Professional Documents
Culture Documents
1, Agustus 2001
Abstrak
Pemetaan batas wilayah memiliki beberapa aspek yang harus dimengerti baik oleh para pengambil keputusan
di daerah, maupun oleh para pelaku pemetaan itu sendiri. Aspek-aspek ini adalah aspek penetapan, aspek
pengukuran dan asepk pemetaan. Dalam sebuah tinjauan yang komprehensif, aspek penetapan ternyata memiliki
beberapa cara (alami, perjanjian, hierarkis), sebagaimana aspek pengukuran (kartometris, fotogrametris, inderaja,
terrestris). Dan dalam masalah pemetaan, batas wilayah memiliki hal-hal yang semestinya penting untuk
ditampilkan, seperti misalnya soal akurasi dan sumber penetapannya. Dengan demikian persoalan pemetaan batas
wilayah tidaklah sekedar masalah pengukuran GPS (terestris) dan pemasangan patok/pilar semata-mata. Dan para
pengguna peta harus lebih kritis ketika akan menggunakan data batas wilayah, apalagi bila itu menyangkut
kewenangan penggunaan sumber daya alam, seperti pada era otonomi sekarang ini.
1
Peneliti Muda Bidang Teknologi Pemetaan Digital, Pusat Pemetaan Dasar Rupabumi dan Tata Ruang - Bakosurtanal
2
Kabid Batas Wilayah, Pusat Pemetaan Batas Wilayah - Bakosurtanal
3
Staf Bidang Pemetaan Batas Wilayah - Bakosurtanal
1
Aspek-aspek Pemetaan Batas Wilayah – Fahmi Amhar, Tri Patmasari, Anas Kencana
dan batas teritorial 12 mil laut dari pantai). dijadikan pegangan adalah koordinat aslinya.
Namun bila diteliti lebih dekat, sungai atau Jadi bukan satu wilayah yang bertambah luas
pantai ini ternyata mengalami dinamika. dan lainnya bertambah sempit, namun obyek
Pantai atau tepi sungai bisa “bergeser” karena (sungai / pantai) pada wilayah itu yang
pasang surut, sedimentasi atau erosi. Pada bergeser.
peta rupabumi (darat), pantai laut biasa Selain air, yang juga sering dijadikan
didefinisikan dengan garis pantai (tinggi nol) batas alam adalah patahan bukit, di mana air
rata-rata. Sementara untuk peta perencanaan hujan akan mengalir ke dua arah yang
permukiman, lebih menguntungkan meng- berbeda. Definisi ini menguntungkan karena
gunakan garis pantai dengan pasang tertinggi, dengan demikian air tidak harus mengalir
agar pasti daerah permukiman itu tidak dari satu wilayah ke wilayah lain – selain
kebanjiran saat air pasang. Sebaliknya untuk pada sungai. Dengan teknologi Model
peta navigasi (laut) garis pantai yang lebih Elevasi Digital (DEM), patahan bukit ini bisa
penting adalah garis muka laut terendah, ditentukan secara semi otomatis yaitu dengan
karena ini berkait dengan apakah sebuah memperhatikan arah lereng (slope) yang
kapal pasti bisa sandar atau tidak. berarti juga arah air akan mengalir.
2
GEO-INFORMATIKA Vol. 8 No. 1, Agustus 2001
pelebaran sehingga akan mengalami masalah desa sampai akhirnya ke batas kepemilikan.
yang sama seperti batas alam (pantai). Dengan demikian, di dalam basis data, atribut
Sedang batas maya selama tidak dari polygon yang membentuk garis batas
mencantumkan koordinat, masih akan tersebut harus memiliki semua informasi
memiliki potensi sengketa, terutama bila apa dalam hierarki. Dalam software GIS seperti
yang dideskripsikan secara verbal sudah sulit Arc/Info hal ini bisa dilakukan secara
dijumpai di lapangan. Bila pohon atau patok otomatis dimulai dari batas wilayah yang
yang hilang tidak berkoordinat, maka sangat tertinggi.
sulit untuk direkonstruksi.
