebutuhan akibat tekanan perhitungan BPS dan Bappenas persentasi penduduk perkotaan pada 2005
kependudukan. telah mencapai 48,3 persen. Angka tersebut diperkirakan akan mencapai
150 juta atau 60 persen dari penduduk Indonesia pada tahun 2015 (lihat
Tantangan lainnya berkaitan dengan tingginya tingkat konversi atau alih Gambar 1).
guna lahan dari lahan (terutama lahan-lahan pertanian menjadi daerah
terbangun) yang menimbulkan dampak terhadap rendahnya kualitas
Stockholm
lingkungan perkotaan. Data yang ada menunjukkan tingkat konversi lahan
Vienna
pertanian di Indonesia rata-rata mencapai 150 ribu hektar setiap tahunnya
(BPS, 2003). Curitiba

New York

Hal-hal tersebut diperburuk oleh lemahnya penegakan hukum dan Berlin

penyadaran masyarakat terhadap aspek penataan ruang kota sehingga Vancouver

menyebabkan munculnya permukiman kumuh di beberapa ruang kota dan London

menimbulkan masalah kemacetan akibat tingginya hambatan samping di Paris


ruas-ruas jalan tertentu. Jakarta

Tokyo

0 20 40 60 80 100
Urbanisasi di Indonesia RTH per kapita, m2/pddk
80.0% 3.5%
70.0% 3.0%
Persen Pddk Kota, %

60.0% Gambar 2. Luas RTH di Beberapa Kota Dunia


Pertum buhan, %

2.5%
50.0%
2.0%
40.0%
1.5%
Jumlah penduduk perkotaan yang terus meningkat dari waktu ke waktu
30.0% tersebut akan memberikan implikasi pada tingginya tekanan terhadap
1.0%
20.0%
pemanfaatan ruang kota, sehingga penataan ruang kawasan perkotaan
10.0% 0.5%
perlu mendapat perhatian yang khusus, terutama yang terkait dengan
0.0% 0.0%
1960 1970 1980 1990 2000 2005 2015 2025
penyediaan kawasan hunian, fasilitas umum dan sosial serta ruang-ruang
Tahun
terbuka publik (open spaces) di perkotaan.
Pertumbuhan Penduduk Kota
Menurunnya kuantitas dan kualitas ruang terbuka publik yang ada di
Gambar 1. Perkembangan Penduduk Kota perkotaan, baik berupa ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang terbuka non-
hijau telah mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan perkotaan
seperti seringnya terjadi banjir di perkotaan, tingginya polusi udara, dan
meningkatnya kerawanan sosial (kriminalitas dan krisis social), menurunnya

II - 3
produktivitas masyarakat akibat stress karena terbatasnya ruang public
yang tersedia untuk interaksi sosial.

Kecenderungan terjadinya penurunan kualitas ruang terbuka public,


terutama ruang terbuka hijau (RTH) pada 30 tahun terakhir sangat
signifikan. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan
Bandung, luasan RTH telah berkurang dari 35% pada awal tahun 1970an
menjadi kurang dari 10% pada saat ini. RTH yang ada sebagian bersar
telah dikonversi menjadi infrastruktur perkotaan seperti jaringan jalan,
gedung-gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, dan kawasan permukiman
baru. Jakarta dengan luas RTH sekitar 9 persen, saat memiliki rasio RTH
per kapita sekitar 7,08 m2, relatif masih lebih rendah dari kota-kota lain di
dunia (lihat Gambar 2).

Dalam upaya mewujudkan ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan,


maka sudah saatnya kita memberikan perhatian yang cukup terhadap Gambar 3. Ruang Terbuka Publik (Open Space)
keberadaan ruang terbuka public, khususnya RTH. Untuk itu, Pemerintah,
dalam hal ini Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen PU, telah Sementara itu ruang terbuka non-hijau dapat berupa ruang terbuka yang
merencanakan untuk memasukkan klausul pengaturan tentang RTH ini di diperkeras (paved) maupun ruang terbuka biru (RTB) yang berupa
dalam revisi UU 24/ 1992 tentang Penataan Ruang yang saat ini sedang permukaan sungai, danau, maupun areal-areal yang diperuntukkan khusus
dalam proses pembahasan. sebagai area genangan (retensi/retention basin).

Secara fisik RTH dapat dibedakan menjadi RTH alami yang berupa habitat
2.2.1 Konsep Ruang Terbuka Hijau (RTH) Perkotaan liar alami, kawasan lindung dan taman-taman nasional, maupun RTH non-
alami atau binaan yang seperti taman, lapangan olah raga, dan kebun
Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari bunga.
ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. Ruang Terbuka Hijau
(RTH) perkotaan adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) Multi fungsi penting RTH ini sangat lebar spektrumnya, yaitu dari aspek
suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi fungsi ekologis, sosial/budaya, arsitektural, dan ekonomi. Secara ekologis
(endemik maupun introduksi) guna mendukung manfaat ekologis, sosial- RTH dapat meningkatkan kualitas air tanah, mencegah banjir, mengurangi
budaya dan arsitektural yang dapat memberikan manfaat ekonomi polusi udara, dan enurunkan suhu kota tropis yang panas terik. Bentuk-
(kesejahteraan) bagi masyarakatnya (Lokakarya RTH, 30 November 2005). bentuk RTH perkotaan yang berfungsi ekologis antara lain seperti sabuk
hijau kota, taman hutan kota, taman botani, jalur sempadan sungai dan lain-
lain. Secara sosial-budaya keberadaan RTH dapat memberikan fungsi
sebagai ruang interaksi sosial, sarana rekreasi, dan sebagai tetenger
(landmark) kota yang berbudaya. Bentuk RTH yang berfungsi sosial-budaya
antara lain taman-taman kota, lapangan olah raga, kebun raya, TPU, dan
sebagainya.

