You are on page 1of 6

BAB II

P E M B A H A S A N
A. Pengertian Birrul Walidain
Surat Luqman 12-15

Dan Sesungguhnya Telah kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah k
epada Allah. dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia
bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Ses
ungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajar
an kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya me
mpersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya
; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan men
yapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu
, Hanya kepada-Kulah kembalimu.
Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak
ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan perga
ulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepa
da-Ku, Kemudian Hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang
Telah kamu kerjakan.

B. Mufrodat Q.S. Luqman 12-15


Memberi pelajaran :
keadaan lemah yang bertambah- tambah :
memaksamu :
C. Munasabah Surat Luqman 12-15
Ayat 12 -15 terdapat kesesuaian yang dapat memberikan pemahaman yang utuh dalam
memaknai perintah untuk birrul walidain. Atur perintah yang terdapat pada ayat 1
2, 13 dan ayat sesudanya yaitu ayat ke 15 mengandung maksud yang sama yaitu keha
rusan mengungkankan dan berperilaku syukur terhadap allah. Dalam hal ini allah m
emberi i’tibar tentang keharusan birrul walidain sebagai bukti ungkapan dan perila
ku sykur terhadap allah.
D. Kandungan hukum surat luqman 12-15
Masa meneteki yang menyebabkan mahram
Berdasarkan ayat diatas, para ahli fiqih berpendapat, bahwa masa meneteki yang m
enyebabkan menjadi mahram, yaitu dua tahun (yakni si anak yang diteteki itu belu
m lebih dari dua tahun), karena tegas ayat tersebut mengatakan : “dan menyapihnya
itu dalam dua tahun”. Jadi dua tahun ini adalah sempurnanya masa meneteki.
Mereka berdalil juga dengan firman allah :

Artinya : dan ibu-ibu hendaknya meneteki anak-anaknya dua tahun penuh, bagi oran
g yang berkehendak untuk menggenapkan / menyempurnakan penyusuan.(QS. Al-baqarah
233)
Dua ayat tersebut menunjukkan, bahwa maksimal waktu meneteki hanyalah dua tahun.
Demikian pendapat jumhur (malik, syafi’I, dan ahmad)
Sedang abu hnaifah berpendapat, bahwa masa meneteki yang menyebabkan menjadi mah
ram ialah dua tahun setengah. Dalilnya, firman allah :

Artinya : ibunya mengandung dengan susah payah dan melahirkan pun dengan susah p
ayah pula, sedangkan waktu mengandung dan menyapihnya itu tiga puluh bulan. (QS.
Al-ahqaf 15).
Dalam beristidlal (mengambil dalil) dari ayat ini, abu hanifah melihat dari dua
sisi :
Pertama : bahwa yang dimaksud mengandung disini, bukan mengandung janin dalam ra
him, tetapi yang dimaksud ialah menggendong karena hendak diteteki. Jadi seolah-
olah Allah mengatakan : si ibu menggendong anaknya sesudah anak itu lahir untuk
diteteki selama tiga puluh bulan. Jadi masa yang tersebut dalam ayat itu, adalah
satu keperluan yaitu meneteki.
Kedua : bahwa allah swt. Dalam ayat tersebut menyebutkan dua perkara : mengandun
g dan menyapih, yang kemudian diiringi dengna menerangkan masa. Jadi “masa” untuk ke
dua hal tersebut, masing-masing berdiri sendiri. Jadi maksud dari penafsiran ini
adalah sebagai berikut : mengandungnya itu selama tiga puluh bulan dan menyapih
nya pun tiga puluh bulan. Jadi masing-masing dua setengah tahun. Dengan demikian
jelas sekali, bahwa masa meneteki itu adalah dua setengah tahun. Ini sama denga
n perkataan orang yang berpiutang : “saya mempunyai tanggungan hutang seratus kepa
da si anu, selama setahun”. Maka “setahun” itu adalah limit waktu untuk masing-masing
hutang. Demikian pula kata ‘tiga puluh tahun’ disini, adalah waktu untuk masing-masi
ng mengandung dan menyusui.
