You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem muskuloskeletal manusia merupakan jalinan berbagai jaringan,
baik itu jaringan pengikat, tulang maupun otot yang saling berhubungan,
sangat khusus, dan kompleks. Fungsi utama sistem ini adalah sebagai
penyusun bentuk tubuh dan alat untuk bergerak. Oleh karena itu, jika
terdapat kelainan pada sistem ini maka kedua fungsi tersebut juga akan
terganggu. Topik yang akan kita bahas yaitu tentang osteomielitis. Status
penyakit diketahui sebagai faktor predisposisi pasien terhadap
osteomyelitis meliputi diabetes mellitus, penyakit sickle cell, AIDS,
penyalahgunaan obat-obatan secara i.v., alkoholik, penggunaan steroid
jangka panjang, penurunan kekebalan tubuh, dan penyakit sendi kronik.
Sebagai tambahan, implant prosthetik dalam ortopedik dapat merupakan
faktor resiko terjadinya osteomyelitis karena itu tulang sebagai organ vital
yang berfungsi untuk alat gerak pasif, proteksi alat-alat di dalam tubuh,
pembentuk tubuh, metabolisme kalsium dan mineral,sedangkan klo saja
tulang mengalami kerusakan atau infeksi maka akan menggangu sekali
pada aktivitas kita sehari – hari
1.2 Permasalahan
Permasalahan dalam makalah ini adalah mengenai penyakit pada tulang
yaitu osteomielitis
1.3 Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar dapat memberikan penjelasan
mengenai pentakit osteomeilitis
1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini.penulis menggunakan metode tinjauan
pustaka yang berkaitan dengan keperawatan medikal medal yaitu tentang
osteomeilitis dan media internet
1.5 Kegunaan
Penulisan makalah ini dapat menambah wawasan bagi para pembaca
khususnya mengenai penyakit pada tulang salah satunya osteomielitis

1
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika dalam penulisan karya tulis ini terdiri dari 4 BAB yaitu:

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Permasalahan
1.3 Tujuan penulisan
1.4 Metode penulisan
1.5 Kegunaan
1.6 Sistematika penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Osteomielitis
2.2 Etiologi
2.3 Patofisiologi
2.4 Klasifikasi
2.5 Tanda Dan Gejala
2.6 Manifestasi Klinis
2.7 Evaluasi Diagnostik
2.8 Pemeriksaan Penunjang
2.9 Prinsip Penatalaksanaan
2.10 Pencegahan
2.11 Komplikasi
BAB III Askep Osteomielitis
3.1 Pengkajian
3.2 Diagnosa
3.3 Intervensi
3.4 Evaluasi
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran

2
DAFTAR PUSTAKA

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Osteomielitis
Osteomielitis merupakan infeksi pada tulang, dengan sebagian besar
disebabkan oleh Penyebabnya lainnya antara lain infeksi tuberkulosa dan
Salmonella pada penyakit sel sabit. Proses peradangan dapat bersifat
akut atau kronis, yang kronis akan menyebabkan nekrosis tulang dan
pembentukan pus, dimana kadang-kadang terdapat cairan yang melewati
kulit untuk membentuk hubungan sinus dengan tulang. Tulang yang
nekrotik dapat terpisah dengan jaringan yang masih hidup untuk
membentuk sequestrum sinus. Sumber infeksi dapa berasal dari
Hematogen Biasanya pada anak Implantasi langsung akibat trauma,
misalnya fraktur atau setelah pembedahan Perluasan dari jaringan lunak
di dekatnya, misalnya ulkus kaki pada diabetes. Osteoporosis adalah
Penurunan massa tulang tanpa disertai gangguan mineralisasi.
Osteomalasia adalah Kekurangan vitamin D pada orang dewasa. Paget’s
disease adalah Penyakit arsitektur tulang dengan etiologi yang tidak jelas,
dengan gejala awal peningkatan resopsi tulang kemudian diikuti proses
perbaikan yang berlebihan.
Perbedaan osteomielitis dengan ketiga penyakit tersebut adalah pada
osteomielitis menunjukkan gejala peradangan sedangkan pada ketiga
penyakit tersebut tidak didapatkan.
Osteomielitis adalah infeksi tulang, lebih sulit di sembuhkan dari pada
infeksi jaringan lunak, karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan
terhadap inflamasi , tingginya tekanan jaringan dan pembentukan
involukrum (Pembentukan tulang baru disekeliling jaringan tulang mati).
Osteomielitis dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi
kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas.