Satu-satunya bentuk batas dengan Aspek-aspek Pengukuran Batas
perjanjian yang mudah direkonstruksi adalah
batas dengan angka-angka lintang/bujur atau Bila penetapan batas harus dilakukan
elevasi tertentu, misalnya seperti sebagian melalui kesepakatan antar pihak yang akan
batas Irian Jaya – PNG adalah 141° BT, atau berbatasan, maka pengukuran batas adalah
sebagian batas Kabupaten dan Kota Bandung upaya untuk mendapatkan koordinat dari
adalah sepanjang ketinggian beberapa ratus titik-titik batas.
meter dari permukaan laut. Di masa lalu, batas sering hanya
didokumentasikan secara grafis, baik berupa
3. Batas ditetapkan secara hierarkis peta atau sketsa. Akibatnya ketelitiannya
Batas-batas wilayah dan batas pemi- sangat tergantung dari skala, bidang proyeksi,
likan tanah seharusnya memiliki hubungan sistem referensi geografis, serta pengaruh
hierarkis, baik ke atas maupun ke bawah. perubahan akibat usia pada kertas grafis yang
Hubungan hierarkis ke atas artinya, dipakai. Baru sejak sekitar dua dekade
batas wilayah harus memperhatikan batas- terakhir ini barangkali penggambaran batas
batas kepemilikan sehingga sebuah tanah dipisahkan dari pengukuran batas, atau
milik perorangan tidak perlu terbagi dua di dengan kata lain, pengukuran batas menjadi
daerah administrasi atau bahkan daerah salah satu syarat pemetaan batas.
hukum yang berbeda. Maka dalam penentuan Berbeda dengan obyek alam yang
batas wilayah, panitia penetapan batas perlu memiliki ukuran panjang dan lebar (2D), atau
mempelajari status kepemilikan tanah pada mungkin juga tinggi atau ketebalan (3D),
route yang kemungkinan dilewati batas batas bersifat abstrak, yaitu hanya memiliki
tersebut. Di sinilah diperlukan koordinasi satu dimensi (panjang). Oleh karena itu
antara Badan Pertanahan Nasional (BPN) pengukuran batas akan memerlukan akurasi
dengan Depdagri. yang jauh lebih tinggi - dari misalnya peng-
Sedang hubungan hierarkis ke bawah ukuran jalan – ini karena jalan memiliki lebar
artinya, batas wilayah yang lebih tinggi beberapa meter, sehingga bila jalan digam-
otomatis menjadi batas wilayah di bawahnya. barkan dalam sebuah garis, maka posisi garis
Maka semestinya, batas negara adalah selalu itu memiliki toleransi sebesar lebar jalan.
bagian dari batas suatu propinsi, dan batas Maka dalam peta skala berapapun,
propinsi selalu bagian dari batas kabupaten/ garis batas mestinya tidak mengalami
kota, dan seterusnya menurun ke kecamatan/ perubahan apapun, baik karena generalisasi
maupun simbolisasi. Hanya saja secara
3
Aspek-aspek Pemetaan Batas Wilayah – Fahmi Amhar, Tri Patmasari, Anas Kencana
kartografis hal ini sangat sulit. Pada bukan referensi resmi mengenai batas
umumnya, pada unsur di mana batas administrasi”. Namun ini sudah merupakan
bertumpang tindih dengan jalan, maka batas best available source dibanding misalnya
digambar secara offset di salah satu tepi, peta-peta batas Badan Pusat Statistik (BPS)
dengan maksud agar jalan tetap kelihatan. yanga pada saat itu dibuat dengan sketsa,
Namun dalam basis data di komputer, posisi sekedar untuk membantu pekerjaan
garis batas yang sesungguhnya (disebut juga pencacahan dalam sensus penduduk. Karena
posisi geografis) tetap bisa terus di simpan, semua data batas baik dari Bakosurtanal
misalnya dalam kolom atau layer terpisah. maupun BPS ini ada dalam bentuk digital,
Bila dilakukan analisis spasial, maka posisi pemakai mestinya berhati-hati dalam meng-
yang sesungguhnya itulah yang dipakai, gunakannya.
bukan posisi kartografisnya. Kesulitan lain adalah efek kartometri
Masalahnya kini bagaimana mendapat- yang mau tak mau terjadi tatkala orang
kan angka-angka koordinat posisi geografis mendigitasi peta. Efek ini terjadi karena
untuk yang pertama kalinya. Ada beberapa garis batas dalam peta sedikit banyak telah
teknik untuk mengatasi permasalahan ter- digambar dengan generalisasi dan simbolisasi
sebut, yaitu : yang sesuai skala peta. Bahkan pada kasus-
kasus tertentu dia digambar secara offset agar
1. Batas diambil dari peta yang sudah tidak menutupi obyek yang dianggap lebih
ada (kartometris) penting bagi peta tersebut – misalnya jalan.
