Professional Documents
Culture Documents
Tujuan Pengajaran:
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:
1
BAB I
Pengertian Ekonometrika
2
dengan teori, khususnya teori ekonomi, karena
ekonometrika bertujuan untuk mengukur kegiatan
ekonomi. Kedua metode tersebut mempunyai kelebihan
dan keunggulan masing-masing.
Metode grafis sendiri dapat digolongkan ke dalam
bentuk grafik berupa kurva, atau grafik dalam bentuk
diagram. Metode grafis mempunyai keunggulan dalam
kecepatan interpretasi informasi, karena grafik
terrepresentasi dalam bentuk gambar yang mudah untuk
dimaknai. Kelemahan metode grafis terletak pada
kekurangakuratan interpretasi karena data umumnya
ditampilkan dalam bentuk skala, yang bersifat garis besar,
tentu kurang dapat menjelaskan secara rinci dan detil.
Metode matematis mempunyai keunggulan dalam
keakuratan interpretasi, karena melalui hitungan-hitungan
secara rinci, sedang kelemahannya terletak pada tingkat
kesulitan untuk menghitungnya, terlebih lagi jika
variabel-variabel yang dihitung berjumlah sangat banyak.
Guna mempermudah penghitungannya, maka dibuatlah
berbagai rumus-rumus hitungan yang diambil dari berbagi
data. Perbedaan di antara kedua metode tersebut, metode
grafis dan matematis, terletak pada seberapa besar
variabel dapat diungkap secara rinci.
3
Uraian di atas menjelaskan kepada kita bahwa dalam
ekonometrika diperlukan tiga hal pokok yang mutlak ada,
yaitu: teori ekonomi, data, dan model. Teori ekonomi
meliputi teori ekonomi mikro, makro, manajemen,
pemasaran, operasional, akuntansi, keuangan, dan lain-
lain. Guna memahami data, memerlukan disiplin ilmu
tentang data, yaitu statistika. Model sendiri memerlukan
disiplin ilmu matematika. Oleh karena itu, ekonometrika
merupakan gabungan dari ilmu ekonomi, statistika, dan
matematika, yang digunakan secara simultan untuk
mengungkap dan mengukur kejadian-kejadian atau
kegiatan-kegiatan ekonomi.
Beberapa pakar mendefinisikan ekonometrika
sebagai berikut:
1
Diterjemahkan dari buku KARYA Damodar Gujarati, Essential of
Econometrics, second edition, Irwin McGraw Hill, 1999.
2
Supranto, J., Ekonometrik, Buku satu, Lembaga Penerbit FE UI, 1983.
4
hukum-hukum ekonomi teoritis tertentu menjadi
nyata (Sugiyanto, Catur, 1994, p.3). 3
Pentingnya Ekonometri
3
Sugiyanto, Catur, Ekonometrika Terapan, Edisi 1, BPFE Yogjakarta, 1994.
5
mengalami penurunan, maka jumlah permintaan terhadap
barang tersebut akan mengalami peningkatan. Begitu pula
dalam hukum penawaran, semakin sedikit barang yang
ditawarkan, maka harga barang akan cenderung tinggi,
tetapi ketika jumlah barang yang ditawarkan semakin
banyak, maka harga barang akan semakin turun.
Pernyataan-pernyataan seperti itu merupakan bentuk
penyederhanaan yang hanya membahas keterkaitan antara
dua variabel, yaitu variabel harga (P) dan variabel jumlah
barang (Q) saja. Hukum permintaan menunjukkan bahwa
hubungan antara variabel P dan Q berlawanan. Di sebut
berlawanan karena jika P turun, maka Q yang diminta (D)
akan bertambah, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu
permintaan ditunjukkan oleh kurva atau garis yang
cenderung menurun dari kiri atas ke kanan bawah
(downward sloping). Lihat gambar 1.
P1
P2
Q1 Q2 Q
Gambar 1
6
Kondisi seperti ini berbeda bila di hadapkan dengan
hukum penawaran. Pada hukum penawaran hubungan
antara variabel P dan Q adalah searah, artinya jika P
meningkat, maka Q juga meningkat. Atau sebaliknya, jika
P menurun, maka Q juga mengalami penurunan. Oleh
karena itu penawaran ditunjukkan oleh garis atau kurva
yang cenderung meningkat dari kiri bawah ke kanan atas
(upward sloping). Lihat gambar 2.
P
S
P2
P1
Q1 Q2 Q
Gambar 2
7
tepat. Kurva hanya dapat menggambarkan
kecenderungan. Untuk menjawab persoalan itu,
ekonometrika dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif dalam bentuk model pendekatan matematis
yang berupa hitungan-hitungan metematika akan mampu
untuk menunjukkan seberapa besar pengaruh suatu
variabel tertenu terhadap variabel yang lain.
Untuk menjawab tuntutan seperti itu, maka teori
ekonomi yang sudah ada perlu dilengkapi dengan
berbagai data yang diperlukan. Dalam hal ini perannya
ditunjukkan oleh statistika. Fungsi dari statistika tidak
hanya sekedar pengumpulan data saja, tetapi meluas
hingga interpretasi terhadap pentingnya data tersebut, cara
perolehan, jenis data, hingga sifat data. Peran statistik
akan semakin berarti jika dianalisis dengan model
matematis yang sesuai dengan teori-teori ekonomi yang
dianalisis.
Jenis Ekonometrika
8
alat verifikasi, penaksiran, ataupun peramalan. Fungsi
verifikasi ini bertujuan untuk mengetahui dengan pasti
kekuatan suatu teori melalui pengujian secara empiris,
karena teori yang mapan adalah teori yang dapat diuji
dengan empiris. Ekonometrika berkaitan dengan analisa
kuantitatif yang menghasilkan taksiran-taksiran numerik
yang dapat digunakan untuk melakukan taksiran-taksiran
dari hasil suatu kegiatan ekonomi. Fungsi seperti itu
disebut sebagai fungsi penaksiran. Taksiran-taksiran
numerik seperti dijelaskan di atas dapat pula digunakan
untuk mengindera kejadian masa yang akan datang
dengan pengukuran derajat probabilitas tertentu. Fungsi
seperti ini lebih dikenal dengan forecasting (peramalan).
Penggunaan ekonometrika
9
tersebut, senyatanya adalah untuk mempermudah
penafsiran-penafsiran serta pengukuran kegiatan ekonomi.
Oleh karena itu dibuatlah pernyataan-pernyataan yang
mewakili variabel yang diukur saja, dan mengasumsikan
variabel lainnya bersifat tetap. Sebagai contoh, kalau kita
hendak mencari jawaban tentang pertanyaan kenapa
seseorang mengonsumsi suatu barang, maka kita dapat
mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi
seperti: tingkat penghasilan, harga barang itu sendiri,
harga barang lain, selera, kebutuhan, ekspektasi masa
mendatang, tingkat pengeluaran, iklan, promosi, faktor
barang pengganti, ketersediaan barang, kondisi politik,
trend, gengsi, dan lain-lain, yang tentu itu tidak dapat
dijelaskan secara pasti. Banyaknya faktor yang
mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang tersebut tentu
tidak dapat diidentifikasi secara pasti, maka dalam
ekonometrika disiasati dengan membentuk model, yang
mengabstraksikan realita, dengan cara mengidentifikasi
faktor-faktor besar saja (misalnya 1-5 faktor terpenting
saja), selebihnya diwakili dengan asumsi ceteris paribus
tersebut.
Model matematis merupakan salah satu model untuk
menggambarkan teori yang diterjemahkan dalam bentuk
matematis. Umumnya model dikembangkan dalam bentuk
persamaan, dimana sebelah kiri tanda persamaan
mewakili variabel yang dipengaruhi, sedang variabel yang
berada di sebelah kanan tanda persamaan mewakili
variabel yang mempengaruhi. Variabel yang dipengaruhi
disebut pula sebagai variabel terikat, variabel dependen
(dependent variables). Variabel yang mempengaruhi
disebut pula sebagai variabel bebas, variabel independen
(independent variable), variabel penduga, juga variabel
prediktor. Untuk memudahkan tahapan proses analisis,
dan mendapatkan jawaban yang valid maka perlu
menggunakan metodologi ekonometri yang memadai.
10
Metodologi Ekonometri
Merumuskan Masalah
11
Perumusan masalah yang baik tentu disertai dengan
latar belakang masalah, karena itu merupakan sumber
informasi yang digunakan untuk memahami keterkaitan
permasalahan yang dirumuskan. Umumnya perumusan
masalah dalam suatu penelitian diungkapkan dalam
bentuk kalimat pertanyaan yang membutuhkan jawaban.
Karena membutuhkan jawaban, maka akan semakin baik
jika apa yang mendasari permasalahan itu adalah hal-hal
yang menarik minat peneliti.
Sebagai ilustrasi dari perumusan masalah, beberapa
contoh dikemukakan sebagai berikut:
1. Seperti dijelaskan di atas, bahwa evaluasi
pegawai dalam rangka penempatan kerja
di lingkungan Dinas Pendidikan Nasional
Kabupaten Sukoharjo belum dilakukan
secara memadai. Dengan tidak
dilakukannya evaluasi yang memadai,
maka tidak dapat diketahui informasi
yang terkait dengan apa yang diharapkan
pegawai, seberapa besar tingkat stres
pegawai, maupun berapa besar potensi
prestasi kerja yang tersimpan maupun
yang telah dapat diwujudkan. Untuk itu
dalam penelitian ini permasalahan-
permasalahan seperti itu akan dirumuskan
dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
apakah dalam penempatan kerja pegawai
Depdiknas Kabupaten Sukoharjo selama ini
telah sesuai dengan karakteristik individu
masing-masing pegawai, atau karena
terpaksa harus bertahan karena tuntutan yang
lain? berapa besar tingkat stress yang dialami
pegawai dilingkungan Depdiknas Kabupaten
Sukoharjo, dan apa faktor yang yang paling
signifikan mempengaruhinya? seberapa besar
12
tingkat prestasi kerja pegawai Depdiknas
Kabupaten Sukoharjo selama ini? adakah
stress kerja yang dialami pegawai
mempengaruhi prestasi kerja, seberapa besar
pengaruhnya?
Merumuskan Hipotesa
13
merumuskan masalah di atas, maka dapat dicontohkan
penarikan hipotesis seperti ini: 4
1. Pegawai di lingkungan Dinas Pendidikan
Kabupaten Sukoharjo banyak yang mengalami
stres kerja yang dapat berakibat pada menurunnya
motivasi kerjanya.
2. Inflasi di Indonesia setelah tahun 1997
dipengaruhi oleh kurs nilai tukar IDR-USD dan
bunga deposito. Hubungannya bersifat searah.
Menyusun Model
4
Penulisan hipotesis ini bersifat garis besar. Penulisan hipotesis dalam penelitian
biasanya dituliskan sekaligus dua hipotesis yang berlawanan, yaitu hipotesis nol
dan hipotesis alternative.
14
mana kesimpulan akan diturunkan. 5 Sebagaimana
namanya, dalam ilmu ekonomi tentu yang digunakan
adalah variabel-variabel ekonomi saja. Untuk variabel non
ekonomi tidak perlu dipilih, atau dimasukkan saja ke
dalam asumsi ceteris paribus. Variabel ekonomi
dibedakan menjadi: 6
1. Variabel Endogin, yaitu variabel yang menjadi
pusat perhatian si pembuat model, atau variabel
yang ditentukan di dalam model dan ingin diamati
variansinya.
2. Variabel Eksogin, yaitu variabel yang dianggap
ditentukan di luar sistem (model) dan diharapkan
mampu menjelaskan variasi variabel endogin.