Infeksi disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah)


dari fukos infeksi di tempat lain ( misalnya : tonsil yang terinfeksi, lepuh,

3
gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas ). Osteomielitis akibat penyebaran
hematogen biasanya terjadi di tempat di mana terdapat trauma atau di
mana terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma subklinis
(tak jelas).

Infeksi dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak


(misalnya : ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau
kontaminasi langsung tulang ( misalnya : fraktur terbuka, cedera
traumatic seperti luka tembak, pembedahan tulang).

Pasien yang beresiko tinggi mengalami Osteomielitis adalah mereka


yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes
mellitus. Selain itu, pasien yang menderita artitis rheumatoid, telah di
rawat lama di rumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid jangka
panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang, atau
sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani
pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus,
mengalami nefrosis insisi margial atau dehidrasi luka, atau memerlukan
evakuasi hematoma pascaoperasi.

2.2 Etiologi
♥ Staphylococcus aureus 70% – 80 %
♥ Proteus
♥ Pseudomonas
♥ Escerehia Coli

2.3 Patofisiologi

Infeksi dalam sistem muskuloskletal bisa berkembang dalam satu dari dua
cara. Bakteri ditularkan melalui darah dari fokus infeksi yang telah ada
sebelumnya (infeksi saluran pernafasan atas, infeksi genitourinarius,
furunkel) bisa tersangkut di dalam tulang, sinovium atau jaringan lunak
ekstremitas serta membentuk abses. Bakteri bisa juga mencapai sistem
muskuloskletal dari lingkungan luar (luka penetrasi, insisi bedah, fraktur

4
terbuka). Infeksi hematogen lebih lazim ditemukan dalam masa kanak-
kanak, sedangkan infeksi eksogen lebih sering ditemukan pada dewasa
yang terpapar trauma.Osteomyelitis akut lebih sering terjadi anak-anak
dan sering disebarkan secara hematogen. Pada dewasa, osteomyelitis
umumnya berupa infeksi subakut atau kronik yang merupakan infeksi
sekunder dari luka terbuka pada tulang dan sekitar jaringan lunak.
Pada osteomyelitis hematogen akut tulang yang sering terkena adalah
tulang panjang dan tersering femur, diikuti oleh tibia, humerus radius,
ulna, dan fibula bagian tulang yang terkena adalah bagian metafisis dan
penyebab tersering adalah staphylococcus aureus. Pada
osteomyelitis, bakteri mencapai daerah metafisis tulang melalui
darah dan tempat infeksi di bagian tubuh yang lain seperti
pioderma atau infeksi saluran nafas atas. Trauma ringan yang
menyebabkan terbentuknya hematoma diduga berperan dalam
menentukan timbulnya infeksi didaerah metafisis yang kaya akan
pembuluh darah. Hematoma tersebut merupakan media yang
baik bagi pertumbuhan bakteri yang mencapai tulang melalui
aliran darah. Di daerah hematoma tersebut terbentuk suatu fokus
kecil infeksi bakteri sehingga terjadi hyperemia dan edema.
Tulang merupakan jaringan yang kaku dan tertutup sehingga
tidak dapat menyesuaikan diri dengan pembengkakan yang
terjadi akibat edema dan oleh karena itu, edema akibat
peradangan tersebut menyebabkan kenaikan tekanan intraseus
secara nyata dan menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan
menetap, kemudian terbentuk pus, yang semakin meningkatkan
tekanan intraseus didaerah infeksi dengan akibat timbulnya
gangguan aliran darah. Gangguan aliran darah ini dapat
mengakibatkan terjadinya trombosis vaskuler dan kematian
jaringan tulang.
Mula-mula terdapat fokus infeksi di daerah metafisis, lalu terjadi
hiperemia dan udem. Karena tulang bukan jaringan yang bisa berekspansi
maka tekanan dalam tulang yang hebat ini menyebabkan nyeri lokal yang
hebat. Biasanya osteomyelitis akut disertai dengan gejala septikemia

