Professional Documents
Culture Documents
REKAYASA GENETIKA
LAPORAN I
(ISOLASI DAN PEMETAAN DNA PLASMID)
KHAIRUL ANAM
P051090031/BTK
BIOTEKNOLOGI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
0
ISOLASI DAN PEMETAAN DNA PLASMID
TUJUAN
Praktikum ini bertujuan untuk mengisolasi DNA plasmid dan memetakan plasmid
PGEM T Easy dengan digesti menggunakan beberapa enzim restriksi.
TINJAUAN PUSTAKA
Plasmid
Plasmid merupakan salah satu vektor pembawa molekul DNA di dalam proses
rekayasa DNA melalui teknologi DNA rekombinan. Plasmid banyak sekali digunakan
dalam pengklonan DNA, karena relatif mudah dalam penanganannya. Plasmid adalah
molekul DNA utas ganda sirkuler (tidak berujung) yang berukuran kecil yang terdapat di
dalam sitoplasma dan dapat melakukan replikasi secara autonom (Suharsono dan
Widyastuti, 2006).
Beberapa hal penting yang dapat menyebabkan plasmid dapat digunakan sebagai
wahana (vektor) kloning, antara lain adalah : a). plasmid mempunyai ukuran molekul yang
kecil sehingga DNA nya lebih mudah diisolasi dan dimanipulasi; b). DNA nya berbentuk
sirkuler sehingga DNA akan lebih stabil selama diisolasi secara kimia; c). mempunyai titik
ori (origin of replication) sehingga dapat memperbanyak diri (bereplikasi) di dalam sel
inang secara otonomi; d). mempunyai jumlah kopi yang banyak (multiple copy) sehingga
terdapat di dalam sel dalam jumlah banyak dan membuat DNA lebih mudah diamplifikasi;
e). mempunyai penanda seleksi, yakni gen ketahanan terhadap antibiotik tertentu
sehingga lebih memudahkan dalam mendeteksi plasmid yang membawa gen tertentu
(Brock, et al., 1994).
Secara garis besar isolasi plasmid terdiri dari tiga tahapan kegiatan, yaitu tahap
kultivasi dan harvesting, tahap lisis dan tahap pemurnian DNA plasmid. Kultivasi yaitu
memberikam kesempatan bagi bakteri untuk memperbanyak diri sehingga pada saat
pemanenan didapatkan plasmid dalam jumlah yang banyak. Lisis (pemecahan dinding
sel), membran sel bakteri tersusun atas membran luar dan membran dalam, membran luar
terdiri atas lipopolisakarida, protein, fosfolipid, lipoprotein, dan peptidoglikan sedangkan
1
membran dalam tersusun atas membran fosfolipid bilayer yang juga terintegrasi protein di
dalamnya (Saunders and Parkers, 1999). Secara kimia lisis dinding sel dapat dilakukan
dengan menambahkan senyawa kimia seperti lisozim, EDTA (ethilendiamin tetraasetat),
dan SDS (sodium dodesil sulfat). Dalam hal ini fungsi EDTA adalah sebagai perusak sel
dengan cara mengikat magnesium. Ion ini berfungsi untuk mempertahankan integritas sel
maupun mempertahankan aktivitas enzim nuklease yang merusak asam nukleat. Adapun
SDS yang merupakan sejenis deterjen dapat digunakan untuk merusak membran sel. Ini
semua menyebabkan sel menjadi lisis. Kotoran sel yang ditimbulkan akibat perusakan
oleh EDTA dan SDS dibersihkan dengan cara sentrifugasi, sehingga yang tertinggal
hanya molekul nukleotida (DNA dan RNA). Untuk menghilangkan protein dari larutan,
digunakan phenol (mengikat protein dan sebagian kecil RNA) dan chloroform
(membersihkan protein dan polisakarida dari larutan). Etanol berfungsi untuk
memekatkan, memisahkan DNA dari larutan dan mengendapkan DNA (Muladno, 2002).