3. variabel kelambanan, yaitu variabel dengan unsur
lag, yang umumnya digunakan untuk data runtut
waktu.
5
Insukindro, Pembentukan Model dalam Penelitian Ekonomi, Jurnal Ekonomi
dan Bisnis Indonesia, 7(1), 1-18.
6
Kuncoro, Mudrajad, Metode Kuantitatif, Teori dan Aplikasi Untuk Bisnis dan
Ekonomi, UPP AMP YKPN, 2001, p.5.
15
sebagai metode regresi yang diharapkan dapat menjawab
hipotesis yang telah ditentukan.
Model ekonometrika setidaknya terdiri dari dua
golongan variabel, yaitu variabel terikat (dependen) yang
berada pada sebelah kiri tanda persamaan, dan variabel
bebas (independen) yang berada di sebelah kanan tanda
persamaan. Jumlah variabel bebas tidak harus satu, tetapi
dapat berjumlah lebih dari satu variabel. Untuk model
dengan satu variabel bebas disebut dengan regresi tunggal
(single regression), sedang untuk model yang mempunyai
lebih dari satu variabel bebas disebut regresi berganda
(multiple regression).
Mendapatkan Data
16
angka logaritma, melakukan indeksasi data, komposit, dan
lain-lain.
Pengkodean data, melakukan koding terhadap data yang
akan digunakan dengan cara yang sesuai, seperti koding
terhadap variabel dummy, data ordinal, data interval, dan
lain-lain.
Cek kesalahan, merupakan finalisasi pengujian data agar
betul-betul mendapatkan data akhir yang valid.
Strukturisasi data, membuat kesedian data agar dapat
digunakan dengan baik di kemudian hari.
Tabulasi data, biasanya tidak dimasukkan sebagai
prosedur analitik dalam penelitian ilmiah karena tidak
mengungkapkan hubungan dalam data. Kendati demikian,
banyak riset bisnis yang ditujukan untuk penjelasan
masalah dan atau menemukan hubungan. Tabulasi
menyajikan hitungan hitungan frekuensi dari satu hal
(analisis frekuensi) atau perkiraan numerik tentang
distribusi sesuatu (analisis deskriptif). Tabulasi
merupakan alat analisis bisnis. Tabulasi juga bermanfaat
bagi peneliti sebagai alat menyusun kategori ketika
mengubah variabel interval menjadi klasifikasi nominal.
Dengan kata lain, tabulasi mendeskripsikan jumlah
individu yang menjawab pertanyaan tertentu. Tabulasi
dapat juga digunakan untuk menciptakan statistik
deskriptif mengenai variabel-variabel yang digunakan
atau tabulasi silang. 7
Menguji Model
7
Ibid.
17
diukur dari goodness of fit-nya. Untuk melakukan uji
goodness of fit pengukurannya dilakukan dengan menguji
nilai statistik t, nilai statistik F, dan koefisien
determinasinya (R2) pada hasil regresi yang telah
memenuhi uji asumsi klasik.
Uji nilai statistik t untuk mengetahui pengaruh
secara individual variabel independen terhadap variabel
dependen. Uji F untuk mengetahui secara bersama-sama
semua variabel independen dalam mempengaruhi variabel
dependen. Sedangkan koefisien determinasi untuk
menentukan seberapa besar sumbangan variabel
independen terhadap variabel dependen.
Uji asumsi klasik juga perlu dilakukan terhadap
model agar memperteguh validitas model, yang dapat
dilakukan melalui pengujian normalitas, autokorelasi,
multikolinearitas, juga heteroskedastisitas.
Menganalisis Hasil
18
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah
pengimplemantasian dari hasil pengukuran. Karena
sebagus dan sebenar apapun hasil penelitian, apabila tidak
ditindaklanjuti dalam bentuk implementasi, tidak akan
berarti apa-apa.
-000-
Tugas:
1. Buatlah rangkuman dari pembahasan di atas
2. Cobalah untuk menyimpulkan maksud dari uraian
bab ini
3. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
a. Apa yang dimaksud dengan ekonometrika
b. Bidang keilmuan apa saja yang terkait secara
langsung dengan ekonometrika
c. Jelaskan pentingnya ekonometrika
d. Uraikan tahapan-tahapan ekonometrika
19
BAB II
MODEL REGRESI
Tujuan Pengajaran:
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:
20
BAB II
MODEL REGRESI
21
dilakukan adalah membuat model, yang menjelaskan
variabel-variabel yang hendak diteliti saja. Sedang untuk
variabel-variabel lain yang terkait tetapi tidak hendak
diteliti, dapat diabaikan. Hal ini dibenarkan dalam
keilmuan sosial (ekonomi), karena terlalu banyak faktor-
faktor yang saling terkait dan sangat sulit untuk
diidentifikasi secara menyeluruh, sehingga perlu asumsi
yang menganggap tidak adanya perubahan dari variabel-
variabel yang disebut dengan ceteris paribus.
Model dalam keilmuan ekonomi berfungsi sebagai
panduan analisis melalui penyederhanaan dari realitas
yang ada. Sehingga model sering diartikan refleksi dari
realita atau simplikasi dari kenyataan. Hal ini akan
semakin jelas kalau kita runut dari bentuk suatu model
yang memang berbentuk sangat sederhana. Penulisan
model dalam ekonometrika adalah merupakan
pengembangan dari persamaan fungsi secara matematis,
karena pada hakikatnya sebuah fungsi adalah sebuah
persamaan yang menggambarkan hubungan sebab akibat
antara sebuah variabel dengan satu atau lebih variabel
lain. Penulisan model dalam bentuk persamaan fungsi
tersebut dicontohkan dalam persamaan berikut ini:
Persamaan Matematis
Æ Y=a + bX ……….. (pers.1)
Persamaan Ekonometrika
Æ Y = b0 + b1X + e ……….. (pers.2)
22
Bentuk Model
8
Scatter plot merupakan gambar sebaran data.
23
persamaan single linier (pers.3) dan persamaan multiple
linier (pers.4) sebagai berikut:
15
14
13
12
11
10
INFLASI
8
13 .0 13 .5 14 .0 14 .5 15 .0 15 .5 16 .0 16 .5
BUDEP
Gambar 3
24
Sebaran data tersebut di atas (gambar 3)
menunjukkan hubungan yang positif, yaitu jika bunga
deposito meningkat, maka inflasi juga meningkat. Begitu
pula jika bunga deposito menurun, inflasi juga turun.
Sedangkan contoh sebaran data yang digambarkan dalam
scatter plot di bawah ini (gambar 4), menunjukkan bahwa
hubungan antara variable Afenegat (Afeksi negative) dan
Latribut (Atribut) mempunyai hubungan yang negative.
Jika atributnya berkurang, maka afeksi negatifnya
meningkat. Begitu pula sebaliknya.
Dari scatter plot kedua gambar tersebut (baik gambar
di atas maupun di bawah ini) menunjukkan bahwa
sebaran datanya menyebar memanjang lurus, sehingga
dapat diwakili dengan garis lurus. Oleh karena itu, kedua
scater plot tersebut akan tepat digunakan regresi linier.
1.9
1.8
1.7
LATRIBUT
1.6
0 10 20 30 40
AFENEGAT
Gambar 4
25
Model Kuadratik
Model Kubik
9
Dumairy, Matematika Terapan Untuk Bisnis dan Ekonomi, BPFE, Yogjakarta,
p.140
26
Notasi Model
27
berbeda, secara substansi parameter ini menunjukkan beta
atau koefisien korelasi yang sekaligus menunjukkan
tingkat elastisitas dari variabel X tersebut. Nilai beta ini
memungkinkan untuk bernilai positif maupun negatif.
Tanda positif menunjukkan hubungan yang searah antara
variabel X dengan variabel Y. Artinya jika X mengalami
peningkatan maka Y juga mengalami peningkatan.
Sebaliknya jika X mengalami penurunan maka Y pun
akan menurun. Arah hubungan seperti itu tidak terjadi
pada beta yang berangka negatif. Karena jika tandanya
negatif arah hubungan X terhadap Y saling berlawanan.
Jika X meningkat maka Y menurun, sebaliknya jika X
menurun maka nilai statistik t meningkat.
Demikian pula, karena nilai koefisien korelasi ini
juga menunjukkan tingkat elastisitas, maka dari besarnya
nilai koefisien korelasi (b) tersebut dapat ditentukan jenis
elastisitasnya. Jika nilai b besarnya lebih dari satu (b>1)
maka disebut elastis. Artinya, jika variabel X mengalami
perubahan, maka variabel Y akan mengalami perubahan
yang lebih besar dari perubahan yang ada pada variabel X
tersebut. Jika nilai b besarnya sama dengan angka satu
(b=1) disebut uniter elastis. Artinya, jika variabel X
mengalami perubahan, maka variabel Y akan mengalami
perubahan yang sama besar dengan perubahan yang ada
pada variabel X tersebut. Jika nilai b besarnya lebih kecil
dari angka satu (b<1) disebut inelastis. Artinya, jika
variabel X mengalami perubahan, maka variabel Y akan
mengalami perubahan yang lebih kecil dari perubahan
yang ada pada variabel X tersebut.
Huruf e merupakan kependekan dari error term
atau kesalahan penggganggu. Simbol error ini tidak
jarang dituliskan dalam huruf ε atau μ. Simbol ini
merupakan karakteristik dari ekonometrika yang tidak
dapat dilepaskan dari unsur-unsur stokhastik atau hal-hal
yang mengandung probabilita, karena hasil yang
28
ditunjukkan oleh model ekonometrika hanya bersifat
perkiraan, dalam arti tidak menunjukkan kebenaran yang
mutlak. Oleh karena itu nama lain dari simbol ini tidak
terlepas dari sifat dasar itu seperti: disturbance error atau
stochastic disturbance.
Kesalahan pengganggu ini sendiri mempunyai
banyak sebab yang dapat menimbulkannya seperti:
1. tidak seluruh variabel bebas yang mempunyai
potensi dalam mempengaruhi variabel terikat
dapat disebutkan dalam model.
2. kesalahan asumsi dalam menentukan teori yang
diwujudkan sebagai model.
3. ketidaklengkapan data yang dianalisis.
4. ketidaktepatan model yang digunakan.
Misalnya, seharusnya digunakan model
kuadratik tetapi justru yang digunakan adalah
model linier, atau sebaliknya.
Model Ekonomi
biasanya dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai
berikut:
Y = b0 + b1X1 + b2 X2
Tanda b = parameter, menunjukkan ketergantungan
variabel Y terhadap variabel X
b0 = intercept, menjelaskan nilai variabel terikat ketika
masing-masing variabel bebasnya bernilai 0 (nol).
29
Model ini menggambarkan rata-rata hubungan sistemik
antara variabel Y, X1, X2. Dalam model ini nilai e tidak
tertera, karena nilai e diasumsikan non random. Dalam
realita, model ini tidak mampu menjelaskan variabel-
variabel ekonomi secara pas (clear), oleh karena itu
membutuhkan regresi.
Model Statistik
e = Y – E(Y) atau e = Y – Ŷ
jadi, Y = Yˆ + e
karena, Ŷ = E (Y) = b0 + b1X1 + b2 X2
maka Y = b0 + b1X1 + b2 X2 + e
30
terdapat gambaran yang jelas, maka nilai e harus
diasumsikan. Asumsi-asumsinya adalah:
1. Nilai harapan e sama dengan 0 (nol).
E(e) = 0, masing-masing random error mempunyai
distribusi probabilitas = 0. Meskipun e bisa bernilai
positif atau negatif, tetapi rata-rata e harus = 0.