Teknik ini dipakai secara massif sejak Menurut riset (Amhar, 2000), akurasi maksi-
hadirnya komputerisasi pemetaan. Maka mal yang dicapai seorang operator berpe-
semua peta grafis batas, mulai dari batas ngalaman dalam mendigitasi adalah 0.2 mm
persil hingga batas negara dicoba didigitasi pada peta. Sebagai contoh, peta berkala
untuk dijadikan data dasar utama analisis 1:500.000, akan mempunyai akurasi mak-
spasial, baik untuk menghitung pajak maupun simum 1 mm di lapangan. Bila peta itu ber-
untuk menghitung potensi wilayah. skala 1:500.000, maka ini berarti 100 m di
Teknik digitasi ini, biarpun dengan lapangan. Bila hal ini digabungkan dengan
equipment yang an sich berakurasi sangat simbol garis batas itu sendiri yang setebal
tinggi, tetap saja dia subyek yang dipengaruhi 1nmm (= 500 m di lapangan), offset yang
oleh kualitas sumber data dan efek kartometri juga 1 mm, dan generalisasi yang membuat
itu sendiri. satu lekukan kecil di peta dihilangkan, maka
Harus diakui bahwa hampir semua ketidakpastian itu menurut hukum propagasi
sumber data peta-peta batas yang ada adalah akan menjadi setidaknya sekitar 714 m di
sedikit banyak hanya merupakan dugaan dari lapangan!
pemerintah daerah yang dibuat di atas peta
rupabumi. Meski dugaan ini disahkan oleh 2. Batas diukur di atas foto udara
pemerintah setempat, namun ketiadaan (fotogrametris)
dokumen formal dan pilar-pilar batas di
lapangan mengharuskan Bakosurtanal, Teknik ini mirip kartometri namun
sebagai pembuat peta rupabumi itu, selalu menggunakan foto udara yang memiliki
menambahkan disklaimer bahwa “peta ini keuntungan belum tergeneralisasi maupun
4
GEO-INFORMATIKA Vol. 8 No. 1, Agustus 2001
simbolisasi. Teknik ini efektif untuk program pemotretan di bawah awan. Namun inipun
ajudikasi tanah, yang berarti penegasan batas bukannya tanpa masalah. Pengalaman di
kepemilikan lahan, yang volumenya besar Irian Jaya, untuk mengatasi tutupan awan,
(mencakup areal yang luas). Pengalaman dicoba dipotret di bawah awan, namun yang
menarik diberitakan dari Neumaier (VGI didapatkan menjadi 1600 lembar foto,
4/97), seorang professor dari Austria yang padahal yang ingin dihasilkan adalah peta
berjasa membangun kadastral di Cina tahun skala 1:50.000 pada areal yang hampir
1930-an. Metodenya adalah sebagai berikut : seluruhnya hutan belantara dengan elevasi
bergelombang. Sasaran utama yang diingin-
• Membuat pemotretan udara skala besar
kan dari metode ini adalah DEM untuk
(mungkin skala 1:5000) dari seluruh areal
menghasilkan garis kontur. Jadi yang
yang akan ditegaskan batasnya.
terutama dibutuhkan adalah DEM untuk
• Menyebar foto-foto itu ke desa-desa menghasilkan garis kontur. Selanjutnya
melalui petugas desa yang sudah dilatih posisi sungai bisa didekati lebih dahulu
membaca foto udara. Penduduk supaya dengan melihat garis konturnya. Masalahnya
memberi tanda batas areal tanah miliknya untuk membuat titik-titik input DEM yang
di atas foto. rapat pada volume foto yang sangat besar,
• Foto-foto yang telah diberi klaim batas pekerjaan ini tidak ekonomis. Sebagai
kemudian diumumkan selama tiga bulan. alternatif jalan keluar, DEM didekati dulu
• Bila dalam tiga bulan itu tidak ada dengan titik-titik Triangulasi Udara (AT)
bantahan, maka batas itupun menjadi yang mau tidak mau memang harus diukur
batas resmi. Bantahan yang ada harus dan dihitung untuk bisa mengerjakan
diselesaikan (negosiasi, kompromi, keseluruhan proyek. Yang penting di sini,
penyelesaian hukum). harus ada uji coba secara sampling sejauh
• Setelah semua batas tegas, barulah foto mana diferensi antara DEM dari titik-titik AT
itu diukur secara metris. Hal ini bisa dan DEM dari pengukuran stereo pada daerah
dilakukan dengan dua cara: (1) diukur yang terbatas. Bila toleransi ini masih
koordinatnya di atas foto, baru kemudian dibolehkan pada skala 1:50.000 maka berarti
dilakukan transformasi ke georeferensi. DEM dari AT ini sudah mencukupi dan
(2) dibuat ortofoto dulu, lalu diukur di pekerjaan ini akan jauh lebih efisien.
ortofoto, sehingga langsung didapat
koordinat georeferensi. 3. Batas diukur dari citra inderaja
Kesulitan utama dalam penentuan Batas juga bisa didekati dengan citra
batas pada foto maupun ortofoto adalah inderaja (remote sensing). Hal ini umumnya
adanya bayangan, baik dari gedung atau dilakukan untuk mengukur baik batas alam
vegetasi yang cukup tinggi, maupun dari (misalnya pantai) maupun batas obyek yang
awan yang membuat gambar menjadi gelap. tampak di alam (misal hutan / kebun).