Spektrofotometer
Jumlah DNA dicerminkan berat molekul bukan oleh volume. Untuk mengetahui
jumlah DNA, maka DNA hasil isolasi harus dianalisis dengan spektrofotometer UV dengan
panjang gelombang 256 nm (260 nm). Kualitas DNA yang berhubungan dengan
kemurnian terhadap kontaminan protein dapat dilihat dari perbandingan absorbansi
suspensi DNA pada panjang gelombang 260 nm terhadap 280 nm. Rasio OD260/OD280
antara 1,8-2,0 mencerminkan DNA yang relatif murni dan terbebas dari kontaminan
protein. Nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 nm dapat dikonversikan menjadi
konsentrasi, yaitu nilai 1 pada OD260 = 50 ug DNA utas ganda tiap ml (Suharsono dan
Widyastuti, 2006)
Elektroforesis
Dalam kegiatan biologi molekuler, elektroforesis merupakan salah satu cara untuk
memvisualisasikan keberadaan DNA, plasmid, dan produk PCR. DNA dapat dilihat secara
langsung dan dapat ditentukan ukurannya berdasarkan migrasinya pada gel agarose
maupun gel poliakrilamid. Migrasi DNA dalam gel disebut sebagai elektroforesis. Untuk
dapat divisualisasikan, maka DNA yang terdapat di gel diwarnai dengan ethidium bromida
(EtBr), kemudian dilihat di atas sinar ultra violet. Ethidium bromida dapat menangkap sinar
ultra violet sehingga pendaran sinar UV ini dapat terlihat. Ethidium mengikat molekul DNA,
2
sehingga molekul DNA dapat terlihat ketika dilihat di atas sinar ultra violet. DNA
merupakan molekul bermuatan negatif, sehingga bila diletakkan dalam medan listrik, DNA
akan bermigrasi dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan migrasi ditentukan oleh : i)
ukuran molekul DNA; ii) prosentase/kerapatan gel yang dilalui DNA; iii) arus listrik yang
diberikan untuk memigrasikan molekul DNA. Semakin kecil ukurannya DNA akan semakin
cepat migrasi DNA. Semakin rapat media yang digunakan, semakin tinggi prosentasenya,
maka semakin lambat DNA bermigrasi. Semakin besar arus yang diberikan, maka
semakin cepat DNA bermigrasi.
Gel elektroforesis digunakan untuk memisahkan fragmen DNA berdasarkan
ukurannya. Dimana jika sentrifugasi berarti memisahkan molekul menggunakan kekuatan
gravitasi sementara gel elektroforesis berarti memisahkan molekul dengan menggunakan
kekuatan elektrik. Gel elektroforesis mengambil keuntungan bahwa, sebagai asam
organik, DNA bermuatan negatif. Ketika diletakkan di dalam medan listrik, molekul DNA
menuju ke kutub positif (anoda) dan menjauhi kutub negatif (katoda).
Sebelum dilakukan elektroforesis, suspensi DNA terlebih dahulu harus
ditambahkan loading buffer (dye), yang berfungsi untuk i) menambah densitas, sehingga
DNA akan selalu berada di dasar sumur; ii) pewarna untuk memudahkan meletakkan
sampel DNA ke dalam sumur, iii) agar dapat bergerak ke arah anoda dengan laju yang
dapat diperkirakan sehingga dapat digunakan sebagai tanda migrasi DNA. Pewarna yang
biasa digunakan adalah bromophenol blue dan xylene cyanol. Selain itu, pembacaan pita
DNA di dalam gel yang telah diwarnai dengan ethidium bromida di atas lampu UV yang
dibandingkan dengan DNA standar juga sering dilakukan untuk menganalisis kuantitas
jumlah DNA (Suharsono dan Widyastuti, 2006).
Restriksi
Enzim restriksi endonuklease (enzim restriksi) mengenali urutan nukleotida spesifik
dan memotong DNA pada posisi di antara atau di luar sekuen yang dikenalinya tersebut.