2. Variance residual sama dengan standar deviasi
Var (e) = σ 2 , artinya: masing-masing random error
mempunyai distribusi probabilitas variance yang
sama dengan standar deviasi ( σ 2 ). Asumsi ini
menjelaskan bahwa residual bersifat
homoskedastik.
3. Kovarian ei dan ej mempunyai nilai nol.
Cov (ei, ej) = 0. Nilai nol dalam asumsi ini
menjelaskan bahwa antara ei dan ej tidak ada
korelasi serial atau tida berkorelasi
(autocorrelation).
4. Nilai random error mempunyai distribusi
probabilitas yang normal.
31
Cov (Yi, Yj) = Cov (ei, ej) = 0
4. Nilai Y secara normal terdistribusi di sekitar rata-
rata.
Kesimpulan:
Dalam suatu model regresi terdapat dua jenis
variabel, yaitu variabel terikat dan variabel bebas, yang
dipisahkan oleh tanda persamaan. Variabel terikat sering
disimbolkan dengan Y, biasa pula disebut sebagai
variabel dependen, variabel tak bebas, variabel yang
dijelaskan, variabel yang diestimasi, variabel yang
dipengaruhi. Cirinya, berada pada sebelah kiri tanda
persamaan (=). Variabel bebas sering disimbolkan dengan
X, biasa pula disebut sebagai variabel independen,
variabel yang mempengaruhi, variabel penjelas, variabel
estimator, variabel penduga, variabel yang
mempengaruhi, variabel prediktor. Cirinya terletak pada
sebelah kanan tanda persamaan (=).
Dalam suatu model juga terdapat parameter-
parameter yang disebut konstanta, juga koefisien korelasi.
Konstanta sering disimbolkan dengan a, atau b0, atau β0.
Koefisien korelasi disebut pula sebagai beta, B, b,
menunjukkan slope, kemiringan, elastisitas.
32
-000-
Tugas:
1. Buatlah rangkuman dari pembahasan di atas!
2. Cobalah untuk menyimpulkan maksud dari uraian
bab ini!
3. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
a. Jelaskan apa yang dimaksud dengan model!
b. Sebutkan apa saja jenis-jenis model
ekonometrika!
c. Jelaskan perbedaan antara jenis-jenis model
ekonometrika!
d. Coba uraikan asumsi-asumsi yang harus
dipenuhi dalam regresi linier!
33
BAB III
Tujuan Pengajaran:
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:
34
BAB III
Bentuk model
Dimana:
10
Yaitu satu variabel dependen dan satu variabel independen
35
Notasi a dan b merupakan perkiraan dari A dan B. Huruf
a, b, disebut sebagai estimator atau statistik, sedangkan
nilainya disebut sebagai estimate atau nilai perkiraan. 11
Mencari nilai b:
n (∑ XY ) − (∑ X )(∑ Y )
b=
n (∑ X ) − (∑ X )
2 2
mencari nilai a:
a= ∑ Y − b. ∑ X
n
11
Supranto, J., Ekonometrik, Buku satu, LPFEUI, Jakarta, 1983
12
Ordinary Least Square (OLS) ditemukan oleh Carl Friedrich Gauss, seorang
Matematikawan Jerman, pada tahun 1821.
36
Mencari nilai b:
b=
∑ xy
∑x 2
mencari nilai a:
a =Y − b X
37
Observasi Y X1
Jan 01 8.28 13.06
Peb 01 9.14 13.81
Mar 01 10.62 13.97
Apr 01 10.51 13.79
Mei 01 10.82 14.03
Jun 01 12.11 14.14
Jul 01 13.04 14.39
Agu 01 12.23 14.97
Sep 01 13.01 15.67
Okt 01 12.47 15.91
Nop 01 12.91 16.02
Des 01 12.55 16.21
Jan 02 14.42 16.19
Peb 02 15.13 15.88
Mar 02 14.08 15.76
Apr 02 13.3 15.55
Mei 02 12.93 15.16
Jun 02 11.48 14.85
Jul 02 10.05 14.22
Agu 02 10.6 13.93
Sep 02 10.48 13.58
Okt 02 10.33 13.13
Jumlah 260.49 324.22
38
Bantuan dengan SPSS
39
3. Beri nama kolom tersebut sesuai nama variabelnya.
Caranya: klik Variabel View (pojok kiri bawah),
maka akan muncul kolom: Name, Type, Width,
Decimals, label, values, missing, columns, align,
measure. Masukkan nama variabel ke dalam kolom
Name. Misal kita mau memberi nama variabel
dengan Y, maka ketik Y. Jika hendak memberi
nama tersebut dengan Inflasi, maka ketik inflasi.
(Meskipun yang dimasukkan adalah huruf besar,
tetapi dalam kolom akan muncul huruf kecil).
40
4. Data awal yang dimasukkan tadi dapat
dikembangkan menjadi seperti hitungan dalam
tabel di bawah (misal menjadi X12). Caranya: klik
Transform, kemudian pilih Compute, maka layar
SPSS akan berubah menjadi seperti dalam gambar
sebagai berikut:
41
pindahkan ke dalam kolom Numeric Expression
menggunakan langkah klik pada tanda segitiga
penunjuk arah. Setelah itu pilih ** (pada tuts
kalkulator) dan ketik angka 2 (karena hendak
mengkuadratkan), dan kemudian ketik OK. Jika
tahapan tersebut telah dilalui, worksheet data akan
menampakkan variabel baru dengan data yang
dihitung tadi.
5. Untuk membuat data perkalian, lakukan dengan
cara memindahkan salah satu nama variabel yang
hendak dikalikan (misalnya, Y) dari kotak
Type&Label ke Numeric Expression, pilih tanda
pengali (*) dan ikuti dengan memindahkan lagi
variabel lainnya yang hendak dikalikan (misal X),
setelah itu klik OK.
42
Observasi Y X1 X12 Y2 XY
Jan 01 8.28 13.06 170.5636 68.5584 108.1368
Peb 01 9.14 13.81 190.7161 83.5396 126.2234
Mar 01 10.62 13.97 195.1609 112.7844 148.3614
Apr 01 10.51 13.79 190.1641 110.4601 144.9329
Mei 01 10.82 14.03 196.8409 117.0724 151.8046
Jun 01 12.11 14.14 199.9396 146.6521 171.2354
Jul 01 13.04 14.39 207.0721 170.0416 187.6456
Agu 01 12.23 14.97 224.1009 149.5729 183.0831
Sep 01 13.01 15.67 245.5489 169.2601 203.8667
Okt 01 12.47 15.91 253.1281 155.5009 198.3977
Nop 01 12.91 16.02 256.6404 166.6681 206.8182
Des 01 12.55 16.21 262.7641 157.5025 203.4355
Jan 02 14.42 16.19 262.1161 207.9364 233.4598
Peb 02 15.13 15.88 252.1744 228.9169 240.2644
Mar 02 14.08 15.76 248.3776 198.2464 221.9008
Apr 02 13.3 15.55 241.8025 176.89 206.815
Mei 02 12.93 15.16 229.8256 167.1849 196.0188
Jun 02 11.48 14.85 220.5225 131.7904 170.478
Jul 02 10.05 14.22 202.2084 101.0025 142.911
Agu 02 10.6 13.93 194.0449 112.36 147.658
Sep 02 10.48 13.58 184.4164 109.8304 142.3184
Okt 02 10.33 13.13 172.3969 106.7089 135.6329
Jumlah 260.49 324.22 4800.525 3148.48 3871.398
Mencari nilai b:
n (∑ XY ) − (∑ X )(∑ Y )
b=
n (∑ X ) − (∑ X )
2 2
43
22 (3.871,398) − (324,22 )(260,49 )
b=
22 (4.800,525) − (324,22 )
2
85.170,76 − 84.456,0678
=
105.611,60 − 105.118,6084
714,6922
=
492,9916
b = 1,4497
Mencari nilai a:
a= ∑ Y − b. ∑ X
n
260,49 − 470,022
=
22
a = -9.5241
44
Mencari nilai b, menggunakan rumus kedua:
b=
∑ xy
∑x 2
∑ x = ∑ X − (∑ X )
2 2 2
/n
∑ y = ∑ Y − (∑ Y )
2 2 2
/n
∑ xy = ∑ XY − (∑ X ∑ Y ) / n
maka:
324.22 2
∑ x 2 = 4800.53 - 22
= 4800.53 – 4778.12
= 22.41
260.49 2
∑ y = 3148.48 - 22
2
= 3148.48 – 3084.32
= 64.16
45
(324.22 − 260.49)
∑ xy = 3871,40 -
22
= 3871.40 – 3838.91
= 32.49
32.49
b= = 1.4498
22.41
a =Y − b X
= 11.8405 – 21.3661
a= -9.5256
46
pembulatan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa,
mencari a dan b dengan rumus I ataupun rumus II akan
menghasilkan nilai yang sama.
47
Output
Model Summary
48
ANOVAb
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 47.101 1 47.101 55.220 .000a
Residual 17.059 20 .853
Total 64.160 21
a. Predictors: (Constant), X1
b. Dependent Variable: Y
a
Coefficients
Standardi
zed
Unstandardized Coefficien
Coefficients ts
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -9.527 2.882 -3.305 .004
X1 1.450 .195 .857 7.431 .000
a. Dependent Variable: Y
Catatan:
Hasil penghitungan manual dan SPSS tampaknya ada perbedaan
dalam desimal. Itu disebabkan adanya penghitungan pembulatan.
13
Tidak bias artinya nilai a atau nilai b yang sebenarnya. Dikatakan demikian
sebab, jika asumsi tidak terpenuhi, nilai a dan b besar kemungkinannya tidak
merupakan nilai yang sebenarnya.
49
sebutan asumsi klasik. 14 Asumsi-asumsi yang harus
dipenuhi dalam OLS ada 3 asumsi, yaitu:
14
Disebut klasik karena penemuannya pada jaman klasic (classic era), modelnya
sering juga disebut sebagai model regresi klasik, baku, umum (classic, standard,
general). Lihat Supranto (1983:73).
50
Perlu diketahui bahwa dalam metode OLS terdapat
prinsip-prinsip antara lain:
51
nilai b, maka derajat kemiringan garis regresi
terhadap sumbu X semakin rendah pula.
Sebaliknya, semakin tinggi nilai b, maka derajat
kemiringan garis regresi terhadap sumbu X
semakin tinggi. Gambaran uraian di atas dapat
dilihat pada gambar berikut:
Yˆi = a + bX i
Y1 . .
. . . e
. . e .
. .
o
a b .
0 X1 X
52
perubahan nilai X akan diikuti perubahan yang lebih
besar pada nilai Y. Tanda positif pada parameter b
tersebut menunjukkan bahwa jika variabel X
meningkat maka Y juga akan meningkat. Sebaliknya,
jika X mengalami perubahan yang menurun, maka Y
juga akan menurun, dengan perbandingan perubahan
1:1,449.