5
seperti febris, malaise, dan anoreksia. Infeksi dapat pecah ke periost,
kemudian menembus subkutis dan menyebar menjadi selulitis, atau
menjalar melelui rongga subperiost ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah
ke bagian tulang diafisis melalui kanalis medularis. Penjalaran
subperiostal ke arah diafisis, sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang
disebut sekuester. Periost akan membentuk tulang baru yang
menyelubungi tulang mati tersebut. Tulang baru yang menyelubungi
tulang mati disebut involukrum.
Osteomyelitis selalu dimulai dari daerah metafisis karena pada daerah
tersebut peredaran darahnya lambat dan banyak mengandung sinusoid.
Penyebaran osteomyelitis dapat terjadi, penyebaran ke arah kortek,
membentuk abses subperiosteal dan sellulitis pada jaringan sekitarnya,
penyebaran menembus periosteum membentuk abses jaringan lunak.
Abses dapat menembus kulit melalui suatu sinus dan menimbulkan fistel.
Abses dapat menyumbat atau menekan aliran darah ke tulang dan
mengakibatkan kematian jaringan tulangg (sekuester), penyebaran ke
arah medula dan penyebaran ke persendian, terutama bila lempeng
pertumbuhannya intraartikuler misalnya sendi panggul pada anak-anak.
Tanpa pengobatan, infeksi selanjutnya dapat menyebar ketempat lain.
Penyebaran lokal terjadi melalui struktur trabekula yang porus ke kortek
metafisis yang tipis, sehingga melalui tulang kompakta. Infeksi meluas
melalui periosteum melalui kanal atau saluran haver dan menyebabkan
periosteum, yang tidak melekat erat ke tulang pada anak-anak, mudah
terangkat sehingga terbentuk abses subperiosteum, terangkatnya
periosteum akan menyebabkan terputusnnya aliran darah kekortek
dibawah periosteum tersebut dan hal ini semakin memperluas daerah
tulang yang mengalami nekrosis. Penyebaran infeksi kearah kavum
medular juga akan menggangu aliran darah kebagian dalam kortek
tulang. Gangguan aliran darah dari 2 arah ini yaitu dari kavum medulare
dan periosteum mengakibatkan bagian kortek tulang menjadi mati serta
terpisah dari jaringan tulang yang hidup, dan dikenal sebagai sekuestrum.
Sekuestrum adalah awal dari stadium kronik. Infeksi didaerah
subperiosteum kemudian dapat menjalar kejaringan lunak menyebabkan