Pendapat abu hanifah ini tidak disetujui oleh muridnya abu yusuf dan imam Muhamm
ad, bahkan mereka ini berpendapat seperti jumhur, bahwa menyusui yang bisa menja
dikan mahram itu hanya du tahun.
E. Tafsir Surat Luqman 12-15
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam QS. Luqman : 14

"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang Ibu Bapakny
a, Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan meny
apihnya dalam dua tahun. Maka bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang Ibu
Bapakmu, hanya kepada-Ku-lah kembalimu."
Berkata Ibnu Abbas mudah-mudahan Allah meridhoi mereka berdua "Tiga ayat dalam A
l Qur’an yang saling berkaitan dimana tidak diterima salah satu tanpa yang lainnya
, kemudian Allah menyebutkan diantaranya firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala (artinya
) : "Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang Ibu Bapakmu", Berkata beliau. "
Maka, barangsiapa yang bersyukur kepada Allah akan tetapi dia tidak bersyukur pa
da kedua Ibu Bapaknya, tidak akan diterima (rasa syukurnya) dengan sebab itu." (
Al Kabaair milik Imam Adz Dzahabi hal 40).
1. Dalam perintah-Nya untuk berbuat baik kepada orang tua, Allah menyebutka
n dengan kata “Walidain, tetapi kemudian disusul dengan menyebut Ibu secara khusus
. Ini dalam istilah bahasa disebut “dzikrul khash ba’dal ‘am” (menyebutkan yang khusus s
esudah yang umum), gunanya untuk menambah perhatian dan memandangnya sebagai hal
yang penting, disamping untuk menerangkan, bahwa hak ibu atas anak adalah lebih
besar daripada hak ayah.
Sebab kalimat “ibunya mengandung dalam kedaan lemah bertambah lemah” itu, adalah mer
upakan Jumlah Mutaridhah.
Zamahsyari berkata : jika engkau bertanya :kalimat”ibunya mengandungnya dalam kead
aan lemah bertambah lemah: itu bagaimana mungkin bisa dikatakan mu’taridhah antara
yang ditafsiri dan yang menafsiri? Maka saya jawab : Allah memerintahkan anak b
erbuat baik kepada kedua orang tua, lalu dilanjutkan dengan meyebutkan kesusahan
dan kepayahan demi kepayahan yang dialami oleh ibu, baik di waktu mengandung at
aupun di waktu sudah lahir sampai menyapihkannya yang memakan waktu cukup lama i
tu, gunanya untuk menkonkrit perintah-Nya itu, khususnya kepada ibu dan untuk me
ngingatkan betapa besarnya hak ibu ini.
Dalam hal ini rasuullah saw. Juga pernah ditanya:
Artinya : siapakah yang lebih patut kuperlakukan dengan baik? Rasulullah saw. Me
njawab: ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu. Setelah itu rasulullah saw. Baru
menyambung : kemudian ayahmu.
Diriwayatkan dari sebagian orang-orang arab, bahwa ia pernah menggendong ibunya
pergi haji, sambil bersenadung:
Kugendong ibuku
Padahal dia penggendong
Dia meneteki aku dengan air yang banyak sekali di pagi hari,
di siang hari dan di sore hari.
Sedang ayah
Tidak dibalas pekerjaan-pekerjaanya nan susah payah
2. Ketika Allah menyuruh berterima kasih kepada kedua orang tua, ia dahulu
dengan perintah syukur kepada-nya, yaitu “hendaklah engkau bersyukur kepada-ku dan
kepada kedua orang tuamu”, adalah memberi isyarat bahwa hak allah adalah lebih b
esar dari pada hak kedua orang tua dan bersyukur kepada-nya lebih wajib dan lebi
h pasti, sebab dialah pemberi naikamt yang sebenarnya dan pemberi anugerah kepad
a hamba-hamba-nya. Sedang berterima kasih kepada kedua orang tua adalah salah sa
tu bagian dari bersyukur kepada pemberi nikmat itu. Allah adalah penyebab pertam
a adanya makhluk ini. Sedang kedua orang tua sekedar perantara. Oleh karena itu
penyebab pertamalah yang harus didahulukan daripada perantara.