Ingat Elastisitas
Jenis Koefisien Sifat Elastisitas
Elastisitas Elastisitas
Elastik E>1 Perubahan yang terjadi pada variabel
bebas diikuti dengan perubahan yang
lebih besar pada variabel terikat
Elastik E=1 Perubahan yang terjadi pada variabel
Unitary bebas diikuti dengan perubahan yang
sama besar pada variabel terikat
Inelastik E<1 Perubahan yang terjadi pada variabel
bebas diikuti dengan perubahan yang
lebih kecil pada variabel terikat
53
Menguji Signifikansi Parameter Penduga
54
maka yang digunakan adalah uji t. Oleh karena itu disebut
sebagai uji signifikansi secara individual. Sedangkan
pengujian signifikansi yang menggunakan lebih dari satu
variabel bebas yang diuji secara bersama-sama dalam
mempengaruhi Y, maka alat ujinya adalah menggunakan
uji F. Sebagai perbandingan antara penggunaan uji t dan
uji F dapat dilihat pada tabel berikut:
Uji t
∑ (Y − Yˆ )
2
t t
Sb =
(n − k )∑ (X − X )
t
2
55
Sb = ∑e 2
t
(n − k )∑ (X t − X)
2
Dimana:
56
Bantuan dengan SPSS
X1 Y Ŷ (Y − Yˆ ) (Y − Yˆ ) (X − X ) (X − X )
2 2
57
15.88 15.13 13.502 1.628 2.650 1.14 1.30
15.76 14.08 13.328 0.752 0.566 1.02 1.04
15.55 13.3 13.024 0.277 0.076 0.81 0.66
15.16 12.93 12.458 0.472 0.223 0.42 0.18
14.85 11.48 12.009 -0.528 0.279 0.11 0.01
14.22 10.05 11.095 -1.045 1.092 -0.52 0.27
13.93 10.6 10.675 -0.075 0.006 -0.81 0.66
13.58 10.48 10.167 0.313 0.098 -1.16 1.35
13.13 10.33 9.515 0.816 0.665 -1.61 2.59
324.22 260.49 260.591 -0.101 17.060 -0.06 22.41
17.06
Sb =
20(22.41)
17.06
=
448.2
= 0.195
s e2
Sb =
∑ xi2
Bila kita hendak menggunakan rumus ini, maka perlu
terlebih dulu mencari nilai S e2 yang dapat dicari dengan
membagi nilai total ei2 dengan n-2. Jadi S e2 dapat dicari
dengan rumus sebagai berikut:
58
s e2 =
∑e 2
i
n−2
2
s =
∑e 2
i
n−2
e
17.056
=
22 − 2
17.056
=
20
= 0.8528
59
Karena nilai se2 merupakan salah satu komponen
untuk mencari nilai Sb, maka dengan ditemukannya nilai
s e2 sebesar 0,8528 tentu saja nilai Sb pun dapat diketahui,
yaitu:
s e2
Sb =
∑ xi2
0.8528
=
22.41
= 0.195
b
t=
sb
1.4498
t =
0.195
= 7.4348
60
7,4348. Angka tersebut umumnya disebut pula sebagai
nilai t hitung. Besarnya angka t hitung ini yang
menentukan signifikan tidaknya variabel X dalam
mempengaruhi variabel Y. Cara menentukan
signifikan tidaknya nilai t tersebut adalah melalui
pembandingan antara nilai t hitung dengan nilai t tabel.
Nilai t tabel sebenarnya telah ditentukan pada tabel t
student yang telah ditetapkan oleh para penemunya.
Karena untuk menentukan signifikan tidaknya nilai t
hitung adalah melalui upaya membandingkan dengan
nilai t tabel, maka dapat diketahui bahwa, jika nilai t
hitung > t tabel, maka signifikan. Jika nilai t hitung < t
tabel, maka tidak signifikan.
Dengan menggunakan contoh data di atas,
seandainya kita menggunakan derajat kesalahan yang
ditolerir adalah 5 % (baca: α = 0,05), dan karena
jumlah observasi adalah sebanyak 22 (baca: n=22),
maka degree of freedom (df) sama dengan sebesar n-
k = 20, karena jumlah k adalah 2, yaitu 1 parameter a
dan 1 parameter b, maka nilai t tabelnya adalah sebesar
1,725. (Lihat data t tabel di halaman lampiran).
Nilai t tabel yang besarnya 2,086, sudah tentu
angka tersebut lebih kecil dibanding dengan nilai t
hitung yang besarnya 7,4348. Atas dasar itu dapat
dipastikan bahwa variabel X (budep) signifikan
mempengaruhi Y (inflasi).
61
Daerah diterima
Daerah Ditolak Daerah Ditolak
-t α/2; (n-k-1) t α /2; (n-k-1)
-1,725 1,725
Gb.3.1. Daerah Uji t
62
Interpretasi Hasil regresi
Setelah tahapan analisis regresi dilakukan sesuai
dengan teori-teori yang relevan, langkah terpenting
berikutnya adalah menginterpretasi hasil regresi.
Interpretasi yang dimaksudkan disini adalah mengetahui
informasi-informasi yang terkandung dalam hasil regresi
melalui pengartian dari angka-angka parameternya.
Dengan mengambil hitungan dari contoh kasus di atas,
maka hasil analisis regresi atas pengaruh variabel suku
bunga (Budep) (X) terhadap tingkat inflasi di Indonesia
selama 22 bulan mulai dari Januari 2001 hingga Oktober
2002 (Inflasi) (Y) dapat ditulis dalam persamaan sebagai
berikut:
Inflasi = -9,5256 + 1,4498 Budep + e
thit = (7,4348)
Persamaan di atas menginformasikan bahwa variabel
Budep signifikan mempengaruhi variabel Inflasi. Terbukti
dari nilai thit variabel Budep sebesar 7,4348 lebih besar
dibanding nilai ttabel, pada α=5% dengan d.f. sebanyak 20,
yang besarnya 1,725. Nilai b Budep yang besarnya
1,4498 menginformasikan bahwa setiap Budep meningkat
1%, maka Inflasi akan mengalami peningkatan sebesar
1,4498%. Sebaliknya, apabila Budep turun sebesar 1%
maka Inflasi juga akan mengalami penurunan sebesar
1,4498%. Perlu diingat bahwa nilai b juga mencerminkan
tingkat elastisitas variabel X. Karena nilai b (1,4498)
lebih besar dari angka 1 (satu), maka dapat dipastikan
bahwa variabel Budep sangat elastis 15. Artinya, besarnya
tingkat perubahan yang terjadi pada Budep akan
15
Standar elastisitas dapat diketahui dari: jika E>1 = elastis, E=1 =uniter elastis,
E<1 = inelastis.
63
mengakibatkan tingkat perubahan yang lebih besar pada
variabel Y (Inflasi).
64
Dengan kalimat lain dapat dijelaskan bahwa
koefisien determinasi (R2) adalah angka yang
menunjukkan proporsi variabel dependen yang dijelaskan
oleh variasi variabel independen. Juga, dapat digunakan
sebagai ukuran ketepatan dalam menentukan prediktor.
Artinya, R2 menunjukkan seberapa besar sumbangan X
terhadap Y. Untuk menentukan koefisien determinasi (R2)
pada regresi linier sederhana, dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
⎡ n ∑ XY − ∑ X ∑Y ⎤
R2 = ⎢ ⎥
[
⎣ n ∑ X − (∑ X ) ] [n ∑Y − (∑Y )
⎢ 2 2 2 2
] ⎥
⎦
2
⎡ 22 (3.871,4) − 324,22(260,49) ⎤
R = ⎢ ⎥
⎣ [
⎢ 22(4.800,53) − (324,22) 2 ] [22(3.148,48) − (260,49)2 ] ⎥
⎦
⎡ 714,73 ⎤ ⎡ 714,73 ⎤
R2 = ⎢ ⎥ = ⎢ ⎥
⎢⎣ [493,06] [1.411,52] ⎥⎦ ⎣ 22,20 x 37,57 ⎦
⎡ 714,73 ⎤
R2 = ⎢ ⎥ = 0,857
⎣ 834,05 ⎦
65
(budep) terhadap inflasi adalah sebesar 87,5%. Artinya,
sumbangan faktor-faktor lain (selain Budep) terhadap
Inflasi hanya sebesar 14,3%. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Budep merupakan prediktor yang
baik untuk menaksir Inflasi.
66
sini saja. Tetapi, jika nilai-nilai belum dapat dipastikan
valid, maka perlu dilakukan langkah-langkah analisis
lanjutan untuk menjadikan parameter-parameter tersebut
menjadi valid. Validitas (ketidakbiasan) informasi dari
nilai-nilai hasil regresi dapat diketahui dari terpenuhinya
asumsi-asumsi klasik, yaitu jika data variabel telah
terbebas dari masalah Autokorelasi, tidak ada indikasi
adanya heteroskedastisitas, maupun tidak terjadi
multikolinearitas atau saling berkolinear antar variabel.
Bahasan Asumsi Klasik akan dibahas tersendiri.
-000-
Tugas:
1. Buatlah rangkuman dari pembahasan di atas!
2. Cobalah untuk menyimpulkan maksud dari uraian
bab ini!
3. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
a. Coba jelaskan apa yang dimaksud dengan
regresi linier sederhana!
b. Coba tuliskan model regresi linier sederhana!
c. Coba uraikan arti dari notasi atas model yang
telah anda tuliskan!
d. Jelaskan informasi apa yang dapat diungkap
pada konstanta!
e. Jelaskan informasi apa yang dapat diungkap
pada koefisien regresi!
f. Jelaskan kegunaan standar error Sb!
g. Jelaskan kegunaan nilai t!
h. Coba uraikan bagaimana menentukan nilai t
yang signifikan!
i. Jelaskan Apa yang dimaksud dengan
koefisien determinasi!
67
BAB IV
Tujuan Pengajaran:
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:
68
BAB IV
69
1997 hingga 2003, gerakan lonjakan inflasi ternyata
terjadi pula pada gerakan lonjakan nilai tukar rupiah
(IDR) terhadap dollar Amerika Serikat (USD). Inflasi
desakan biaya mempunyai sebab yang hampir serupa.
Inflasi jenis ini terjadi akibat melonjaknya harga-harga
faktor produksi. Kalau ditelusuri, melonjaknya harga-
harga faktor produksi dapat disebabkan banyak hal seperti
semakin langkanya jenis barang, tuntutan kenaikan gaji
pekerja, semakin mahalnya ongkos transportasi, atau bisa
juga disebabkan oleh adanya perubahan nilai tukar mata
uang juga. Dari uraian singkat ini dapat disimpulkan
bahwa pemicu terjadinya inflasi desakan biaya karena
perubahan pada sisi supply, sedang inflasi tarikan
permintaan disebabkan perubahan pada sisi demand.
Berbagai alasan yang dijelaskan di atas, maka
untuk semakin memperjelas perihal terjadinya inflasi,
dapat dicoba menambah satu variabel penduga (X2) yaitu
Kurs, yang menggambarkan nilai tukar IDR terhadap
USD, pada kurun waktu yang sama dengan data
sebelumnya yaitu antara Januari 2001 hingga Oktober
2002. Karena jumlah variabel X tidak lagi satu melainkan
sudah dua, maka analisa yang akan digunakan adalah
analisa regresi linier berganda. Dengan bertambahnya
variabel Kurs sebagai variabel penduga, maka data yang
dianalisis pun bertambah hingga menjadi sebagai berikut:
70
X1 Y X2
(Budep) (Inflasi) (Kurs)
13.06 8.28 9433.25
13.81 9.14 9633.78
13.97 10.62 10204.7
13.79 10.51 11074.75
14.03 10.82 11291.19
14.14 12.11 11294.3
14.39 13.04 10883.57
14.97 12.23 8956.59
15.67 13.01 9288.05
15.91 12.47 10097.91
16.02 12.91 10554.86
16.21 12.55 10269.42
16.19 14.42 10393.82
15.88 15.13 10237.42
15.76 14.08 9914.26
15.55 13.3 9485.82
15.16 12.93 9115.05
14.85 11.48 8688.65
14.22 10.05 8964.7
13.93 10.6 8928.41
13.58 10.48 8954.43
13.13 10.33 9151.73
324.22 260.49 216816.7
71
Model Regresi Linier Berganda
Penulisan model regresi linier berganda merupakan
pengembangan dari model regresi linier tunggal.