Enzim ini telah ditemukan lebih dari 30 tahun yang lalu sehubungan dengan fenomena
pemotongan yang spesifik terhadap bakteri inang dan modifikasi oleh virus bakteri. Bakteri
pada mulanya tahan terhadap infeksi virus karena bakteri memiliki sistem pertahanan
dengan merusak molekul DNA asing yang masuk ke dalam selnya. Enzim restriksi yang
berhasil dimurnikan pertama kali adalah EcoRI dan EcoRII dari Escherichia coli, dan
HindII dan HindIII dari Haemophilis influenza. Enzim-enzim tersebut diketahui memotong
3
DNA pada urutan basa tertentu yang spesifik, yang menghasilkan fragmen-fragmen
seukuran gen yang dapat disambungkan kembali. Para peneliti dengan cepat segera
mengetahui bahwa enzim restriksi merupakan alat biologis baru yang dapat digunakan
untuk mempelajari organisasi, fungsi, dan ekspresi gen.
Enzim restriksi melindungi bakteri dari infeksi virus. Enzim ini berperan dalam
sistem imun pada mikroorganisme. Jika bakteri E. coli yang tidak memiliki enzim restriksi
diinfeksi virus, maka sebagian besar partikel virus mampu menyebabkan infeksi. Namun,
jika bakteri E. coli memiliki enzim restriksi, kemungkinan infeksi virus akan menurun.
Enzim restriksi biasanya terdapat dalam kombinasi dengan enzim pemodifikasi lain
yang melindungi DNA-nya sendiri dari pemotongan, misalnya DNA-metil transferase
(dnmt). Dnmt akan memetilasi basa DNA pada tiap untai sehingga sekuen yang dikenali
oleh enzim restriksi tidak akan terpotong.
Secara umum, enzim restriksi dapat dibedakan ke dalam 3 tipe, berdasarkan pada
komposisi sub unit, posisi pemotongan, spesifisitas sekuen DNA, dan perlu tidaknya
kofaktor. Enzim-enzim tipe I merupakan enzim yang kompleks, multisubunit, kombinasi
antara restriksi dan pemodifikasi yang memotong DNA pada area random yang jauh dari
sisi pengenalan. Enzim tipe I secara biokimia mungkin banyak berfungsi di dalam sel,
tetapi mereka kurang menguntungkan untuk digunakan dalam percobaan di laboratorium.
Enzim tipe II memotong DNA pada posisi tertentu yang dekat atau berada di antara
sekuen yang dikenalnya. Enzim tipe II menghasilkan fragmen-fragmen tertentu dengan
pola pita-pita yang spesifik pada gel agarosa. Enzim tipe inilah yang dipakai untuk
berbagai percobaan dalam analisis DNA dan kloning gen. Enzim tipe III juga merupakan
kombinasi restriksi dan enzim pemodifikasi. Enzim ini memotong DNA di luar sekuen yang
dikenal dan memerlukan 2 sekuen yang sama pada orientasi yang berlawanan pada untai
DNA yang sama untuk dapat memotong. Enzim-enzim ini jarang menghasilkan potongan
yang sempurna.
Ada beberapa faktor kunci yang harus diperhatikan untuk melakukan pemotongan
dengan enzim restriksi (enzyme digestion). Di antaranya adalah: gunakan jumlah DNA,
enzim, dan buffer yang benar dalam volume reaksi total yang sesuai. Satu unit enzim
restriksi akan memotong 1 ug DNA secara sempurna dalam 50 ul reaksi selama 1 jam.
Rasio enzim : DNA : volume reaksi ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam
menentukan reaksi. Meskipun demikian, sebagian besar peneliti mengikuti pedoman
umum reaksi digesti di mana 10 kali over-digesti direkomendasikan untuk mengatasi
4
variasi dalam sumber, jumlah dan kemurnian DNA. DNA harus terbebas dari kontaminan
seperti fenol, kloroform, alkohol, EDTA, deterjen (SDS) atau garam yang berlebih. Metilasi
DNA dapat mengakibatkan penghambatan digesti dengan enzim tertentu. DNA plasmid
superkoil dan DNA yang terikat gel agarose pada umumnya memerlukan lebih dari 1
unit/ug untuk dapat terpotong sempurna.
