You are on page 1of 95

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dasawarsa terakhir ini isu kesejahteraan anak terus mendapat

perhatian masyarakat dunia. Salah satu isu kesejahteraan anak yang

terus berkembang dan mendapat perhatian dunia adalah masalah anak

jalanan. Laporan dunia tentang situasi anak, menyebutkan bahwa

terdapat 30 juta anak tinggal dan menjaga diri mereka sendiri dijalan.

Sedangkan di Asia terdapat 20 juta anak jalanan.(Tauran, 2000)

Fenomena sosial Anak jalanan terutama terlihat nyata dikota-kota

besar setelah dipicu krisis ekonomi di Indonesia. Hasil kajian Departemen

Sosial tahun 1998 di 12 kota besar, melaporkan jumlah Anak jalanan

sebanyak 39.861 anak dan sekitar 48% adalah anak-anak yang baru

turun ke jalan sejak tahun 1998. Secara nasional diperkirakan sebanyak

60.000-75.000 Anak jalanan dan data dari Departemen Sosial mencatat

bahwa 60% putus sekolah dan 80% masih ada hubungan dengan

keluarganya. (Yashinta, 2001)

Kajian dari dampak pelayanan program jaringan perlindungan

sosial di empat kota besar (Yashinta, 2001) terungkap bahwa alasan

anak bekerja di jalan karena membantu pekerjaan orang tua (71%),

dipaksa membantu orang tua (6%), menambah biaya sekolah (15%)

1
2

sedangkan alasan jajan, ingin hidup bebas, dapat teman dll (11%).

Karena lebih sering menjalani hidup dijalanan dari pada bersama

keluarga, Anak jalanan berada dalam situasi yang buruk untuk

kelangsungan hidup dan tumbuh kembangnya, Lingkungan kehidupan

Anak jalanan sangat keras, buruk dan sering kali berimbas pada perilaku

negatif. Anak jalanan menjadi lebih dewasa dari umurnya karena sering

melakukan hal-hal yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya

sebagai anak-anak, mereka sangat rentan terhadap prilaku menyimpang

seperti penggunaan narkoba, alkohol serta kebiasaan merokok.

Penelitian yang dilakukan oleh Jurnal Tobacco Control sejak tahun

1970-2002, melibatkan 43.000 pria dan wanita yang mempunyai

kebiasaan merokok sejak remaja menunjukkan bahwa mereka yang

merokok maksimal 5 batang perhari memiliki resiko tiga kali lipat

meninggal akibat penyakit jantung koroner. Pria yang menjadi perokok

ringan memiliki kemungkinan 3 kali lipat untuk meninggal akibat kanker

paru dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok, resiko lebih

besar dialami oleh wanita, mereka memiliki resiko 5 kali lipat menderita

penyakit kanker paru. (Sriwidjaya Post, 2008)

Hasil survei yang dilakukan Unit Penelitian dan Pengabdian

Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (UPPM-STIS, 2004) di Jakarta

dengan jumlah Anak jalanan sebanyak 31.304 anak, menyebutkan

kebiasaan merokok merupakan hal yang wajar dilakukan Anak jalanan.

Kebiasaan merokok menduduki peringkat tertinggi sebesar 69,15 %,


3

kebiasaan minum minuman beralkohol sebesar 13,48 %, kebiasaan lain

sebesar 12,02%, dan memakai narkoba sebesar 5,35%. (Artharini, 2008)

Riset yang dilakukan FKM UI tahun 2008 yang melibatkan 395

responden di 25 titik sepanjang jalur kereta api Jakarta-Bogor. Batas usia

remaja yang mereka gunakan adalah 10-18 tahun. Hasil penelitian

menunjukkan anak jalanan yang merokok mencapai 41,3%, mereka

biasa menghabiskan 6 batang rokok perharinya. Angka ini jauh lebih

tinggi dari jumlah perokok aktif pada kelompok remaja laki-laki nasional

sebanyak 24,5%, sesuai dengan Global Youth Tobacco Survey 2006

versi WHO. Dari riset yang sama diketahui bahwa Anak jalanan bisa

menghabiskan 20% pendapatan hariannya atau sebesar Rp. 4500 untuk

belanja rokok. (Artharini, 2008)

Menurut Mu’tadin (2002) cara Anak jalanan mendapatkan

informasi mengenai rokok ini tidak berbeda dengan remaja lainnya. Iklan

merupakan sarana provokatif yang mempengaruhi kebiasaan merokok

mereka, Iklan yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah

lambang kejantanan atau gentle, dan sebagainya membuat mereka

seringkali terpicu untuk mengikuti prilaku seperti yang ada dalam iklan

tersebut.

Hal ini diperkuat dengan terungkapnya kutipan data internal

perusahaan rokok kelas dunia, Philip Morris, yang dirilis pada 1981 oleh

WHO. Perusahaan ini menyatakan, remaja adalah pelanggan reguler

masa depan dan mayoritas perokok dewasa mulai merokok sejak remaja.
4

Berbekal riset yang dilakukan itulah perusahaan-perusahaan

menargetkan remaja sebagai sasaran yang ideal sebagai konsumen

rokok, mereka membuat iklan-iklan dengan tema yang sesuai dengan

jiwa dan prilaku anak muda yang bebas, gaul, kreatif, dan berjiwa

petualang. (Yanuarti, 2008)

Mu’tadin (2002) mengungkapkan bahwa beberapa alasan remaja

merokok karena pengetahuan, Salah satu indikator untuk mengetahui

tingkat pengetahuan adalah dari tingkat pendidikan formal yang diterima

remaja. Hasil riset (Artharini, 2008) mengungkapkan bahwa 3,5% Anak

jalanan tidak pernah sekolah, 31,9% tidak tamat SD, 39,7% tamat SD,

12,9% tamat SLTP, dan hanya 1% tamat SLTA. Karena rendahnya

pendidikan yang diterima, mereka mengaku tidak pernah mendapatkan

edukasi mengenai bahaya rokok. Sementara itu bagi anak yang sekolah

menengah, mengaku bahwa mereka pernah mendapatkan edukasi

mengenai bahaya rokok.

Faktor lain yang juga ikut berpengaruh terhadap konsumsi rokok

adalah lingkungan. Diantara anak yang tidak merokok menyatakan tidak

memiliki teman yang perokok, dibadingkan dengan jumlah 62% anak

yang menyatakan memiliki teman yang perokok. (Suara pembaruan,

2008)

Sebagai ibukota provinsi Kalimantan Timur, Samarinda juga tidak

luput dari keberadaan anak jalanan. Saat ini Dinas Kesejahteraan Sosial

Kota Samarinda belum memiliki data yang pasti untuk keseluruhan


5

jumlah anak jalanan, hal ini dikarenakan belum pernah diadakan sensus

terhadap mereka. Dari data yang didapatkan dari LSM Lentera Mahakam

(Lembaga yang menaungi Anak jalanan dikawasan simpang empat

Lembuswana) tahun 2007 diketahui bahwa terdapat 220 Anak jalanan

dibawah naungan LSM tersebut. Anak jalanan yang ada bekerja

diberbagai bidang seperti loper koran, pengamen, pedagang, dan

penyemir sepatu.

Penelitian mengenai faktor- faktor yang berhubungan dengan

kebiasaan merokok anak jalanan di Kota Samarinda ini belum pernah

dilakukan sebelumnya.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, rumusan masalah yang akan diteliti

yaitu Faktor-faktor apa yang berhubungan dengan kebiasaan merokok

Anak jalanan di Kota Samarinda tahun 2009?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kebiasaan

merokok Anak jalanan

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan terhadap

kebiasaan merokok Anak jalanan di Kota Samarinda Tahun 2009.


2

b. Mengetahui hubungan antara sikap terhadap kebiasaan merokok

Anak jalanan di Kota Samarinda Tahun 2009.

c. Mengetahui hubungan antara pengaruh lingkungan terhadap

kebiasaan merokok Anak jalanan di Kota Samarinda Tahun 2009.

d. Mengetahui hubungan antara sumber informasi (iklan, poster,

baliho) terhadap kebiasaan merokok Anak jalanan di Kota

Samarinda Tahun 2009.

e. Mengetahui perbedaaan rata-rata penghasilan antara Anak

jalanan yang merokok dan tidak merokok di Kota Samarinda

Tahun 2009.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Untuk menambah dan memperdalam pengembangan pengamatan

penulis serta sebagai latihan dalam rangka menuangkan hasil

pemikiran dalam menganalisis masalah sesuai dengan ketentuan

penulisan karya ilmiah di Universitas Mulawarman.

2. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Dapat menjadi bahan refrensi untuk penelitian mahasiswa Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman selanjutnya.

3. Untuk Pembaca

Dapat menjadi sumber informasi mengenai faktor-faktor apa saja yang

berhubungan dengan kebiasaan merokok Anak jalanan di kota

Samarinda.
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Anak Jalanan


1. Pengertian Anak Jalanan
2

Anak jalanan dikelompokkan berdasarkan hubungan mereka

dengan keluarganya. Pada mulanya ada dua kategori anak jalanan,

yaitu children on the street dan children of the street.Namun pada

perkembangannya ada penambahan kategori, yaitu children in the

street atau sering juga disebut children from the families of the street.

Pengertian untuk children on the street adalah anak-anak yang

mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan yang masih memiliki

hubungan keluarga. Ada dua kelompok anak jalanan dalam kategori

ini, yaitu anak-anak yang tinggal bersama orangtuanya dan

senantiasa pulang ke rumah setiap hari, dan anak-anak yang

melakukan kegiatan ekonomi dan tinggal di jalanan namun masih

mempertahankan hubungan dengan keluarga dengan cara pulang

baik berkala ataupun dengan jadwal yang tidak rutin.

Children of the street adalah anak-anak yang menghabiskan

seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan dan tidak memiliki

hubungan atau ia memutuskan hubungan dengan orangtua atau

keluarganya.

Children in the street atau children from the families of the

street adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh waktunya di

jalanan yang berasal dari keluarga yang hidup atau tinggalnya juga di

jalanan. (www.wikipedia.com)

2. Profil Anak jalanan


1

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Tim Peneliti dari

Universitas Muhamadiyah Jakarta (UMJ) dengan kerjasama Badan

Litbang dan Sosial Departemen Sosial RI, di dapatkan profil Anak

jalanan adalah sebagai berikut:

a) Kegiatan yang dilakukan Anak jalanan di jalanan

Dapat dikemukakan bahwa Anak jalanan di Jakarta, Bogor,

Depok, Tanggerang, dan Bekasi, 15,6% (14 orang)

menggunakan jalanan sebagai tempat tinggal dan hidup, 34,4%

(31 orang) untuk bermain, dan 50% (45 orang) untuk berjualan.

Selanjutnya anak jalanan di Surabaya, 20% (2 orang)

menggunakan jalan sebagai tempat tinggal dan hidup, 20% (2

orang) untuk bermain, dan 60% (6 orang) untuk berjualan.

b) Tempat tinggal Anak jalanan

Dapat dikemukakan bahwa anak jalanan di Jakarta, Bogor,

Depok, Tanggerang, dan Bekasi, 3,3% (3 orang) tinggal di taman

kota, 4,4% (4 orang) tinggal diemper toko, dan 92,2% (83 orang)

tinggal dirumah. Selanjutnya anak jalanan di Surabaya

seluruhnya tinggal dirumah.

c) Sumber memperoleh makanan

Dapat dikemukakan bahwa anak jalanan di Jakarta, Bogor,

Depok, Tanggerang, dan Bekasi, 78,9% (71 orang) memperoleh

makanan dengan cara membeli sendiri, 15,6% (14 orang)

meminta-minta, dan 5,6% (5 orang) mendapatkan uluran tangan


2

dari orang dermawan. Selanjutnya anak jalanan di daerah

Surabaya, 90% (9 orang) memperoleh makanan dengan cara

membeli sendiri, 10% (1 orang) dengan cara meminta-minta

d) Lama Anak jalanan tinggal di jalan

Dapat dikemukakan bahwa anak jalanan Jakarta, Bogor, Depok,

Tanggerang, dan Bekasi, 25,6% (23 orang) lama dijalan kurang

dari 12 jam, 52,2% (47 orang) berada dijalan lebih dari 12 jam,

dan 22,2% (20 orang) berada dijalan selama 24 jam. Selanjutnya

anak jalanan di Surabaya, 10% (1 orang) lama berada dijalan

kurang dari 12 jam, 90% (9 orang) lebih dari 12 jam.

e) Sumber mendapatkan uang

Dapat dikemukakan bahwa Anak jalanan di Jakarta, Bogor,

Depok, Tanggerang, dan Bekasi, 23,3% (21 orang) sumber

mendapatkan uang dengan cara meminta-minta, 45,6% (41

orang) dengan cara berjualan, dan 31,1% (28 orang) dengan

cara mengamen. Selanjutnya anak jalanan di Surabaya, 20% (2

orang) sumber mendapatkan uang dengan meminta-minta, 40%

(4 orang) dengan cara mengamen.

f) Penggunaan pendapatan

Dapat dikemukakan bahwa Anak jalanan di Jakarta, Bogor,

Depok, Tanggerang, dan Bekasi, 21,1% (19 orang)

menggunakan pendapatan habis dipakai sendiri, 46,7% (42

orang) untuk membantu keluarga, dan 32,2% (29 orang) untuk


2

ditabung. Selanjutnya anak jalanan di Surabaya, 10% (1 orang)

menggunakan pendapatannya habis dipakai sendiri, 70% (7

orang) untuk membantu keluarga, dan 20% (2 orang) untuk

ditabung.

g) Pertemuan dengan orang tua

Dapat dikemukakan bahwa anak jalanan di Jakarta, Bogor,

Depok, Tanggerang, dan Bekasi, 20% (18 orang) sering bertemu

dengan orang tua, 65,6% (59 orang) jarang bertemu dengan

orang tua, dan 14,4% (13 orang) tidak pernah bertemu.

Selanjutnya anak jalanan di Surabaya, 10% (1 orang) sering

bertemu dengan orang tua, 60% (6 orang) jarang bertemu

dengan orang tua, dan 30% (3 orang) tidak pernah bertemu.

(http://www.depsos.go.id, 2009)

A. Tinjauan Remaja
Masa remaja berlangsung antara umur 12 sampai dengan 21

tahun bagi wanita dan 13 sampai dengan 22 tahun bagi pria. Rentang

usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12/13 tahun

sampai dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 18 tahun

sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir. Remaja dalam bahasa

aslinya disebut adolescences, berasal dari bahasa latinadolescere yang

artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan mental,

emosional, sosial, dan fisik. (Hurlock, 1991)


2

Sarwono (2006), menyatakan devinisi remja untuk masyarakat

Indonesia adalah menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum

menikah dengan pertimbangan sebagai berikut:

1. Usia 11 tahun adalah usia ketika pada umumnya tanda-tanda seksual

sekunder mulai tampak (kriteria fisik).

2. Dibanyak masyarakat Indosia usia 11 tahun dianggap akil balik, bail

,menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi

memperlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial).

3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan

perkembangan jiwa, seperti tercapainya identitas diri (ego identity,

menurut Erik Erikson), tercapainya fase genital dari perkembangan

psikoseksual (menurut Freud) dan tercapainya puncak perkembangan

kognitif (Piaget) maupun moral (Kohlberg).