Perbedaannya hanya terdapat pada jumlah variabel X saja.
Dalam regresi linier tunggal hanya satu X, tetapi dalam
regresi linier berganda variabel X lebih dari satu. Model
regresi linier umumnya dituliskan sebagai berikut:
Populasi: Y = A + B1X1 + B2X2 + B3X3 + ………+
BnXn + e
Atau Y = B0 + B1X1 + B2X2 + B3X3 + ………+
BnXn + e
Sampel : Y = a + b1X1 + b 2X2 + b 3X3 + ………+ b nXn
+e
Atau Y = b0 + b1X1 + b 2X2 + b 3X3 + ………+ b
nXn + e
16
G.U. Yale, On the Theory of Correlation for any Number of Variables, Treated
by a new System of Notation, Preceeding of Royal Society, A, Vol.79, 1970.
72
Notasi model Yale ini mempunyai spesifikasi dalam
menandai variabel terikat yang selalu dengan angka 1.
Untuk variabel bebas notasinya dimulai dari angka 2, 3, 4,
dan seterusnya. 17 Notasi b1.23 berarti nilai perkiraan Y
kalau X2 dan X3 masing-masing sama dengan 0 (nol).
Notasi b12.3 berarti besarnya pengaruh X2 terhadap Y jika
X3 tetap.
Notasi b13..2 berarti besarnya pengaruh X3 terhadap Y jika
X2 tetap.
73
mengestimasi parameter yang tidak diketahui. Prinsip
yang terkandung dalam OLS sendiri adalah untuk
meminimalisasi perbedaan jumlah kuadrat kesalahan (sum
of square) antara nilai observasi Y dengan Yˆ . Secara
matematis, fungsi minimalisasi sum of square ditunjukkan
dalam rumus:
n
∑ e 2 (b0, b1,b2) = ∑ (Y − Yˆ )
n=1
2
n
= ∑ (Y − b
n=1
0 − b1 X 1 − b2 X 2 ) 2
∂∑ e 2
= 2nb0 + 2b1 ∑ X 1 + 2b2 ∑ X 2 − 2∑ Y
∂b0
∂∑ e 2
= 2b0 ∑ X 1 + 2b1 ∑ X 12 + 2b2 ∑ X 1 X 2 − 2∑ X 1Y
∂b1
∂∑ e 2
= 2b0 ∑ X 2 + 2b1 ∑ X 1 X 2 + 2b2 ∑ X 22 − 2∑ X 2Y
∂b2
74
∑X b + ∑ X 1 X 2 b1 + ∑ X 22 b2 = ∑ X 2Y
2 0
b0 = Y − b1 X 1 − b2 X 2
(∑ x1 y )(∑ x 22 ) − (∑ x 2 y )(∑ x1 x 2 )
b1 =
(∑ x12 )(∑ x 22 ) − (∑ x1 x 2 ) 2
75
perubahan pada X1, meskipun X2 konstan, akan mampu
merubah nilai harapan dari Y. Begitu pula, perubahan
pada X2, meskipun X1 konstan, akan mampu merubah
nilai harapan dari Y. Perubahan yang terjadi pada X1 atau
X2 tentu mengakibatkan perubahan nilai harapan Y atau
E(Y/X1,X2) yang berbeda. Oleh karena itu pencarian nilai
b mengalami perubahan.
Guna mengetahui seberapa besar kontribusi X1
terhadap perubahan Y, tentu perlu untuk melakukan
kontrol pengaruh dari X2. Begitu pula, untuk mengetahui
kontribusi X2, maka perlu juga melakukan kontrol
terhadap X1. Dari sini dapat timbul pertanyaan,
bagaimana caranya mengontrolnya? Untuk menjawabnya,
perlu ilustrasi secara konkrit agar mudah dipahami.
Misalnya kita hendak mengontrol pengaruh linier X2
ketika melakukan pengukuran dampak dari perubahan X1
terhadap Y, maka dapat melakukan langkah-langkah
sebagai berikut:
Y = b0 + b2 X2 + e1
e1 = Y – b0 – b2X2
= Y- Yˆ
X1 = b0 + b2 X2 + e2
76
e2 = X1 – b0 – b2X2
= X1- X̂
e1 = a0 + a1e2 +e3
n
(∑ X 2 ) 2
∑ x22 = ∑ X 22 − n
(∑ X 1 )(∑ Y )
∑ x y = (∑ X Y ) −
1 1
n
(∑ X 2 )(∑ Y )
∑x 2 y = (∑ X 2 Y ) −
n
77
(∑ X 1 )(∑ X 2 )
∑x x 1 2 = (∑ X 1 X 2 ) −
n
X1 Y X2 ∑x 2
1 ∑x 2
2 ∑x y ∑x1 2 y ∑x x1 2
78
(∑ x1 y)(∑ x 22 ) − (∑ x 2 y)(∑ x1 x 2 )
b1 =
(∑ x12 )(∑ x 22 ) − (∑ x1 x 2 ) 2
(32.49)(14.318.503,70) − (7.274,64)(2.227,72)
=
(22,41)(14.318.503,70) − (2.227,72) 2
465.208.185,21 − 16.205.861,02
=
320.877.667,92 − 4.962.736,40
449.002.324,19
=
315.914.931,52
b1 = 1,421
(7.274,64)(22.41) − (32.49)(2.227,72)
=
(22.41)(14.318.503,70) − (2.227.72) 2
163.024,68 − 72.378,62
=
320.877.667,92 − 4.962.736,40
90.646,06
=
315.914.931,52
= 0,0002869 atau dapat ditulis dengan 2,869E-04
79
= 11,84-1,421(14,73)-0,0002869(9.855,30)
= 11,84-20,93,2,827
= -11,917
dimana:
b = nilai parameter
Sb = standar error dari b. Jika b sama dengan 0 (b=0) atau
Sb bernilai sangat besar, maka nilai t akan sama dengan
atau mendekati 0 (nol).
Untuk dapat melakukan uji t, perlu menghitung besarnya
standar error masing-masing parameter ( baik b0, b1, b2),
seperti diformulakan Gujarati (1995:198-199) sebagai
berikut:
⎡ 1 X 12 ∑ x 22 + X 22 ∑ x12 − 2X 1 X 2 ∑ x1 x 2 ⎤ ∑ E 2
S b0 = ⎢ + ⎥
⎢⎣ n ∑ x12 ∑ x22 − (∑ x1 x2 ) 2 ⎦⎥ n − 3
80
S b1 =
∑x 2
2 ∑E 2
(∑ x12 )(∑ x 22 ) − (∑ x1 x 2 ) 2 n − 3
S b2 =
∑x 2
1 ∑E 2
(∑ x12 )(∑ x 22 ) − (∑ x1 x 2 ) 2 n − 3
81
X1 Y X2 B0 B1 B2 e e^2
13.06 8.28 9433.25 -11.933 1.421 0.000287 -1.05 1.11
13.81 9.14 9633.78 -11.933 1.421 0.000287 -1.31 1.73
13.97 10.62 10204.70 -11.933 1.421 0.000287 -0.23 0.05
13.79 10.51 11074.75 -11.933 1.421 0.000287 -0.33 0.11
14.03 10.82 11291.19 -11.933 1.421 0.000287 -0.42 0.18
14.14 12.11 11294.30 -11.933 1.421 0.000287 0.71 0.50
14.39 13.04 10883.57 -11.933 1.421 0.000287 1.40 1.97
14.97 12.23 8956.59 -11.933 1.421 0.000287 0.32 0.10
15.67 13.01 9288.05 -11.933 1.421 0.000287 0.01 0.00
15.91 12.47 10097.91 -11.933 1.421 0.000287 -1.10 1.21
16.02 12.91 10554.86 -11.933 1.421 0.000287 -0.95 0.90
16.21 12.55 10269.42 -11.933 1.421 0.000287 -1.50 2.24
16.19 14.42 10393.82 -11.933 1.421 0.000287 0.37 0.13
15.88 15.13 10237.42 -11.933 1.421 0.000287 1.56 2.43
15.76 14.08 9914.26 -11.933 1.421 0.000287 0.77 0.60
15.55 13.3 9485.82 -11.933 1.421 0.000287 0.41 0.17
15.16 12.93 9115.05 -11.933 1.421 0.000287 0.71 0.50
14.85 11.48 8688.65 -11.933 1.421 0.000287 -0.18 0.03
14.22 10.05 8964.70 -11.933 1.421 0.000287 -0.80 0.63
13.93 10.6 8928.41 -11.933 1.421 0.000287 0.18 0.03
13.58 10.48 8954.43 -11.933 1.421 0.000287 0.55 0.30
13.13 10.33 9151.73 -11.933 1.421 0.000287 0.98 0.96
324.22 260.49216816.70 -11.933 1.421 0.000287 0.09 15.90
82
Mencari Sb0.
⎡ 1 X 12 ∑ x 22 + X 22 ∑ x12 − 2X 1 X 2 ∑ x1 x 2 ⎤ ∑ e 2
S b0 = ⎢ + ⎥
⎢⎣ n ∑ x12 ∑ x22 − (∑ x1 x2 ) 2 ⎥⎦ n − 3
=
⎡ 1 3.110.946.932,32 + 2.175.643.413,22 − 647.228.946,04 ⎤ 15,90
⎢ + 320.734.482.66 − 4.962.736,40 ⎥
⎣ 22 ⎦ 19
⎡ 1 4.639.361.399,50 ⎤ 15,90
= ⎢ 22 + 315.771.746,26 ⎥ 19
⎣ ⎦
Mencari Sb1.
S b1 =
∑x 2
2 ∑e 2
(∑ x12 )(∑ x 22 ) − (∑ x1 x 2 ) 2 n − 3
⎡ 14.318.503,69 ⎤ 15,9
= ⎢ 2 ⎥
⎣ (22,40)(14.318.503,69) − (2.227,72) ⎦ 19
14.318.503,69
= (0,84)
315.771.746,26
83
= 0,045(0.84)
= 0,213 x 0,84
= 0,179
Mencari Sb2:
Sb2 =
∑x 2
1 ∑e 2
(∑ x12 )(∑ x 22 ) − (∑ x1 x 2 ) 2 n − 3
⎡ 22,40 ⎤ 15,9
= ⎢ 2 ⎥
⎣ (22,40)(14.318.503,69) − (2.227,72) ⎦ 19
22,40
= (0,84)
315.771.746,26
= 0,000000070(0.84)
= 0,000266 x 0,84
= 0,000223
84
b0
tb0 =
Sb 0
−11,917
tb0 = = -3,694
3,226
dan nilai tb1 adalah:
1,421
t b1 = =7,938
0,179
sedangkan nilai tb2 adalah:
0,0002869
tb2 = = 1,284
0,0002234
85
t hitung lebih kecil darit tabel, maka variabel penjelas
tersebut tidak signifikan.
Karena nilai tb1 adalah sebesar 7,938, yang berarti
lebih besar dibanding nilai tabel pada α=5% dengan df 19
yang besarnya 2,093, maka dapat dipastikan bahwa
variabel budep secara individual signifikan
mempengaruhi inflasi. Sedangkan nilai tb2 yang besarnya
1,284 adalah lebih kecil dibandingkan dengan nilai t tabel
pada α =5% dengan df 19 yang besarnya 2,093, maka
dapat dipastikan bahwa variabel Kurs secara individual
tidak signifikan mempengaruhi inflasi.
