Professional Documents
Culture Documents
Makalah Pato Fix
Makalah Pato Fix
Hipertensi selain mengakibatkan angka kematian yang tinggi (high case fatality
rate) juga berdampak kepada mahalnya pengobatan dan perawatan yang harus ditanggung
para penderita. Perlu pula diingat hipertensi berdampak pula bagi penurunan kualitas
hidup. Hipertensi sebenarnya dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Jika salah
satu orang tua terkena Hipertensi, maka kecenderungan anak untuk menderita Hipertensi
adalah lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki orang tua penderita
Hipertensi (Anonim, 2010).
Di Amerika, diperkirakan 30% penduduknya (± 50 juta jiwa) menderita tekanan
darah tinggi (≥ 140/90 mmHg); dengan persentase biaya kesehatan cukup besar setiap
tahunnya. Menurut National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES), insiden
hipertensi pada orang dewasa di Amerika tahun 1999-2000 adalah sekitar 29-31%, yang
1
berarti bahwa terdapat 58-65 juta orang menderita hipertensi, dan terjadi peningkatan 15
juta dari data NHNES III tahun1988-1991 (Anonim, 2008).
Lebih dari 60 juta rakyat Amerika mengalami tekanan darah tinggi,termasuk lebih
dari separuh (54,3%) dari seluruh masyarakat Amerika yangberusia 64 hingga 74 tahun
dan hampir tiga per empat (72,8%) dari seluruh orang Amerika Afrika dalam kelompok
usia yang sama (Anonim, 2008).
Tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit degeneratif. Umumnya
tekanan darah bertambah secara perlahan dengan bertambahnya umur. Risiko untuk
menderita hipertensi pada populasi ≥ 55 tahun yang tadinya tekanan darahnya normal
adalah 90%. Kebanyakan pasien mempunyai tekanan darah prehipertensi sebelum mereka
didiagnosis dengan hipertensi, dan kebanyakan diagnosis hipertensi terjadi pada umur
diantara dekade ketiga dan dekade kelima (Anonim, 2008).
Sampai dengan umur 55 tahun, laki-laki lebih banyak menderita hipertensi
dibanding perempuan. Dari umur 55 s/d 74 tahun, sedikit lebih banyak perempuan
dibanding laki-laki yang menderita hipertensi. Pada populasi lansia (umur ≥ 60tahun),
prevalensi untuk hipertensi sebesar 65.4 % (Anonim, 2008).
DEFINISI
Tekanan darah, adalah tekanan di dalam pembuluh darah ketika jantung
memompakan darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah tinggi disebabkan oleh penyempitan
cabang-cabang arteri yang berukuran mikroskopik pada semua jaringan. Tekanan darah
sistolik adalah tekanan pada pembuluh darah yang lebih besar ketika jantung berkontraksi.
Tekanan darah diastolik adalah tekanan yang terjadi ketika jantung rileks di antara tiap
denyutan, maka dari itu penting ketika tekanan darah diukur, harus betul-betul rileks
(Beevers, 2002).
2
peningkatan tekanan darah sistol. Hipertensi yang berat menimbulkan efek merugikan
tidak hanya pada jantung , namun juga pada pembuluh darah dan ginjal (Crowley, 2001).
Pembuluh darah mirip dengan tabung karet yang mengalirkan darah terus-menerus
ke manapun dibutuhkan. Arteri, yang mengalirkan darah ke luar dari jantung, harus
menahan tekanan yang tinggi ketika darah dipompakan ke luar. Jika tekanan darah lebih
tinggi daripada biasanya selama bertahun-tahun, seperti pada hipertensi yang tidak diobati,
pembuluh darah tersebut menjadi rusak. Lapisan pada arteri dapat menjadi kasar dan tebal
dan pada akhirnya menimbulkan penyempitan sehingga menjadi kurang lentur daripada
sebelumnya. Hal ini dikenal sebagai arteriosklerosis. Jika arteri menjadi terlalu sempit,
darah tidak dapat melaluinya dengan benar, dan bagian tubuh yang bergantung pada arteri
tersebut untuk mendapatkan darah mengalami kekurangan darah dan oksigen yang
dibutuhkan. Ketika arteri menyempit terjadi peningkatan kecenderungan darah membeku
(thrombosis), yang dapat menyebabkan penyumbatan total pada arteri sehingga bagian
tubuh yang dilayaninya menjadi mati. Jika jantung atau otak yang terkena dampaknya,
bagian yang mati disebut infark (Beevers, 2002).