4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi

peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masing

menggantungkan diri pada orangtua.

5. Dalam definisi diatas, status perkawinan sangat menentukan. Hal ini

karena arti perkawinan masih sangat penting dimasyarakat kita secara

menyeluruh. Seseorang yang telah menikah, pada usia berapapun

telah dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik

secara hukum maupun dalam kehidupan masyarakat dan keluarga.

Oleh karena itu devinisi remaja disini dibatasi khusus untuk yang

belum menikah.
2

Anak-anak usia 0-8 tahun (windu pertama) adalah masa yang

banyak gerak, rasa ingin tahunya besar dan selalu ingin mencoba

sesuatu. Memasuki windu ke dua yaitu usia 9-16 tahun anak-anak sudah

memasuki masa pada tahap ini anak-anak sudah dapat mengatur dirinya,

sudah sedikit paham tentang mengatur waktu. Kemampuan

berkonsentrasi sudah lebih lama. Pada windu ketiga usia 17 -24 tahun

anak sudah dianggap dewasa dan pada tahapan ini anak-anak sudah

mampu mengenal potensinya sendiri, dapat mengatur waktu dan dapat

menentukan sikap. (Wahyuningsih,2008)

A. Tinjauan Tentang Rokok


Saputra (2008) menyatakan bahwa bahan-bahan yang terkandung

dalam sebatang rokok adalah:

1. Asbes

Asbes merupakan serat mineral silika yang bersifat fleksibel, tahan

lama dan tidak mudah terbakar.Asbes banyak digunakan sebagai

penghantar listrik dan penghantar panas yang baik.Asbes banyak

digunakan sebagai isolator panas dan pada pipa saluran

pembuangan limbah rumah tangga, dan bahan material atap

rumah.Asbes banyak digunakan dalam bahan-bahan bangunan. Jika

ikatan asbes dalam senyawa lepas, maka serat asbes akan masuk

ke udara dan bertahan dalam waktu yang lama.

2. Bioaerosol
2

Kontaminan biologi seperti virus, bakteri, jamur, lumut, serangga atau

serbuksari tumbuhan. Kontaminan biologi tersebut jika dihembus oleh

angin akan masuk ke udara dan mencemari udara bersih.

3. Formaldehid

Formaldehid merupakan aldehid sederhana. Gas formaldehid tidak

berwarna dan diemisikan dari bahan-bahan bangunan, industri rumah

tangga atau proses pembakaran. Formaldehid juga terdapat pada

produk kayu yang dipres, papan, papan dinding, tekstil (seperti karpet

dan pakaian). Formaldehid dapat masuk melalui udara akibat terjadi

pengikisan dan penguapan akibat panas yang tinggi.

4. Bahan-bahan partikulat

Dalam kehidupan sehari-hari partikulat dikenal dengan istilah debu

yang berterbangan di udara. Partikulat juga bisa ditemui dalam

bentuk logam-logam beta yang jika terhirup oleh manusia akan

menyebabkan penyakit.

5. Senyawa organik volatil (Volatil Organic Compound)

Senyawa organik votil mudah menguap pada suhu kamar.VOC

sering ditemui dalam bentuk aerosol yang terdapat pada pembersih,

cat, vernis, produk-produk kayu yang dipres, pestisida dan semir.

Menurut Danusantoso (1993) menambahkan bahwa bahan lain

yang terkandung dalam rokok yaitu:

1. Nikotin
2

Nikotin pada prinsipnya akan mengakibatkan pembuluh darah

menyempit dengan cepat, sehingga organ-organ tubuh akan

kekurangan oksigen, antara lain otak dan otot jantung. Pada

pemakaian jangka panjang, nikotin juga akan mengakibatkan dinding

pembuluh darah menjadi kaku dan berkapur (atherosclerosis),

dengan demikian suplai oksigen ke organ-organ tubuh akan menurun

sedikit demi sedikit. Proses atherosclerosis tersebut juga akan timbul

dengan makin meningkatnya usia. Dengan demikian, makin lanjut

umur seorang perokok dan makin lama dia merokok, semakin parah

kondisinya, terutama otak dan otot jantung.

2. Karbon Monoksida (CO)

Karbon monoksida atau CO adalah suatu gas yang tidak berbau dan

juga tidak berasa.Gas CO dapat berbentuk cairan pada suhu

dibawah 129°C.gas CO sebagian besar berasal dari pembakaran

bahan fosil dengan udara, berupa gas buangan. Gas CO pada

prinsipnya akan menghambat pengangkutan oksigen oleh sel darah

merah dari paru-paru ke organ-organ tubuh lain.

3. Tar

Tar sebenarnya adalah kondensat semua zat-zat yang terdapat pada

asap rokok. Berhubung dengan adanya tar ini, pipa rokok seringkali

macet. Pada seorang perokok berat bahkan pipa tersebut harus

dibersihkan beberapa kali sehari. Karena filter terakhir atau pipa

terakhir dari seorang perokok adalah saluran pernafasannya. Jadi


2

dapatlah dimengerti bahwa setiap harinya pada saluran pernapasan

seorang perokok akan terjadi kondensasi tar ini, yang tidak dapat

dibersihkan secara mekanis seperti halnya pipa rokok. Walaupun

saluran napas dapat membersihkan diri secara biologis, namun jika

terjadi timbunan tar setiap harinya melebihi kemampuan biologis

tersebut maka perlahan-lahan akan terjadi akumulasi tar. Karena tar

itu merangsang secara kimiawi, maka akan dapat menimbulkan

kerusakan selaput lendir saluran-saluran pernapasan (bronkhitis dan

emfisema) serta meningkatkan kemungkinan terjadinya kanker mulai

dari hidung, daerah pita suara, hingga ke paru-paru.

Karena perokok menghisap asap rokok melalui mulut, maka

kondensasi sedikit banyak akan terjadi juga dirongga mulut dan

kemudian akan tertelan bersama air liur dan masuk kedalam saluran

pencernaan makanan. Dengan demikian, dapat dimengerti bahwa

saluran pencernaan makanan juga akan menjadi korban. Hal ini

dapat dilihat dengan meningkatnya penyakit tukak lambung (ulcus

pepticum) dan tukak usus duabelas jari serta meningkatnya secara

keseluruhan penyakit kanker saluran pencernaan makanan pada

perokok. Kemudian, karena isi usus sebagian diserap oleh darah

melalui hati, maka hati akan menjadi korban. Hal ini dapat dilihat

dengan meningkatnya kekerapan penyakit pengerutan hati (liver

cirrhosis) dan kanker hati pada perokok. (Danusantoso, 1993)

A. Konsumsi Pangan dan Kecukupan Gizi


1

Menurut Harper (1999), konsumsi pangan merupakan banyaknya

atau jumlah pangan, secara tunggal ataupun beragam, yang dikonsumsi

seseorang atau sekelompok orang yang bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis. Konsumsi pangan

merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang

selanjutnya bertindak menyediakan energy bagi tubuh, mengatur proses

metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan

(Suryono, 2007).

Konsumsi, jumlah dan jenis pangan dipengaruhi oleh beberapa

faktor. Menurut Harper dalam Suryono (2007), faktor-faktor yang sangat

mempengaruhi konsumsi pangan adalah jenis, jumlah dan ketersediaan

pangan pangan. Untuk tingkat konsumsi (Sedioetama 1996), lebih

banyak ditentukan oleh kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi.

Kualitas pangan mencerminkan adanya zat gizi yang dibutuhkan oleh

tubuh yang terdapat dalam bahan pangan, sedangkan kuantitas pangan

mencerminkan jumlah setiap gizi dalam suatu bahan pangan. Untuk

mencapai keadaan gizi yang baik, maka unsur kualitas dan kuantitas

harus dapat terpenuhi.

Apabila tubuh kekurangan zat gizi, khususnya energy dan protein,

pada tahap awal akan menyebabkan rasa lapar dan dalam jangka waktu

tertentu berat badan akan menurun yang disertai dengan menurunnya

produktivitas kerja. Kekurangan zat gizi yang berlanjut akan

menyebabkan status gizi kurang dan gizi buruk. Apabila tidak ada
2

perbaikan konsumsi energi dan protein yang mencukupi, pada akhirnya

tubuh akan mudah terserang penyakit infeksi yang selanjutnya dapat

menyebabkan kematian (Hardiansyah, 1992).

Kecukupan gizi adalah rata-rata asupan gizi harian yang cukup

untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi hampir semua (97,5%) orang sehat

dalam kelompok umur, jenis kelamin dan fisiologis tertentu. Nilai asupan

harian zat gizi yang diperkirakan dapat memenuhi kebutuhan gizi

mencakup 50% orang sehat dalam kelompok umur, jenis kelamin dan

fisiologis tertentu disebut dengan kebutuhan gizi.

Kebiasaan merokok merupakan salah satu factor resiko terjadinya

penurunan kepadatan tulang. Hasil penelitian Krall dan Dawson Hughes

dalam Suryono (2007), yang dilakukan pada pria dan wanita,

menunjukkan bahwa kebiasaan merokok berkaitan dengan kerapuhan

tulang pada pangkal paha dan seluruh tubuh dan salah satu factor yang

berkontribusi adalah kurang efesiennya absobsi kalsium. Selanjutnya

hasil penelitian Vogt dalam Suryono (2007), menemukan adanya zat

antiestrogenik akibat rokok yang berperan penting pada kerusakan tulang

B. Tinjauan Bahaya Merokok

Merokok tidak hanya berbahaya bagi kesehatan perokok (perokok

aktif) namun juga bagi orang yang menghirup asap rokok (perokok pasif).

Bahaya merokok berdasarkan klasifikasinya yaitu:

1. Bagi Perokok Aktif

Beberapa penyakit yang ditimbulkan akibat merokok antara lain:


1

a) Penyakit paru

Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi

saluran nafas dan jaringan paru-paru.Pada saluran nafas besar,

sel mukosa membesar (Hipertrofi) dan kalenjar mukus bertambah

banyak (Hiperplasia).Pada saluran nafas kecil, terjadi radang

ringan sehingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan

penumpukan lendir.Pada jaringan paru-paru, terjadi peningkatan

jumlah sel radang dan kerusakan Alveoli. Akibat penambahan

anatomi saluran pernafasan, pada perokok akan timbul

perubahan pada fungsi paru-paru dengan segala macam gejala

klinisnya. Hal ini akan menjadi dasar utama terjadinya Penyakit

Paru Obstruksi Menahun (PPOM), menurut Sianturi (dalam

Taryono, 2007). Pendapat ini dikuatkan oleh Basyir (dalam

Taryono, 2007) yang menyatakan bahwa penyakit paru

merupakan jenis penyakit paling banyak yang diderita perokok.

b) Penyakit jantung koroner

Seperti yang telah diuraikan diatas mengenai zat-zat yang

terkandung dalam rokok.Pengaruh utama pada penyakit jantung

terutama disebabkan oleh dua bahan kimia penting yang

terkandung didalam rokok, yaitu Nikotin dan Karbon Monoksida,

dimana Nikotin dapat mengganggu irama jantung dan

menyebabkan pembuluh darah pada jantung tersumbat,

Sedangkan CO menyebabkan supply Oksigen untuk jantung


2

berkurang karena berikatan dengan Hb darah. Hal inilah yang

menyebabkan gangguan pada jantung, termasuk timbulnya

penyakit jantung koroner.

c) Impotensi

Menurut Tjokonegoro (Dalam Taryono, 2007), seorang dokter

spesilais Andrologi Universitas Indonesia mengungkapakan

bahwa, nikotin yang beredar melalui darah akan dibawa

keseluruh tubuh termasuk organ reproduksi. Zat ini dapat

mengganggu proses Spermatogenesisse hingga kualitas sperma

menjadi buruk

d) Kanker kulit, mulut, dan tenggorokan

Menurut Basyir (dalam Taryono, 2007), Tar yang terkandung

dalam rokok dapat mengikis selaput lendir mulut, bibir, dan

kerongkongan. Ampas Tar yang tertimbun merubah sifat-sifat sel

normal menjadi sel ganas yang menyebabkan kanker. Selain itu,

kanker mulut dan bibir ini juga dapat disebabkan karena panas

dari asap. Sedangkan untuk kanker kerongkongan, didapatkan

data bahwa pada perokok, kemungkinan terjadinya kanker

kerongkongan dan usus adalah 5-10 kali lebih besar dari pada

bukan perokok.

e) Merusak otak dan indera

Sama halnya dengan jantung, dampak rokok terhadap otak juga

disebabkan karena penyempitan pembuluh darah otak yang


2

diakibatkan karena efek nikotin terhadap pembuluh darah dan

supply oksigen yang menurun terhadap organ termasuk otak dan

organ tubuh lainnya.

f) Mengancam kehamilan

Hal ini terutama ditujukan pada wanita perokok.Berbagai

penelitian mengungkapkan bahwa wanita hamil yang merokok

memiliki resiko melahirkan bayi dengan berat badan rendah,

cacat, keguguran bahkan bayi meninggal saat dilahirkan.

1. Bagi Perokok Pasif

Menurut Tjandra, dokter spesialis paru yang juga ketua III

lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3), asap rokok yang

terpaksa diisap perokok pasif kandungan bahan kimianya lebih tinggi

dibadingkan dengan asap rokok utama. Hal ini disebabkan tembakau

terbakar pada temperatur lebih rendah ketika rokok sedang diisap.Ini

membuat pembakaran menjadi kurang lengkap dan mengeluarkan

banyak bahan kimia. Asap rokok mengandung 4.000 bahan kimia, 43

diantara bersifat karsinogen. Pengaruh asap rokok pada perokok

pasif tiga kali lebih besar dari pada debu batu bara. Kemungkinan

terjadinya kanker paru pada perempuan yang suaminya perokok

sekitar 20-30 persen lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang

pasangannya tidak merokok (Mangoenprasodjo, 2005).

Hasil penelitian yang dipublikasikan oleh American Journal Of

Respiratory And Critical Care Medicare dengan melibatkan 2.800


2

orang dan dilakukan selama 11 tahun menyebutkan bahwa sekitar

25% kasus asma pada orang dewasa sebenarnya dapat dicegah bila

mereka tidak terpapar asap rokok sejak masa kanak-kanak. Paparan

asap rokok selama masa kanak-kanak akan meningkatkan resiko

terjadinya asma dan berbagai gejala gangguan pernafasan lain pada

masa dewasa secara bermakna. (Sriwijaya Post, 2005)

B. Tinjauan Kebiasaan Merokok

Menurut Smet (1994) kriteria perokok dilihat dari banyaknya

jumlah rokok yang dihisap yaitu:

1. Perokok berat : menghabiskan 15 batang rokok perhari

2. Perokok sedang: menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari

3. Perokok ringan: menghisap 1-4 batang rokok perhari.

Danusantoso (1993) membedakan tipe perokok berdasarkan

perilakunya, yaitu:

1. Perokok aktif: seseorang yang mempunyai perilaku merokok

2. Perokok pasif: seseorang yang tidak merokok tetapi berada didekat

perokok.