II - 4
Sementara itu secara struktur, bentuk dan susunan RTH dapat merupakan
konfigurasi ekologis dan konfigurasi planologis. RTH dengan konfigurasi
ekologis merupakan RTH yang berbasis bentang alam seperti, kawasan
lindung, perbukitan, sempadan sungai, sempadan danau, pesisir dsb.

RTH dengan konfigurasi planologis dapat berupa ruang-ruang yang


dibentuk mengikuti pola struktur kota seperti RTH perumahan, RTH
kelurahan, RTH kecamatan, RTH kota maupun taman-taman regional/
nasional.

Sedangkan dari segi kepemilikan RTH dapat berupa RTH public yang
dimiliki oleh umum dan terbuka bagi masyarakat luas, atau RTH privat
(pribadi) yang berupa taman-taman yang berada pada lahan-lahan pribadi.

Gambar 4. Tipologi Ruang Terbuka Hijau

Secara arsitektural RTH dapat meningkatkan nilai keindahan dan


kenyamanan kota melalui keberadaan taman-taman kota, kebun-kebun
bunga, dan jalur-jalur hijau di jalan-jalan kota. Sementara itu RTH juga dapat
memiliki fungsi ekonomi, baik secara langsung seperti pengusahaan lahan-
lahan kosong menjadi lahan pertanian/ perkebunan (urban agriculture) dan
pengembangan sarana wisata hijau perkotaan yang dapat mendatangkan
wisatawan.

Gambar 6. Struktur RTH Perkotaan

2.2.2 Peran Penataan Ruang Perkotaan

Perencanaan tata ruang wilayah perkotaan berperan sangat penting dalam


pembentukan ruang-ruang publik terutama RTH di perkotaan.

Gambar 5. Tanaman Endemik sebagai Tetenger

II - 5
Rencana tata ruang perkotaan secara ekologis dan planologis terlebih
dahulu mempertimbangkan komponen-komponen RTH maupun ruang
terbuka publik lainnya dalam pola pemanfaatan ruang kota. Secara hirarkis,
struktur pelayanan tipikal kota sebagaimana tercantum dalam Gambar 8
dapat menggambarkan bentuk akomodasi ruang terbuka publik dalam
perencanaan tata ruang di perkotaan.

2.2.3 Peran dan Fungsi RTH

Dalam masalah perkotaan, RTH merupakan bagian atau salah satu sub-
sistem dari sistem kota secara keseluruhan. RTH sengaja dibangun secara
merata di seluruh wilayah kota untuk memenuhi berbagai fungsi dasar yang
secara umum dibedakan menjadi:
Gambar 7. Sistem Perencanaan Tata Ruang
ƒ Fungsi bio-ekologis (fisik), yang memberi jaminan pengadaan RTH
Perencanaan tata ruang perkotaan perkotaan seyogyanya dimulai dengan menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (’paru-paru kota’), pengatur
mengidentifikasi kawasan-kawasan yang secara alami harus diselamatkan iklim mikro, agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat
(kawasan lindung) untuk menjamin kelestarian lingkungan, dan kawasan- berlangsung lancar, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap air
kawasan yang secara alami rentan terhadap bencana (prone to natural hujan, penyedia habitat satwa, penyerap (pengolah) polutan media
hazards) seperti gempa, longsor, banjir maupun bencana alam lainnya. udara, air dan tanah, serta penahan angin;
Kawasan-kawasan inilah yang harus kita kembangkan sebagai ruang ƒ Fungsi sosial, ekonomi (produktif) dan budaya yang mampu
terbuka, baik hijau maupun non-hijau. Dengan demikian perencanaan tata menggambarkan ekspresi budaya lokal, RTH merupakan media
ruang harus dimulai dengan pertanyaan dimana kita tidak boleh komunikasi warga kota, tempat rekreasi, tempat pendidikan, dan
membangun? penelitian;
ƒ Ekosistem perkotaan; produsen oksigen, tanaman berbunga, berbuah
dan berdaun indah, serta bisa mejadi bagian dari usaha pertanian,
kehutanan, dan lain-lain;
ƒ Fungsi estetis, meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan
kota baik (dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukiman,
maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan). Mampu
menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota. Juga bisa
berekreasi secara aktif maupun pasif, seperti: bermain, berolahraga,
atau kegiatan sosialisasi lain, yang sekaligus menghasilkan
’keseimbangan kehidupan fisik dan psikis’. Dapat tercipta suasana
serasi, dan seimbang antara berbagai bangunan gedung, infrastruktur
jalan dengan pepohonan hutan kota, taman kota, taman kota pertanian
dan perhutanan, taman gedung, jalur hijau jalan, bantaran rel kereta api,
serta jalur biru bantaran kali.
Gambar 8. Interaksi Tata Ruang & Transportasi

II - 6
masyarakat. Di sisi lain, exposure terhadap polusi udara yang berlebihan
dan terus-menerus dapat menyebabkan kelainan genetik dan menurunkan
tingkat kecerdasan anak-anak di masa mendatang.

Secara sosial, tingginya tingkat kriminalitas dan konflik horizontal di antara


kelompok masyarakat perkotaan secara tidak langsung juga dapat
disebabkan oleh kurangnya ruang-ruang kota yang dapat menyalurkan
kebutuhan interaksi sosial untuk pelepas ketegangan (stress) yang relatif
banyak dialami oleh masyarakat perkotaan. Rendahnya kualitas lingkungan
perumahan dan penyediaan ruang terbuka publik, secara psikologis telah
menyebabkan kondisi mental dan kualitas sosial masyarakat yang semakin
memburuk dan menekan.