ETIOLOGI
Pada 95 persen kasus hipertensi tidak terdapat penyebab yang spesifik, dan kondisi
ini dikenal sebagai hipertensi primer atau esensial. Lima persen sisanya memiliki masalah
dengan ginjal atau kelenjar adrenal mereka. Dokter menyebutnya sebagai hipertensi
sekunder (Beevers, 2002).
3
tekanan darah seiring bertambahnya usia lebih besar pada mereka yang sering
mengkonsumsi banyak makanan bergaram (Beevers, 2002).
2. Hipertensi Sekunder
Sekitar 5% kasus hipertensi telah diketahui penyebabnya dan dapat dikelompokkan
seperti di bawah ini:
4
Hiperplasia adrenal kongentital merupakan penyebab hipertensi pada anak (jarang)
(Gray, 2005).
Koarktasio aorta. Paling sering mempengaruhi aorta pada distal dari arteri
subklavia kiri dan menimbulkan hipertensi pada lengan dan menurunkan tekanan
di kaki, dengan denyut nadi arteri femoralis lemah atau tidak ada. Vasokonstriksi
arteri sistemik dapat terjadi karena stimulasi system rennin-angiostensin dan
hiperaktivitas simpatis (Gray, 2005).
5
PATOGENESIS
Pada tekanan yang tinggi, tekanan arteri rata-rata 50 persen atau lebih di atas
normal. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara :
(1) Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap
detiknya. (2) Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka
tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut.
Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang
sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Hal tersebut biasanya
terjadi pada orang berusia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku
karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat
terjadi "vasokonstriksi", yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu
mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah. (3) Bertambahnya
cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal tersebut
terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah
garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga
tekanan darah juga meningkat (Guyton dan Hall, 1997).
Efek lethal dari hipertensi terutama disebabkan tiga hal berikut : (1) Kelebihan
beban kerja pada jantung, yang menimbulkan perkembangan awal dari penyakit jantung
kongestif, penyakit jantung koroner, atau keduanya, yang seringkali menyebabkan
kematian akibat serangan jantung. (2) Tekanan yang tinggi, yang seringkali menyebabkan
rupturnya pembuluh darah utama di otak, yang diikuti oleh kematian pada sebagian besar
otak, keadaan ini disebut infark serebral. Secara klinis keadaan ini dikenal dengan nama
‘stroke’. Bergantung pada bagian otak mana yang terkena, stroke dapat menyebabkan
kelumpuhan, demensia, kebutaan, atau berbagai gangguan otak yang serius lainnya. (3)
Tekanan yang tinggi hampir selalu menyebabkan berbagai pendarahan pada ginjal, yang
menimbulkan banyak kerusakan pada area ginjal, dan akhirnya terjadi gagal ginjal,
uremia, dan kematian (Guyton dan Hall, 1997).
Pada tahun 1975 Page dan Helmer mengemukakan bahwa renin merupakan
enzim yang bekerja pada suatu protein, angiotensinogen untuk melepaskan Angiotensin.
Baru pada tahun 1991 Rosivsll dan kawan-kawan mengemukakan bahwa bahwa renin
dihimpun dan disekresi oleh sel juxtaglomelurar yang terdapat pada dinding arteriol
afferen ginjal, sebagai kesatuan dari bagian macula densa satu unit nefron (Laragh 1992).
Renin adalah enzim dengan protein kecil yang dilepaskan oleh ginjal bila tekanan
arteri turun sangat rendah (Guyton dan Hall, 1997).
Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan pada uraian berikut. Renin bekerja
secara enzimatik pada protein plasma lain, yaitu suatu globulin yang disebut bahan renin
(atau angiotensinogen), untuk melepaskan peptida asam amino-10, yaitu angiotensin I.
Angiotensin I memiliki sifat vasokonstriktor yang ringan tetapi tidak cukup untuk
menyebabkan perubahan fungsional yang bermakna dalam fungsi sirkulasi. Renin
menetap dalam darah selama 30 menit sampai 1 jam dan terus menyebabkan
pembentukan angiotensin I selama sepanjang waktu tersebut (Guyton dan Hall, 1997).
Cara utama kedua dimana angiotensin meningkatkan tekanan arteri adalah dengan
bekerja pada ginjal untuk menurunkan eksresi garam dan air. Ketika tekanan darah atau
volume darah dalam arteriola eferen turun ( kadang-kadang sebagai akibat dari
penurunan asupan garam), enzim renin mengawali reaksi kimia yang mengubah protein
plasma yang disebut angiotensinogen menjadi peptida yang disebut angiotensin II.