Yang dimaksud di sini adalah “bayangan Perbedaan dengan foto udara adalah pada
awan”, bukan “tutupan awan”. resolusi citra inderaja yang relatif lebih kasar
Sedang untuk tutupan awan mau tidak - walaupun bisa dibuat halus – dengan harga
mau harus diatasi dengan menggunakan lebih mahal - misalnya dengan sensor
sensor tembus awan (misalnya radar) atau inderaja pada wahana pesawat terbang
5
Aspek-aspek Pemetaan Batas Wilayah – Fahmi Amhar, Tri Patmasari, Anas Kencana
(airborne). Keuntungan inderaja adalah sekian meter persegi (atau hektar) seakan
pengolahan data relatif lebih terotomatisasi, sebuah angka mati yang sudah benar. Hal ini
sehingga misalnya garis pantai bisa dikenali akan menyulitkan ketika areal di seke-
otomatis sebagai perbedaan darat dan laut, lilingnya juga mulai diukur. Jumlah luas
demikian juga batas hutan/kebun atau persil-persil bisa-bisa cukup jauh dari luas
lintasan sungai/jalan bisa dikenali dari keseluruhan areal.
spektral pixelnya.
Meski demikian, hasil kerja otoma-
tisasi ini tetap harus dinikmati dengan hati- Pemetaan & Basis Data Perbatasan
hati, karena yang tampak di citra tidak selalu
yang diinginkan untuk diukur. Sebagai misal 1. Isian Basis Data Batas Wilayah
mahkota sebuah pohon sering jauh melam- Konsekuensi masalah-masalah peng-
paui batas hutan di mana pohon itu berada. ukuran batas di atas mengharuskan basis data
Sedang tepi sungai atau pantai bisa batas wilayah memiliki isian informasi
mengalami perubahan temporal yang cukup sebagai berikut :
cepat, misalnya karena pasang surut atau • posisi kartografis (yang memungkinkan
banjir. Ini semua akan berpengaruh langsung offset) dan tergantung tingkat skala.
pada citra inderaja yang direkam pada saat
• posisi geografis yang sesungguhnya (yang
itu.
akan digunakan dalam analisis spasial).
• akurasi sumber data (diperkirakan secara
4. Batas diukur secara terrestris rinci sesuai metode data akuisisi:
kartometris, fotogrametris, inderaja atau
Pengukuran darat (terrestris) baik terrestris).
dengan pita meteran, total station maupun
• waktu data diambil dari lapangan (guna
GPS dipandang tetap lebih akurat dibanding
antisipasi aspek temporal pada akuisisi
pengkuran kartometris ataupun foto udara
data) dan waktu berlakunya data tersebut
dan inderaja. Yang menjadi masalah pada
(guna keperluan update / revisi peta),
pengukuran terestris adalah pengukuran yang sehingga sejarah batas sebuah wilayah
tidak sekaligus sistematis pada areal yang
bisa dilacak. Masalah waktu berlakunya
luas, sehingga ketaktelitian pada suatu lahan
data ini, terutama penting untuk batas-
berakibat langsung ketaktelitian pada areal
batas non administratif, misalnya batas
sekelilingnya. Hal ini bisa disebabkan oleh
konsesi hutan, kebun atau tambang.
akurasi pengukuran itu sendiri, atau oleh
• jenis batas (administratif, non adminis-
proses perhitungan sesudahnya yang men-
tratif)
cakup reduksi dan transformasi ke sistem
• toponimi (tiap wilayah administrasi harus
koordinat referensi atau proyeksi yang di-
memiliki identifikasi unik, baik melalui
gunakan.
suatu toponimi, suatu ID wilayah seperti
Permasalahannya adalah, dalam serti-
yang ada di Depdagri (Zip-code), kodepos
fikat tanah, angka-angka ketaktelitian ini
(post-code), kode area telepon, kode
tidak pernah (atau bahkan mungkin secara
nomor polisi untuk kendaraan ataupun
hukum tidak boleh) disebutkan. Angka luas
kode cacah (BPS).