Secara teknis, issue yang berkaitan dengan keperi-adaan RTH di perkotaan


antara lain menyangkut terjadinya sub-optimalisasi penyediaan RTH baik
secara kuantitatif maupun kualitatif, lemahnya kelembagaan dan SDM,
kurangnya keterlibatan stakeholder dalam pengelolaan RTH, serta ’selalu’
terbatasnya ruang/lahan di perkotaan yang dapat digunakan sebagai RTH.

Pada kenyataannya, sub-optimalisasi ketersediaan RTH terkait dengan


kenyataan pada masih dari kurang memadainya proporsi wilayah yang
Gambar 9. RTH Publik dalam Tata Ruang Kota dialokasikan untuk ruang terbuka, maupun rendahnya rasio jumlah ruang
terbuka per kapita yang tersedia. Mengakibatkan semakin rendahnya tingkat
kenyamanan kota, menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat dan
2.2.4 Issue dan Tantangan secara tidak langsung menyebabkan hilangnya nilai-nilai budaya lokal
(artefak alami dan nilai sejarah) akibat tergusur oleh kepentingan ekonomi
Issue yang berkaitan dengan ruang terbuka publik antara lain RTH secara yang pragmatis.
umum, terkait dengan beberapa tantangan tipikal perkotaan, seperti
menurunnya kualitas lingkungan hidup perkotaan, bencana banjir/ Secara kelembagaan, masalah RTH terkait juga oleh belum adanya
longsor dan perubahan perilaku sosial masyarakat yang cenderung peraturan perundang-undangan (PUU) yang memadai tentang RTH, serta
kontra-produktif dan destruktif seperti kriminalitas dan vandalisme. pedoman teknis pelaksanaan dalam pengelolaan RTH sehingga
keberadaan RTH masih bersifat marjinal. Di samping itu, kualitas SDM yang
Dari aspek kondisi lingkungan hidup (LH), rendahnya kualitas air tanah, tersedia juga harus ditingkatkan untuk dapat secara optimal dan lebih
tingginya polusi udara dan kebisingan di perkotaan, merupakan hal-hal yang profesional mampu memelihara dan mengelola RTH. Di sisi lain,
secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan keberadaan RTH keterlibatan swasta dan masyarakat umumnya masih sangat rendah.
secara ekologis. Tingginya frekuensi bencana banjir dan tanah longsor di Potensi pihak swasta dalam penyelenggaraan RTH masih belum banyak
perkotaan dewasa ini juga diakibatkan karena terganggunya sistem tata air dimanfaatkan, sehingga pemerintah sering dan bahkan selalu terbentur
karena terbatasnya daerah resapan air dan tingginya volume air permukaan pada masalah keterbatasan biaya dan anggaran.
(run-off). Kondisi tersebut secara ekonomis juga dapat menurunkan tingkat
produktivitas, dan menurunkan tingkat kesehatan dan tingkat harapan hidup

II - 7
Walaupun secara teoritis dikatakan, bahwa ruang perkotaan yang tersedia Selanjutnya, peran, fungsi dan manfaat RTH tersebut di atas diuraikan
makin terbatas, namun dalam kenyataannya banyak lahan-lahan tidur di secara rinci, sebagai berikut:
perkotaan yang cenderung ditelantarkan dan kurang dimanfaatkan.
Sementara ruang-ruang terbuka yang memang secara legal diperuntukkan ƒ Terjaminnya ketersediaan oksigen dalam jumlah yang cukup dan
sebagai RTH, kondisinya kurang terawat dan tidak dikelola secara optimal. menerus;
ƒ Terciptanya iklim yang sehat, udara bersih bebas polusi;
Untuk meningkatkan keberadaan ruang publik, khususnya RTH di ƒ Terciptanya suasana teduh, nyaman, bersih dan indah;
perkotaan, perlu dilakukan beberapa hal terutama yang terkait dengan ƒ Terkendalinya sistem tata-air (hidrologi) optimal dan memungkinkan
penyediaan perangkat hukum, NSPM, pembinaan masyarakat dan adanya hasil sampingan berasal dari tanaman produktif yang sengaja
keterlibatan para pemangku kepentingan dalam pengembangan ruang kota. ditanam di lokasi yang aman dari polusi pada media tanah, air dan
udara;
Beberapa upaya yang akan dilakukan oleh Pemerintah ke depan antara lain ƒ Tersedianya sarana rekreasi dan wisata kota, yang sekaligus berfungsi
adalah: sebagai habitat satwa;
ƒ Sebagai lokasi cadangan untuk keperluan sanitasi kota dan pemekaran
ƒ Melakukan revisi UU 24/1992 tentang penataan ruang untuk dapat lebih kota;
mengakomodasikan kebutuhan pengembangan RTH; ƒ Sebagai sarana penunjang pendidikan dan penelitian, serta jalur
ƒ Menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan (NSPM) untuk pengaman dalam penataan ruang kota.
peyelenggaraan dan pengelolaan RTH;
ƒ Menetapkan kebutuhan luas minimum RTH sesuai dengan karakteristik
kota, dan indikator keberhasilan pengembangan RTH suatu kota; 2.3. MANFAAT RTH
ƒ Meningkatkan kampanye dan sosialisasi tentangnya pentingnya RTH
melalui gerakan kota hijau (green cities); Manfaat RTH kota secara langsung dan tidak langsung, sebagian besar
ƒ Mengembangkan mekanisme insentif dan disinsentif yang dapat lebih dihasilkan dari adanya fungsi ekologis, atau kondisi ’alami’ ini dapat
meningkatkan peran swasta dan masyarakat melalui bentuk-bentuk dipertimbangkan sebagai pembentuk berbagai faktor. Berlangsungnya
kerjasama yang saling menguntungkan; fungsi ekologis alami dalam lingkungan perkotaan secara seimbang dan
ƒ Mengembangkan proyek-proyek percontohan RTH untuk berbagai jenis lestari akan membentuk kota yang sehat dan manusiawi.
dan bentuk yang ada di beberapa wilayah kota.
Manfaat tanaman sebagai komponen kehidupan (biotik) dan produsen
RTH merupakan kebutuhan pokok kota, demi manfaat masa kini dan primer dalam rantai makanan, bagi lingkungan dan sebagai sumber
harapan untuk masa depan lingkungan kota yang manusiawi untuk pendapatan masyarakat, semua orang sudah mengetahuinya. Proses
kesehatan dan kesejahteraan penghuninya. Perencanaan pertamanan fotosintesis telah diajarkan sejak sekolah dasar, di mana zat hijau (khlorofil)
perkotaan (urban landscape planning) adalah bagian perencanaan lahan yang banyak terdapat dalam daun dengan bantuan energi matahari dan air,
yang dinamis dalam tata ruang kota. Merencana kota pada hakekatnya ialah menghasilkan makanan, berupa karbohidrat, protein, lemak juga vitamin
mengatur tempat untuk semuanya dan semua pada tempatnya. dan mineral, sangat berguna bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup
lain.
Guna menampung keinginan-keinginan semacam itu, secara garis besar
telah tertuang dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dan Rencana Tanaman adalah pabrik tanpa butuh bahan bakar fosil, bahkan dia adalah
Tata Ruang Wilayah (RTRW). Sektor RTH meliputi kawasan industri, sumber karbon itu, sama juga tidak membutuhkan energi listrik atau api
perumahan, perdagangan dan jasa, infrastruktur jalan, sistem drainase, dan untuk memasak makanannya agar bisa terus tumbuh. Pabrik ini tidak
prasarana lain seperti penanggulangan banjir. mencemari media lingkungan, bahkan membantu ’membersihkan’ media