Angiotensin II berfungsi sebagai hormon yang meningkatkan tekanan darah dan volume
darah dalam beberapa cara. Sebagai contoh, angiotensin II menaikan tekanan dengan cara
menyempitkan arteriola, menurunkan aliran darah ke banyak kapiler, termasuk kapiler
ginjal. Angiotensin II merangsang tubula proksimal nefron untuk menyerap kembali
NaCl dan air. Hal tersebut akan jumlah mengurangi garam dan air yang diekskresikan
dalam urin dan akibatnya adalah peningkatan volume darah dan tekanan darah
(Campbell, et al. 2004).
Peranan reseptor AT1 yaitu menjaga keseimbangan cairan tubuh, tekanan darah,
siklus hormon reproduksi, dan perilaku seksual. Reseptor AT2 mempunyai peranan
pertumbuhan pembuluh darah (vaskular) dan kontrol aliran darah. Reseptor AT4
terdistribusi pada neokorteks, hippocampus, serebelum, struktur ganglia basalis, dan
beberapa jaringan peripheral. Reseptor AT4 berperan dalam kemampuan memori,
regulasi aliran darah, pertumbuhan neurit, angiogenesis dan fungsi ginjal (Wright and
Harding, 1997).
Tekanan dalam mmHg Tingkatan tekanan darah Gejala-gejala yang dapat menyertainya
Sistolik Diastolik
Kurang Kurang Rendah (Hipotensi) Pusing, rasa lemah, mata gelap
dari 90 dari 60 terutama jika cepat berdiri dari duduk,
jongkok, atau berbaring.
90-140 60-90 Normal Tidak ada
140-160 90-95 Hipertensi perbatasan Seharusnya tidak ada, tetapi jika ada
kemungkinan ada sebab lain atau
komplikasi dari hipertensi
160-200 95-110 Hipertensi ringan (mild) Tekanan darah kadang-kadang labil,
belum ada komplikasi hipertensi
200-230 110-120 Hipertensi sedang Gejala/keluhan belum pasti ada, ginjal
(moderate) seharusnya masih berfungsi baik
230-280 120-140 Hipertensi berat Biasanya disertai dengan kelainan
jantung, ginjal, atau otak
Meningkat dengan cepat Hipertensi accelerate Mendadak sakit keras dengan
sekali sampai (maligna) gangguan berat pada fungsi ginjal
230 130
karena adanya papil edema
(Gunawan, 2001).
Gejala akibat hipertensi primer: sakit kepala, mimisan, jantung berdebar, sering buang
air kecil di malam hari, dan telinga berdengung. Gejala lain adalah sesak nafas, sukar tidur, mata
berkunang-kunang, mudah marah dan mudah lelah (Lili, 2007).
Kelainan ini dapat meningkatkan tekanan darah sistolik maupun diastolik (Lili,
2007).
5. Gejala yang disebabkan kelebihan kortisol (hormon yang diproduksi kelenjar adrenal
yang dapat meningkatkan tekanan darah) :
Peningkatan penumpukan lemak pada wajah, leher dan badan
Kulit menipis, tanda-tanda guratan ungu, mudah memar dan pertumbuhan rambut
berlebihan
Emosi tidak stabil
Kenaikan berat badan berlebihan
Lemah (Lili, 2007).
Gejala yang paling sering muncul pada hipertensi primer adalah sakit kepala. Pada
hipertensi sekunder, gejala yang muncul adalah gejala penyakit penyebabnya. Misalnya, pada
hipertensi yang disebabkan kelainan ginjal, gejala yang dirasakan pasien adalah gejala-gejala
kelainan ginjal. Berbahaya jika gejala-gejala itu sudah menyerang target organ hipertensi,
yaitu organ-organ yang akan mengalami gangguan atau kerusakan akibat tekanan darah yang
tidak terkontrol dan tidak diobati. Target organ hipertensi ini meliputi otak, mata, jantung,
pembuluh darah, dan ginjal (Lili, 2007).
PROGNOSIS
Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat. Terapi
dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obat antihipertensi biasanya dapat
menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan kerusakan pada
jantung atau organ lain. Kunci untuk menghindari komplikasi serius dari hipertensi
adalah untuk mendeteksi dan mengobati sebelum kerusakan terjadi (Anonim, 2011).