3. Mendahulukan sesuatu yang mestinya diakhirkan adalah menunjukkan arti te
rbatas (lilhashr) sebagaiamana firman allah (kepada-ku tempat kembali), yakni ha
ada-ku kembali. (kemudian kepada-ku tempat kembalimu), yakni: hanya kepada
kembalimu.
Di dini jar majrur ( ) didahulukan daripada , yang semula seharusnya ‘mas
lukan daripada ‘ila’.
4. disebutkan kata “fid dun-ya” dalam ayat tersebut adalah memberi isyarat rend
ahnya bergelimang dalam urusan dunia dan sebentarnya waktu serta masa habisnya s
udah diambang pintu. Oleh karena itu manusia tidak boleh terlalu bersusah payah
dalam mengarungi dunia ini.
Kiranya tepat apa yang dikatakan seorang penyair:
Getaran jantung seseorang itu seola-ola memberitahukan kepasanya bahwa hidup itu
hanya beberapa menit dan beberapa detik belaka.
5. perkataan “dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-ku” dalam ayat terse
but, menunjukkan, bahwa kita diserukan untuk mengikuti jalan orang-orang yang sh
aleh, dulu maupun sekarang. Sementara ada yang menafsirkan, bahwa orang-orang ya
ng kembali kepada-ku itu aialah abu baker ash-shiddiq, sebab masuk islamnya sa’ad
itu adalah karena abu baker.
Tetapi yang betul ialah seperti yang dikatakan al-alusi, bahwa ayat ini umum, me
liputi semua orang yang disifati oleh ayat di atas.
F. Kesimpulan Surat Luqman 12-15
1. Hikmah adalah pemberian Allah yang tidak dapat diperoleh keuali dengan j
alan taqwa dan amal shaleh
2. Syukur nikmat adalah wajib atas setiap orang, dan barang siapa yang tida
k berterima kasih kepada seseorang, berarti tidak bersyukur kepada allah.
3. Syirik adalah dosa yang teramat besar dan kejahatan yang dapat menggugur
kan amal.
4. Taat kepada kedua orang tua berartitaat kepada allah (dalam arti melaksa
nakan perintah allah) dan berbuat baik kepada kedua orang tua ada hubungna denga
n ibadah kepada allah.
5. Hak ibu lebih besar daripada hak bapak, sebab kepayahan ibu justru lebih
banyak.
6. Tidak boleh taat dalam hal kedurhakaan kepada allah, taat itu hanya dala
m hal kebajikan, seperti yang diterangkan oleh rasulullah saw.
G. Hikmah tasyri’ birrul walidain dalam Surat Luqman 12-15
Allah swt. Memerintahkan kepada anak untuk berbuat baik kepada kedua orang tua d
engan mengutamakan ibu, sehingga hak ibu ditetapkan lebih besar daripada hak bap
ak, kerana jerih payah ibu ditetapkan lebih besar daripada hak bapak, karena jer
ih payah ibu lebih besar, sejak mengandung, melahirkan sampai mengasuhnya. Ibu t
elah memberikan air susunya, kasih sayangnya dan seluruh jiwanya demi kebahagiaa
n anak. Dia sendiri merasakan letih, demi ketenangan anak. Diterimanya seluruh b
eban dan penderitaan, dengan harapan ia ingin melihat anaknya bagaikan bunga yan
g indah, yang tumbuh dan hidup diantara bunga-bunga di musim semi. Dimalam hari
ia bangun untuk ketenangan anaknya, dijaganya anaknya dari setiap gangguan yang
mengancamnya. Bahkan berjam-jam ia bersandar di dinding rumahnya sambil menggend
ong anaknya, batapapun payahnya dan letihnya. Kalau begitu, patutkah seseorang a
kan mendurhakainya atau cenderung untuk menyakitinya.
Jadi hak ibu dan keutamaannya adalah lebih besar dan lebih mulia, sebab dia adal
ah penyebab utama bagi kehidupan anak, sesudah allah azza wa jalla. Seandainya b
ukan karena pemeliharaan dan kasih saying ibu serta penderitaan-penderitaan yang
ditanggungnya, niscaya si anak tidak akan terdidik dan manusia tidak akan hidup
.
