You are on page 1of 3

Medical management of patients with multiple organ

dysfunction arising from acute radiation syndrome


Istilah multiple organ dysfunction syndrome (MODS) adalah berdasarkan konsensus ahli untuk
menjelaskan ‘‘penurunan fungsi organ yang terus menerus” dan perubahann alterasi dinamis
fungsi organ yang terjadi pada kondisi penyakit akut. Sekiranya meluas, MODS dapat
menyebabkan multiple organ system failure (MOSF). Dosis radiasi >10 Gy adalah fatal dan
is uniformly lethal; comfort care should be employed in
these instances.

Neurologis

ARS bisa menyebabkan penurunan status mental sehingga harus dibedakan dengan penyebab-
penyebab lain penurunan status mental seperti; ensefalopati metabolic, hepatic, uremik dan
septik. Delirium, edek dari obat-obatan, kelainan struktur, gangguan elektrolit, hipoksemia,
hiperkapnia dann hiperglikemia. Pada pasien dengan kesadaran yang menurun, endotrakeal
intubasi harus dilakukan sekiranya terjadi gangguan penukaran gas atau dengan resiko aspirasi.

Kardiovaskular

Manifestasi klinis awal pada ARS bisa berupa kondisi pro-inflamasi dan terjadi kebocoran
plasma yang meluas yang harus ditangani dengan pemberian cairan kristaloid dan kolloid dan
transfuse jika ada indikasi. Hipoperfusi yang tidak ditangani akan menyebabkan terjadinya
MODS. Pada ARS, kejadian hiperpireksia, luka bakar, muntah dan mencret dapat memperparah
hilangnya cairan dan elektrolit dari tubuh.
Pada pasien dengan syok yang diakibatkan oleh pendarahan dari trauma atau pada ARS itu
sendiri, pemberian cairan dapat diberikan secara agresif.
Pada pasien dengan acute respiratory distress syndrome (ARDS) atau hepatic veno-occlusive
disease, pemberian cairan harus direstriksi dan dimonitor ketat.
Pasien ARS dengan hipotensi atau hipoperfusi fefraktori dapat diberikan vasopressor atau
inotrope.

Pulmonari

Kerusakan akibat dari ARS pada sistem pernafasan dapat dibagi menjadi 3 kategori; kategori
pertama termasuk pneumonitis radiasi dan kerusakan langsung dari inhalasi dan kontaminasi.
Kategori kedua termasuk sindroma pneumonia idiopatik, diffuse alveolar haemorrhage (DAH)
dan neutrophil-induced pulmonary toxicity. Kategori ketiga adalah acute lung injury (ALI) atau
ARDS.
Kortikosteroid adalah pilihan pertama pada kasus seperti da atas. Dekontaminasi jalan nafas
seperti pulmonary lavage tidak dilakukan kecuali pada kasus yang dicurigai adanya partikel
radioaktif atau sedimen.
Gastrointestinal

Sifat dari selaput mukosa pada saluran pencernaan yang sensitif pada radiasi menyebabkan
seluruh dari selaput mukosa dapat mengalami kerusakan 72 jam pos radiasi. Setelah menerima
radiasi >5 Gy, komplikasi dapat terjadi dengan cepat. Manifestasi klinis dapat berupa mual
muntah, distensi abdomen, ileus, diare atau melena. Kondisi ini dapat diperberat oleh sepsis dan
syok akibat dari pendarahan atau gangguan elektrolit.
Selective digestive decontamination (SDD) adalah terapi antimikrobial untuk mengurangi
kolonisasi flora usus di mana ini terbukti dapat mengurangi infeksi nosocomial.
Obat-obatan profilaksis ulkus yang dapat diberikan seperti sucralfate, H2 blockers atau proton
pump inhibitors. Nutrisi enteral diberikan sekiranya memungkinkan. Emesis, diare dan gangguan
motilitas bisa ditemukan dan harus ditangani.

Skin

ARS bisa menyebbabkan luka bakar secara langsung pada saat radiasi akibat suhu tinggi atau
luka bakar setelah radiasi. Granulosit merupakan elemen penting setelah luka bakar dan infeksi.
Gangguan pada granulopoeisis pada sumsum tulang setelah luka termis menyebabkan
menurunnya kemotaxis neutrophil dan fungsi bakterisidal, dan terjadi penurunan pada produksi
G-CSF. Pemberian G-CSF merupakan suatu penanganan pos-radiasi.

Infectious disease

Infeksi merupakan suatu penyebab kematian pada pasien dengan ARS.


Pada pasien dengan neutropenia signifikan (absolute neutrophil count (ANC)
<500 μ/l), antibiotika spectrum luas diberikan. Profilaksis ini harus disertai fluoroquinolone (FQ)
dengan sensitivitas terhadap streptococcus, suatu agen antivirus jika pasien seropositive terhadap
herpes simpleks virus dan suatu anti jamur.
Antibiotika profilaksis ini harus dilanjutkan sehingga pasien mengalami suatu demam
neutropenia (dan memerlukan pengobatan empiris antibiotika parenteral), atau jika neutrophil
kembali >500 μ/l. Pada pasien yang mengalami demam pada awal pengobatan, FQ dihentikan
dan terapi dengan antibiotika parenteral meliputi bakteri gram negatif harus diberikan.

Renal

Gangguan pada fungsi ginjal akibat ARS merupakan gangguan pre-renal akibat dari hipoperfusi
pada radiasi. Nefropati radiasi langsung merupakan kejadian kronis tapi renal insufficiency
sering ditemukan. Renal replacement therapy atau dialisis dapat diberikan.

Endocrine

Kadar gula darah harus dikontrol dengan baik (80–110 mg/dl). Kadar gula darah yang terkontrol
terbukti; menurunkan angka kematian, infeksi sistemik, kebutuhan ventilasi mekanikal, episode
gagal ginjal akut, insiden polineuropati, marker inflamasi non-spesifik, dan kebutuhhan transfusi,
mempercepat penyembuhan luka dan mempunyai peran teraputik dalam mengurangkan respon
hipermetabolik terhadap luka bakar.
Haematological

Komponen hematologi adalah radiosensitif dan radiasi akan menyebabkan terjadinya sitopenia
dengan radiasi >2 Gy. Krisis hematologi ini berlangsung selama 1-4 minggu dan lebih cepat
pada dosis tinggi. Limfopenia, atrofi sumsum tulang, pansitopenia dan kejadian sekuela (infeksi,
pendarahan, dan pennyembuhan luka yang terganggu) merupakan faktor penyumbang kepada
mortalitas ARS. Jadi, penanganan burupa; haematopoietic colony-stimulating factors (CSFs),
transfusi dan antibiotika. Transfusi diperlukan pada pasien dengan luka akibat trauma dan pada
aplasia sumsum tulang berat akibat dari radiasi. Anemia dapat ditoleransi baik pada pasien
dengan ARS dan transfusi membawa efek buruk seperti imunosupresi dan imunomodulatori
yang berakibat ke infeksi nosocomial dan infeksi akibat transfusi. Batas aman hb adalah 7–9
g/dl.

You might also like