tanah yang mestinya mengandung plus minus
6
GEO-INFORMATIKA Vol. 8 No. 1, Agustus 2001
• dokumen terkait sebagai file hyperlink 1:50.000) sering di satu sisi terlalu kecil
yang bisa dipanggil kapan saja. Dokumen untuk menggambarkan detil sepanjang per-
tertulis yang sudah ada bisa discan dan batasan, namun di sisi lain terlalu besar untuk
disimpan sebagai file gambar dalam meletakkan seluas mungkin wilayah dalam
format JPEG atau dikonversi ke teks sedikit mungkin lembar peta.
dengan OCR-software. Mungkin di sini memang diperlukan
• Informasi lain-lain seperti person yang dua jenis peta, yaitu satu overview untuk
mengerjakan, proyek yang mendanai, keseluruhan area, dan satu peta detil sepan-
besar dana dan sebagainya. jang perbatasan. Karena garis batas dari titik-
titik koordinat itu bersifat 1-dimensi maka
2. Penurunan peta batas secara otomatis sebenarnya tidak begitu tergantung skala dan
dapat di-overlay ke skala berapapun.
Bila basis data rupabumi dibuat dengan
benar dan true database oriented, maka 3. Simbol yang menunjukkan otoritas
pembuatan peta-peta batas wilayah yang
biasanya hanya menggambarkan kawasan Dalam peta rupabumi seharusnya
sepanjang route perbatasan bisa diturunkan dibedakan antara simbol batas administrasi
secara otomatis cukup dengan definisi route. yang sifatnya masih sementara dan belum
Softwarelah yang akan menyelesaikan bisa dijadikan referensi dan batas adminis-
tahapan-tahapan seperti seleksi area (band- trasi yang sudah ditegaskan serta diukur di
buffer) – termasuk penggabungan berbagai lapangan. Simbol juga sebaiknya menunjuk-
nomor peta - dan konversi termasuk peru- kan tingkat akurasi yang dimiliki sesuai
bahan skala dan transformasi zone proyeksi. sumber data (dari kartometri, fotogrametri,
Masalah skala memang sering menjadi inderaja atau terrestris/GPS).
salah satu persoalan dalam peta batas. Skala
baku dalam peta rupabumi sistematis (misal
Gambar 2. Contoh peta lokasi 30 pilar batas antara Kota Bandung dengan Kabupaten Bandung
7
Aspek-aspek Pemetaan Batas Wilayah – Fahmi Amhar, Tri Patmasari, Anas Kencana
8
GEO-INFORMATIKA Vol. 8 No. 1, Agustus 2001
9
Aspek-aspek Pemetaan Batas Wilayah – Fahmi Amhar, Tri Patmasari, Anas Kencana
Pantai Indonesia (LPI) 1:50.000 yang baru Batas ini setelah divalidasi kemudian
sebagian kecil wilayah pesisir, dan peta ditetapkan dalam basis data, kemudian dari
navigasi 1:200.000. situ baru diturunkan peta-peta batas secara
Penetapan yuridis dilakukan secara otomatis disertai simbol yang memadai.
paralel dengan metode pengukuran, umum- Pekerjaan ini semua harus didukung
kan batas sementara (terutama untuk batas perundangan yang mengharuskan mencan-
alam atau buatan yang bisa direkonstruksi), tumkan tingkat akurasi dalam data spasial
beri waktu untuk dikomentari pihak yang seperti luas tanah dalam sertifikat tanah
terkait, bila belum disetujui maka lakukan ataupun luas wilayah pada monografi
negosiasi dan kompromi di lapangan untuk wilayah, serta memungkinkan revisi dengan
mencari kesepakatan. data yang lebih akurat lagi.
Selebihnya batas wilayah dengan hierarki
yang lebih tinggi ditetapkan secara hierarkis
ke atas.
References
Amhar, F. (2000): Kualitas Data, Akurasi dan Skala Peta. FIT ISI 2000: 92-100.
Djunarsjah, E. (2000): Aspek-aspek Geodetik dalam Penetapan Batas Wilayah Laut Propinsi di Indonesia. FIT ISI
2000: 4-8.
Kresnawati, D., H. Warsito, S. Sutisna (2000): Suatu Pemikiran: Pemanfaatan Foto Udara Sebagai Pendekatan Secara
Visual Penegasan Batas Wilayah. FIT ISI 2000: 4-8.
Patmasari, T., A. Kencana, E. Artanto (2000): Tantangan Pemetaan Batas Wilayah dalam Rangka Otonomi Daerah.
FIT ISI 2000: 42-45.
10