Enzim restriksi merupakan enzim yang tidak stabil. Oleh karena itu, sebaiknya
disimpan pada suhu -20°C untuk sebagian besar enzim. Beberapa enzim perlu disimpan
pada -70°C. Enzim ini harus tetap disimpan di dalam es ketika dikeluarkan dari freezer
dan harus selalu menjadi komponen yang ditambahkan terakhir pada campuran reaksi.
Selain stabilitas, harga enzim restriksi pun mahal. Campur reaksi dengan baik dengan
cara pemipetan atau menggoyang tabung reaksi. Sentrifus dengan cepat selama
beberapa detik jika ada cairan yang menempel di dinding tabung.
Untuk menghentikan reaksi enzim, dapat dilakukan penambahan stopper reagent
yang mengandung SDS-EDTA.
Pemetaan Plasmid
Menurut Brown (1991) dan Glick and Pasternak (1994), dalam menyusun peta
restriksi harus dilakukan suatu rangkaian digesti restriksi. Jumlah dan ukuran fragmen
yang dihasilkan oleh tiap-tiap endonuklease restriksi harus ditentukan dengan
elektroforesis gel, kemudian dibandingkan dengan ukuran marka. Hasil yang didapat
harus didukung oleh hasil rangkaian digesti ganda, yaitu DNA dipotong dengan dua enzim
restriksi secara bersamaan. Pembandingan hasil digesti tunggal dan digesti ganda akan
memungkinkan pemetaan banyak tempat restriksi.
5
BAHAN DAN METODE KERJA
Analisis Kualitatif dan Kuantifikasi DNA dengan Elektroforesis Gel Agarosa
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi DNA Plasmid
Dapat diketahui bahwa dalam proses mengisolasi plasmid dari suatu bakteri, ada
tiga tahap penting yang perlu dilakukan, yaitu 1. Lisis membran sel bakteri, 2. Ektraksi
DNA, 3. Pengendapan DNA.
Proses lisis diawali dengan adanya pemberian SDS + NaOH dimana SDS (sodium
dodesil sulphate) merupakan deterjen yang berperan untuk melisis dinding atau membran
sel yang terdiri dari lipid (fosfolipid) dan NaOH sebagai larutan basa berfungsi untuk
denaturasi protein atau DNA (DNA double strain menjadi single strain). Terjadinya proses
lisis ditandai dengan terbentuknya lendir. Kemudian larutan disentrifugasi untuk diambil
supernatannya berupa lautan suspensi.
Pada larutan suspensi sebelum diekstraksi, terdapat senyawa DNA plasmid, RNA,
Protein, Senyawa Organik dan Komponen Lipid. Ekstraksi dilakukan dengan adanya
penambahan PCI (Phenol-Chloroform-Isoamyl Alcohol) dengan tujuan untuk memisahkan
antara DNA dan komponen lainnya dimana Phenol-Chloroform berfungsi sebagai pelarut
dari senyawa organik dan komponen lipid. Dengan dilakukannya ekstraksi menggunakan
PCI maka setelah disentrifugasi terbentuklah 3 fase dimana terdiri dari fase air yang ada di
paling atas tempat DNA plasmid berada, protein yang terkoagulasi di fase yang ada di
tengah dan fase Phenol-Chloroform yang ada di paling bawah karena sifat chloroform
yang berat jenisnya besar.
Fase air yang diambil kemudian diendapkan menggunakan sodium acetat untuk
menciptakan kondisi netral dan alcohol untuk mengikat air yang sebelumnya terikat pada
DNA sehingga DNA mengendap dengan sentrifugasi. Pelet yang didapat kemudian
dimurnikan dengan penambahan etanol 70% yang kemudian disentrifugasi lagi untuk
didapatkan pelet. Pada tahap ini tidak perlu dilakukan resuspensi karena apabila dilakukan
resuspensi DNA akan sulit mengendap karena pH nya tidak netral lagi. Penambahan
RNase dapat diberikan untuk menghilangkan sisa-sisa fragmen RNA setelah dilakukan
pemurnian dan proses vakum dengan bantuan larutan buffer TE ataupun dH2O.