Perintah allah untuk berterima kasih dan taat serta berbuat baik kepda kedua ora
ng tua ini, tidak pandang agama, sampai pun seandainya orang tuanya itu musyrik.
Hanya yang perlu diperhatikan oleh seorang anak, ialah jangan sampai ketaatanny
a itu menjurus pada keusyrikan dan kekufuran :
“jika kedua orang itu bersungguh-sungguh mengajakmu supaya engkau menyekutukan aku
dengan sesuatu yang engkau tidak mengetahui, maka janganlah engkau taat kepada
keduanya”.
Sebab prinsip ketaata – dalam islam – hanyalah dalam kebajikan dan tidak ada ketaata
n dalam hal berdurhaka kepada allah. Jika ketaatan ini dibarengi dengan suatu pe
rsyaratan demi taat kepada allah dan dalam batas-batas yang diakui oleh syara’. Ja
di tidak terdapat dalam hal yang mengabaikan hak alla atau haka manusia lain.
Berterima kasih kepada kedua orang tua, termasuk bersyukur kepada allah dan taat
kepada kedua orang tua. Dalam hal yang bukan durhaka kepada allah – adalah termas
uk taat kepada allah jua.
Sungguh benar allah dengan firman-nya:
“ kami perintahkan manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya te
lah mengandungnya dengan susah payah dan melahirkan dengan susah payah pula. Mas
a mengandung dan menyapihnya tiga puluh bulan”.
Selain itu ada beberapa hikmah yang terkandung dalam pesan surat luqman ayat 12-
15, anatara lain adalah Menanamkan Aqidah Pada Anak
Ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya pada waktu ia memberi pelajaran ke
padanya, “Anakku sayang, janganlah kamu mempersekutukan Allah, karena sesungguhnya
mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (Q.S. Luqman: 13)
Redaksi ayat di atas berbicara tentang nasihat Luqman kepada putranya yang dimul
ai dari peringatan terhadap perbuatan syirik. Kata ya’izhu terambil dari kata wa’zh
yaitu nasihat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Ada
juga yang mengartikannya sebagai ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman.
Penggunaan kata ini, memberikan gambaran tentang bagaimana perkataan atau nasih
at itu beliau sampaikan, yakni tidak membentak, tetapi penuh kasih sayang sebaga
imana dipahami dari panggilan mesranya kepada anak.
Kata ini juga mengisyaratkan bahwa nasehat itu dilakukannya dari saat kesaat, se
bagaimana dipahami dari redaksi kata kerja ya’izhu yang mengambil bentuk fi’il mudha
ri’ yang menunjukkan makna rutinitas (li ad-dawam).
Kata bunayya (anakku) dalam bentuk tasghir (pemungilan) dari kata ibny, mengisya
ratkan sebutan atau ungkapan kasih sayang. Jadi bunayya disini dapat diterjemahk
an dengan ungkapan ”anakku sayang”. Dari sini dapat disimpulkan bahwa ayat diatas me
mberi isyarat bahwa mendidik hendaknya didasari oleh rasa kasih sayang terhadap
peserta didik begitupun pendidik hendaknya senantiasa memberikan nasihat yang ba
ik setiap saat.
Lukman memulai nasehatnya dengan menekankan perlunya menghindari syirik/memperse
kutukan Allah. Isyarat ini terlihat ketika Luqman menggambarkan syirik sebagai ”ke
zaholiman yang besar”. Isyarat ini dapat dipahami dari penyebutan kata (zhulmun az
him) yang dirangkai dengan lam at-tawkid. Kesan lain yang dapat diambil dari pen
ggunaan redaksi pesan yang menggunakan fi’il nahi (bentuk larangan), yakni ”janganla
h kamu mempersekutukan Allah” menunjukkan bahwa meninggalkan sesuatu yang buruk le
bih layak didahulukan sebelum melaksanakan yang baik.