Menurut Silvan Tomkins ada empat motivasi seseorang merokok

merokok berdasarkan Management of affect theory, keempat motivasi

tersebut adalah:

1. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif. Dengan

merokok seseorang merasakan penambahan rasa yang positif.


2

Green (dalam Psychological Factor In Smoking, 1971) menambahkan

ada tiga sub tipe ini:

a) Plesure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah

atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya

merokok setelah minum kopi atau makan.

b) Stimulation to pick them up. Perilaku merokok hanya dilakukan

sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.

c) Plesure of handling the cigarette. Kenikmatan yang diperoleh

dengan memegang rokok. Sangat spesifik pada perokok pipa.

Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa

dengan tembakau sedangkan untuk menghisapnya hanya

dibutuhkan waktu beberapa menit saja. Atau perokok lebih

senang berlama-lama dengan memainkan rokoknya dengan jari-

jarinya lama sebelum dinyalakan dengan api.

2. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif. Banyak

orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif,

misalnya bila ia marah, cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai

penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak

terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak.

3. Perilaku merokok yang adiktif. Oleh Green disebut sebagai

psychological addiction. Mereka yang sudah adiksi, akan menambah

dosis rokok yang digunakan setiap hari setelah efek dari rokok yang

dihisap berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar rumah


2

membeli rokok, walau tengah malam sekalipun, karena ia khawatir

kalau rokok tidak tersedia setiap saat ia menginginkannya. Biasanya

akan timbul setah 30-40 menit tanpa menghisap rokok.

4. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka yang

menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan

perasaan mereka, tetapi karena benar-benar telah menjadi kebiasaan

rutin. Dapat dikatakan pada orang-orang tipe ini merokok sudah

menjadi perilaku yang bersifat otomatis, seringkali tanpa dipikirkan

dan disadari. Ia menghidupkan api rokoknya bila rokok yang

terdahulu telah benar-benar habis. (Mu’tadin, 2002)

Menurut Baradja (2008) beberapa sebab lain seseorang memiliki

kebiasaan merokok yaitu:

1. Alat pergaulan (psikososial)

Merokok pada situasi sosial dan menggunakan nilai simbolis dari

tindakan merokok ini untuk meningkatkan kehidupan sosial.

2. Kepuasan saraf (sensorimotor)

Merokok untuk kepuasan pada mulut, sensorik manipulasi dari rokok

itu sendiri.

3. Sumber kenikmatan (indulgent)

Merokok untuk memperoleh kenikmatan dan menambah

kegembiraan dan kesenangan yang sudah ada.Inilah jenis yang

paling umum. Dua atau tiga jam dapat berlalu tanpa keinginan untuk

merokok, namun pada situasi bergembira dapat lebih sering.


1

4. Penenang (sedatif)

Merokok untuk menghilangkan rasa tidak enak, bukan untuk

kenikmatan.Perasaan lega kadang-kadang juga timbul karena

kegiatan sensorimotor seperti rasa tenang bila mengelus-elus rokok

sebelum disulur, namun umumnya rasa lega timbul sebagai efek

sedatif dari nikotin yang bekerja.

5. Perangsang (stimulasi)

Efek stimulan dari nikotin dipakai untuk memacu semangat,

membantu berfikir dan konsentrasi, mencegah kelelahan dan

mempertahankan kinerja pada tugas yang monoton atau lama, serta

meningkatkan kemampuan dalam situasi stress.

Medical Research Council on Respiratory Symptoms dalam

Kurniawati 2003, mengungkapkan bahwa seseorang dikatakan sebagai

perokok adalah mereka yang merokok sedikitnya satu batang perhari

sekurang-kurangnya selama satu tahun.Sedangkan bukan perokok yaitu

orang yang tidak pernah merokok paling banyak satu batang perhari

selama setahun.

F. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,


2

pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia didapat melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting dalam mambentuk tindakan seseorang.

1. Proses Adopsi Perilaku

Pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang

didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku

yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogersdalam

Notoatmodjo (2007) mengungkapakan bahwa sebelum orang

mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi proses

yang berurutan yaitu:

a) Awarness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam

arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

b) Interest , yakni orang mulai tertarik pada stimulus.

c) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih

baik lagi.

d) Trial, orang telah mencoba perilaku baru.

e) Adaption, subjek telah berperilaku sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

1. Tingkat Pengetahuan didalam domain kognitif

Pengetahuan yang temasuk domain kognitif mempunyai 6

tingkatan:
1

a) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya.Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh

bahan yang dipelajari atatu rangsangan yang telah diterima.Oleh

sebab itu tahu ini mempunyai tingkatan pengetahuan yang paling

rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang

apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

b) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan

dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.Orang

yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan,

dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c) Apllikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real

(sebenarnya). Apalikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi

atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan

sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d) Analisis (analysis)
2

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih

didalam satu strukutur organisasi, dan masih ada kaitannya satu

sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan

kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah satu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-

formulasi yang ada.

f) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau

objek.Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari

subjek penelitian atau responden.Kedalaman pengetahuan yang ingin

kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-

tingkatan diatas. (Notoatmodjo, 2003)


1

F. Sikap

Menurut Fishbeindalam Notoatmodjo (2003) sikap adalah

predisposisi emosional yang dipelajari untuk merespon secara konsisten

terhadap suatu objek. Sikap merupakan variabel laten yang mendasari,

mengarahkan, dan mempengaruhi perilaku. Hal ini sejalan dengan

pendapat Notoatmodjo (2005) yang menyatakan bahwa sikap adalah

pendapat atau penilaian seseorang terhadap hal-hal yang berkaitan

dengan objek yang dipelajari. Sikap tidak identik dengan respon dalam

bentuk perilaku, tidak dapat diamati secara langsung tetapi dapat

disimpulkan dari konsistensi perilaku yang dapat diamati. Masa remaja

seringkali dikenal dengan masa mencari jati diri, oleh Erickson dalam

Asrori (2006) disebut dengan identitas ego (ego identity)Ini terjadi karena

masa remaja merupakan peralihan antara masa kehidupan anak-anak

dan masa kehidupan orang dewasa.

Menurut Asrori (2006) sejumlah sikap yang sering ditunjukkan oleh

remaja, yaitu sebagai berikut:

1. Kegelisahan

Sesuai dengan fase perkembangannya, remaja mempunyai banyak

idealisme, angan-angan, atau keinginan yang hendak diwujudkan

dimasa depan. Namun, sebenarnya remaja belum memiliki

kemampuan yang memadai dalam mewujudkannya. Seringkali

keinginannya jauh lebih besar dibandingkan dengan kemampuannya.


2

Selain itu, disatu pihak mereka ingin mendapat pengalaman

sebanyak-banyaknya untuk menambah pengetahuan, tetapi dipihak

lain mereka merasa belum mampu melakukan berbagai hal dengan

baik sehingga tidak berani mengambil tindakan mencari pengalaman

langsung dari sumbernya. Tarik-menarik antara keinginan dan

kemampuan inilah yang masih belum memadai mengakibatkan

mereka diliputi perasaan gelisah.

2. Pertentangan

Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada pada

situasi psikologis antara ingin melepaskan diri dari orangtua dan

perasaan masih belum mampu untuk mandiri.Oleh karena itu, pada

umumnya remaja sering mengalami kebingungan karena sering

terjadi pertentangan antara mereka dengan orangtua. Pertentangan

yang sering terjadi itu menimbulkan keinginan remaja untuk

melepaskan diri dari orangtua kemudian ditentangnya sendiri karena

dalam dirinya ada keinginan untuk memperoleh rasa aman. Remaja

sesungguhnya belum ada keberanian mengambil resiko dari tindakan

mengambil meninggalkan lingkungan keluarganya yang jelas aman

bagi dirinya. Tambahan pula keinginan melepaskan diri itu belum

disertai dengan kesanggupan untuk berdiri sendiri tanpa bantuan

orang tua dalam bidang finansial. Akibatnya, pertentangan yang

sering terjadi itu menimbulkan kebingungan dalam diri remaja itu

sendiri ataupun pada orang lain.


1

3. Mengkhayal

Keinginan untuk menjelajah dan berpetualang tidak semuanya

tersalurkan. Biasanya hambatannya dari segi keuangan. Sebab,

menjelajah lingkungan sekitar yang luas akan membutuhkan banyak

biaya, padahal sebagian besar remaja hanya memperoleh uang dari

pemberian orang tuanya akibatnya, mereka mengkhayal, mencari

kepuasan, bahkan menyalurkan khayalannnya melalui dunia fantasi.

Khayalan remaja putra biasanya berkisar pada soal prestasi dan

jenjang karier, sedangkan remaja putri lebih mengkhayalkan

romantika hidup. Khayalan ini tidak selamanya berdampak negative.

Sebab khayalan ini kadang-kadang menghasilkan sesuatu yang

konstruktif, misalnya timbul ide-ide tertentu yang dapat direalisasikan.

4. Aktivitas berkelompok

Berbagai macam keinginan para remaja seringkali tidak dapat

terpenuhi karena bermacam-macam larangan dari orang tua

seringkali melemahkan atau bahkan mematahkan semangat para

remaja. Kebanyakan remaja menemukan jalan kesulitannya setelah

mereka berkumpul dengan rekan sebaya untuk melakukan kegiatan

bersama. Mereka melakukan kegiatan secara berkelompok sehingga

berbagai kendala dapat diatasi bersama-sama.

5. Keinginan mencoba segala sesuatu

Pada umumnya, remaja memliki rasa ingin tahu yang tinggi (high

curiosity). Karena didorong oleh rasa ingin tahu yang tinggi, remaja
2

cenderung ingin bertualang menjelajah segala sesuatu, dan mencoba

segala sesuatu yang belum pernah dialaminya. Selain itu didorong

juga oleh keinginan seperti orang dewasa menyebabkan remaja

ingin mencoba melakukan apa saja yang sering dilakukan oleh orang

dewasa. Akibatnya tidak jarang secara sembunyi-sembunyi, remaja

putra mencoba merokok karena sering melihat orang dewasa

melakukannya. Seolah-olah mereka ingin membuktikan kalau

sebenarnya dirinya mampu berbuat seperti yang dilakukan oleh

orang dewasa (Asrori, 2006)

F. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Lingkungan Keluarga

Anak-anak dengan orangtua perokok cenderung akan menjadi

perokok aktif di usia remajanya, hal ini disebabkan oleh dua hal:

Pertama, karena anak tersebut ingin seperti bapaknya yang terlihat

gagah dan dewasa saat merokok. Kedua, karena anak sudah

terbiasa dengan asap rokok dirumah, dengan kata lain mereka telah

menjadi perokok pasif diwaktu kecil dan setelah remaja lebih mudah

menjadi perokok aktif (Nasution, 2007)

Remaja yang berasal dari keluarga yang konservatif yang

menekankan nilai-nilai agama dan sosial dengan baik dengan tujuan

jangka panjang lebih sulit untuk terlibat dengan rokok/tembakau/obat-

obatan dibandingkan dengan keluarga yang permisif dengan


2

penekanan pada falsafah “kerjakan urusanmu sendiri-sendiri”, dan

yang paling kuat pengaruhnya adalah bila orangtua sendiri menjadi

figur contoh yaitu sebagai perokok berat, maka anak-anaknya akan

mungkin sekali mencontohnya.(Mu’tadin, 2002)

Jumlah remaja perokok, lima kali lebih banyak pada mereka

yang orangtuanya merokok dibandingkan dengan orang tua yang

tidak merokok. Resiko munculnya perilaku merokok remaja didukung

oleh perilaku merokok saudara kandung mereka. Remaja dengan

orangtua dan saudara kandungnya perokok memiliki kemungkinan

empat kali lipat untuk menjadi perokok, terlebih jika mereka tidak

melarang remaja tersebut merokok. (Taryono, 2007)

2. Lingkungan Masyarakat

Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak

remaja merokok semakin besar kemungkinan teman-temannya

adalah perokok jugadan demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut ada

dua kemungkinan yang tejadi, pertama remaja tadi terpengaruh oleh

teman-temannya atau bahkan teman-teman remaja tersebut

dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya mereka semua

menjadi perokok. Diantara remaja perokok terdapat 87% mempunyai

sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu

pula dengan remaja non perokok (Mu’tadin, 2002)

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa lingkungan teman

sebaya memberikan sumbangan efektif sebesar 93,8% terhadap


2

munculnya perilaku merokok pada remaja. Dalam penelitiannya

dikatakan bahwa semakin banyak dukungan teman untuk merokok

dapat mendorong seseorang untuk menjadi seorang perokok.

(Taryono, 2007)

Kurangnya keteladanan sebagai faktor yang mempengaruhi

perkembangan hubungan sosial remaja, menurut pendapat

Wirosardjono dalam Asrori (2006) menyatakan bahwa “Bentuk-

bentuk perilaku sosial merupakan hasil tiruan dan adaptasi dari

pengaruh kenyataan sosial yang ada. Kebudayaan kita menyimpan

potensi yang meligitimasi anggota masyarakat untuk menampilkan

perilaku sosial yang kurang baik dengan berbagai dalih, yang sah

maupun yang tak terelakkan”. Dengan demikian, iklim kehidupan

masyarakat memberikan urutan penting bagi variasi perkembangan

hubungan sosial remaja. Apalagi, remaja senantiasa ingin selalu

seiring sejalan dengan trend yang sedang berkembang dalam

masyarakat agar selalu merasa dipandang trendy.

F. Sumber Informasi (Iklan/Promosi mengenai rokok)

Periklanan merupakan suatu usaha untuk mempengaruhi

kelompok atau masyarakat terhadap suatu produk dengan menonjolkan

kelebihannya untuk proyeksi jangka panjang. Artinya, bila produsen

mengiklankan produk tertentu, misalnya rokok, maka diperlukan waktu

untuk meyakinkan konsumen bahwa produk tersebut memang

dibutuhkan. Bila produk sudah dikenal maka diperlukan suatu masa atau
2

periode tertentu untuk menjaga kepercayaan itu agar tetap unggul

dibandingkan produk lain yang sejenis. Oleh karenanya, hasil yang

dipetik oleh produsen tidak langsung dapat dinikmati dengan seketika,

tetapi memerlukan tempo waktu tertentu. Terjadinya pembelian oleh

konsumen masih ditentukan oleh faktor-faktor antara lain. Diantaranya:

mutu produk, harga, kemampuan daya beli sasaran, persaingan, bahkan

situasi politik akan menentukan terjadinya kontak penjualan produk.

(Tinarbuko, 2002)

Penelitian Komnas Perlindungan Anak tahun 2007menunjukkan

bahwa 91, 7 % remaja usia 13-15 tahun merokok karena didorong oleh

pengaruh iklan (Anonim, 2008)

Menurut Survei Ekonomi Nasional BPS, jumlah perokok yang

mulai merokok pada usia dibawah 19 tahun telah meningkat dari 69%

pada tahun 2001, menjadi 78% pada tahun 2004. Lembaga ini mencatat,

95% anak remaja mengenal rokok melalui iklan rokok yang ditayangkan

di televisi dan poster atau baliho.(detiknews, 2008)

G. Jumlah Penghasilan

Hasil penelitian yang dilakukan WHO menyebutkan bahwa makin

rendah penghasilan seseorang, makin tinggi prevalensi merokoknya.