II - 8
udara yang kotor serta ’menyegarkan’ udara. Akar pohon berfungsi untuk mencapai perbedaan angka sampai 2-4 derajat celcius (Purnomohadi,
menarik bahan baku dari dalam media tanah, antara lain berbagai macam 1995).
mineral yang larut dalam air. Zat-zat tersebut ’dimasak’ dalam ’pabrik’ daun
menghasilkan karbohidrat (tepung, gula, selulosa/serat), oksigen, yang RTH membantu sirkulasi udara. Pada siang hari dengan adanya RTH, maka
seringkali disimpan dalam gudang berbentuk buah dan biji untuk sebagai secara alami udara panas akan terdorong ke atas, dan sebaliknya pada
agen pertumbuhan selanjutnya. malam hari, udara dingin akan turun di bawah tajuk pepohonan. Pohon,
adalah pelindung yang paling tepat dari terik sinar matahari, di samping
sebagai penahan angin kencang, peredam kebisingan dan bencana alam
2.3.1 Manfaat bagi Kesehatan lain, termasuk erosi tanah. Bila terjadi tiupan angin kencang di ‘atas’ kota
tanpa tanaman, maka polusi udara akan menyebar lebih luas dan kadarnya
Tanaman sebagai penghasil oksigen (O2) terbesar dan penyerap karbon pun akan semakin meningkat.
dioksida (CO2) dan zat pencemar udara lain, khusus di siang hari,
merupakan pembersih udara yang sangat efektif melalui mekanisme Namun demikian, cara penanaman tetumbuhan yang terlalu rapat pun,
penyerapan (absorbsi) dan penjerapan (adsorbsi) dalam proses fisiologis, menyebabkan daya perlindungannya menjadi kurang efektif. Angin berputar
yang terjadi terutama pada daun, dan permukaan tumbuhan (batang, bunga, di ’belakang’ kelompok tanaman, sehingga dapat meningkatkan polusi di
dan buah). wilayah ini. Penanaman sekelompok tumbuhan dengan berbagai
karakteristik fisik, di mana perletakkan dan ketinggiannya pun bervariasi,
Pembuktian, bahwa tumbuhan dapat efektif membentuk udara bersih, dapat merupakan faktor perlindungan yang lebih efektif.
dicermati dari hasil studi penelitian Bernatzky (1978: 21-24), yang
menunjukkan bahwa setiap 1 hektar RTH, yang ditanami pepohonan, perdu, Carpenter (1975), mengatakan bahwa RTH Kota dengan ukuran ideal
semak dan penutup tanah, dengan jumlah permukaan daun seluas 5 hektar, (0,4 Ha), mampu meredam 25-80% kebisingan. Ukuran seluas 2.500 m2 ini
maka sekitar 900 Kg CO2 akan dihisap dari udara, dan melepaskan sekitar kemudian diambil sebagai patokan luas minimal sebuah Hutan Kota.
600 Kg O2 dalam waktu 12 jam. Besaran daya peredaman yang merupakan proses fisika dan kimiawi yang
dinamis tersebut, tentu saja sangat tergantung pula kepada besaran daya
Hasil penelitian Hennebo (1955) menyimpulkan, bahwa terjadi pengendapan serap, daya jerap dan daya akumulatif tetumbuhan yang diatur memiliki
debu (aerosol) pada lahan terbuka dan khususnya pada hutan kota. beberapa strata ketinggian tersebut. Misal: Besaran daya peredaman,
Pengendapan debu dipengaruhi jarak RTH terhadap sumber debu, jenis dan tergantung dari beberapa faktor, sebagai berikut:
konsentrasi debu, kondisi iklim, topografi, jenis, dan kelompok tanaman,
serta struktur arsitektural RTH. (1) Tipe tingkat intensitas kekuatan asal suara,
(2) Tipe tinggi, kerapatan dan jarak RTH dari sumber suara,
(3) Kecepatan dan arah angin,
2.3.2 Ameliorasi Iklim (4) Suhu dan kelembaban udara.