Menurut M. Ali ash-Shabuni, perbuatan syirik merupakan sesuatu yang buruk dan ti
ndak kezhaliman yang nyata. Karena itu, siapa saja yang menyerupakan antara Khal
ik dengan makhluk, tanpa ragu-ragu, orang tersebut bisa dipastikan masuk ke dala
m golongan manusia yang paling bodoh. Sebab, perbuatan syirik menjauhkan seseora
ng dari akal sehat dan hikmah sehingga pantas digolongkan ke dalam sifat zalim;
bahkan pantas disetarakan dengan binatang.
Dengan demikian menghindarkan anak dari syirik dengan memberikan pemahaman kepad
a mereka tentang syirik pada hakikatnya adalah menjauhkan mereka terjatuh dalam
kezaliman dan kebodohan yang terbesar.
Larangan syirik pada dasarnya merupakan pengajaran tentang tauhid. Perlunya tauh
id diajarkan pada anak sedini mungkin adalah agar ia tumbuh dengan kejernihan pi
kiran dan kekuatan iman sesuai dengan fithrah yang Allah berikan padanya sejak l
ahir. Jadi, pendidikan tauhid usia dini pada hakikatnya adalah melanjutkan dan m
enggiring fithrah anak yang terlahir dalam keadaan suci kepada agama yang hanif.
Disinilah letak peranan orang tua sebagai pendidik pertama bagi anaknya setelah
ia lahir kedunia. Kelalaian orang tua dalam fase ini dengan membiarkan mereka l
ebih dahulu menerima seruan syaithan ketimbang tauhid merupakan kesalahan fatal.
Karena itu Rasulullah mengingatkan:
Oleh karena itu, Nabi saw menekankan pentingnya pendidikan Aqidah pada usia dini
bahkan pada saat detik-detik kelahirannya ke dunia meskipun hal tersebut terkes
an sederhana. Hal ini sebagaimana diisyaratkan oleh hadis Nabi saw. yang diriway
atkan oleh al-Hakim dari Ibnu Abbas r.a.
:
Bacakanlah kalimat pertama kepada anak-anak kalian kalimat Lâ ilâha illâ Allâh dan talqi
nlah mereka ketika menjelang mati dengan Lâ ilâha illâ Allâh. (HR al-Hakim).
Berdasarkan hadis di atas, kalimat tauhid (Lâ ilâha illâ Allâh) hendaknya merupakan sesu
atu yang pertama masuk ke dalam pendengaran anak dan kalimat pertama yang dipaha
mi anak. Hal ini seiring pula dengan anjuran azan di telinga kanan anak dan iqam
ah di telinga kirinya sesaat setelah kelahirannya di dunia ini.
: :
Menurut Ibnu Qayyim Al-Jawziyyah, rahasia dianjurkannya mengumandangkan adzan ke
pada bayi yang baru lahir adalah supaya ucapan yang pertama kali didengar oleh s
eseorang manusia adalah kalimat-kalimat adzan. Kalimat-kalimat tersebut meliputi
kebesaran dan keagungan Allah. Didalamnya terdapat kalimat syahadat (persaksian
) yang merupakan ikrar pertama bagi seseorang yang masuk Islam.
Tidak diragukan bahwa dampak dari kalimat-kalimat adzan tersebut akan sampai pad
anya dan membekas di hatinya, mekipun saat itu ia tidak merasakannya. Hikmah lai
nnya, masih menurutnya, yaitu agar ajakan untuk beribadah kepada Allah dan berik
rar untuk memeluk Islam lebih dulu diterima oleh seorang anak dari ajakan dan bu
juk rayu setan sebagaimana halnya fitrah (agama) Allah lebih dulu diterima oleh
seorang anak dari ajakan dan bujuk rayu setan dan sebagaimana halnya fithrah All
ah lebih dulu mewatak pada diri seorang anak dari usaha setan untuk merubahnya.[
14]
Salah satu usaha agar anak terhindar dari gangguan syaithan adalah dengan doa. I
mam Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadis tentang doa Nabi saw untuk Hasan dan Hu
sein agar mereka dilindungi Allah SWT dari syaithan. Doa itu adalah doa Nabi Ibr
ahim buat kedua putranya Ismail dan Ishaq.