6
sellulitis dan kemudian abses pada jaringan lemak. Pus akhirnya akan
keluar menuju ke permukaan kulit melalui suatu fistel.
Pada tempat-tempat tertentu, infeksi didaerah metafisis juga dapat
meluas ke rongga sendi dan mengakibatkan timbulnya arthritis septik,
keadaan semacam ini dapat terjadi pada sendi-sendi dengan tempat
metafisis tulang yang terdapat di dalam rongga sendi, seperti pada ujung
atas femur dan ujung atas radius, sehingga penyebaran melalui
periosteum mengakibatkan infeksi tulang kedalam sendi tesebut. Jika
bagian metafisis tidak terdapat di dalam sendi, namun sangat dekat
dengan sendi maka biasanya tidak terjadi arthritis septic dan lebih sering
berupa efusi sendi steril.
Penyebaran infeksi melalui pembuluh darah yang rusak akan
menyebabkan septikemia dengan manifestasi berupa malaise, penurunan
nafsu makan dan demam.septicemia merupakan ancaman bagi nyawa
penderita dan dimasa lalu merupakan penyebab kematian yang lazim.
Pada infeksi yang berlangsung kronik terangkatnya periosteum
menyebabkan timbulnya reaksi pembentukan tulang baru yang di
dalamnya terdapat sekuestrum dan disebut involukrum. Reaksi ini
terutama terjadi pada anak-anak, sehingga disepanjang daerah diafisis
dapat terbentuk tulang baru dari lapisan terdalam periosteum. Tulang
yang baru terbentuk ini dapat menpertahankan kontinuitas tulang,
meskipun sebagian besar bagian tulang yang terinfeksi telah mati dan
menjadi sekuestrum.
Pada bayi, dapat mengenai seluruh tulang dan sendi di dekatnya. Karena
masih adanya hubungan aliran darah antara metefisis dan epifisis
melintasi gwoth plate, sehingga infeksi dapat meluas dari metafisis ke
epifisis serta kemudian kedalam sendi. Pada anak-anak biasanya infeksi
tidak meluas ke daerah epifisis karena growth plate dapat bertindak
sebagai barier yang elektif, disamping sudah tidak terdapat hubungan
aliran darah langsung antara metafisis dan epifisis. Sementara pada orang
dewasa growth plate yang menjadi penghalang perluasan infeksi telah
menghilang sehingga epifisis dapat terserang, namun jarang terjadi abses
subperiosteum, karena periosteum pada orang dewasa telah merekat erat

7
dengan kortek tulang. Infeksi yang luas menyebabkan kerusakan growth
plate akan menyebabkan gangguan pertumbuhan yang serius di
kemudian hari.
2.4 Klasifikasi

Osteomielitis dapat diklasifikasikan dua macam yaitu:

♥ Osteomielitis Primer

Penyebarannya secara hematogen dimana mikroorganisme berasal dari


focus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.

♥ Osteomielitis Sekunder (Osteomielitis Perkontinuitatum)

Terjadi akibat penyebaran kuman dari sekitarnya akibat dari bisul, luka
fraktur dan sebagainya.

2.5 Tanda dan Gejala

Gambaran klinis osteomielitis tergantung dari stadium patogenesis


dari penyakit, dapat berkembang secara progresif atau cepat. Pada
keadaan ini mungkin ditemukan adanya infeksi bacterial pada kulit dan
saluran napas bagian atas. Gejala lain dapat berupa nyeri yang konstan
pada daerah infeksi dan terdapat gangguan fungsi anggota gerak yang
bersangkutan. osteomielitis biasanya dimulai dengan nyeri lokal serta
timbul dengan cepat, malaese generalisata, demam dan kedinginan.
Riwayat infeksi sebelumnya di dapat dalam sekitar 50% pasien.
Pembengkakan generalisata dal;am daerah infeksi biasanya disertai
dengan eritema. Pembesaran kelenjar limfe proksimal bisa ada.

2.6 Manifstasi Klinis

8
Jika infeksi dibawa oleh darah, biasanya awaitan mendadak, sering terjadi
dengan manifetasi klinis septikema (misalnya : menggigil, demam tinggi,
tachycardia dan malaise ). Gejala sistemik pada awalnya dapat menutupi
gejala local secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga
sumsum ke korteks tulang, akan mengenai posterium, dan jaringan lunak,
dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak, dan sangat nyeri
tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin
memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang
terkumpul. Nyeri spontan lokal yang mungkin disertai nyeri tekan dan
sedikit pembengkakan serta kesukaran gerak dari ektremitas yang
terkena, Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di
sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia.
Daerah terinfeksi membengkak, hangat, dan nyeri tekan. Pada pasein
dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir
keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi,
pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah terjadi pada
jaringan parut akibat kurangnya asupan darah.

2.7 Evaluasi Diagnostik

Pada Osteomielitis akut pemeriksaan sinar-x hanya menunjukan


pembengkakan jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah
deklasifikasi ireguler, nefrosis tulang, pengangkatan periosteum dan
pembentukan tulang baru. Pemindaian tulang dan MRI dapat membantu
diagnosis awal. Pemeriksaan darah memperhatikan peningkatan leukosit
dan peningkatan laju endap darah. Kultur darah dan kultur abses
diperlukan untuk menentukan jenis antibiotika yang sesuai.