Dengan adanya RTH sebagai ‘paru-paru’ kota, maka dengan sendirinya Ciri-ciri jenis tanaman yang dapat efektif meredam suara (kebisingan), ialah
akan terbentuk iklim yang sejuk dan nyaman. Kenyamanan ini ditentukan yang mempunyai karakteristik fisik umum di antara ciri-ciri kombinasi
oleh adanya saling keterkaitan antara faktor-faktor suhu udara, kelembaban bertajuk rapat dan tebal, berdaun ringan serta mempunyai tangkai-tangkai
udara, cahaya, dan pergerakan angin. daun.

Hasil penelitian di Jakarta, membuktikan bahwa suhu di sekitar kawasan RTH sebagai pemelihara akan kelangsungan persediaan air tanah. Akar-
RTH (di bawah pohon teduh), dibanding dengan suhu di ‘luar’nya, bisa akar tanaman yang bersifat penghisap, dapat menyerap dan

II - 9
mempertahankan air dalam tanah di sekitarnya, serta berfungsi sebagai dapat berfungsi penting bagi perkembangan pariwisata yang pada saatnya
filter biologis limbah cair maupun sampah organik. Salah satu referensi juga akan kembali berpengaruh terhadap kesehatan perkembangan sosial,
menyebutkan, bahwa untuk setiap 100.000 penduduk yang menghasilkan politik dan ekonomi suatu hubungan antara wilayah perdesaan-perkotaan
sekitar 4,5 juta liter limbah per hari, diperlukan RTH seluas 522 hektar. tertentu.

RTH sebagai penjamin terjadinya keseimbangan alami, secara ekologis


dapat menampung kebutuhan hidup manusia itu sendiri, termasuk sebagai 2.4. RTH DAN PERTAMANAN (LAND-SCAPE ARCHITECTURE)
habitat alami flora, fauna dan mikroba yang diperlukan dalam siklus hidup PERKOTAAN
manusia.
Pembangunan bidang pertamanan (landscape architecture) di kota
RTH sebagai pembentuk faktor keindahan arsitektural. Tanaman metropolitan, atau biasa disebut ’Metropolitan Park System” sebaiknya
mempunyai daya tarik bagi mahluk hidup, melalui bunga, buah maupun berorientasi pula kepada sumber yang telah ditetapkan pemerintah sebagai
bentuk fisik tegakan pepohonannya secara menyeluruh. Kelompok dasar kebijaksanaan pembangunan atau Rencana Induk Kota (RIK).
tetumbuhan yang ada di antara struktur bangunan-kota, apabila diamati
akan membentuk perspektif dan efek visual yang indah dan teduh Umumnya pembangunan ’lingkungan’ perkotaan adalah pembangunannya
menyegarkan (khususnya di kota beriklim tropis). sebagian besar ’hanya’ merupakan perbaikan atau penambahan sarana dan
prasarana kota yang semula ’sudah’ ada, namun tetap harus dilakukan
RTH sebagai wadah dan obyek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam secara berencana, dengan lebih memperhatikan keserasian hubungan
mempelajari alam. Keanekaragaman hayati flora dan fauna dalam RTH antara kota terbangun dengan lingkungan alaminya, dan antara kota dengan
kota, menyumbangkan apresiasi warga kota terhadap lingkungan alam, daerah perdesaan sekitar atau kota pendukung (hinterland), serta
melalui pendidikan lingkungan yang bisa dibaca dari tanda-tanda (signage, keserasian dalam pertumbuhan kota itu sendiri.
keterangan) bertuliskan nama yang ditempelkan pada masing-masing
tanaman yang dapat dilihat sehari-hari, serta informasi lain terkait. Dengan Kota sebagai konsentrasi permukiman dan kegiatan manusia, telah
demikian, pengelolaan RTH kota akan lebih dimengerti kepentingannya berkembang sangat pesat berikut dampaknya pada banyak kota di
(apresiatif) sehingga tertib. RTH sekaligus merupakan fasilitas rekreasi yang Indonesia. Kota dalam keterbatasan kemampuan, tetap menuntut adanya
lokasinya merata di seluruh bagian kota, dan amat penting bagi suatu kondisi fisik dan lingkungan yang sehat bagi warga kotanya.
perkembangan kejiwaan penduduknya.
Pertambahan penduduk yang pesat senantiasa diiringi tuntutan
RTH sebagai jalur pembatas yang memisahkan antara suatu lokasi ketersediaan prasarana, sarana, fasilitas pelayanan bagi kehidupan dan
kegiatan, misal antara zona permukiman dengan lingkungan sekitar atau di kegiatannya. Keterbatasan dana dan teknologi, penanganan dan
’luar’nya. RTH sebagai cadangan lahan (ruang). pengelolaan kota yang kurang tepat, serta pertambahan penduduk kota
yang pesat sebagai akibat kelahiran maupun urbanisasi, telah menimbulkan
Dalam Rencana Induk Tata Ruang Kota, pengembangan daerah yang banyak masalah perkotaan yang seringkali menjadi berlarut-larut.
belum terbangun bisa dimanfaatkan untuk sementara sebagai RTH (lahan
cadangan) dengan tetap dilandasi kesadaran, bahwa lahan cadangan ini Pengembangan dan pembangunan kota sangat bergantung pada faktor
suatu saat akan dikembangkan sesuai kebutuhan yang juga terus kuantitas dan kualitas penduduk, keluasan dan daya dukung lahan, serta
berkembang. keterbatasan kemampuan daerah itu sendiri. Gejala pembangunan,
perkembangan dan pemekaran kota untuk memenuhi tuntutan dan
Manfaat eksistensi RTH secara langsung membentuk keindahan dan pelayanan terhadap penduduk kota yang jumlahnya terus membengkak
kenyamanan, maka bila ditinjau dari segi-segi sosial-politik dan ekonomi, tersebut, seringkali menimbulkan kecenderungan menuju pembangunan

II - 10
maksimal struktur kota, ruang terbuka kota, dengan mudah menghilangkan dan tata ruang kota sebagai sebuah kota yang dibangun dengan wawasan
atau mengorbankan eksistensi dan wajah alam. lingkungan.