Pengujian kedua nilai t dapat dijelaskan dalam
bentuk gambar sebagai berikut:
Daerah diterima
7,938 Daerah ditolak
t α /2; (n-k-1) (+)
2,093
Gb.3.2. Daerah Uji t Variabel Budep
Daerah diterima
Daerah ditolak
1,284
t α /2; (n-k-1) (+)
2,093
Gb.3.2. Daerah Uji t Variabel Kurs
86
Bantuan dengan SPSS
87
• Hasil regresi akan tampak dalam output regression yang
menunjukkan tabel: model summary (memuat R2), ANOVA
(memuat nilai F), Coefficient (memuat nilai t).
Model Summary
ANOVAb
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 48.261 2 24.130 28.836 .000a
Residual 15.899 19 .837
Total 64.160 21
a. Predictors: (Constant), X2, X1
b. Dependent Variable: Y
88
Coefficientsa
Standardi
zed
Unstandardized Coefficien
Coefficients ts
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -11.933 3.511 -3.399 .003
X1 1.421 .195 .840 7.298 .000
X2 2.869E-04 .000 .136 1.177 .254
a. Dependent Variable: Y
Catatan:
• Nilai a, b1, b2, antara hitungan manual dengan hitungan
SPSS terdapat sedikit perbedaan angka di belakang koma.
Ini disebabkan oleh pembulatan angka saat penghitungan.
• Angka 2.869E-04 dibaca 0,0002869
89
Koefisien Determinasi (R2)
ESS
R2 =
TSS
90
Nilai explained sum of square (ESS) atau variasi
yang dijelaskan Y didapat dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
n
ESS = ∑ (Yˆ − Y )
t −1
t
2
R2 =
∑ (Yˆ − Y ) 2
∑ (Y − Y ) 2
dimana:
Ŷ (baca: Y cap) adalah nilai perkiraan Y atau estimasi
garis regresi.
Y (baca: Y bar) adalah nilai Y rata-rata.
Y cap diperoleh dengan cara menghitung hasil
regresi dengan memasukkan nilai parameter dan data
variabel. Penghitungan nilai Y cap menjadi penting untuk
dilakukan agar mempermudah kita dalam menggunakan
rumus R2 yang telah ditentukan di atas. Sebagai contoh
menghitung Y cap, berikut ini dihitung nilai Y cap pada
observasi 1.
Hasil regresi adalah:
Y = -11,917 + 1,421 (X1) + 0,0002869(X2)
Jika observasi nomor 1 (satu) kita hitung, dimana X1=
13,06 dan X2 = 9.433,25, maka nilai Yˆ1 = -11,917 + 1,421
(13,06) + 0,0002869(9.433,25)
= 9,438
91
Hasil hitungan Y cap individual maupun total, beserta
ekstensinya diperlukan untuk menyesuaikan dengan
rumus mencari R2. Hasil perhitungan dan pengembangan
data selengkapnya tertera dalam tabel sebagai berikut:
Yˆ − Y (Y − Y ) Y − Y (Y − Y )
ˆ 2 2
X1 Y X2 B0 B1 B2 Yˆ
13.06 8.28 9433.25 -11.933 1.421 0.000287 9.348 -2.493 6.214 -3.561 12.677
13.81 9.14 9633.78 -11.933 1.421 0.000287 10.471 -1.370 1.876 -2.701 7.293
13.97 10.62 10204.70 -11.933 1.421 0.000287 10.862 -0.978 0.957 -1.221 1.490
13.79 10.51 11074.75 -11.933 1.421 0.000287 10.856 -0.985 0.969 -1.331 1.770
14.03 10.82 11291.19 -11.933 1.421 0.000287 11.259 -0.581 0.338 -1.021 1.041
14.14 12.11 11294.30 -11.933 1.421 0.000287 11.416 -0.424 0.180 0.269 0.073
14.39 13.04 10883.57 -11.933 1.421 0.000287 11.654 -0.187 0.035 1.200 1.439
14.97 12.23 8956.59 -11.933 1.421 0.000287 11.925 0.085 0.007 0.390 0.152
15.67 13.01 9288.05 -11.933 1.421 0.000287 13.015 1.174 1.379 1.170 1.368
15.91 12.47 10097.91 -11.933 1.421 0.000287 13.588 1.748 3.054 0.630 0.396
16.02 12.91 10554.86 -11.933 1.421 0.000287 13.876 2.035 4.142 1.070 1.144
16.21 12.55 10269.42 -11.933 1.421 0.000287 14.064 2.223 4.943 0.710 0.503
16.19 14.42 10393.82 -11.933 1.421 0.000287 14.071 2.230 4.975 2.580 6.654
15.88 15.13 10237.42 -11.933 1.421 0.000287 13.586 1.745 3.045 3.290 10.821
15.76 14.08 9914.26 -11.933 1.421 0.000287 13.322 1.482 2.196 2.240 5.015
15.55 13.3 9485.82 -11.933 1.421 0.000287 12.901 1.061 1.125 1.460 2.130
15.16 12.93 9115.05 -11.933 1.421 0.000287 12.240 0.400 0.160 1.090 1.187
14.85 11.48 8688.65 -11.933 1.421 0.000287 11.678 -0.163 0.027 -0.361 0.130
14.22 10.05 8964.70 -11.933 1.421 0.000287 10.862 -0.979 0.958 -1.791 3.206
13.93 10.6 8928.41 -11.933 1.421 0.000287 10.439 -1.401 1.964 -1.241 1.539
13.58 10.48 8954.43 -11.933 1.421 0.000287 9.949 -1.891 3.577 -1.361 1.851
13.13 10.33 9151.73 -11.933 1.421 0.000287 9.366 -2.474 6.121 -1.511 2.282
324.22 260.49 216816.70 -11.933 1.421 0.000287 260.747 0.256 48.243 -0.001 64.160
R 2
=
∑ (Yˆ − Y ) 2
∑ (Y − Y ) 2
92
dengan demikian nilai R2 dari model yang ada adalah
sebesar:
48,243
R2 =
64,160
R2 = 0,751
Uji F
Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa dalam
regresi linier berganda variabel penjelasnya selalu
berjumlah lebih dari satu. Untuk itu, maka pengujian
tingkat signifikansi variabel tidak hanya dilakukan secara
individual saja, seperti dilakukan dengan uji t, tetapi dapat
pula dilakukan pengujian signifikansi semua variabel
penjelas secara serentak atau bersama-sama. Pengujian
secara serentak tersebut dilakukan dengan teknik analisis
of variance (ANOVA) melalui pengujian nilai F hitung
yang dibandingkan dengan nilai F tabel. Oleh karena itu
disebut pula dengan uji F.
Pada prinsipnya, teknik ANOVA digunakan untuk
menguji distribusi atau variansi means dalam variabel
penjelas apakah secara proporsional telah signifikan
menjelaskan variasi dari variabel yang dijelaskan. Untuk
memastikan jawabannya, maka perlu dihitung rasio antara
93
variansi means (variance between means) yang
dibandingkan dengan variansi di dalam kelompok
variabel (variance between group). Hasil pembandingan
keduanya itu (rasio antara variance between means
terhadap variance between group) menghasilkan nilai F
hitung, yang kemudian dibandingkan dengan nilai F tabel.
Jika nilai F hitung lebih besar dibanding nilai F tabel,
maka secara serentak seluruh variabel penjelas yang ada
dalam model signifikan mempengaruhi variabel terikat Y.
Sebaliknya, jika nilai F hitung lebih kecil dibandingkan
dengan nilai F tabel, maka tidak secara serentak seluruh
variabel penjelas yang ada dalam model signifikan
mempengaruhi variabel terikat Y.
Atau secara ringkas dapat dituliskan sebagai berikut:
F ≤ Fα ;( k −1);( n − k ) Æ berarti tidak signifikan Æ atau H0
diterima
F > Fα ;( k −1);( n−k ) Æ berarti signifikan Æ atau H0 ditolak
94
Nilai F hitung dapat dicari dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
R 2 /(k − 1)
F=
(1 − R 2 ) /( n − k )
95
Dari hasil penghitungan di atas diketahui bahwa nilai
F hitung adalah sebesar 28,66. Nilai ini lebih besar
dibanding dengan nilai F tabel pada α = 0,05 dengan (k-1)
= 2, dan (n-k) = (22-3) = 19 yang besarnya 3,52. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa variabel Budep dan
Kurs secara serentak signifikan mempengaruhi inflasi.
Dengan demikian, maka null hyphothesis ditolak.
Daerah penolakan atau penerimaan hipotesis dapat dilihat
pada gambar berikut ini:
Daerah diterima
Daerah ditolak
F(α; k-1; n-k) F
F0,05;2;19; 3,52
Gb.3.2. Daerah Uji F
-000-
Tugas:
1. Buatlah rangkuman dari pembahasan di atas!
2. Cobalah untuk menyimpulkan maksud dari uraian
bab ini!
3. Lakukanlah perintah-perintah di bawah ini:
a. Coba jelaskan apa yang dimaksud dengan
regresi linier berganda!
b. Coba tuliskan model regresi linier berganda!
c. Coba uraikan arti dari notasi atas model yang
telah anda tuliskan!
d. Jelaskan informasi apa yang dapat diungkap
pada konstanta!
96
e. Jelaskan informasi apa yang dapat diungkap
pada koefisien regresi!
f. Coba sebutkan perbedaan-perbedaan antara
model regresi linier sederhana dengan model
regresi linier berganda!
g. Jelaskan mengapa rumus untuk mencari nilai
b pada model regresi linier erganda berbeda
dengan model regresi linier sederhana!
h. Coba jelaskan apakah pencarian nilai t juga
mengalami perubahan! kenapa?
i. Coba uraikan bagaimana menentukan nilai t
yang signifikan!
j. Jelaskan apa kegunaan nilai F!
k. Bagaimana menentukan nilai F yang
signifikan?
l. Jelaskan apakah rumus dalam mencari
koefisien determinasi pada model regresi
linier berganda berbeda dengan regresi linier
sederhana! kenapa?
m. Jelaskan bagaimana variabel penjelas dapat
dianggap sebagai prediktor terbaik dalam
menjelaskan Y!
97
BAB V
Tujuan Pengajaran:
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:
98
BAB V
99
kaidah model OLS dimana variabel-variabel penduganya
hanya berpangkat satu. Sedangkan linear dalam parameter
menjelaskan bahwa parameter yang dihasilkan merupakan
fungsi linear dari sampel. Secara jelas bila diukur dengan
nilai rata-rata.
Unbiased atau tidak bias, Suatu estimator dikatakan
unbiased jika nilai harapan dari estimator b sama dengan
nilai yang benar dari b. Artinya, nilai rata-rata b = b. Bila
rata-rata b tidak sama dengan b, maka selisihnya itu
disebut dengan bias.
Estimator yang efisien dapat ditemukan apabila
ketiga kondisi di atas telah tercapai. Karena sifat estimator
yang efisien merupakan hasil konklusi dari ketiga hal
sebelumnya itu.
Asumsi-asumsi seperti yang telah dituliskan dalam
bahasan OLS di depan, adalah asumsi yang
dikembangkan oleh Gauss dan Markov, yang kemudian
teori tersebut terkenal dengan sebutan Gauss-Markov
Theorem. Serupa dengan asumsi-asumsi tersebut, Gujarati
(1995) merinci 10 asumsi yang menjadi syarat penerapan
OLS, 18 yaitu:
Asumsi 1: Linear regression Model. Model regresi
merupakan hubungan linear dalam parameter.