Pada Osteomielitis kronik, besar, kafasitas ireguler, peningkatan


periosteum, sequestra atau pembentukan tulang padat terlihat pada
sinar-x. Pemindaian tulang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi area
terinfeksi. Laju sedimentasi dan jumlah sel darah putih biasanya normal.
Anemia, dikaitkan dengan infeksi kronik.

9
2.8 Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai
peningkatan laju endapan darah.
 Pemeriksaan titer antibodi – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif)
dan diikuti dengan uji sensitivitas.
 Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat
kecurigaan infeksi oleh bakteri Salmonella.
 Pemeriksaan Biopsi tulang.
 Pemeriksaan ultra sound
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi.
 Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan
kelainan radiologik, setelah dua minggu akan terlihat berupa
refraksi tulang yang bersifat difus.

2.9 Prinsip penatalaksanaan

Daerah yang terkena harus diimobilisasi untuk mengurangi


ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan
rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali per hari untuk
meningkatkan aliran darah. Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan
menghentikan proses infeksi. Kultur darah, swab dan kultur abses
dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika yang
terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu pathogen. Begitu
spesimen kultur diperoleh dimulai terapi antibiotika intravena, dengan
asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap

10
peningkatan semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah
mengontrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun
akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus
sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam
darah yang terus-menerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap
organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui biakan dan
sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol antibiotika dapat
diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan
absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.

Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibioka, tulang


yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik
diangkat dan daerah itu diirigasi secara langsung dengan larutan salin
fisiologis steril. Terapi antibiotika dilanjutkan.

Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuran terhadap


debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pangangkatan
involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat
sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk
menjalankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal
(saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati
diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen. Luka dapat
ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang
tampon agar dapat diisi oleh jaringan grunulasi atau dilakukan grafting
dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpenghisap untuk
mengontrol hematoma dan membuang debris. Dapat diberikan irigasi
larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Rongga yang didebridemen
dapat diisi dangan grafit tulang kanselus untuk merangsang
penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan
transfer tulang berpembuluh darah atau flap otot (dimana suatu otot
diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang
utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah,
perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan
tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara

11
bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat
melemahkan tulang, yang kemudian memerlukan stabilisasi atau
penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk
mencegah terjadinya patah tulang.

2.10 Pencegahan

Pencegahan Osteomielitis adalah sasaran utamanya. Penanganan


infeksi fokal dapat menurunkan angka penyebaran hematogen.
Penanganan infeksi jaringan lunak dapat mengontrol erosi tulang.
Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatikan terhadap lingkungan
operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis
pascaoperasi Antibioika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar
jaringan yang memadai saat pembedahan dan Selama 24 sampai 48 jam
setelah operasi akan sangat membantu. Teknik perawatan luka
pascaoperasi aseptic akan menurunkan insiden infeksi superficial dan
potensial terjadinya osteomielitis.

2.11 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi dapat berupa kekambuhan yang dapat mencapai
20%, cacat berupa destruksi sendi, fraktur, abses tulang, sellulitis,
gangguan pertumbuhan karena kerusakan cakram epifisis, pelepasan
implant buatan, timbulnya saluran sinus pada jaringan lunak dan
osteomyelitis kronik. Komplikasi tersering adalah terus berlangsungnya
infeksi dengan eksaserbasi akut. Infeksi yang terus-menerus akan
menyebabkan anemia, penurunan berat badan, kelemahan dan
amiloidosis. Osteomyelitis kronik dapat menyebar ke organ-organ lain.
Eksaserbasi akut dapat dipersulit oleh efusi hebat ke dalam sendi di
dekatnya atau oleh arhtritis purulenta. Erosi terus-menerus dan kerusakan
tulang yang progresif menyebabkan struktur tulang yang kadang-kadang
menyebabkan fraktur patologis. Sebelum penutupan epifiseal,
osteomyelitis dapat menimbulkan pertumbuhan berlebihan dari tulang
panjang akibat hiperemia kronis pada lempeng pertumbuhan. Destruksi
fokal dari suatu lempeng epifiseal dapat menimbulkan pertumbuhan yang