Lahan kota semakin tertutup oleh struktur (perkerasan/hard materials), dan Bila kita memproyeksikan kebutuhan RTH berdasar jumlah penduduk, maka
permukaan air (sungai, rawa, pantai, dan lain-lain) yang berubah fungsi dan perlu dipakai suatu standar tertentu tentang kebutuhan hijau per kapita. Di
kualitasnya. Andalan kemampuan teknologi modern, telah berbagai kota dunia, standar semacam ini mempunyai varian atau
mengembangkan pemikiran membangun kota yang seringkali mengabaikan spesifikasi tertentu, sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi, maupun
sistem ekologi kota, bahkan berusaha merobah seluas mungkin eskosistem sistem pembangunan dan pengembangan perkotaan. Kota-kota besar di
alam menjadi ekosistem buatan (artificial ecosystem). Maka, muncul Negeri Belanda mempergunakan standar 35-40 m2 hijau/kapita. Kondisi ini
dampak negatif pembangunan akibat perlakuan kurang wajar terhadap bisa dicapai karena pembangunan yang pesat setiap tahun hanya disertai
norma-norma dan kaidah-kaidah alam tersebut, seperti perubahan suhu pertambahan penduduk yang relatif sangat kecil.
kota, krisis air bersih, penurunan air tanah, amblasan tanah, banjir, intrusi air
laut, abrasi pantai, kualitas udara memburuk, sungai mengering, dan Pertamanan perkotaan merupakan salah satu bentuk dari arsitektur
berbagai polusi terhadap media lingkungan. lansekap perkotaan, yang saling mengisi dan saling menunjang dengan
disiplin terkait dalam satu kesatuan pengelolaan lingkungan perkotaan.
Perencanaan RTH kota yang matang, dapat menjaga keseimbangan dan Bersama disiplin lain, seperti arsitektur bangunan, perencanaan kota, teknik
keharmonisan antara ruang terbangun dan ruang terbuka. Keselarasan sipil, senirupa, sosial, budaya, ekonomi, psikologi dan pendidikan dan
antara struktur kota dengan wajah-wajah alami, mampu mengurangi sebagainya, di mana masing-masing mempunyai peran dan fungsi yang
berbagai dampak negatif akibat degradasi lingkungan kota dan menjaga jelas, harus bisa bekerjasama secara erat dalam membentuk lingkungan
keseimbangan, kelestarian, kesehatan, kenyamanan dan peningkatan kota yang berwawasan lingkungan.
kualitas lingkungan hidup kota.
Peranan arsitek lansekap secara profesional diakui oleh International
Labour Organization (ILO), bersama disiplin sejenis yang tercantum dalam
2.5. PENGELOMPOKAN JENIS DAN LUAS RTH PEMBENTUK kode:
KOTA 0-21. Architect and Town Planners
0-21.20 Building Architect
Klasifikasi RTH sesuai pemanfaatannya dikelompokkan ke dalam kategori 0-21.30 Town Planner
ruang-ruang terbuka, untuk: 0-21.40 Landscape Architect

(1) Kesehatan, kesejahteraan, dan rekreasi umum Pengelompokan jenis dan penetapan luas RTH pembentuk lingkungan kota
(2) Preservasi sumber daya alam (SDA) dan lingkungan kehidupan (biota) ini amat penting diperhatikan oleh disiplin atau unit pengelola lain dalam
(3) Keamananan umum administrasi pemerintahan perkotaan yang saling mendukung, karena peran
(4) Produksi satu-sama lain merupakan kekuatan sinergis dalam upaya membentuk
(5) Koridor (lorong) lingkungan kota yang layak huni (“manusiawi”).
(6) Cadangan perluasan areal kota

Dalam pengelolaan RTH kota terkait pula sektor kehutanan, pertanian, 2.5.1 Kelompok RTH Berkenaan dengan Peran dan Fungsinya
peternakan, perikanan, tata pengairan, dan lain-lain, yang harus terencana
terpadu, dalam suatu sistem RTH kota, sesuai dengan potensi dan daya Perencanaan kota berwawasan lingkungan (environmental city planning),
dukung serta daya tampung lingkungan kota. RTH menentukan pola, bentuk dikelompokkan dalam berbagai jenis sesuai aspek fungsi ekologis, di mana

II - 11
terdapat zona (mintakat) terbangun: zona-zona permukiman/perumahan, mengikuti perubahan fisik spasial tersebut dan sebaliknya, sehingga
industri, lalu-lintas, perdagangan, pariwisata, dan lain-lain, dan zona tidak menimbulkan konflik persepsi, nilai dan perilaku manusia terhadap
terbangun berupa RTH. lingkungan perkotaan.

Untuk mempertahankan eksistensi RTH dalam lingkungan perkotaan, Dalam upaya memenuhi kebutuhan kota sehat sebagai tempat bermukim
diperlukan unit khusus pengelola RTH. Keputusan membangun unit khusus penduduknya dalam kondisi lingkungan yang ideal, maka jenis dan luas
ini, harus didasarkan pada kemauan politis (political will) pemerintah daerah RTH perlu dijabarkan dan diperjelas masing-masing unit pembentuk RTH
secara bersama, tidak hanya institusi pemerintah saja. kota.