Y = a + bX +e
Untuk model regresi Y = a + bX + cX2 + e
Walaupun variabel X dikuadratkan, ini tetap merupakan
regresi yang linear dalam parameter sehingga OLS masih
dapat diterapkan.
18
Dari sepuluh asumsi di atas tidak semuanya perlu diuji. Sebagian cukup hanya
diasumsikan, sedangkan sebagian yang lain memerlukan test.
100
Tepatnya bahwa nilai X adalah nonstochastic
(tidak random).
Asumsi 3: Variabel pengganggu e memiliki rata-rata nol
(zero mean of disturbance). Artinya, garis
regresi pada nilai X tertentu berada tepat di
tengah. Bisa saja terdapat error yang berada di
atas garis regresi atau di bawah garis regresi,
tetapi setelah keduanya dirata-rata harus
bernilai nol.
Asumsi 4: Homoskedastisitas, atau variabel pengganggu e
memiliki variance yang sama sepanjang
observasi dari berbagai nilai X. Ini berarti data
Y pada setiap X memiliki rentangan yang
sama. Jika rentangannya tidak sama, maka
disebut heteroskedastisitas
Asumsi 5: Tidak ada otokorelasi antara variabel e pada
setiap nilai xi dan ji (No autocorrelation
between the disturbance).
Asumsi 6: Variabel X dan disturbance e tidak berkorelasi.
Ini berarti kita dapat memisahkan pengaruh X
atas Y dan pengaruh e atas Y. Jika X dan e
berkorelasi maka pengaruh keduanya akan
tumpang tindih (sulit dipisahkan pengaruh
masing-masing atas Y). Asumsi ini pasti
terpenuhi jika X adalah variabel non random
atau non stochastic.
Asumsi 7: Jumlah observasi atau besar sampel (n) harus
lebih besar dari jumlah parameter yang
diestimasi. Bahkan untuk memenuhi asumsi
yang lain, sebaiknya jumlah n harus cukup
besar. Jika jumlah parameter sama atau bahkan
lebih besar dari jumlah observasi, maka
persamaan regresi tidak akan bisa diestimasi.
101
Asumsi 8: Variabel X harus memiliki variabilitas. Jika
nilai X selalu sama sepanjang observasi maka
tidak bisa dilakukan regresi.
Asumsi 9: Model regresi secara benar telah terspesifikasi.
Artinya, tidak ada spesifikasi yang bias, karena
semuanya telah terekomendasi atau sesuai
dengan teori.
Asumsi 10. Tidak ada multikolinearitas antara variabel
penjelas. Jelasnya kolinear antara variabel
penjelas tidak boleh sempurna atau tinggi.
102
Apabila seluruh asumsi klasik tersebut telah terpenuhi
maka akan menghasilkan hasil regresi yang best, linear,
unbias, efficient of estimation (BLUE).
A. Uji Autokorelasi
103
deposito ataukah karena sifat dari kecenderungannya
sendiri untuk berubah.
Telah jelas bagi kita bahwa autokorelasi akan
muncul apabila ada ketergantungan atau adanya kesalahan
pengganggu yang secara otomatis mempengaruhi data
berikutnya. Jika terdapat ketergantungan, dalam bahasa
matematisnya dituliskan sebagai berikut:
E(ui, uj) ≠ 0; i ≠j
104
masyarakat akan meningkat tentu akan pula
diikuti dengan permintaan yang meningkat pula,
Jika jumlah penawaran tidak mampu bertambah,
tentu harga akan meningkat, ini berarti inflasi
akan terjadi. Nah, tidak dimasukkannya JUB
sebagai prediktor, sangat besar mengandung
kecenderungan terjadinya autokorelasi.
3. Manipulasi data. Misalnya dalam penelitian kita
ingin menggunakan data bulanan, namun data
tersebut tidak tersedia. Kemudian kita mencoba
menggunakan triwulanan yang tersedia, untuk
dijadikan data bulanan melalui cara interpolasi
atau ekstrapolasi. Contohnya membagi tiga data
triwulanan tadi (n/3). Apabila hal seperti ini
dilakukan, maka sifat data dari bulan ke satu akan
terbawa ke bulan kedua dan ketiga, dan ini besar
kemungkinan untuk terjadi autokorelasi.
4. Menggunakan data yang tidak empiris. Jika data
semacam ini digunakan, terkesan bahwa data
tersebut tidak didukung oleh realita. Misalnya
pengaruh periklanan terhadap penjualan. Kalau
dalam penelitian menggunakan data biaya
periklanan bulan ke n dan data penjualan bulan ke
n, besar kemungkinan akan terjadi autokorelasi.
Secara empirik, upaya periklanan bulan ke n tidak
akan secara langsung berdampak pada bulan yang
sama, tetapi besar kemungkinan akan berdampak
pada bulan berikutnya, jaraknya bisa 1 bulan, 2
bulan, atau lebih. Seharusnya data penjualan yang
digunakan adalah data penjualan bulan ke n+1
atau n+2 tergantung dampak empiris tadi.
Penggunaan data pada bulan yang sama dengan
mengabaikan empiris seperti ini disebut juga
sebagai Cobweb Phenomenon.
105
A.3. Akibat Autokorelasi
106
t =n
∑ (û t − û t −1 ) 2
d= t =2
t =n
∑ û
t =2
2
t
d = 2(1 −
∑ e .e t t −1
)
2
e t
107
DW < dL = terdapat atokorelasi
positif
dL< DW <dU = tidak dapat disimpulkan
(inconclusive)
dU > DW >4-dU = tidak terdapat
autokorelasi
4-dU < DW <4-dL = tidak dapat disimpulkan
(inconclusive)
DW > 4-dL = terdapat autokorelasi
negatif
Dimana
DW = Nilai Durbin-Watson d statistik
dU = Nilai batas atas (didapat dari tabel)
dL = Nilai batas bawah (didapat dari
tabel)
Tidak ada
Inconclusive Autokorelasi Inconclusive
Korelasi Korelasi
(+) (-)
0 dL dU 2 4-dU 4-dL 4
108
Dalam pengujian autokorelasi terdapat
kemungkinan munculnya autokorelasi positif
maupun negatif. Karena adanya masalah korelasi
dapat menimbulkan adanya bias pada hasil
regresi.
Bantuan dengan SPSS
109
Maka SPSS akan menampilkan hasil regresinya. Kolom Durbin-
Watson akan tampak dalam tabel Model Summary, kolom
paling kanan.
Model Summaryb
Catatan:
110
Dengan menggunakan derajat kesalahan (α)=5%,
dengan sampel 22 observasi, dengan predictor sebanyak
2 maka batas atas (U) adalah sebesar 1,54 sedang batas
bawah (L) adalah sebesar 1,15. Karena nilai DW hasil
regresi adalah sebesar 0,883 yang berarti lebih kecil dari
nilai batas bawah, maka koefisien autokorelasi lebih
kecil dari nol.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil regresi
tersebut belum terbebas dari masalah autokorelasi
positif. Dengan kata lain, Hipotesis nol yang
menyatakan tidak terdapat masalah autokorelasi dapat
ditolak, sedang hipotesis nol yang menyatakan terdapat
masalah autokorelasi dapat diterima. Uraian di atas
dapat pula dijelaskan dalam bentuk gambar sbb:
0 dL dU 2 4-dU 4-dL 4
1,15 1,54 2,46 2,85
111
2. Menggunakan metode LaGrange Multiplier
(LM).
112
kesalahan pengganggu mulai satu periode
sebelumnya. Jika ini terjadi, maka untuk perbaikan
hasil regresi perlu dilakukan regresi ulang dengan
merubah posisi data untuk disesuaikan dengan kurun
waktu lag tersebut.
Terdapat beberapa alat uji lain untuk mendeteksi
autokorelasi seperti uji Breusch-Godfrey, Uji Run,
Uji Statistik Q: Box-Pierce dan Ljung Box, dan lain-
lain, namun uji-uji tersebut tidak dibahas di sini,
mengingat tulisan ini masih berlingkup atau bersifat
pengantar.
B. Uji Normalitas
113
Beberapa cara dapat dilakukan untuk melakukan uji
normalitas, antara lain:
1) Menggunakan metode numerik yang
membandingkan nilai statistik, yaitu antara
nilai median dengan nilai mean. Data
dikatakan normal (simetris) jika
perbandingan antara mean dan median
menghasilkan nilai yang kurang lebih sama.
Atau apabila nilai mean jika dikurangi nilai
median menghasilkan angka nol. Cara ini
disebut ukuran tendensi sentral (Kuncoro,
2001: 41).
2) Menggunakan formula Jarque Bera (JB test),
yang rumusnya tertera sebagai berikut:
⎡ S 2 ( K − 3) 2 ⎤
JB = n ⎢ + ⎥
⎣ 6 24 ⎦
dimana:
S = Skewness (kemencengan) distribusi data
K= Kurtosis (keruncingan)
[E( X − μ ]2 3
114
Bantuan dengan SPSS
115
• Maka SPSS akan menampakkan output sebagai berikut:
Statistics
Y X1 X2
N Valid 22 22 22
Missing 0 0 0
Mean 11.8405 14.7373 9855.3027
Std. Error of Mean .3727 .2202 176.0515
Median 12.1700 14.6200 9774.0200
Mode 8.28a 13.06a 8688.65a
Std. Deviation 1.7479 1.0329 825.7548
Variance 3.0552 1.0670 681871.1
Skewness -.099 .009 .363
Std. Error of Skewness .491 .491 .491
Kurtosis -.494 -1.424 -1.096
Std. Error of Kurtosis .953 .953 .953
Range 6.85 3.15 2605.65
Minimum 8.28 13.06 8688.65
Maximum 15.13 16.21 11294.30
Sum 260.49 324.22 216816.66
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown
116
SD3 yang berarti rentang ketiga di sebelah
kiri dan sebelah kanan posisi tengah-
tengah (simetris).
68% observasi
95% observasi sisa
99,7% observasi sisa
117
diperlukan upaya untuk mengatasi seperti: memotong data
yang out liers, memperbesar sampel, atau melakukan
transformasi data.
Data yang tidak normal juga dapat dibedakan dari
tingkat kemencengannya (skewness). Jika data cenderung
menceng ke kiri disebut positif skewness, dan jika data
cenderung menceng ke kanan disebut negatif skewness.
Data dikatakan normal jika datanya simetris. Lihat
gambar berikut:
118
Sebagai penjelas dari uraian di atas, maka ada
baiknya kalau kita ikuti contoh soal sebagai berikut:
Misalnya kita memiliki jumlah observasi sebanyak 30
sampel, dari penghitungan berat badan orang dewasa yang
rata-ratanya ditemukan 46 kg, dengan standar deviasi
(SD) 5 kg. Untuk menentukan normal tidaknya data
sampel tersebut, dapat diketahui dari sebaran datanya.