Hipertensi dewasa ini telah menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang paling banyak dijumpai di seluruh dunia. Meskipun hipertensi merupakan penyakit
seumur hidup yang tidak dapat disembuhkan secara total, namun dapat dilakukan
beberapa upaya tertentu untuk mengendalikan tingkat tekanan darah guna mengurangi
risiko mortalitas dan morbiditas akibat penyakit hipertensi disertai penyakit komplikasi
dan penyakit penyerta. Penanganan untuk penyakit hipertensi dapat dilakukan tanpa
terapi obat (non- farmakologi) yaitu dengan cara mengatur pola hidup atau life style
pasien maupun dengan terapi obat (farmakologi). Terapi tanpa obat mempunyai
kecenderungan untuk selalu didahulukan dan diterapkan pada semua penderita hipertensi,
khususnya bagi penderita hipertensi ringan (tekanan diastolik antara 90-104 mmHg) yang
tidak disertai penyakit lain seperti diabetes mellitus, penyakit jantung koroner, kerusakan
organ sasaran (organ yang akan rusak sebagai akibat dari hipertensi seperti otak, jantung,
ginjal, mata.), hiperlipidemi atau perokok. dianjurkan memakai cara pengobatan non-
farmakologi terlebih dahulu selama 3-6 bulan sambil dilakukan pemeriksaan dan
pemantauan tekanan darah secara rutin (Siauw,1994). Sedangkan untuk pengelolaan
hipertensi yang menggunakan terapi obat, harus dilakukan secara rasional dan
mengutamakan “Patient safety” (Anonim, 2011).
PENCEGAHAN
Meskipun faktor keturunan memegang peranan penting, namun cara dan pola
hidup sangat esensiil dalam menjauhi hipertensi. Misalnya, makan berlebihan dengan
terlalu banyak lemak serta garam (dan gula), terlampau sedikit gerak badan dan merokok,
dapat mendorong terjadinya hipertensi (Tan, 2007).
Tindakan Umum
Penderita dengan TD tinggi tanpa ada sebab-sebab organis yang jelas dapat
menerapkan sendiri sejumlah aturan hidup untuk menurunkan tensinya. Pola hidup yang
baik juga meningkatkan efektivitas obat-obat antihipertensi dan mengurangi resiko PJP
(Tan, 2007).
Salah satu obat yang digunakan untuk mengembalikan tekanan darah pada
penderita hipertensi yaitu ACE-inhibitor. ACE-inhibitor merupakan obat unggulan untuk
penyakit kardiovaskular, terutama dalam memperbaiki fungsi dan anatomi pembuluh
darah arteri, memperbaiki fungsi endotel, meregresi tunika media, meregresi dan
menstabilkan plak aterosklerosis (Soemantri, et al. 2007).
Campbell NA, Reece JB, and Mitchel LG. 2004. Biologi. Alih Bahasa :
Guyton AC and Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Alih
Bahasa : Irawati setiawan, LMA Ken Ariata Tengadi, Alex Santoso. Jakarta :
EGC
Laragh JH. 1992. The Renin System and Four Lines of Hypertension
Research. Nephron Heterogenity, The Calcium Connection, The Prorenin
Vasodilator Limb and Plasma Renin and Heart Attack. Hypertension, 20 : 267-
279.
McKinley MJ, Albiston AL, Allen AM, Mathai ML, May CN, McAllen
RM, Oldfield BJ, Mendelsohn FA and Chai SY. 2003. The Brain Renin-
Angiotensin System: Location and Physiological Roles. Int. J. Biochem. Cell.
Biol., 35(6): 901-15
Oates JA, and Brown NJ. 2001. Antihypertensive Agents and Drugs
Therapy of Hypertension In: Hardman JG, Gilman AG (editors). The
Pharmacological Basis of Theurapeutics. 10th ed. New York: McGraw-Hill.
http://www.infopenyakit.com/2008/01/penyakit-darah-tinggi-
hipertensi.html diakses tanggal 23 Februari 2011
http://file.upi.edu/Direktori/D%20%20FPMIPA/JUR.%20PEND.
%20BIOLOGI/197003311997022%20-%20HERNAWATI/FILE%206.pdf diakses tanggal
23 Februari 2011
http://www.rsbk-batam.co.id/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=25
diakses tanggal 24 Februari 2011
http://www.indomp3z.us/showthread.php/74506-Faktor-Resiko-dan-
Gejala-Hipertensi diakses tanggal 24 Februari 2011
http://www.kompas.com/kesehatan/news/senior/gizi/0301/23/gizi.htm
diakses tanggal 24 Februari 2011