Kesadaran dan kearifan para pengelola atau pengambil kebijakan


pembangunan lingkungan kota dalam unit khusus ini, akan sangat 2.5.2 Jenis RTH Kota
menentukan peningkatan kualitas dan fungsi lingkungan secara
berkelanjutan, terutama dengan tetap mempertahankan keseimbangan Ditinjau dari sudut kepemilikan dan tanggung jawab, maka RTH dibagi ke
antara daerah terbangun dan tidak terbangun, serta dapat bersinergi saling dalam dua jenis :
mendukung dengan unit pengelola lingkungan perkotaan lain, secara
selaras, serasi dan seimbang. (1) RTH milik pribadi atau badan hukum, misal: halaman rumah tinggal,
perkantoran, tempat ibadah, sekolah atau kampus, hotel, rumah sakit,
Pembahasan khusus tentang seluk-beluk pentingnya mempertahankan kawasan perdagangan (pertokoan, rumah makan), kawasan industri,
keberadaan RTH kota dalam pengelolaan lingkungan perkotaan, sudah stasiun, bandara, pelabuhan, dan lahan pertanian kota.
sering dilakukan, namun sampai saat ini masih merupakan pertimbangan (2) RTH milik umum, yaitu lahan dengan tujuan penggunaan utamanya
dan keputusan politis terakhir. Penyebab utama, adalah dasar kebijakan adalah ditanami berbagai jenis tetumbuhan untuk memelihara fungsi
perlu dipertahankannya RTH itu, hanya pertimbangan nilai ekonomis jangka lingkungan, yang dikelola pemerintah daerah, dan dapat dipergunakan
pendek, sehingga RTH justru seringkali tergusur. Padahal bila masyarakat umum, seperti taman rekreasi, taman olahraga, taman kota,
memperhitungkan biaya manfaat sumberdaya hayati RTH ditransfer ke taman pemakaman umum, jalur hijau jalan; bantaran rel kereta api,
dalam nilai ekonomis jangka panjang, berupa nilai keuntungan dari saluran umum tegangan ekstra tinggi (SUTET), bantaran kali, serta
kemungkinan tetap dapat dimanfaatkan sumberdaya hayati secara hutan kota (HK) konservasi, HK wisata, HK zona industri, HK antar-zona
berkelanjutan, maka kebijakan mempertahankan keberadaan RTH kota permukiman, HK tempat koleksi dan penangkaran flora dan fauna.
pasti akan dipilih.

Krisis lingkungan hidup kota yang semakin parah, seperti kekurangan air
bersih di musim kemarau semakin melebar ke skala regional di wilayah 2.5.3 Pengelompokan RTH Kota
kota-kota kecil dan perdesaan, terutama di pulau Jawa. Penyebab pokok
ketidak-seimbangan penataan antara ruang hijau dan ‘ruang abu-abu’, Pada kasus kota Jakarta, RTH kota adalah sebagai bagian dari sektor
adalah peningkatan jumlah penduduk dengan keaneka-ragaman kegiatan, lingkungan hidup dengan maksud agar pengelolaannya dapat lebih
dan akibat kurang dipertimbangkannya kebijakan politis penataan ruang terencana, efektif dan terkoordinasi. Perincian RTH kota dibagi atas sub
nasional dan kota untuk mempertahankan keberadaan manusia dan sektor pengelolaan pertamanan, kehutanan dan pertanian, pemakaman,
kemanusiaan. perikanan, peternakan, olahraga, kebersihan dan pekerjaan umum (jalan,
pengairan dan prasarana umum lain). Tipe-tipe pengelolaan lahan
Perancangan kota lebih menitikberatkan pada struktur reorganisasi, berupa umumnya, termasuk RTH kota, dapat dibedakan berdasar perbedaan
penataan fisik spasial, sedangkan berbagai organisasi sosial tidak mudah konsep perancangan sesuai kebutuhan, di mana manfaatnya pun bisa jadi

II - 12
tumpang tindih (UU No. 24/1992 Tentang Penataan Ruang), digambarkan Memberikan ciri-ciri khusus pada tempat-tempat strategis, seperti batas-
sebagai berikut (Purnomohadi, 2002), dalam skala makro nasional, RTH batas kota, dan alun-alun kota.
alami sejak 200 tahun terakhir dibangun, sering disebut Taman Nasional
(national park), dimulai di Amerika Serikat, adalah merupakan taman Memotivasi dan memberikan insentif secara material (subsidi) dan moral
terbuka yang relatif luas, terletak jauh di luar wilayah perkotaan dan terhadap peran serta masyarakat dalam pengembangan dan pemeliharaan
merupakan suatu daerah alami, sebagai tempat kehidupan flora dan fauna RTH secara optimal, baik melalui proses perencanaan kota, maupun
secara bebas, di mana sebagian wilayahnya sengaja ditata khusus, untuk gerakan-gerakan penghijauan.
kebutuhan rekreasi (intensive used area). Konsep dasar umum tentang
pengelolaan lahan di Jepang mengikuti tabel 1 di bawah ini: Prasarana penunjang dalam pengembangan RTH yang dibutuhkan, adalah
tenaga-tenaga teknisi yang bisa menyampaikan konsep, ide serta
Tabel 1 : Konsep Dasar Pengelolaan Lahan (Takahashi, 1989) pengalamannya dalam mengelola RTH, misal pada acara penyelenggaraan
Tipe-Tipe Pengelolaan Lahan pelatihan dan pendidikan pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pusdiklat).
Konsep Dasar Konservasi Alami Konservasi Sistem ‘Ruang Hijau’ Dibutuhkan sosialisasi dan penyuluhan secara berkala kepada pihak-pihak
Lansekap yang berkepentingan, maupun masyarakat umum secara luas.
Kewilayahan Daerah ‘Terbuka’ Daerah Permukiman
Karakteristik Konservatif Konstruktif
2.6.2 Pengembangan RTH Kota Jangka Panjang