Misalnya dari data tersebut diketahui bahwa 20 dari data
observasi (68% X 30) 10 orang di antaranya mempunyai
berat badan yang berkisar antara 41-46 kg., dan 10 orang
lainnya dengan berat 46-51 kg. Dan 4 orang mempunyai
berat badan antara 36-41 kg, serta 5 orang berat badannya
berkisar antara 51-56, dan satu orang beratnya kurang dari
36 kg, maka data dapat dikatakan normal. Dengan
demikian bila diwujudkan dalam bentuk diagram sebaran
data akan tampak sebagai berikut:
36 41 46 51 56
C. Uji Heteroskedastisitas
119
adalah residual harus homoskedastis, artinya, variance
residual harus memiliki variabel yang konstan, atau
dengan kata lain, rentangan e kurang lebih sama. Karena
jika variancenya tidak sama, model akan menghadapi
masalah heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas muncul
apabila kesalahan atau residual dari model yang diamati
tidak memiliki varians yang konstan dari satu observasi
ke observasi lainnya (Kuncoro, 2001: 112). Padahal
rumus regresi diperoleh dengan asumsi bahwa variabel
pengganggu (error) atau e, diasumsikan memiliki variabel
yang konstan (rentangan e kurang lebih sama). Apabila
terjadi varian e tidak konstan, maka kondisi tersebut
dikatakan tidak homoskedastik atau mengalami
heteroskedastisitas (Setiaji, 2004: 17).
Masalah heteroskedastisitas lebih sering muncul
dalam data cross section dari pada data time series
(Kuncoro, 2001: 112; Setiaji, 2004: 17). Karena dalam
data cross section menunjukkan obyek yang berbeda dan
waktu yang berbeda pula. Antara obyek satu dengan yang
lainnya tidak ada saling keterkaitan, begitu pula dalam hal
waktu. Sedangkan data time series, antara observasi satu
dengan yang lainnya saling mempunyai kaitan. Ada trend
yang cenderung sama. Sehingga variance residualnya
juga cenderung sama. Tidak seperti data cross section
yang cenderung menghasilkan variance residual yang
berbeda pula.
120
variance residual yang sama, menunjukkan bahwa standar
error (Sb) masing-masing observasi tidak mengalami
perubahan, sehingga Sb nya tidak bias. Lain halnya, jika
asumsi ini tidak terpenuhi, sehingga variance residualnya
berubah-ubah sesuai perubahan observasi, maka akan
mengakibatkan nilai Sb yang diperoleh dari hasil regresi
akan menjadi bias. Selain itu, adanya kesalahan dalam
model yang dapat mengakibatkan nilai b meskipun tetap
linier dan tidak bias, tetapi nilai b bukan nilai yang
terbaik. Munculnya masalah heteroskedastisitas yang
mengakibatkan nilai Sb menjadi bias, akan berdampak
pada nilai t dan nilai F yang menjadi tidak dapat
ditentukan. Karena nilai t dihasilkan dari hasil bagi antara
b dengan Sb.
Jika nilai Sb mengecil, maka nilai t cenderung
membesar. Hal ini akan berakibat bahwa nilai t mungkin
mestinya tidak signifikan, tetapi karena Sb nya bias, maka
t menjadi signifikan. Sebaliknya, jika Sb membesar, maka
nilai t akan mengecil. Nilai t yang seharusnya signifikan,
bisa jadi ditunjukkan menjadi tidak signifikan.
Ketidakmenentuan dari Sb ini dapat menjadikan hasil riset
yang mengacaukan.
21
Ditunjukkan pula oleh Gozali, 2001.
121
antara nilai prediksi variabel terikat dengan residualnya,
yang output pendeteksiannya akan tertera berupa sebaran
data pada scatter plot. Dengan menggunakan alat bantu
komputer teknik ini sering dipilih, karena alasan
kemudahan dan kesederhanaan cara pengujian, juga tetap
mempertimbangkan valid dan tidaknya hasil pengujian.
Pengujian heteroskedastisitas menggunakan uji
Arch, dilakukan dengan cara melakukan regresi atas
residual, dengan model yang dapat dituliskan
e 2 = a + bYˆ 2 + u . Dari hasil regresi tersebut dihitung nilai
R2. Nilai R2 tadi dikalikan dengan jumlah sampel (R2 x
N). Hasil perkalian ini kemudian dibandingkan dengan
nilai chi-square (χ2) pada derajat kesalahan tertentu.
Dengan df=1 (ingat, karena hanya memiliki satu variabel
bebas). Jika R2 x N lebih besar dari chi-square (χ2) tabel,
maka standar error mengalami heteroskedastisitas.
Sebaliknya, jika R2 x N lebih kecil dari chi-square (χ2)
tabel, maka standar error telah bebas dari masalah
heteroskedastisitas, atau telah homoskedastis.
D. Uji Multikolinieritas
D.1. Pengertian Multikolinearitas
Multikolinieritas adalah suatu keadaan dimana
terjadi korelasi linear yang ”perfect” atau eksak di antara
variabel penjelas yang dimasukkan ke dalam model.
Tingkat kekuatan hubungan antar variabel penjelas dapat
ditrikotomikan lemah, tidak berkolinear, dan sempurna.
Tingkat kolinear dikatakan lemah apabila masing-masing
variabel penjelas hanya mempunyai sedikit sifat-sifat
yang sama. Apabila antara variabel penjelas memiliki
banyak sifat-sifat yang sama dan serupa sehingga hampir
tidak dapat lagi dibedakan tingkat pengaruhnya terhadap
122
Y, maka tingkat kolinearnya dapat dikatakan serius, atau
perfect, atau sempurna. Sedangkan Tidak berklinear jika
antara variabel penjelas tidak mempunyai sama sekali
kesamaan.
Sebagai gambaran penjelas, dapat dilihat pada
gambar berikut ini:
Y Y
X2 X2
X1 X1
X1 X2
123
berpengaruh pula terhadap nilai t (Setiaji, 2004: 26).
Logikanya adalah seperti ini, jika antara X1 dan X2
terjadi kolinearitas sempurna sehingga data menunjukkan
bahwa X1=2X2, maka nilai b1 dan b2 akan tidak dapat
ditentukan hasilnya, karena dari formula OLS
sebagaimana dibahas terdahulu,
(∑ x1 y)(∑ x 22 ) − (∑ x 2 y)(∑ x1 x 2 )
b1 =
(∑ x12 )(∑ x 22 ) − (∑ x1 x 2 ) 2
0
akan menghasilkan bilangan pembagian, b1 = , sehingga
0
nilai b1 hasilnya tidak menentu. Hal itu akan berdampak
pula pada standar error Sb akan menjadi sangat besar,
yang tentu akan memperkecil nilai t.
124
Rubinfeld 22, yang mengatakan bahwa apabila korelasi
antara dua variabel bebas lebih tinggi dibanding korelasi
salah satu atau kedua variabel bebas tersebut dengan
variabel terikat. Juga pendapat Gujarati (1995:335) yang
mengatakan bahwa bila korelasi antara dua variabel bebas
melebihi 0,8 maka multikolinearitas menjadi masalah
yang serius. Gujarati juga menambahkan bahwa, apabila
korelasi antara variabel penjelas tidak lebih besar
dibanding korelasi variabel terikat dengan masing-masing
variabel penjelas, maka dapat dikatakan tidak terdapat
masalah yang serius. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa apabila angka korelasi lebih kecil dari
0,8 maka dapat dikatakan telah terbebas dari masalah
multikolinearitas.
Dalam kaitan adanya kolinear yang tinggi sehingga
menimbulkan tidak terpenuhinya asumsi terbebas dari
masalah multikolinearitas, dengan mempertimbangkan
sifat data dari cross section, maka bila tujuan persamaan
hanya sekedar untuk keperluan prediksi, hasil regresi
dapat ditolerir, sepanjang nilai t signifikan.
Tugas:
1. Buatlah rangkuman dari pembahasan di atas!
2. Cobalah untuk menyimpulkan maksud dari uraian
bab ini!
3. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
a. Coba jelaskan apa yang dimaksud dengan
asumsi klasik!
b. Sebutkan apa saja asumsi-asumsi yang
ditetapkan!
c. Coba jelaskan mengapa tidak semua asumsi
perlu lakukan pengujian!
22
Lihat Kuncoro, 2001:146
125
d. Jelaskan apa yang dimaksud dengan
autokorelasi!
e. Jelaskan kenapa autokorelasi timbul!
f. Bagaimana cara mendeteksi masalah
autokorelasi?
g. Apa konsekuensi dari adanya masalah
autokorelasi dalam model?
h. Jelaskan apa yang dimaksud dengan
heteroskedastisitas!
i. Jelaskan kenapa heteroskedastisitas timbul!
j. Bagaimana cara mendeteksi masalah
heteroskedastisitas?
k. Apa konsekuensi dari adanya masalah
heteroskedastisitas dalam model?
l. Jelaskan apa yang dimaksud dengan
multikolinearitas!
m. Jelaskan kenapa multikolinearitas timbul!
n. Bagaimana cara mendeteksi masalah
multikolinearitas?
o. Apa konsekuensi dari adanya masalah
multikolinearitas dalam model?
p. Jelaskan apa yang dimaksud dengan
normalitas!
q. Jelaskan kenapa normalitas timbul!
r. Bagaimana cara mendeteksi masalah
normalitas?
s. Apa konsekuensi dari adanya masalah
normalitas dalam model?
t. Bagaimana cara menangani jika data ternyata
tidak normal?
126
DAFTAR PUSTAKA
127
Regresi Logit
128
X1 Y X1 X12 Y2 XY
13.06 8.28 13.06 170.5636 68.5584 108.1368
13.81 9.14 13.81 190.7161 83.5396 126.2234
13.97 10.62 13.97 195.1609 112.7844 148.3614
13.79 10.51 13.79 190.1641 110.4601 144.9329
14.03 10.82 14.03 196.8409 117.0724 151.8046
14.14 12.11 14.14 199.9396 146.6521 171.2354
14.39 13.04 14.39 207.0721 170.0416 187.6456
14.97 12.23 14.97 224.1009 149.5729 183.0831
15.67 13.01 15.67 245.5489 169.2601 203.8667
15.91 12.47 15.91 253.1281 155.5009 198.3977
16.02 12.91 16.02 256.6404 166.6681 206.8182
16.21 12.55 16.21 262.7641 157.5025 203.4355
16.19 14.42 16.19 262.1161 207.9364 233.4598
15.88 15.13 15.88 252.1744 228.9169 240.2644
15.76 14.08 15.76 248.3776 198.2464 221.9008
15.55 13.3 15.55 241.8025 176.89 206.815
15.16 12.93 15.16 229.8256 167.1849 196.0188
14.85 11.48 14.85 220.5225 131.7904 170.478
14.22 10.05 14.22 202.2084 101.0025 142.911
13.93 10.6 13.93 194.0449 112.36 147.658
13.58 10.48 13.58 184.4164 109.8304 142.3184
13.13 10.33 13.13 172.3969 106.7089 135.6329
324.22 260.49 324.22 4800.525 3148.48 3871.398
129
b 1.4498
t= = = 7.4348
sb 0.195
P (b-d ≤ B ≤ b +d) = 1- α
130
Simbol α sendiri disebut sebagai tingkat signifikansi
(level of significance) yang diartikan juga sebagai besarnya
kesalahan yang ditolerir di dalam membuat keputusan.
Seandainya ditentukan bahwa tingkat keyakinannya sebesar
95%, maka kesalahan yang ditolerir adalah yang kurang dari 5%
atau 0,05. Angka ini didapat dari rumus 1- α tersebut (1 - 95%
= 5% atau 0,05). Dengan demikian, dengan menggunakan
persamaan di atas kita dapat menginterpretasi bahwa
kemungkinan nilai B berada pada interval adalah sebesar 95%.
Penghitungan seperti tersebut digunakan untuk menentukan
apakah nilai B menerima atau menolak hipotesis (H0).
131
Blogger: Pondok Pangelmon Pawenang - Buat Entri
● Tata Letak
● Lihat Blog
Judul: EKONOMETRIKA
Tautan: ekonometrika Gunakan ini untuk membuat link judul Anda ke dalam
Font Pratinjau