12
asimetrik. Jarang-jarang setelah terjadi drainase selama bertahun-tahun
pada jaringan yang terus-menerus terinfeksi timbul karsinoma sel
skuamosa atau fibrosarkoma

BAB III
ASKEP PADA OSEOMEiLITIS

3.1 Pengkajian
a. Riwayat keperawatan
 identifikasi awitan gejala akut : nyeri akut,
pembangkakan, eritma, demam atau keluarnya pus dari
sinus disertai nyeri, pembengkakan dan demam.
 Kaji faktor resiko : Lansia, DM, terapi kortikosteroid jangka
panjang, cedera, infeksi dan riwayat bedah ortopedi
sebelumnya.
 Hal-hal yang dikaji meliputi umur, pernah tidaknya
trauma, luka terbuka, tindakan operasi khususnya operasi
tulang, dan terapi radiasi. Faktor-faktor tersebut adalah
sumber potensial terjadinya infeksi.
b. Pemeriksaan fisik

13
Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa
lembek bila dipalpasi. Bisa juga terdapat eritema atau kemerahan
dan panas. Efek sistemik menunjukkan adanya demam biasanya
diatas 38C, takhikardi, irritable, lemah bengkak, nyeri, maupun
eritema.
c. Riwayat psikososial
Pasien seringkali merasa ketakutan, khawatir infeksinya tidak
dapat sembuh, takut diamputasi. Biasanya pasien dirawat lama di
rumah sakit sehingga perawat perlu mengkaji perubahan-
perubahan kehidupan khususnya hubungannya dengan keluarga,
pekerjaan atau sekolah.
d. Pemeriksaan diagnostik
Hasil laboratorium menunjukan adanya leukositosis dan laju endap
darah meningkat. 50% pasien yang mengalami infeksi hematogen
secara dini adanya osteomielitis maka dilakukan scanning tulang.
Selain itu dapat pula dengan biopsi tulang atau MRI.
3.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
osteomielitis adalah :
 Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
 Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat
imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan.
 Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan
pembentukan abses tulang.
 Kurang pengetahuan tentang program pengobatan.
3.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan
♥ Bagian yang terkena harus diimobilisasi dengan bidai untuk mengurangi nyeri dan
spasme otot.
♥ Sendi diatas dan dibawah bagian yang terkena harus dibuat sedemikian sehingga masih
dapat digerakkan sesuai rentangnya namun dengan lembut.
♥ Lukanya sendiri kadang terasa nyeri dan harus ditangani dengan hati-hati dan perlahan.

14
♥ Peninggian dapat mengurangi pembengkakan dan ketidaknyamanan yang ditimbulkannya
Status neurovaskuler ektremitas yang terkena harus terpantau.
♥ Teknik untuk mengurangi persepsi nyeri dan analgesic yang diresepkan cukup berguna

Diagnosa : Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat


imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan.
 Program pengobatan membatasi aktivitas.
 Tulang menjadi lemah akibat proses infeksi dan harus dilindungi
dengan alat imobilisasi dan penghindaran stress pada tulang.
 Pasien harus memahami rasional pembatasan aktivitas.
 Tetapi partisipasi aktif dalam kehidupan sehari-hari dalam batas
fisik tetap dianjurkan untuk mempertahankan rasa sehat secara
umum.

Diagnosa : Resiko terhadap perluasan infeksi berhubungan dengan


pembentukan abses tulang.
 Perawat memantau respons pasien terhadap terapi
antibiotika dan melakukan observasi tempat pemasangan
infus adanya bukti flebitis atau infiltrasi.
 Bila diperlukan pembedahan, harus dilakukan upaya untuk
menyakinkan adanya peredaran darah yang memadai
(penghisapan luka untuk mencegah penumpukan cairan,
peninggian daerah untuk memperbaiki aliaran balik vena,
menghindari tekanan pada daerah yang di-grafit), untuk
mempertahankan imobilitas yang dibutuhkan dan untuk
memenuhi pembatasan beban berat badan.
 Kesehatan umum dan nutrisi pasien harus dipantau. Diet
protein seimbang, vitamin C dan vitamin D dipilih untuk
meyakinkan adanya keseimbangan nitrogen dan
merangasang penyembuhan.