2.6. PENTAHAPAN PENGEMBANGAN RTH Penyuluhan pengembangan RTH dapat dilakukan melalui instansi
pemerintah daerah yang secara resmi ditunjuk dan erat kaitannya dengan
Pengadaan RTH bagi kota yang sudah terbangun tentu membutuhkan penghijauan kota, mulai dari tingkat kota/kabupaten, camat, lurah/kepala
pemikiran-pemikiran yang dapat dipertanggung-jawabkan di kemudian hari. desa, hingga lingkungan RT/RW, dewan legislasi, organisasi-organisasi
Relatif masih rendahnya kepedulian dan kesadaran perlunya eksistensi kemasyarakatan, sekolah, pramuka, rumah sakit, perkantoran, dan berbagai
RTH, bahwa RTH Kota tak hanya berfungsi sebagai pengisi ruang-ruang di bentuk media massa cetak (surat kabar, majalah, buletin) serta media
antara bangunan saja, namun adalah lebih luas dari itu. Dalam elektronik (radio, televisi, internet). (Mas Yudhi mungkin bisa membentu
pembangunan kota berkelanjutan mutlak dipertimbangkan ada menambahkan paragraf/kalimat?)
pembangunan RTH secara khusus, berdasar pada serangkaian fungsi
penting RTH dalam Rencana Induk Kota baik dalam jangka pendek maupun
panjang. 2.6.3 Perencanaan dan Pengendalian RTH Kota

Inventarisasi potensi alam merupakan dasar kelayakan pembangunan RTH,


2.6.1 Pengembangan RTH Kota Jangka Pendek khususnya sebagai dasar untuk menentukan letak dan jenis tanaman.
Inventarisasi ini sangat diperlukan berdasar pada keterkaitan kondisi fisik,
Refungsionalisasi dan pengamanan jalur-jalur hijau alami, seperti di sosial dan ekonomi, meliputi pendataan keadaan iklim (curah hujan, arah
sepanjang tepian jalan raya, jalan tol, bawah jalan layang (fly-over), angin, suhu dan kelembaban udara); data topografi dan konfigurasi kondisi
bantaran kali, saluran teknis irigasi, tepian pantai, bantaran rel kereta api, alam adalah untuk menentukan tipe RTH kota; kemudian geologi, jenis
jalur SUTET, Tempat Pemakaman Umum (TPU, makam), dan lapangan tanah dan erodibilitas untuk penentuan jenis RTH; jaringan sungai, potensi
olahraga, dari okupasi permukiman liar. Mengisi dan memelihara taman- dan pelestarian jenis, jumlah, dan kondisi fauna dan flora lokal. Umumnya
taman kota yang sudah ada, sebaik-baiknya dan berdasar pada prinsip keberadaan dan jenis fauna sangat berkaitan erat pula dengan jenis flora
fungsi pokok RTH (identifikasi dan keindahan) masing-masing lokasi. yang ada (existing, biota endemic).

II - 13
Penggunaan tanah (land use) dan keadaan yang mempengaruhinya perlu atau, mungkin karena ada berbagai keterbatasan, mungkin pula untuk
dikompilasi melalui pengumpulan data mengenai kedua hal tersebut, yaitu: dikontrakkan sebagian atau seluruh pekerjaannya kepada pihak lain yang
meliputi penggunaan tanah serta penyebaran bangunan, daerah tentu harus bisa mengelola secara bertanggung jawab sampai dengan
permukiman, perdagangan, industri, pusat pemerintahan, pusat monitoring dan evaluasinya.
perbelanjaan, tempat rekreasi, dan jaringan transportasi. Keadaan yang
mempengaruhi penggunaan tanah adalah demografi jumlah dan persebaran Selaras dengan semangat otonomi daerah yang berdasar azas
penduduk, prosentase pertambahan jumlah, komposisi penduduk, dan desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas perbantuan, maka Organisasi
keadaan sosial ekonomi. Kedua data ini dipergunakan untuk menentukan Pengelolaan dan Pengembangan RTH kota dapat disusun sebagai berikut:
tipe, lokasi, dan jumlah RTH. Penanggungjawab:
Kepala Wilayah (Bupati / Walikota).
Inventarisasi aktivitas dan permasalahannya meliputi data aktivitas yang Perencana & Pengendali:
dikumpulkan, terutama kegiatan-kegiatan yang bisa menimbulkan dampak Bappeda / Bapedalda / BLH / Unit PLH.
negatif terhadap lingkungan. Tingkat atau besaran aktivitas akan Pelaksana:
menentukan luas RTH yang dibutuhkan dalam upaya menetralisir pengaruh Dinas-dinas Tata Kota, Pertamanan,
negatif yang ditimbulkannya tersebut. Pengumpulan data fisik (utama), Pemakaman, Pertanian, Kehutanan, dan pemilik lahan (individu/swasta).
meliputi:

• Jumlah dan laju pertambahan kebutuhan air dan oksigen;


• Jumlah dan tingkat pertambahan penggunaan bahan bakar;
• Jumlah dan laju pertambahan kendaraan bermotor;
• Jumlah dan laju pembuangan limbah industri/rumah tangga;
• Nilai kualitatif dan kuantitatif dari permasalahan lain yang sering timbul,
seperti banjir, intrusi air laut, abrasi, erosi amblasan tanah, dan tingkat
pencemaran lain.

Kemudian, perlu disusun Rencana Kerja Berkala, meliputi Rencana Jangka


Pendek, (Menegah), dan Panjang. Kebijakan umum pengembangan RTH,
yang dilengkapi langkah-langkah pelaksanaan menurut waktu dan skala
prioritas.

Monitoring dan Evaluasi secara berkala dan terus menerus, guna mendapat
data akurat yang dapat dipergunakan sebagai dasar perbaikan dan
pengembangan di masa datang.

2.6.4 Pola Penyelenggaraan RTH

Pelaksanaan pembangunan RTH sebaiknya dapat dilakukan sendiri oleh


unit instansi pemerintah daerah yang ditunjuk sebagai pengelola RTH,
berdasar tugas pokok dan fungsi serta bentuk dan kriteria unit tersebut,

II - 14

You might also like