Sebanyak 62,9% pria berpenghasilan rendah merokok secara teratur

dibandingkan dengan 57,4% pria berpenghasilan tinggi. Konsumsi rokok

dikalangan pria berumur 10-14 tahun mencapai 0,7%, pria berusia 15-19
2

tahun mencapai 24,2% dan pria berusia 20-24 tahun mencapai 60,1%.

(Suara Pembaruan, 2008)

Dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik

diketahui biaya yang dikeluarkan penduduk Indonesia untuk rokok dua

setengah kali lebih besar dari pada biaya pendidikan dan tiga kali lebih

besar dari anggaran kesehatan. (Suara Pembaharuan, 2008)

Berdasarkan data dari Depakertrans (2008) UMR (Upah Minimum

Regional) untuk wilayah Kalimantan Timur yang pada tahun 2008 hanya

sebesar Rp 889.654, pada tahun 2009 naik menjadi Rp. 955.000. Jika

dihitung penghasilan perhari maka pekerja mendapat upah minimum

sebesar Rp. 31.833.

H. Kerangka Teori
2

Gambar 1. Kerangka Teori munurut Dahlgren dan Whitehead (1991)

Dahlgren dan Whitehead dalam Naidoo(2000) mengemukakan mengenai

lapisan yang mempengaruhi kesehatan seseorang yaitu:

1. Perilaku dan gaya hidup.

2. Dukungan dan pengaruh dari lingkungan sosial yang dapat

menyokong atau merusak kesehatan.

3. Kondisi Kerja dan mata serta pencaharian akses terhadap pelayanan

dan fasilitas.

4. Kondisi ekonomi, budaya, dan lingkungan seperti tersedianya

lapangan pekerjaan.
2

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian bersifat observasional analitik dengan rancang

bangun penelitian cross sectional study yaitu suatu penelitian untuk

mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek,

dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus

pada suatu saat. (Notoatmodjo, 2003)

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di Kota Samarinda. Sejumlah

lokasi dalam pengambilan sampel, ditetapkan di dua titik yaitu: simpang

empat lembuswana dan daerah tepian mahakam dengan batas lokasi

pengambilan sampel didepan kantor Gubernur hingga didepan Islamic

Center. Pengambilan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan kawasan

ini merupakan daerah yang paling sering dijumpai saat anak jalanan
2

melakukan aktivitas sosial dan ekonominya. Waktu penelitian

dilaksanakan pada bulan Maret 2009.

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak jalanan yang

berada di lokasi pada saat penelitian ini dilakukan.

Adapun sampel dalam penelitian ini, yaitu anak jalanan yang

berusia 11-24 tahun, sehingga mampu memberikan persepsi mengenai

kebiasaan merokok. Penentuan sampel ini dilakukan dengan teknik

accidental sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan

kebetulan, siapa saja anak jalanan yang berada di lokasi penelitian dapat

digunakan sebagai sampel, bila dipandang cocok sebagai sumber data.

Besarnya sampel untuk penelitian ini adalah sebesar 100 Anak.

Besar sampel ini menurut Lemeshow 1997, diperoleh dengan

menggunakan rumus:

N= Z21-∝2P1-Pd2

N= 1,962 0,5(1-0,5)0,12

=96 Anak

Keterangan :

N : Besar sampel

Z (1- α/2) : z skore berdasarkan derajat kepercayaaan

(α) yang dikehendaki


2

p1 dan p2 : proporsi penelitian sebelumnya, karena


belum ada penelitian sebelumnya maka
dianggap 50%.
d : preposisi yang diinginkan

Dari rumus diatas diperoleh jumlah responden sebanyak 96 anak,

untuk mengantisipasi adanya data yang drop-out sehingga jumlah

responden dibulatkan menjadi 100 anak.

D. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut:

Variabel independen Variabel dependen


2

Kebiasaan
Sumber
Lingkungan
Pengetahuan
Sikap
Informasi
merokok
sosial
Anjal mengenai rokok
Jumlah Penghasilan

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian


Dari skema diatas dapat diambil hipotesis mengenai variabel-

variabel yang mempengaruhi kebiasaan merokok anak jalanan pada usia

11-24 tahun di Kota Samarinda tahun 2009 menurut rumusan masalah

yang ada sebagai bantuan membuat hipotesis. Hal-hal inilah yang akan

diteliti guna mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan

kebiasaan merokok anak jalanan.

E. Hipotesis Penelitian
1

1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kebiasaan

merokok pada anak jalanan di Kota Samarinda Tahun 2009.

2. Ada hubungan antara sikap terhadap kebiasaan merokok pada anak

jalanan di Kota Samarinda Tahun 2009.

3. Ada hubungan antara pengaruh lingkungan sosial terhadap

kebiasaan merokok pada anak jalanan di Kota Samarinda Tahun

2009.

4. Ada hubungan antara sumber informasi (iklan, poster) terhadap

kebiasaan merokok pada anak jalanan di Kota Samarinda Tahun

2009.

5. Ada perbedaan rata-rata penghasilan antara anak jalanan yang

merokok dan tidak merokok di Kota Samarinda Tahun 2009.

A. Variabel Penelitian

Variabel Penelitian adalah sebagai berikut:

1. Variabel Independen : Pengetahuan anak jalanan, Sikap,

Lingkungan sosial, Sumber informasi (iklan,

poster dll), Jumlah penghasilan

2. Variabel Dependen : Kebiasaan merokok.

A. Definisi Operasional
Tabel 1. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Hasil Kriteria Objektif Cara dan Alat
ukur pengambilan
data
1

1. Anak Jalanan Anak-anak yang


berusia 11-24
tahun dan
mempunyai
kegiatan ekonomi
dijalanan, atau
menghabiskan
sebagian besar
waktunya dijalalan,
baik yang masih
memiliki hubungan
keluarga ataupun
yang telah
memutuskan
hubungan dengan
keluarga
2. Kebiasaan Aktivitas atau Ordinal Merokok = Wawancara
Merokok kegiatan responden dan
a) Perokok
yang berhubungan Lembar
berat:
dengan kebiasaan kuesioner
menghabis
merokok, seperti
kan 15
banyaknya jumlah
btg/hari
rokok yang dihisap
b) Perokok
perharinya.
sedang:
menghisap
5-14
btg/hari
c) Perokok
ringan:men
ghisap 1-4
btg/hari
Tidak merokok=
jika tidak teratur
merokok dalam
setahun minimal 1
batang/hari atau
tidak pernah
mencoba rokok.
3. Pengetahuan Sejauh mana Anak Ordinal Pengetahuan Baik= Wawancara
Anak jalanan jalanan mengetahui jika skore 4 dan
mengenai Lembar
kandungan dan Pengetahuan kuesioner
bahaya rokok kurang= jika skore
terhadap diri sendiri 0-3
dan lingkungan
4. Sikap Pernyataan Anak Ordinal baik= 28-36 Wawancara
jalanan mengenai dan
setuju atau tidak kurang baik= 9-27 Lembar
setuju terhadap kuesioner
kebiasaan
merokok, respon
Anak jalanan
terhadap kebiasaan
1

merokok.
5. Lingkungan Orang tua atau Ordinal Pengaruh positif= Wawancara
Sosial teman yang dapat orang tua atau dan
mempengaruhi teman tidak Lembar
prilaku merokok memiliki kebiasaan kuesioner
responden merokok

Pengaruh negatif=
orang tua atau
teman memiliki
kebiasaan merokok

6. Sumber Mengenai produk Ordinal Tanggapan baik= Wawancara


Informasi dan pengiklanan jika tidak tertarik dan
yang merokok karena Lembar
memungkinkan melihat iklan rokok kuesioner
Anak jalanan
melakukan Tanggapan
kebiasaan merokok kurang= jika tertarik
merokok karena
melihat iklan rokok
7. Jumlah Pendapatan perhari Rasio Wawancara
Penghasilan yang didapatkan dan
serta jumlah yang Lembar
disisihkan untuk kuesioner
memebeli rokok

A. Teknik Analisis Data

Melalui Instrumen penelitian penulis mendapat informasi dan data

dari responden dengan menggunakan kuisioner, untuk mengetahui

adanya hubungan antara variabel-variabel yang diteliti.

1. Teknik Pengumpulan Data

a. Studi Lapangan

Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan sebagai

bahan studi lapangan, dalam penyusunan proposal skripsi ini,

digunakan beberapa metoda, antara lain :


1

1) Survei Awal

Survei awal yaitu penulis melakukan pengamatan awal untuk

mencari data mengenai anak jalanan yang berada dilokasi

penelitian.

2) Metode wawancara (Interview)

Penulis mengadakan tanya jawab langsung dengan staf

Dinas Sosial, LSM Lentera Mahakam, dan responden.

Wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan informasi yang

jelas dari narasumber berkenaan dengan informasi yang

diperlukan.

b. Pengambilan data

yaitu penulis mengambil data dari sampel dengan menggunakan

lembar koesioner.

2. Teknik Pengolahan Data

a. Editing

Editing dimaksudkan untuk memeriksa kelengkapan pengisian

dan ketepatan data. Adapun proses editing meliputi :

1) Pemeriksaan kelengkapan jawaban pertanyaan pada angket

secara keseluruhan.

2) Pemeriksaan kejelasan penulisan jawaban.

3) Pemeriksaan lompatan (skip check) dan kisaran jawaban

(range check).

4) Pemeriksaan kelogisan jawaban


1

a. Coding

Coding dimaksudkan untuk merubah bentuk data menjadi kode

agar mempermudah dalam pengolahan data.

b. Pengolahan data

Pengolahan data menggunakan komputerisasi dengan perangkat

lunak pengolah statistik.

1. Teknik analisa data

Pemasukan data dan analisa statistik dilakukan secara komputerisasi

yaitu dengan menggunakan program perangkat lunak pengolah

statistik dengan melakukan analisa:

a. Analisa Univariat

Dilakukan untuk mendeskipsikan setiap variabel penelitian

dengan cara membuat tabel distribusi frekuensi tiap variabel dan

mencari rata-rata tiap variabel

b. Analisa Bivariat

Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen

(Pengetahuan, sikap, lingkungan sosial, dan sumber informasi)

terhadap variabel dependen (Kebiasaan merokok Anak jalanan)

dengan menggunakan uji Chi Square.

Untuk mengetahui perbedaan rata-rata penghasilan anak

yang merokok dan tidak merokok, uji yang digunakan untuk

penelitian ini adalah dengan uji T-Independen.


3

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
1

1. Gambaran Umum Anak Jalanan


Anak jalanan di kota Samarinda pada umumnya mempunyai

keluarga yang berada dari golongan kurang mampu secara materi,

sehingga anak-anak mereka berusaha untuk membantu kebutuhan

keluarganya, dan orang tua mereka sangat mendukung anaknya untuk

turun kejalan.

Anak jalanan di kota Samarinda hanya menggunakan jalanan

sebagai tempat untuk mencari penghasilan, sementara untuk tempat

tidur, mereka secara rutin pulang ke rumah. Sebagian besar anak

jalanan yang berada didaerah tepian bekerja sebagai pengamen dan

tukang parkir, sementara anak jalanan yang berada di daerah simpang

lembus bekerja sebagai pedagang koran.

Penelitian ini dilakukan pada 100 orang anak jalanan dengan 82

orang bekerja sebagai pengamen dan 81 orang diantaranya adalah

perokok, sebanyak 17 orang bekerja sebagai pedagang dan 10 orang

diantaranya adalah perokok, dan 1 orang bekerja sebagai tukang

parkir dan memiliki kebiasaan merokok.

Anak jalanan yang bekerja sebagai pedagang dan beroperasi

didaerah simpang empat lembuswana berada dibawah naungan LSM

Lentera Mahakam, dan setiap minggu ada kegiatan rutin berupa

pengajian atau pembelajaran mengenai nilai moral serta ada larangan

untuk merokok bagi anak jalanan bimbingannya, hal ini tidak pernah

dilakukan oleh LSM lainnya yang menaungi anak jalanan. Sedangkan

bagi anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen dan beroperasi


2

didaerah tepian bekerja dalam kelompok-kelompok yang berbeda

LSM, dan beberapa kelompok tidak berada dibawah naungan LSM.

Perbedaan antara anak jalanan yang bekerja sebagai pedagang

dan anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen adalah waktu

kerjanya, anak jalanan yang bekerja sebagai pedagang memiliki jam

kerja dari pagi hingga sore hari, dan sedikit waktu mereka bekerja

secara berpencar. Sedangkan anak jalanan yang bekerja sebagai

pengamen biasanya meniliki jam kerja dari sore hingga larut malam,

dan mereka bekerja secara berkelompok.

Motivasi anak jalanan untuk turun kejalan adalah karena kondisi

ekonomi keluarga, sekedar untuk mencari tambahan uang saku, atau

mencari kompensasi dari kurangnya perhatian keluarga.

Pandangan dari pemerintah kota mengenai keberadaan anak

jalanan dinilai bahwa mereka selama ini tidak pernah melakukan

tindakan kriminal. Kasus yang pernah terjadi adalah perkelahian

karena memperebutkan daerah operasi. Untuk itu saat ini tindakan

pencegahan yang dilakukan adalah membatasi daerah operasi.

Selanjutnya pemerintah kota telah mengadakan beberapa upaya untuk

mengentaskan anak jalanan dengan cara penjaringan, tetapi cara ini

dinilai kurang berhasil karena anak jalanan kemudian banyak yang

melarikan diri.

2. Karakteristik Responden
1

Karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin, lama

menjadi anak jalanan, dan jenis pekerjaan

a. Karakteristik responden berdasarkan umur

Karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat

pada tabel dibawah ini:

Tabel 3. Distribusi Kelompok Umur responden pada anak jalanan


di kota Samarinda tahun 2009
Umur Jumlah Persentase
11-12 9 9
13-14 39 39
15-16 42 42
17-18 8 8
19-20 2 2
Total 100 100
Jika dilihat dari tabel diatas kelompok umur responden

tertinggi adalah pada usia 15-16 tahun yaitu sebanyak 42%, dan

kelompok umur terendah adalah usia 19-20 tahun yaitu sebanyak

2%.