: “
Selanjutnya, upaya menanamkan kalimat tauhid dapat ditempuh dengan berbagai cara
dan media. Di antaranya mendengar, mengucapkan, dan menghapalkan kalimat-kalima
t tauhid, ayat-ayat al-Quran, serta al-Hadis yang terkait dengannya; kemudian me
mahamkan maknanya serta menjelaskan berbagai jenis perbuatan syirik yang pernah
dilakukan manusia, khususnya yang terjadi saat ini; selanjutnya menceritakan ber
bagai azab yang ditimpakan Allah kepada umat-umat terdahulu akibat perbuatan syi
rik mereka.
Adapun mengenai metode pendidikan Aqidah, Imam Al-Ghazali berpandangan bahwa pen
didikan akidah bagi anak harus dilakukan step by step. Upaya menanamkan Aqidah k
epada anak pada masa pertumbuhannya sepatutnya diawali dengan menghafal. Kemudia
n seiring dengan kedewasaannya pemahaman tentang Aqidah akan tersingkap dengan s
endirinya sedikit demi sedikit. Setelah menghafal akan muncul pemahaman yang dii
ringi oleh i’tikad, keyakinan, dan pembenaran. Semua itu akan terwujud dengan send
irinya dalam diri anak tanpa memerlukan dalil-dalil filosofis.
Al-Ghazali juga mengakui bahwa metode talqin yang meniscayakan taklid dalam akid
ah anak atau pun orang awam masih memiliki kelemahan dan rentan menerima hal-hal
yang dapat merusaknya jika dilontarkan kepadanya pemahaman-pemahaman akidah yan
g keliru. Untuk memperkuat akidah anak ataupun orang awam, al-Ghazali tidak setu
ju digunakannya metode kalam dan jadal (debat) karena metode ini justru dapat me
nggoncangkan keyakinannya dan menambah keraguannya. Oleh karena itu, menurutnya,
metode yang tepat untuk memperkuat dan memantapkan akidah mereka adalah menyibu
kkan mereka dengan membaca al-Qur’an dan mengkaji tafsirnya serta membaca hadis da
n mendalami maknanya. Akidah mereka akan senantiasa bertambah mantap dengan seba
b mendengar dalil-dalil maupun hujjah Al-Qur’an begitu pula dengan bukti-bukti dan
pesan-pesan yang disampaikan hadits. Selain itu, anak juga harus digemarkan mel
akukan praktek-praktek ibadah dan bergaul dengan orang-orang shaleh sehingga mer
eka dapat meneladani sikap tanduk dan akhlak mereka yang mulia.
Penggunaan cara dan media belajar hendaknya disesuaikan dengan usia dan perkemba
ngan anak. Pendidiknya hendaknya lebih arif dalam memilih cara yang memudahkan a
nak untuk mengingat dan memahami pelajaran yang hendak diberikan serta memilih m
edia yang disukai anak-anak agar mereka tidak merasa terpaksa menerima suatu pen
gajaran yang diberikan. Dengan begitu, pembelajaran akidah tauhid ini berjalan d
engan lancar dan anak tidak merasa dibebani sesuatu. Contohnya adalah dengan car
a memperdengarkan nyanyian yang di dalamnya terkandung pemahaman tauhid, membaca
kan ayat-ayat al-Quran maupun Hadis Nabi saw. yang menjelaskan pemahaman tauhid,
serta mengajak anak untuk sama-sama melafalkannya bila anak sudah mampu berbica
ra. Oleh karena itu, menanamkan tauhid kepada anak tidak harus dalam suasana bel
ajar, bisa dilakukan kapan saja; pada saat anak bermain, makan, ataupun ketika m
enidurkannya. Dengan demikian, para orangtua sangat dibutuhkan perannya untuk me
nanamkan pemahaman tauhid ini di sepanjang hari-hari dan aktivitas anak.

Referensi
Al-Qur’an dan Terjemah Terbitan Departemen Agama RI
Qur’an in word ver 1.0.0
Syaikh ‘Ali Ash-Shobuni, Rowai’ul Bayan, Darul

You might also like