9
Analisis Kemurnian DNA dan Kuantifikasi DNA dengan Spektrofotometer
Dari DNA plasmid yang diisolasi diperoleh dilakukan kuantifikasi dengan
menggunakan metode spektrofotometri, didapatkan hasil seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai absorbansi larutan DNA pada panjang gelombang 260 dan 280 nm
Kel Abs λ260 Abs λ280 Abs λ260/ Abs λ280 konsentrasi ng/ul
10
Dari hasil elektroforesis dapat diketahui bahwa DNA plasmid yang terbentuk ada
beberapa macam karena terbentuknya beberapa pita. Kemungkinan pita-pita tersebut
adalah DNA plasmid dimana plasmid berbentuk superheliks (ccc = covalently closed
circular) bermigrasi paling jauh dari sumur, pita DNA plasmid yang berada di tengah
berbentuk linear, sedangkan yang bermigrasi paling dekat dengan sumur adalah pita DNA
plasmid yang berbentuk open sirkuler. Semakin kompak suatu DNA maka akan bermigrasi
semakin cepat sehingga pada saat yang bersamaan akan bermigrasi lebih jauh
dibandingkan dengan bentuk yang kurang kompak. DNA superheliks lebih kompak
dibandingkan dengan DNA plasmid dalam keadaan open sirkuler atau linier.
Dari hasil elektroforesisi pun dapat dikuantifikasi konsentrasi dari larutan DNA yang
di dapatkan seperti pada kelompok 5, untuk 1 ul DNA plasmid yang dielektroforesis
mengandung bobot 40 ng, sehingga apabila larutan DNA yang dimiliki adalah 50 ul maka
konsentrasi DNA yang diisolasi adalah 2000 ng/50 ul atau 40 ng/ul. Sehingga ketika akan
dilakukan restriksi maka larutan DNA yang dibutuhkan adalah sekitar 2.5 ul untuk
mendapatkan 100 ng DNA.
Gambar 5. Hasil digesti DNA plasmid mengunakan beberapa enzim restriksi
11
Dari hasil elektroforesis untuk proses restriksi diperoleh panjang fragmen sebagai
berikut,
Maka dari data tersebut dapat diperoleh pemetaan enzim restriksi pada plasmid pGEM T
Easy seperti yang terlihat pada Gambar 6.
SacI, EcoRI, NotI
SacI
pGEM T Easy
3824 bp HindIII
EcoRI, NotI
Gambar 6. Pemetaan plasmid pGEM T Easy
Dari hasil pemetaan dapat diketahui bahwa SacI, EcoRI dan NotI memiliki dua
situs pengenalan restriksi dimana satu situs pengenalan restriksi pada tempat yang sama,
sedangkan HindIII hanya memiliki satu situs pengenalan. Situs pengenalan pengenalan
EcoRI dan NotI memiliki jarak restriksi yang sama.
12
SIMPULAN
1. Dari isolasi DNA plasmid, diperoleh DNA plasmid yang kurang murni dan diperoleh
konsentrasi plasmid sebesar 110.6 ng/ul
2. Dari hasil elektroforesis diperoleh beberapa tipe plasmid dari linear, sirkular, open
sirkular dan diperoleh konsentrasi DNA 40 ng/ul.
3. Dari hasil restriksi untuk pemetaan Plasmid diketahui pGem T Easy memiliki 4
situs restriksi dengan enzim SacI, EcoRI dan NotI dan HindIII.
DAFTAR ACUAN
Brock, T. D., Michael T. Madigan, john M. Martinko and Paker. 1994. Biology of
microorganisms. Prentice Hall.
Brown, T.A. 1991. Pengantar Kloning Gena (terjemahan). Yayasan Essentia Medica.
Glick, B.R. and J.J. Pasternak. 1994. Molekuler Biotechnology, Principles and
applications of Recombinan DNA. ASM Press. Washinton D.C.
13