Sedangkan rata-rata umur responden dapat dilihat pada

tabel dibawah ini:

Tabel 4. Distribusi rata-rata umur responden pada anak jalanan di


kota samarinda tahun 2009
Umur Responden Statistik
Rata-rata 14,60
95% CI 14,27 sd 14,93
Minimum 11
Maksimum 20
Median 15
Standar Deviasi 1,664
3

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata umur

responden adalah 14,60 tahun, median 15 tahun dan standar

deviasi 1,664 dengan umur termuda 11 tahun dan umur tertua 20

tahun. Dan 95% diyakini bawa rata-rata umur responden pada

populasi anak jalanan berada antara 14,27 sampai dengan 14,93

tahun.

b. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir

dapat dilihat dari tabel dibawah ini:

Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan pendidikan terakhir


responden
Pendidikan Jumlah Persentase
SD 7 9,5
Masih sekolah SLTP 47 63,5
SLTA 20 27,0
Total 74 100
Tidak pernah sekolah 5 19,2
Tidak tamat SD 8 30,8
Tidak Sekolah SD 1 3,8
Tidak tamat SLTP 8 30,8
SLTP 3 11,5
Tidak tamat SLTA 1 3,8
Total 26 100

Jika dilihat dari tabel diatas diketahui bahwa responden

yang masih sekolah, pendidikan yang saat ini ditempuh paling

banyak berada pada tingkatan SLTP yaitu sebanyak 63,5%

sedangkan responden yang sudah tidak sekolah, pendidikan

terakhir yang ditempuh paling banyak tidak tamat SD dan SLTP

sebanyak 30,8%.

c. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin


1

Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat

dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pada


anak jalanan di kota samarinda tahun 2009
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 99 99
Perempuan 1 1
Total 100 100

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa mayoritas

responden yang berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 99%.

d. Karakteristik responden berdasarkan lama menjadi anak jalanan

Karakteristik responden berdasarkan lamanya menjadi anak

jalanan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 7. Distribusi kelompok lamanya responden menjadi anak


jalanan dalam bulan di kota Samarida tahun 2009
Lama Menjadi Anak Jalanan (bulan) Jumlah Persentas
e
1-14 48 48
15-29 10 10
30-44 11 11
45-59 5 5
60-74 16 16
75-89 2 2
90-104 6 6
105-119 2 2
Total 100 100
Jika dilihat dari tabel diatas diketahui bahwa kelompok

tertinggi berdasarkan lama menjadi anak jalanan adalah selama

1-14 bulan.

Sedangkan rata-rata lamanya responden menjadi anak

jalanan adalah sebagai berikut:

Tabel 8.Distribusi rata-rata lamanya responden menjadi anak


jalanan dalam bulan di kota Samarida tahun 2009
Lamanya Menjadi Anak Jalanan
Statistik
(Bulan)
1

Rata-rata 31,65
95% CI 25,67 sd 37,63
Minimum 1
Maksimum 108
Median 34
Standar Deviasi 30,142

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa rata-rata

lamanya responden menjadi anak jalanan adalah 31,65 bulan,

median 34 bulan dan standar deviasi 30,142 bulan dengan yang

paling sebentar menjadi anak jalan adalah 1 bulan dan yang paling

lama adalah 108 bulan. Dan 95% diyakini rata-rata lamanya

responden menjadi anak jalanan antara 25,67 sampai dengan

37,63 bulan.

e. Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan

Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaannya

dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 9. Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaannya


pada anak jalanan di kota Samarinda tahun 2009
Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase
Pengamen 82 82
Pedagang 17 17
Tukang parker 1 1
Total 100 100
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa mayoritas

responden bekerja sebagai pengamen yaitu sebanyak 82%.

1. Analisa Univariat
Analisa ini dilakukan untuk memperoleh gambaran atau

deskripsi masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian,

data yang dianalisis berasal dari distribusi frekuensi:

a. Kebiasaan Merokok
1

Kebiasaan merokok adalah aktivitas atau kegiatan

responden yang berhubungan dengan kebiasaan merokok, seperti

banyaknya jumlah rokok yang dihisap dalam sehari.

1) Pernah Mencoba Merokok

Jumlah responden yang pernah mencoba merokok

dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 10.Distribusi kebiasaan merokok anak jalanan di kota


Samarinda tahun 2009 dilihat dari responden yang
pernah mencoba merokok
Pernah mencoba Jumlah Persentase
rokok
Ya 96 96
Tidak 4 4
Total 100 100

Jika dilihat dari tabel diatas diketahui bahwa sebagian

besar responden pernah mencoba rokok yaitu sebanyak 96%.

2) Umur saat mencoba merokok

Umur responden saat mencoba merokok dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 11. Distribusi kebiasaan merokok anak jalanan di kota


Samarinda tahun 2009 dilihat dari umur responden
saat mencoba merokok
Umur saat mencoba Jumlah Persentase
merokok (dalam tahun)
5 2 2,1
6 5 5,2
7 5 5,2
8 7 7,3
9 22 22.9
10 11 11,5
11 9 9,4
12 21 21,9
1

13 4 4,2
14 3 3,1
15 7 7,3
Total 96 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa proporsi

terbanyak responden saat pertama kali mencoba merokok

berada pada usia 9 tahun yaitu sebesar 22,9%.

Tabel 12. Distribusi rata-rata kebiasaan merokok anak jalanan


di kota Samarinda tahun 2009 dilihat dari umur
responden saat pertama kali mencoba rokok
Umur responden saat
Statistik
pertama kali merokok
Rata-rata 10,30
95% CI 9,81 sd 10,80
Minimum 5
Maksimum 15
Median 10
SD 2,446
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-

rata umur responden saat pertama kali mencoba rokok adalah

10,30 tahun, median 10 tahun, dengan standar deviasi 2,446,

umur termuda saat pertama kali mencoba merokok adalah 5

tahun dan umur tertua mencoba merokok adalah 15 tahun.

Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95%

diyakini rata-rata umur responden saat pertama kali mencoba

rokok adalah 9,81 tahun sampai dengan 10,80 tahun

3) Dalam satu tahun terakhir jumlah responden yang teratur

menghisap rokok

Jumlah responden yang teratur merokok dalam satu

tahun terakhir dapat dilihat pada tabel berikut:


1

Tabel 13. Distribusi kebiasaan merokok anak jalanan di kota


Samarinda tahun 2009 dilihat dari responden yang
merokok dalam satu tahun terakhir
Responden teratur
Jumlah Persentase
menghisap rokok
Ya 92 92
Tidak 8 8
Total 100 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui jumlah

responden yang teratur menghisap rokok selama satu tahun

terakhir sebanyak 92%.

4) Umur mulai teratur menghisap rokok

Umur responden mulai teratur menghisap rokok dapat

dilihat pada tabel berikut

Tabel 14. Distribusi kebiasaan merokok anak jalanan di kota


Samarinda tahun 2009 di lihat umur teratur
menghisap rokok
Umur teratur Jumlah Persentase
merokok
8 6 6,5
9 7 7,6
10 13 14,1
11 5 5,4
12 17 18,5
13 22 23,9
14 13 14,1
15 9 9,8
Total 92 100
Jika dilihat dari tabel diatas diketahui bahwa proporsi

terbanyak responden mulai teratur merokok berada pada usia

13 tahun yaitu sebanyak 23,9%.

Tabel 15. Distribusi rata-rata kebiasaan merokok anak jalanan


di kota Samarinda tahun 2009 dilihat dari umur
teratur menghisap rokok
Umur teratur merokok Statistik
Rata-rata 11,99
95% CI 11,57 sd 12,41
Minimum 8
Maksimum 15
1

Median 12
SD 2,019
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-

rata umur responden yang memiliki kebiasaan merokok adalah

11,99 tahun, median 12 tahun, dengan standar deviasi 2,019,

umur termuda saat pertama kali mencoba merokok adalah 8

tahun dan umur tertua mencoba merokok adalah 15 tahun.

Dari hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa 95%

diyakini rata-rata umur responden saat pertama kali mencoba

rokok adalah 11,57 tahun sampai dengan 12,41 tahun.

5) Jumlah perbatang rokok yang dihisap dalam sehari

Klasifikasi perokok responden dilihat dari jumlah

perbatang rokok yang dihisap dalam sehari dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 16. Distribusi kebiasaan merokok anak jalanan dikota


Samarinda tahun 2009 dilihat dari jumlah perbatang
rokok yang dihisap dalam sehari
Jumlah batang/hari rokok yang Jumlah Persentase
dihisap
1-4 batang/hari atau (perokok ringan) 24 26,1
5-14 batang/hari atau (perokok sedang) 28 30,4
≥ 15 batang/hari atau (perokok berat) 40 43,5
Total 92 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa mayoritas

responden adalah perokok berat, dengan jumlah ≥ 15

batang/hari yaitu sebanyak 43,5%.

6) Alasan merokok
1

Dari 92 responden yang merokok diketahui bahwa

alasan mereka merokok dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 17. Kebiasaan merokok anak jalanan di kota Samarinda


tahun 2009 dilihat dari alasan menghisap rokok
No Alasan merokok Jumlah Persentas
e
1 Untuk relaks, menenangkan perasaan 49 53,2
2 Mengurangi perasaan gugup, malu, 28 30,4
dan tegang
3 Kecanduan 35 38,0
4 Sudah terbiasa 27 29,3
5 Alat pergaulan 33 35,8
6 Lain-lain 4 4,3

Jika dilihat dari tabel diatas diketahui bahwa alasan

terbanyak responden merokok adalah untuk relaks dan

memenangkan perasaan yaitu sebanyak 53,2%.

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah sejauh mana anak jalanan tahu

mengenai sifat dan bahaya merokok bagi diri sendiri dan

lingkungan sosial. Pengetahuan anak jalanan dapat dilihat pada

tabel dibawah ini:

Tabel 18. Pengetahuan responden mengenai rokok pada anak


jalanan di kota Samarinda tahun 2009
Pengetahuan Jumla Persentas
h e
Kurang 80 80
Baik 20 20
Total 100 100
Berdasarkan tabel diatas diketahui responden memiliki

pengetahuan yang kurang sebanyak 80 orang (80%) mengenai

rokok sedangkan responden yang memiliki pengetahuan baik

sebanyak 20 orang (20%).


1

Hasil diatas diperoleh berdasarkan jawaban responden

terhadap variabel pengetahuan yang terdiri dari:

Tabel 19. Distribusi pengetahuan responden mengenai rokok


pada anak jalanan dikota Samarinda tahun 2009
No Pengetahuan Jumla Persentas
h e
1. Bahaya merokok Benar 92 92
Salah 8 8
Total 100 100
2. Rokok menyebabkan Benar 92 92
penyakit. Salah 8 8
Total 100 100
Menyebabkan penyakit; 2.1 paru-paru 50 54,3
2.2 jantung 39 42,4
2.3 Impoten 52 56,5
2.4 kanker 62 67,4
2.5 merusak 3 3,3
otak dan
indera
2.6 keguguran 13 14,1
3. Rokok bersifat adiktif Benar 20 20
Salah 80 80
Total 100 100
4. Mengetahui istilah perokok Benar 2 2
aktif dan perokok pasif
Salah 98 98
Total 100 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa responden

memiliki pengetahuan yang kurang mengenai rokok, walaupun

92% responden mengaku mengetahui bahaya merokok dan

mengetahui bahwa rokok dapat menyebabkan penyakit, namun

proporsi responden yang mengetahui berbagai macam penyakit

yang ditimbulkan akibat kebiasaan merokok tidak ada yang

mencapai 92%, paling tinggi hanya 67,4% yaitu merokok dapat

menyebabkan penyakit kanker.


1

Responden yang mengetahui bahwa rokok bersifat adiktif

sebanyak 20%, dan responden yang mengetahui istilah perokok

aktif dan perokok pasif sebanyak 2%.

b. Sikap

Sikap adalah pernyataan anak jalanan mengenai setuju

atau tidak setuju terhadap kebiasaan merokok serta respon anak

jalan terhadap kebiasaan merokok. Sikap anak jalanan dapat

dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 20. Sikap responden mengenai kebiasaan merokok anak


jalanan dikota Samarinda tahun 2009
Sikap Jumlah Persentase
Kurang 81 81
Baik 19 19
Total 100 100
Jika dilihat dari tabel diatas dapat diketahui bahwa

mayoritas responden memiliki sikap yang kurang terhadap

kebiasaan merokok yaitu sebanyak 81%.

Hasil diatas diperoleh berdasarkan jawaban responden

terhadap variabel sikap yang terdiri dari:

Tabel 21. Distribusi sikap responden mengenai kebiasaan


merokok anak jalanan dikota Samarinda tahun 2009
No Sikap Jumlah Persentase
1. Merokok berbahaya bagi Sangat setuju 56
kesehatan 90
Setuju 34
Tidak setuju 8
10
Sangat tidak setuju 2
2. Merokok dapat Sangat setuju 39
menghilangkan perasaan 87
Setuju 48
takut, gugup, cemas Tidak setuju 13
13
Sangat tidak setuju -
3. Merokok menimbulkan Sangat setuju 52
93
perasaan santai dan Setuju 41
menyenangkan Tidak setuju 7
7
Sangat tidak setuju -
4. Merokok membuat Sangat setuju 30 47
2

seseorang terlihat macho Setuju 17


dan gaul Tidak setuju 35
53
Sangat tidak setuju 18
5. Merokok ditempat umum Sangat setuju 43
merugikan orang lain 85
Setuju 42
Tidak setuju 13
15
Sangat tidak setuju 2
6. Orang tua seharusnya Sangat setuju 39
melarang anaknya 80
Setuju 41
merokok
Tidak setuju 10
20
Sangat tidak setuju 10
7. Saat berkumpul dengan Sangat setuju 63
91
teman, merokok adalah Setuju 28
suatu kewajiban Tidak setuju 4
9
Sangat tidak setuju 5
8. Semakin lama merokok, Sangat setuju 30
79
makin besar resiko Setuju 49
terkena penyakit Tidak setuju 17
21
Sangat tidak setuju 4
9. Semakin dilarang Sangat setuju 39
74
merokok, semakin besar Setuju 35
keinginan untuk Tidak setuju 26
mencoba 26
Sangat tidak setuju -
Berdasarkan tabel diatas diketahui terdapat 90% responden

yang setuju bahwa rokok dapat membahayakan kesehatan. 87%

responden setuju bahwa rokok dapat menghilangkan perasaan

gugup, takut, atau cemas. Kemudian 93% responden menyatakan

setuju jika merokok dapat menimbulkan perasaan santai dan

menyenangkan.

Sebanyak 53% responden menyatakan tidak setuju bahwa

rokok dapat membuat seseorang merasa macho, gaul dan jantan.

Sebanyak 85% responden menyatakan setuju jika merokok

ditempat umum dapat merugikan kesehatan orang lain. Sebanyak

80% responden setuju jika orang tua seharusnya melarang

anaknya merokok.

Sebanyak 91% responden menyatakan saat berkumpul

dengan teman, merokok merupakan suatu kewajiban. Sebanyak


1

79% responden setuju bahwa semakin lama merokok maka

semakin besar resiko mereka terkena penyakit. Sebanyak 74%

responden setuju bahwa semakin dilarang merokok maka semakin

besar keinginan mereka untuk merokok

c. Lingkungan sosial

Lingkungan sosial adalah orang tua atau teman yang dapat

mempengaruhi perilaku merokok responden. Lingkungan sosial

anak jalanan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 22. Lingkungan sosial mengenai kebiasaan merokok anak


jalanan di kota Samarinda tahun 2009
Lingkungan Sosial Jumlah Persentase
Pengaruh negative 82 82
Pengaruh positif 18 18
Total 100 100
Jika dilihat dari tabel diatas dapat dikathui bahwa sebagian

besar responden, yaitu sebanyak 82% berada pada lingkungan

social yang kurang bak.