Diagnosa : Kurang pengetahuan tentang program pengobatan.

15
 Penanganan osteomielitis, termasuk perawatan luka
dan terapi antibiotika intravena, dapat dilakukan di
rumah.
 Pasien harus dalam keadaan stabil secara medis dan
telah termotivasi serta keluarga mendukung.
 Lingkungan rumah harus bersifat kondusif terhadap
promosi kesehatan dan sesuai dengan program
pengobatan terapeutik.
 Pasien dan keluarganya harus memahami benar
protokol antibiotika.
 Selain itu, penggantian balutan secara steril dan
teknik kompres hangat harus diajarkan. Pendidikan
pasien sebelum pemulangan dari rumah sakit dan
supervise serta dukungan yang memadai dari
perawatan di rumah sangat penting dalam
keberhasilan penatalaksanaan osteomielitis di
rumah.
 Pasein tersebut harus dipantau dengan cermat
mengenai bertambahnya daerah nyeri atau
peningkatan suhu yang mendadak.
 Pasien diminta untuk melakukan obsevasi dan
melaporkan bila terjadi peningkatan suhu, keluar
pus, bau, dan bertambahnya inflamasi.

3.4 Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
1. Mengalami Peredaan Nyeri
 Melaporkan berkurangnya nyeri
 Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya infeksi
 Tidak mengalami ketidaknyamanan bila bergerak
2. Peningkatan mobilitas fisik
 Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri

16
 Mempertahankan fungsi penuh ektremitas yang sehat
 Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat
bantu dengan aman
3. Tidak adanya infeksi
 Memakai antibiotika sesuai resep
 Suhu badan normal
 Tidak ada pembengkakan
 Tidak ada pus
 Angka leukosit dan laju endap darah kembali normal
 Biarkan darah negatif
4. Mamatuhi rencana terapeutik
 Memakai antibiotika sesuai resep
 Melindungi tulang yang lemah
 Memperlihatkan perawatan luka yang benar
 Melaporkan bila ada masalah segera
 Makan diet seimbang dengan tinggi protein dan vitamin
C dan D
 Mematuhi perjanjian untuk tindak lanjut
 Melaporkan peningkatan kekuatan
 Tidak melaporkan penigkatan suhu badan atau
kekambuhan nyeri, pembengkakan, atau gejala lain di
tempat tersebut.

BAB IV
PENUTUP

17
4.1 Kesimpulan

Osteomielitis adalah infeksi tulang, lebih sulitdi sembuhkan dari pada


infeksi jaringan lunak, karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan
terhadap inflamasi , tingginya tekanan jaringan dan pembentukan
involukrum (Pembentukan tulang baru disekeliling jaringan tulang mati).
Infeksi disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari
fukos infeksi di tempat lain ( misalnya : tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi
terinfeksi, infeksi saluran nafas ). Osteomielitis akibat penyebaran
hematogen biasanya terjadi di tempat di mana terdapat trauma atau di
mana terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma subklinis
(tak jelas).

Infeksi dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak


misalnya : ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau
kontaminasi langsung tulang (misalnya : fraktur terbuka, cedera traumatic
seperti luka tembak, pembedahan tulang). Gejala lain dapat berupa nyeri
yang konstan pada daerah infeksi dan terdapat gangguan fungsi anggota
gerak yang bersangkutan.

4.2 Saran

Penulis mengharapkan semoga dengan adanya makalah ini kita dapat


mengetahui tentang penyakit tulang salah satunya adalah oseomielitis
yang merupakan penyakit tulang yang disebabkan olen bakteri yang
dapat menyebabkan kematian bila tidak segera ditangani dengan benar.

18

You might also like