Hasil diatas diperoleh berdasarkan jawaban responden

terhadap variabel lingkungan sosial yang terdiri dari:

Tabel 23. Distribusi lingkungan sosial mengenai kebiasaan


merokok anak jalanan di kota Samarinda tahun 2009
No Lingkungan social Jumlah Persentase
1. Tinggal dengan orang tua Ya 100 100
Tidak - -
2. Orang tua seorang perokok Ya 82 82
Tidak 18 18
3. Teman seorang perokok Ya 100 100
Tidak - -
4. Pernah ditawari rokok oleh Ya 100 100
teman Tidak - -
5. Pernah mengalami paksaan Ya 54 54
atau ejekan ketika tidak
Tidak 46 46
sedang merokok
1

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa seluruh

responden masih tinggal bersama orang tuanya, memiliki teman

perokok dan pernah ditawari rokok oleh temannya. Sebanyak 82%

responden hidup dengan orang tua yang perokok. Sebanyak 54%

responden pernah mengalami paksaan atau ejekan dari teman

ketika temannya merokok sedangkan responden saat itu tidak

merokok.

d. Sumber informasi

Sumber informasi adalah mengenai produk dan pengiklanan

yang memungkinkan anak jalanan memiliki kebiasaan merokok.

Sumber informasi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 24. Sumber informasi responden mengenai kebiasaan


merokok anak jalanan di kota Samarinda tahun 2009
Sumber Informasi Jumlah Persentase
Tanggapan kurang 37 37
Tanggapan baik 63 63
Total 100 100
Jika dilihat dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebanyak

63% responden memiliki tanggapan yang baik terhadap sumber

informasi, dalam hal ini mereka tidak tertarik merokok karena

melihat iklan rokok dari berbagai media baik elektronik maupun

media cetak.

Hasil diatas diperoleh berdasarkan jawaban responden

terhadap variabel sumber informasi yang terdiri dari:

Tabel 25. Distribusi sumber informasi responden mengenai


kebiasaan merokok anak jalanan di kota Samarinda
tahun 2009
No Sumber informasi Jumlah Persentase
1 Pernah melihat iklan rokok di tv Ya 100 100
1

atau media lainnya tidak - -


2 Tertarik merokok karena melihat Ya 37 37
iklan rokok tidak 63 63
Berdasarkan tebel diatas diketahui bahwa seluruh

responden pernah melihat iklan rokok di tv atau media lainnya.

Sebanyak 63% responden tidak tertarik merokok karena melihat

iklan rokok.

e. Jumlah Penghasilan

Jumlah penghasilan adalah pendapatan perhari yang

didapatkan serta jumlah yang disisihkan untuk membeli rokok.

Jumlah penghasilan responden terdiri dari tiga hal, yaitu:

1) Pendapatan perhari

Jumlah pendapatan perhari yang biasa diterima

responden dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 26. Distribusi penghasilan responden yang biasa


diterima dalam sehari
Pendapatan perhari Jumlah Persentase
(dalam rupiah)
5000 2 2
10000 8 8
150000 33 33
20000 26 26
25000 18 18
30000 5 5
35000 8 8
Total 100 100

Jika dilihat dari tabel diatas diketahui sebanyak 33%

responden memiliki penghasilan Rp. 15000 perhari, sebanyak 2%

responden memiliki penghasilan Rp. 5000 perhari. Rata –rata


1

penghasilan responden adalah Rp. 19.850,00 (95% CI: Rp.

18.465,10 - Rp. 21.234,90).

2) Menyediakan dana khusus untuk membeli rokok

Responden yang merokok apakah selalu menyediakan

dana khusus untuk membeli rokok dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 27. Distribusi responden yang menyediakan dana


khusus untuk membeli rokok
Menyediakan dana Jumlah Persentas
e
Ya 69 69
Tidak 31 31
Total 100 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui sebanyak 69%

responden selalu menyediakan dana khusus untuk membeli

rokok, sedangkan 31% responden tidak pernah menyediakan

dana khusus untuk membeli rokok.

3) Dana yang disediakan untuk membeli rokok dalam sehari

Jumlah dana yang biasa disediakan responden untuk

membeli rokok dalam sehari dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 28. Distribusi dana yang disediakan responden untuk


membeli rokok
Dana yang disediakan (dalam Jumlah Persentas
rupiah) e
3000 3 4.2
5000 17 24,3
7000 1 1,4
8000 16 22,8
10000 33 47,1
Total 70 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui sebanyak 47,%

responden menyediakan dana sebesar Rp 10.000 perhari untuk


2

membeli rokok. Rata-rata dana yang disediakan oleh responden

untuk membeli rokok adalah Rp. 8.014,49 (95% CI: Rp. 7,467,17-

Rp.8.561,82)

1. Analisa Bivariat

Uji bivariat dilakukan dengan dua uji yaitu:

a. Uji Chi Square

Uji Chi Square dilakukan untuk mengetahui hubungan

antara variabel dependen (kebiasaan merokok) dengan

pengetahuan, sikap, lingkungan sosial, dan sumber informasi.

1) Hubungan antara pengetahuan dengan kebiasaan merokok

anak jalanan

Hubungan antara pengetahuan dengan kebiasaan

merokok anak jalanan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 29. Hubungan antara pengetahuan dengan kebiasaan


merokok anak jalanan di kota samarinda tahun
2009
Tidak
Merokok Total P Phi
merokok OR
Value Value
N % N % N %
Pengetahuan
77 96,2 3 3,8 80 100
kurang 8,556
Pengetahuan 0,008 (1,844- 0,313
15 75,0 5 25,0 20 100
baik 39,690)
Total 92 92,0 8 8 100 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa proporsi

responden yang merokok lebih tinggi pada responden yang

memiliki pengetahuan kurang yaitu sebanyak 77 orang

(96,2%) dibandingkan dengan yang memiliki pengetahuan baik


2

15 orang (75,0%). Sedangkan untuk responden yang tidak

merokok, proporsi tertinggi pada responden yang memiliki

pengetahuan baik yaitu sebanyak 5 orang (25,0%)

dibandingkan dengan responden yang memiliki pengetahuan

kurang 3 orang (3,8%).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,008 (lebih kecil dari

ά=0,05) yang artinya ada hubungan bermakna antara

pengetahuan dengan kebiasaan merokok anak jalanan dikota

Samarinda tahun 2009.

Nilai OR= 8,556 yang artinya anak jalanan yang

pengetahuannya kurang memiliki peluang 8,5 kali lebih besar

memiliki kebiasaan merokok dibandingkan dengan anak

jalanan yang memiliki pengetahuan baik.

Perhitungan selanjutnya diperoleh Phi Value= 0.313

artinya terdapat hubungan antara pengetahuan kurang dengan

kebiasaan merokok anak jalanan di kota Samarinda dengan

tingkat keeratan hubungan positif lemah.

2) Hubungan antara sikap dengan kebiasaan merokok anak

jalanan

Hubungan antara sikap dengan kebiasaan merokok

anak jalanan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 30. Hubungan antara sikap dengan kebiasaan


merokok anak jalanan di kota samarinda tahun
2009
1

Tidak P Phi
Merokok Total OR
merokok Value Value
N % N % N %
Sikap
kurang 78 96,3 3 3,7 81 100
9,286
baik
0,006 (1,990- 0,327
Sikap
14 73,7 5 26,3 19 100 43,326)
baik
Total 92 92,0 8 8,0 100 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa proporsi

responden yang merokok lebih tinggi pada responden yang

memiliki sikap kurang yaitu sebanyak 78 orang (96,3%)

dibandingkan dengan yang memiliki sikap baik 14 orang

(73,7%). Sedangkan untuk responden yang tidak merokok,

proporsi tertinggi pada responden yang memiliki sikap baik

yaitu sebanyak 5 orang (26,3%) dibandingkan dengan

responden yang memiliki sikap kurang 3 orang (3,7%).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,006 (lebih kecil dari

ά=0,05) yang artinya ada hubungan bermakna antara sikap

dengan kebiasaan merokok anak jalanan dikota Samarinda

tahun 2009.

Nilai OR= 9,286 yang artinya anak jalanan yang sikapnya

kurang baik memiliki peluang 9,2 kali lebih besar memiliki

kebiasaan merokok dibandingkan dengan anak jalanan yang

sikapnya baik.

Perhitungan selanjutnya diperoleh Phi Value= 0.327

artinya terdapat hubungan antara sikap kurang dengan


2

kebiasaan merokok anak jalanan di kota Samarinda dengan

tingkat keeratan hubungan positif lemah.

3) Hubungan antara lingkungan sosial dengan kebiasaan

merokok anak jalanan

Hubungan antara lingkungan sosial dengan kebiasaan

merokok anak jalanan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 31. Hubungan antara lingkungan sosial dengan


kebiasaan merokok anak jalanan di kota
Samarinda tahun 2009
Tidak Phi
Merokok Total P
merokok OR Value
Value
N % N % N %
Pengaruh
79 96,3 3 3,7 82 100
negative 10.128
Pengaruh 0,04 (2,156- 0,342
13 72,2 5 27,8 18 100
positif 47,571)
Total 92 92 8 8,0 100 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa proporsi

responden yang merokok lebih tinggi pada responden yang

berada pada lingkungan yang memiliki pengaruh negatif yaitu

sebanyak 79 orang (96,3%) dibandingkan dengan yang

berada pada lingkungan memiliki pengaruh positif 13 orang

(72,2%). Sedangkan untuk responden yang tidak merokok,

proporsi tertinggi pada responden yang tidak merokok dengan

lingkungan yang memberi pengaruh positif yaitu sebanyak 5

orang (27,8%) dibandingkan dengan responden yang tidak


1

merokok yang berada pada lingkungan dengan pengaruh

negative sebanyak 3 orang (3,7%).

Hasil uji statistik diperoleh nilai p= 0,04 (lebih kecil dari

ά=0,05) yang artinya ada hubungan bermakna antara

lingkungan sosial dengan kebiasaan merokok anak jalanan

dikota Samarinda tahun 2009.

Nilai OR= 10,128 yang artinya anak jalanan yang

mendapat pengaruh negatif dari lingkungan sosialnya

berpeluang 10,12 kali lebih besar memiliki kebiasaan merokok

dibandingkan dengan anak jalanan yang mendapat pengaruh

positif dari lingkungan sosialnya.

Perhitungan selanjutnya diperoleh Phi Value= 0.342

artinya terdapat hubungan antara lingkungan sosial dengan

kebiasaan merokok anak jalanan di kota Samarinda dengan

tingkat keeratan hubungan positif lemah.

4) Hubungan antara sumber informasi dengan kebiasaan

merokok anak jalanan

Hubungan antara sumber informasi dengan kebiasaan

merokok anak jalanan dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 32. Hubungan antara sumber informasi dengan


kebiasaan merokok anak jalanan di kota
Samarinda tahun 2009
Tidak Phi
Merokok Total P
merokok OR Value
Value
N % N % N %
Tanggapan 0,707 1,842 0,073
35 94,6 2 5,4 37 100
kurang (0,352-
Tanggapan 57 90,5 6 9,5 63 100 9,637)
baik
1

Total 92 92,0 8 8,0 100 100

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa proporsinya

tidak jauh berbeda pada responden yang merokok dengan

tanggapan kurang terhadap sumber informasi yaitu sebanyak

35 orang (94,6%) dengan responden yang memiliki tanggapan

baik yaitu sebanyak 57 orang (90,5%). Dan untuk responden

yang tidak merokok juga tidak mengalami perbedaan proporsi

yang jauh berbeda antara responden dengan tanggapan

kurang sebanyak 2 orang (5,4%) dengan responden dengan

tanggapan baik sebanyak 6 orang (9,5%).

Hasil uji statistik di peroleh nilai p= 0,707 (lebih besar

dari ά=0,05) yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna

antara sumber informasi dengan kebiasaan merokok anak

jalanan dikota Samarinda tahun 2009.

Nilai OR= 1,842 yang artinya anak jalan yang memiliki

tanggapan kurang baik terhadap sumber informasi dalam hal

ini adalah iklan rokok memiliki peluang 1,84 kali lebih besar

untuk merokok dibandingkan dengan anak jalan yang memiliki

tanggapan yang baik terhadap sumber informasi.

Perhitungan selanjutnya diperoleh Phi Value= 0.073

artinya tidak terdapat hubungan antara sumber informasi

dengan kebiasaan merokok anak jalanan di kota Samarinda

dengan tingkat keeratan hubungan negatif kuat.


1

a. Uji T-Independen

Uji T-Independen dilakukan mengetahui perbedaan rata-

rata jumlah penghasilan antara anak jalan yang merokok dan tidak

merokok dan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 33. Perbedaaan rata-rata penghasilan anak jalanan yang


merokok dan tidak merokok di kota Samarinda tahun
2009
Kebiasaan Rata- SD SE Pvalue N
merokok rata
Merokok 20163,04 7010,631 730,909 92
0,129
Tidak Merokok 16250,00 5824,824 2059,386 8

Berdasarkan tabel diatas diketahui rata-rata

penghasilan anak jalanan yang merokok adalah Rp. 20.163,04

dengan standar deviasi Rp. 7.010,631, sedangkan untuk anak

jalanan yang tidak merokok rata-rata penghasilannya adalah Rp.

16.250,00 dengan standar deviasi Rp. 5.824,824. Hasil uji statistik

didapatkan nilai p= 0,129 (lebih besar dari ά=0,05) yang artinya

tidak ada perbedaan rata-rata penghasilan antara anak jalanan

yang merokok dengan anak jalanan yang tidak merokok.

A. Pembahasan

Berdasarkan pengolahan dan analisis data maka dilakukan pembahasan

hasil penelitian sesuai dengan variable yang diteliti.

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni


2

indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba.

Sebagian besar pengetahuan manusia didapat melalui mata dan

telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior).

(Notoatmodjo, 2003)

Pengetahuan yang kurang baik dan sikap yang negatif

cenderung membuat seseorang berperilaku merokok. Menurut

Notoatmodjo (1993), pengetahuan atau kognitif merupakan domain

yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

Menurut Teori Green (1980), salah satu pendorong seseorang untuk

berperilaku adalah pengetahuannya.

Hasil uji statistik dari penelitian yang telah dilakukan untuk

mengetahui hubungan pengetahuan dengan kebiasaan merokok

diperoleh nilai p= 0,008 lebih kecil dari ά= 0,05 maka dapat

disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan

dengan kebiasaan merokok anak jalanan dikota Samarinda tahun

2009. Hasil ini sesuai oleh penelitian yang dilakukan oleh

Sumarayasa (2008) terhadap anak SLTP di kota Lampung yang

menyatakan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan

dengan kebiasaan merokok. Penelitian ini menggunakan uji Chi-

square dan diperoleh nilai p= 0,000 dan OR= 29,090.

Hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh sebanyak 3

orang responden memiliki pengetahuan yang kurang tetapi tidak


3

merokok,dari ketiga responden ini 2 orang (66,6%) diantaranya

berada dibawah lindungan LSM Lentera Mahakam, peraturan dari

LSM melarang tiap anak asuhnya merokok. Setiap minggunya

mereka akan diberi pengarahan dan pembelajaran mengenai agama

maupun norma-norma sosial yang dilakukan oleh aktivis LSM, anak

jalanan yang dibawah naungannya akan selalu dipantau untuk

mengurangi pengaruh-pengaruh negatif seperti merokok dan lain-lain

terjadi pada mereka. Sementara seorang diantaranya masih baru

satu bulan menjadi anak jalanan, pengaruh lingkungan social masih

belum terlihat dampaknya.

Menurut teori yang dikemukakan oleh Green (1980) yang

menyatakan bahwa salah satu faktor pendorong seseorang untuk

berperilaku selain pengetahuan adalah sikapnya terhadap suatu

obyek, dalam hal ini adalah sikap responden terhadap kebiasaan

merokok. Dari hasil analisa yang telah dilakukan diketahui bahwa

ketiga responden ini memiliki sikap yang baik, mereka setuju bahwa

rokok berbahaya bagi kesehatan dan dapat menyebabkan kanker,

dan mereka dilarang oleh orang tuanya untuk merokok

Salah seorang responden (33,4%) berada pada lingkungan

sosial dengan pengaruh positif, walaupun memiliki teman perokok

namun orang tuanya tidak merokok dan mereka melarang anaknya

untuk merokok. Disini peran orang tua sangat berpengaruh terhadap


2

perilaku anak mereka, orang tua yang tidak merokok dapat menjadi

contoh yang baik bagi mereka.

Responden yang memiliki pengetahuan baik tetapi merokok

sebanyak 15 orang, 12 orang diantaranya (80%) bekerja sebagai

pengamen. Anak jalanan yang bekerja sebagai pengamen memiliki

karakteristik bekerja secara berkelompok yang biasanya diketuai oleh

seseorang yang disegani, tingkah laku dari ketua ini akan cepat ditiru

termasuk perilaku merokok, mereka menganggap bahwa rokok

merupakan lambang kedewasaan seseorang.

Jika dilihat dari pengaruh lingkungan sosialnya, sebanyak 10

orang (66,6%) berada pada lingkungan sosial yang memberi

pengaruh negatif, mereka memiliki teman dan orang tua yang

perokok. Remaja cenderung untuk memiliki perilaku yang searah

dengan seseorang yang dianggap penting seperti orang tua dan

ketua kelompok, kecenderungan ini dapat disebabkan karena

keinginannya untuk meniru atau menghindari konflik dengan orang

yang dianggap penting tersebut.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Marendra (2004) terhadap remaja di kota Lampung yang didapatkan

hasil ada hubungan antara lingkungan sosial dengan kebiasaan

merokok dengan nilai p= 0,006.

Jika dikaitkan dengan penelitian Penelitian Rogers dalam

Notoatmodjo (2007), Anak jalanan yang memiliki pengetahuan baik


3

hanya mencapai tingkat tahu (know) yaitu tingkatan pengetahuan

yang paling rendah diantara enam tingkatan lainnya. Mereka belum

memahami dan belum dapat menjelaskan bahaya rokok secara

spesifik serta hal-hal yang berkaitan dengan perilaku merokok.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, sebanyak

92 orang (92% responden) mengetahui bahwa rokok berbahaya bagi

kesehatan namun untuk menyebutkan berbagai penyakit yang

diakibatkan oleh rokok, proporsi tertinggi menyebutkan bahwa rokok

merupakan pemicu penyakit kanker (karsinogen) yaitu sebanyak

67,4%, rokok menyebabkan impoten sebanyak 67,4%, paru-paru

54,3% , jantung 42,4%, keguguran 14,1%, dan merusak indra

sebanyak 3,3%.

Berdasarkan hasil ini diketahui bahwa tingkat pengetahuan

responden terhadap penyakit-penyakit yang diakibatkan rokok tidak

ada yang mencapai 92%. Mereka mengetahui mengenai penyakit

yang dapat disebabkan oleh rokok melalui tabel peringatan yang

tertera dibungkus dan iklan rokok, namun mereka tidak terlalu

memperhatikan dan menganggap penting peringatan kesehatan

tersebut, hal ini dapat membuktikan bahwa cara ini kurang efektif

untuk menekan angka kebiasaan merokok pada pada anak jalanan.

Hasil analisis pengetahuan responden diketahui bahwa

responden memiliki pengetahuan yang kurang pada hal-hal yang

berhubungan dengan rokok. Hal ini dapat dilihat dari, sebanyak 80%
4

responden tidak megetahui bahwa rokok bersifat adiktif dan 98%

responden tidak mengetahui istilah perokok aktif dan pasif. Mereka

mengaku tidak pernah ada promosi kesehatan sebelumnya yang

dilakukan oleh pihak pemerintah kota maupun instansi lainnya terkait

dengan kebiasaan merokok serta informasi mengenai istilah-istilah

yang berhubungan dengan perilaku merokok.

2. Sikap

Sikap merupakan suatu bentuk perasaan, yaitu perasaan

yang mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak

mendukung (unfavourable) pada suatu objek. (Rahayuningsih, 2008)

Sikap mempunyai objek tertentu (orang, perilaku, konsep,

situasi, benda, dan sebagainya) dan mengandung penilaian (Sarlito,

1997). Sikap yang dikemukakan oleh Sarlito ini hana memfokuskan

sikap sebagai penilaian terhadap objek tertentu. Misalnya sikap

terhadap merokok, dalam hal ini sikap mengandung penilaian sangat

setuju, setuju, tidak setuju, atau sangat tidak setuju terhadap

merokok. Dalam hal ini sikap tidak terlepas dari perilaku, artinya

dimana seseorang bersikap menolak suatu objek ia akan cenderung

untuk menghindari objek tersebut tersebut atau bahkan sebaliknya

jika seseorang menerima ojek tersebut cenderung individu tersebut

untuk melakukannya atau mendekati objek tersebut. Misalnya

seseorang yang bersikap menolak terhadap rokok, cenderung ia


2

akan menghindar dari aktivitas merokok bahkan mungkin

menghindari orang yang sedang merokok.

Hasil analisis hubungan antara sikap dengan kebiasaan

merokok diperoleh nilai p= 0,006 (lebih kecil dari nilai ά=0,05) yang

atinya ada hubungan sigifikan antara sikap dengan kebiasaan

merokok anak jalanan di kota Samarinda tahun 2009. Hasil ini

diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Pattinasarany

(2004) tehadap remaja di daerah Maluku Tengah dengan hasil

terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap

merokokdengan perilaku merokok remaja p= 0,00 hal ini

menunjukkan ada hubungan antara sikap dan kebiasaan merokok

pada remaja.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terdapat 3 orang yang

memiliki sikap kurang baik namun tidak memiliki kebiasaan merokok,

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan hal ini yaitu seluruh

responden memiliki pengetahuan yang baik, mereka tahu bahwa

merokok dapat menyebabkan penyakit bagi diri perokok maupun

orang di sekitarnya, Hal ini dapat menimbulkan kontaradiksi antara

sikap yang kurang baik namun tidak memiliki kebiasaan merokok,

usia responden yang masih remaja juga memiliki pengaruh yang

besar dalam pembentukan sikap ini, dalam hal ini remaja

menganggap merokok sebagai lambang kedewasaan, mereka

menganggap merokok sebagai tuntutan pergaulan bagi mereka


3

sehingga terbentuklah sikap yang kurang baik namun mereka sadar

bahwa merokok akan membahayakan kesehatan serta dapat

mengurangi jumlah penghasilan mereka perhari karena harus

menyisihkan sebagian penghasilan untuk membeli rokok. Seluruh

responden memiliki sumber informasi yang baik, mereka tidak

tertarik merokok karena melihat iklan rokok.

Sebanyak 14 orang termasuk dalam kriteria responden

dengan sikap baik namun memiliki kebiasaan merokok. Hal ini bisa

terjadi karena seluruh responden memiliki pengetahuan yang baik

namun seluruh teman responden adalah perokok. Pada masa

remaja, ada sesuatu yang lain yang sama pentingnya dengan

kedewasaan, yaitu solidaritas kelompok, dan melakukan apa yang

dilakukan oleh kelompok. Apabila dalam suatu kelompok remaja telah

melakukan kegiatan merokok maka individu tersebut merasa harus

melakukannya juga. Mereka merokok karena tidak ingin dianggap

sebagai orang asing, bukan karena mereka menyukai rokok. Anak

jalan ini mulai merokok disebabkan oleh lingkungan sosial yang

memberi pengaruh negatif, yaitu karena melihat teman-temannya,

diajari bahkan beberapa ada yng mengalami paksaan dari teman-

temannya untuk mencoba rokok.

Selain lingkungan pergaulan, lingkungan keluarga juga

mempengaruhi kebiasaan merokok anak jalanan, 10 responden

(71,4%) mengaku memiliki ayah atau bahkan kedua orang tuanya


4

perokok. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan dimana responden

tinggal sangat memungkinkan bagi mereka untuk merokok.

Pernyataan tersebut dipertegas oleh pendapat Darvil (2002) yang

menyatakan bahwa remaja cenderung merokok karena memiliki

teman-teman dan keluarga yang perokok. Walaupun lingkungan

menganggap merokok merupakan suatu hal yang kurang pantas

dilakukan oleh remaja, tetapi dalam lingkungan pergaulan mereka

akan dianggap aneh jika tidak merokok.

Dari hasil penelitian diketahui sebanyak 80% responden

setuju bahwa orang tua seharusnya melarang anaknya merokok, hal

ini menunjukkan bahwa sebenarnya pengaruh didikan dan larangan

dari orang tua sangat dibutuhkan untuk membantu meminimalisir

resiko terjadinya kebiasaan merokok diusia remaja.

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang

dialami oleh anak jalanan. Dalam berinteraksi sosial, individu beraksi

membentuk pola sikap tertentu terhadapa berbagai objek psikologis

yang dihadapinya. Menurut Azwar (2007) media masa elektronik

maupun media cetak sangat besar pengaruhnya terhadap

pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dengan pemberian

informasi melalui media masa mengenai suatu hal akan memberikan

landasan pengetahuan baru bagi terbentuknya sikap. Sebanyak 47

orang (47%) setuju bahwa rokok membuat seseorang terlihat lebih

macho dan gaul, iklan di media masa baik cetak maupun elektronik
5

yang menampilkan bahwa perokok adalah lambang kejantanan dan

solidaritas membuat remaja tertarik untuk mengadopsi iklan rokok

tanpa mempertimbangkan bahayanya.

Lembaga pendidikan dan lembaga pemberdayaan

berpengaruh dalam pembentukan sikap, hal ini dikarenakan

keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri

anak jalanan, secara kontinu mereka diberi pemahaman mengenai

hal-hal yang berkaitan dengan konsep moral. LSM Lentera Mahakam

yang menaungi anak jalanan didaerah simpang empat lembuswana

menanamkan larangan untuk merokok bagi anak didiknya, hal ini

memeberikan perbedaaan status kebiasaan merokok bagi anak

jalanan yang berada dibawah bimbingannya dan tidak. Berdasarkan

tabel hasil diketahui dari 17 responden yang barada dibawah

bimbingan LSM, sebanyak 7 orang (41%) tidak memiliki kebiasaan

merokok, angka yang sangat tinggi di bandingkan dengan anak

jalanan yang tidak berada dibawah naungan LSM Lentera Mahakam

yaitu sebanyak 83 orang, hanya (1,2%) responden saja yang tidak

memiliki kebiasaan merokok.

Menurut Azwar (2007) sikap yang didasari oleh emosi yang

fungsinya hanya sebagai penyaluran frustasi, atau pengalihan bentuk

mekanisme pertahanan ego, sikap yang demikian merupakan sikap

yang sementara, dan segera berlalu setelah frustasinya hilang,

namun dapat juga menjadi sikap yang lebih resisten dan bertahan
6

lama. Jika dilihat dari tabel mengenai sikap, sebanyak (87%)

responden setuju bahwa kebiasaan merokok dapat membantu

mereka mengurangi kegelisahan, malu, dan gugup saat menghadapi

orang-orang baru disekitarnya. Ketergantungan ini dipersepsikan

sebagai kenikmatang yang memberikan kepuasan psikologis, artinya

perilaku merokok merupakan perilaku yang menyenangkan dan

bergeser menjadi aktifitas yang bersifat obsesif. Hal ini disebabkan

sifat nikotin adalah adiktif, jika dihentikan secara tiba-tiba akan

menimbulkan stress. Seperti yang dikatakan Klinke & Meeker (dalam

Aritonang 1997) bahwa motif para perokok adalah relaksasi, dengan

merokok mereka dapat mengurangi ketegangan, memudahkan

berkonsentrasi, dan santai.

Bedasarkan dari hasil penelitian diketahui dari 96%

responden yang pernah mencoba merokok, 92% nya menjadi

perokok tetap, angka ini jauh lebih tinggi dari jumlah perokok aktif

pada kelompok remaja laki-laki nasional sebanyak 24,5%. Kebiasaan

merokok sangat sulit dihilangkan, hal ini disebabkan oleh zat adiktif

yang terdapat dalam kandungan rokok. Mereka yang sudah adiksi,

akan selalu menambah dosis rokok yang digunakan setiap hari

setelah efek dari rokok yang dihisap berkurang, selain itu lingkungan

pergaulan mereka sangat mendukung mereka sebagai perokok.

Karena besarnya resiko penyakit yang dapat ditimbulkan oleh rokok,

cara lain untuk memperbaiki gaya hidup mereka selain mengurangi


7

kebiasaan merokok adalah dengan memberi asupan gizi, konsumsi

zat gizi yang dibutuhkan oleh perokok berasal dari berbagai vitamin

dan protein, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mambo (2009)

diketahui bahwa remaja perokok memiliki resiko 2,3 kali lebih tinggi

menderita anemia dibandingkan remaja yang bukan perokok.

3. Lingkungan sosial

Faktor sosial yang berpengaruh terhadap perilaku merokok

remaja adalah faktor keluarga dan teman yang merokok. Smet (1994)

dalam Nasution (2007) bahwa kebiasaan merokok terjadi akibat

pengaruh lingkungan sosial. Modelling (meniru perilaku orang lain)

menjadi salah satu determinan dalam memulai kebiasaan merokok.

Hasil uji statistik yang telah dilakukan untuk mengetahui

hubungan antara lingkungan sosial dengan kebiasaan merokok

diperoleh nilai p= 0,04 (lebih kecil dari ά= 0,05) yang artinya ada

hubungan lingkungan sosial dengan kebiasaan merokok anak

jalanan di kota Samarinda. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Marendra (2004), penelitian dilakukan pada Siswa

SLTP di kota Lampung dengan hasil p=0,001 (lebih kecil dari ά=

0,05) yang artinya ada hubungan lingkungan sosial dengan perilaku

merokok remaja.

Hurlock (1991) dalam Mu’tadin mengatakan bahwa melalui

hubungan dengan teman sebaya, remaja berpikir secara mandiri,


2

mengambil keputusan sendiri, menerima dan menolak pandangan

dan nilai yang berasal dari keluarga dan mempelajari pola perilaku

yang diterima kelompoknya. Kondisi inilah yang dapat membuat

responden menjadi perokok, walaupun keluarganya melarang untuk

merokok.

Sebanyak 3 orang berada dalam lingkungan sosial dengan

pengaruh negatif namun tidak merokok, hal itu disebabkan oleh

beberapa faktor yaitu pengetahuan responden mengenai rokok baik.

1 orang (33,3%) dari responden tersebut memiliki sikap yang baik,

seluruh responden ini juga tidak terpengaruh oleh iklan rokok, iklan

rokok ini walau tidak secara terang-terangan menyuruh untuk

merokok namun pesan yang disampaikan melalui slogan-slogan yang

ditawarkan akan mudah diingat oleh mereka. Pola pikir yang masih

labil dan cenderung meniru apa yang dianggap oleh mereka suatu

bentuk pendewasaan yaitu salah satunya dengan cara merokok.

Sebanyak 13 orang termasuk dalam kriteria lingkungan sosial

dengan pengaruh positif namun memiliki kebiasaan merokok. Hal ini

dikarenakan walaupun orang tuanya bukan perokok namun seluruh

teman responden adalah seorang perokok, sebagian besar waktu

mereka dihabiskan dijalan dan pergaulan mereka yang tidak dibatasi

rentang usia membuat mereka berpikir dan bertingkah laku

selayaknya orang dewasa, selain itu kebutuhan untuk diterima oleh

kelompok serta usaha untuk menghindari penolakan dari teman-


3

teman sesama anak jalanan merupakan alasan mereka mulai

merokok.

Seperti yang telah dikemukakan, bahwa remaja merokok

lebih merupakan upaya-upaya untuk dapat diterima lingkungan.

Sebanyak 91% responden menyatakan setuju bahwa saat yang tepat

untuk merokok adalah saat sedang berkumpul bersama teman, entah

itu disaat bekerja atau ketika hanya kumpul-kumpul saja.

Sebanyak 2 orang (15.3%) responden memiliki sumber

informasi dengan tanggapan kurang, mereka tertarik merokok karena

melihat iklan rokok di berbagai media. Besarnya pengaruh iklan ini

terhadap perilaku merokok responden ini dikuatakan dari hasil

penelitian yang dilakukan oleh Lembaga BPS yang mencatat 95%

remaja mengenal rokok melalui iklan rokok yang ditayangkan di

televise, poster, atau baliho, dan 91,7% remaja tersebut merokok

karena didorong oleh pengaruh iklan. (Anonim, 2008)

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil hipotesis tidak

dapat diterima, hal ini berarti bahwa factor lingkungan yaitu

lingkungan keluarga dan lingkungan teman sebaya memberikan

sumbangan yang berarti dalam perilaku merokok anak jalanan. Hasil

penelitian ini mendukung hasil penelitian Theodorus (1994) yang

mengatakan bahwa keluarga perokok sangat berperan terhadap

perilaku merokok anak-ankanya dibandingkan keluarga non-perokok.

Dalam hal ini menurut pandangan social cognitive learning theory,


4

merokok bukan semata-mata peroses belajar pengamatan anak

terhadap orang tua atau saudaranya tetapi adanya dorongan dari

orang tua dan konsekuensi-konsekuensi merokok dirasakan

menyenangkan bagi remaja.

Dorongan lainnya untuk merokok diterima dari teman sebaya.

Hasil penelitian ini memperkuat penelitian yang dilakukan oleh

Harlianti (1990) bahwa lingkungan sebaya memberikan sumbangan

efektif sebesar 33,048%. Lingkungan teman sebaya mempunyai arti

yang sangat penting bagi anak jalanan. Menurut Dahlgren (2000)

teman sebaya memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap

perlaku merokok seseorang, semakin benyak seseorang memiliki

teman yang perokok maka semakin besar resiko dia untuk menjadi

perokok, Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa

seluruh teman responden adalah seorang perokok, dari fakta tersebut

kasus yang terjadi adalah responden memiliki kebiasaan merokok

karena pengaruh dari teman-temannya dan sebaliknya sehingga

hamper seluruh sampel yaitu sebesar 92% responden adalah

seorang perokok.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui

sebanyak 47% responden setuju bahwa merokok membuat

seseorang terlihat macho dan gaul, mereka tidak ingin dirinya ditolak

dan menghindari sebutan banci dan pengecut. Merokok bagi remaja


5

juga merupakan simbolisasi, symbol atas kekuasaan, kejantanan,

dan kedewasaan (Brigham, 1991).

4. Sumber Informasi

Iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan

bahwa perokok adalah lambang kejantanan dan solidaritas membuat

remaja seringkali terpicu untuk mengikuti seperti yang ada dalam

iklan tersebut.

Hasil uji statistik yang telah dilakukan untuk mengetahui

hubungan sumber informasi dengan kebiasaan merokok anak jalanan

dikota Samarinda diperoleh nilai p= 0,707 (ά lebih besar= 0,05) yang

artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara sumber informasi

dengan kebiasaan merokok anak jalanan.

Dari hasil penelitian dari 100 responden diperoleh data anak

jalanan yang yang memiliki tanggapan kurang dan tidak memiliki

kebiasaan merokok sebanyak 2 orang. Kedua reponden ini pernah

mencoba merokok, namun tidak menjadi perokok tetap. Salah

seorang diantaranya memiliki orang tua yang bukan perokok dan

seorang diantaranya turut membantu perekonomian keluarga

sehingga sangat merasa sayang jika uangnya digunakan untuk

membeli rokok. Kedua responden ini memiliki pengetahuan yang

baik, bahkan salah satu dari mereka dapat menjelaskan bahaya serta

hal-hal yang berkaitan dengan rokok.


2

Sebanyak 57 orang berada dalam klasifikasi perokok namun

memiliki tanggapan yang baik terhadap sumber informasi. Mereka

merokok bukan karena tertarik melihat iklan rokok, beberapa faktor

lain yang menyebabkan mereka merokok diantaranya adalah seluruh

responden ini memiliki sikap yang kurang baik terhadap rokok,

mereka setuju bahwa merokok dapat menimbukan kesan macho,

mampu membuat mereka merasa lebih percaya diri, dan perasaan

lainnya serta merasa bahwa rokok bisa membuat mereka diterima

oleh kelompoknya.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden

mengaku mengatahui bahaya merokok dan berbagai penyakit yang

diakibatkan oleh rokok dari tabel peringatan kesehatan yang selalu

tertera di berbagai media pengiklanan rokok, namun peringatan itu

sudah tercitra sebagai identitas dari setiap iklan rokok, mereka

menganggap hal itu sebagai informasi yang biasa dan lebih memilih

untuk mengabaikan. Hal ini dapat dlihat dari 92% responden yang

mengetahui penyakit yang disebakan oleh perilaku merokok, tidak

ada salah satu penyakit yang mencapai persetase itu yang dapat

disebutkan oleh responden.

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media masa

seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan sebagainya

mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan

kepecayaan seseorang. Seperti halnya diungkapkan oleh Saifuddin


3

dalam Soamole (2004) bahwa dalam penyampaian informasi sebagai

tugas pokok, media masa membawa pesan yang berisi sugesti yang

dapat mengarahkan opini seseorang. Media memberikan kesan yang

manipulatif mengeani citra rokok dengan menampilkan seorang

perokok sebagai seseorang yang tangguh, kreatif, penuh solidaritas,

modern dan lain sebagainya, sehingga remaja tertarik untuk

merokok.

5. Jumlah Pendapatan

Smet (1994) dalam Nasution (1994) menyatakan bahwa

kebiasaan merokok pada seseorang dipengaruhi oleh faktor sosial

kultural seperti kebiasaan budaya, kelas sosial, tingkat pendidikan,

penghasilan dan gengsi pekerjaan.

Kebiasaan merokok dapat menimbulkan kerugian baik bagi

anak jalanan yang merokok maupun keluarganya. Kerugian ini

dialami sedikit demi sedikit setiap hari, dan akan sangat dirasakan

oleh anak jalanan yang memiliki penghasilan sedikit, ketika

pendapatan mereka yang terbatas harus disisihkan untuk membeli

rokok dan bukan untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka.

Studi empiris menunjukkan bahwa penduduk miskin

cenderung lebih banyak menggunakan tembakau dari pada

penduduk yang lebih kaya (World Bank, 1999). Penduduk dengan

status sosial-ekonomi lebih rendah (tingkat pendidikan dan status


2

pekerjaan) cenderung mempunyai prevalensi merokok lebih tinggi

dari pada penduduk dengan status sosial-ekonomi yang lebih baik

(Beyer, 2001).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada anak jalanan

yang memiliki kebiasaan merokok dan yang tidak merokok di

dapatkan hasil bahwa rata-rata jumlah pendapatan anak yang

merokok adalah Rp. 20.163,04 dengan standar deviasi Rp.

7.010,631, sedangkan untuk anak jalanan yang tidak merokok rata-

rata penghasilannya adalah Rp. 16.250,00 dengan standar deviasi

Rp. 5.824,824. Hasil uji statistik didapatkan nilai p= 0,129 (lebih besar

dari ά=0,05) yang artinya tidak ada perbedaan rata-rata penghasilan

antara anak jalanan yang merokok dengan anak jalanan yang tidak

merokok.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa

hampir tidak ada perbedaan rata-rata penghasilan anak jalanan yang

merokok dan tidak merokok ini disebabkan oleh cara kerja mereka

yang berkelompok sehingga penghasilan antara anak yang merokok

dan tidak merokok tidak terlalu jauh berbeda.

Ketidak tahuan dan penghasilan yang kecil tidak membuat

anak jalanan ini menghentikan kebiasaan merokok, dari 92

responden yang merokok, 23 orang (25%) diantaranya tidak selalu

menyediakan dana khusus untuk membeli rokok. Perilaku ini timbul

karena upah yang diberikan saat mereka mengamen tidak selalu di


3

beri imbalan berupa uang, jika tidak diberi uang mereka akan

meminta rokok dari orang-orang yang menggunakan jasa mereka.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa

33% dari responden memiliki penghasilan sebesar Rp.

15.000/harinya. Hasil dari kerja mereka ini sebagian akan mereka

gunakan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dan sebagian

mereka berkan kepada orang tua mereka, namun beberapa dari

responden mengaku bahwa hasil yang mereka dapat hanya

digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan alasan

enggan meminta uang saku kepada orang tua.

Jika dilihat dari tabel dana yang disediakan untuk membeli

rokok, sebanyak 47,1% responden menyisihkan Rp 10.000/hari untuk

membeli rokok, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar

penghasilan dari bekerja, yaitu sebesar 66,6% dari penghasilan

mereka digunakan untuk membeli rokok. Mereka mengaku tidak

sayang menyisihkan sebagian penghasilan untuk merokok karena

mereka telah merasa mendapat kenikmatan ketika melakukan

aktifitas merokok. Mereka juga merasa telah mandiri karena tidak

meminta uang dari orang tua untuk memenuhi kebutuhan mereka

pada rokok, hal inilah yang dijadikan alasan mengapa mereka

merasa telah dewasa untuk melakukan aktifitas merokok.

Berdasarkan data dari Denakertrans yang menyebutkan

bahwa UMR untuk wilayah Kalimantan Timur pada tahun 2009


2

sebesar Rp. 31.833 dengan lama kerja 10 jam/hari, maka minimum

per jam pekerja akan mendapat upah sebesar Rp 3.833. Sedangkan

anak jalanan rata-rata perhari mendapat penghasilan sebesar Rp.

19.850 dengan lama kerja biasanya mencapai 5-6 jam/hari,

didapatkan penghasilan anak jalan perjamnya mencapai antara Rp

3.970 – Rp 3.308.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan analisa yang telah dilakukan, maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Ada hubungan bermakna (p=0,008) antara tingkat pengetahuan

dengan kebiasaan merokok pada anak jalanan di Kota Samarinda

Tahun 2009. OR= 8,5 dengan tingkat keeratan hubungan sedang.

2. Ada hubungan bermakna (p=0,006) antara sikap terhadap kebiasaan

merokok pada anak jalanan di Kota Samarinda Tahun 2009. OR= 9,2

dengan tingkat keeratan hubungan sedang.

3. Ada hubungan bermakna (p=0,04) antara pengaruh lingkungan sosial

terhadap kebiasaan merokok pada anak jalanan di Kota Samarinda

Tahun 2009. OR=10, 12 dengan tingkat keeratan hubungan sedang.


1

4. Tidak ada hubungan bermakna (p=0,707) antara sumber informasi

(iklan, poster) terhadap kebiasaan merokok pada anak jalanan di

Kota Samarinda Tahun 2009. OR=1,8 dengan tingkat keeratan

hubungan lemah.

5. Tidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata penghasilan antara

anak jalanan yang merokok dan tidak merokok (P=0,129), dengan

rata-rata penghasilan anak jalanan yang merokok Rp. 20.163,04

dengan standar deviasi 7010,631, sedangkan rata-rata penghasilan

anak jalanan yang tidak merokok Rp. 16.250,00 dengan standar

deviasi 5.824,824.

A. Saran

Dari hasil kesimpulan yang di kemukakan, maka ada beberapa hal

yang dapat disarankan yaitu :

1. Meningkatkan pengetahuan anak jalanan, khususnya mengenai

bahaya merokok. Kemudian memberikan pengetahuan mengenai

istilah-istilah dalam kebiasaan merokok serta dampak negatifnya.

Peningkatan pengetahuan ini dilakukan dengan cara:

a. Mengadakan penyuluhan mengenai bahaya merokok yang

dilakukan pada saat diadakan penjaringan atau menyisipkan

sebagai agenda mingguan bagi anak jalanan yang berada

dibawah naungan LSM.

b. Pembentukan pola pikir yang baik mengenai kebiasaan merokok

perlu dilakukan pada ketua geng (orang yang disegani) di tiap


2

kelompok anak jalanan sehingga mampu membentuk lingkungan

sosial yang positif.

1. Bagi orang tua yang tidak menginginkan anaknya merokok maka

anggota keluarga tidak disarankan untuk merokok, karena anak dapat

menjadikan mereka sebagai modelling, disamping itu anak akan

menjadi terbiasa dengan asap rokok akn menjadi perokok pasif

sehingga lebih mudah untuk beralih menjadi perokok aktif.

2. Mengadakan promosi kesehatan dengan tema yang didasarkan pada

pendekatan pemecahan masalah, karena dari hasil penelitian telah

diketahui bahwa mayoritas anak jalanan adalah perokok maka tidakan

lain yang dapat dilakukan selain upaya preventif adalah upaya promotif

melalui penyuluhan mengenai keseimbangan gizi. Disini di perlukan

kerjasama lintas sektoral antara dinas-dinas terkait dan LSM, melalui:

a. Mengadakan penyuluhan mengenai pendidikan gizi, yaitu dengan

penjesana mengenai sumber-sumber zat gizi yang ekonomis

namun memiliki nilai gizi yang tinggi, sehingga asupan makanan

tidak hanya dilihat dari kuntitas namun juga kualitasnya. Kegiatan

seperti ini dapat dilakukan pada saat anak jalanan terjaring razia

atau pada saat akhir pekan bagi anak jalanan yang berada

dibawah naungan LSM.

b. Peningkatan keluarga sadar gizi melalui komunikasi, informasi,

dan edukasi sebagai salah satu upaya meminimalaisir terjadinya

resiko gangguan penyakit yang diakibatkan kebiasaan merokok


2

baik itu yang dilakukan oleh anak jalanan ataupun anggota

keluarganya.

You might also like