You are on page 1of 132

BAB I

RUANG LINGKUP EKONOMETRIKA

Tujuan Pengajaran:
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:

Mengerti definisi ekonometrika


Mengerti keilmuan yang terkait dengan ekonometrika
Membedakan jenis-jenis ekonometrika
Memahami kegunaan ekonometrika
Menjabarkan langkah-langkah penggunaan ekonometrika

1
BAB I

RUANG LINGKUP EKONOMETRIKA

Pengertian Ekonometrika

Kalau dilihat dari segi namanya, ekonometrika


berasal dari dari dua kata, yaitu “ekonomi” dan “metrika”.
Kata “Ekonomi” di sini dapat dipersamakan dengan
kegiatan ekonomi, yaitu kegiatan manusia untuk
mencukupi kebutuhannya melalui usaha pengorbanan
sumber daya yang seefisien dan seefektif mungkin untuk
mendapatkan tujuan yang seoptimal mungkin. Kata
“Metrika” mempunyai arti sebagai suatu kegiatan
pengukuran. Karena dua kata ini bergabung menjadi satu,
maka gabungan kedua kata tersebut menunjukkan arti
bahwa yang dimaksud dengan ekonometrika adalah suatu
pengukuran kegiatan-kegiatan ekonomi.
Kegiatan ekonomi manusia tidak berjalan sesaat,
tetapi berkelanjutan dari waktu ke waktu, dari peristiwa
ke peristiwa, dari berbagai suasana, dari berbagai lintas
sektor, lintas faktor. Untuk mengukur suatu kegiatan
dalam keberagaman kondisi seperti itu, maka data
merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan. Melalui data,
informasi itu dapat dianalisis, diinterpretasi, untuk
mengungkap kejadian-kejadian di masa lampau, serta
dapat digunakan untuk prediksi masa mendatang.
Pengungkapan data atau analisis data dalam kegiatan
ekonomi, dapat dilakukan dengan berbagai cara atau
model, di antaranya melalui penggunaan grafik yang biasa
disebut dengan metode grafis, atau melalui penghitungan
secara matematis yang biasa disebut dengan metode
matematis. Penggunaan metode ini tentu harus sesuai

2
dengan teori, khususnya teori ekonomi, karena
ekonometrika bertujuan untuk mengukur kegiatan
ekonomi. Kedua metode tersebut mempunyai kelebihan
dan keunggulan masing-masing.
Metode grafis sendiri dapat digolongkan ke dalam
bentuk grafik berupa kurva, atau grafik dalam bentuk
diagram. Metode grafis mempunyai keunggulan dalam
kecepatan interpretasi informasi, karena grafik
terrepresentasi dalam bentuk gambar yang mudah untuk
dimaknai. Kelemahan metode grafis terletak pada
kekurangakuratan interpretasi karena data umumnya
ditampilkan dalam bentuk skala, yang bersifat garis besar,
tentu kurang dapat menjelaskan secara rinci dan detil.
Metode matematis mempunyai keunggulan dalam
keakuratan interpretasi, karena melalui hitungan-hitungan
secara rinci, sedang kelemahannya terletak pada tingkat
kesulitan untuk menghitungnya, terlebih lagi jika
variabel-variabel yang dihitung berjumlah sangat banyak.
Guna mempermudah penghitungannya, maka dibuatlah
berbagai rumus-rumus hitungan yang diambil dari berbagi
data. Perbedaan di antara kedua metode tersebut, metode
grafis dan matematis, terletak pada seberapa besar
variabel dapat diungkap secara rinci.

Perbedaan Metode Grafis dan Matematis


Perihal Grafis Matematis
Interpretasi Relatif Lebih mudah Relatif lebih sulit
diinterpretasi diinterpretasi
Output Berupa grafik, seperti Hitungan matematis
kurva atau diagram berupa rumus
Keakuratan Cenderung kurang Dapat lebih akurat,
akurat, karena berdasar karena dihitung
data yang bersifat skala secara rinci sesuai
dengan keadaannya

3
Uraian di atas menjelaskan kepada kita bahwa dalam
ekonometrika diperlukan tiga hal pokok yang mutlak ada,
yaitu: teori ekonomi, data, dan model. Teori ekonomi
meliputi teori ekonomi mikro, makro, manajemen,
pemasaran, operasional, akuntansi, keuangan, dan lain-
lain. Guna memahami data, memerlukan disiplin ilmu
tentang data, yaitu statistika. Model sendiri memerlukan
disiplin ilmu matematika. Oleh karena itu, ekonometrika
merupakan gabungan dari ilmu ekonomi, statistika, dan
matematika, yang digunakan secara simultan untuk
mengungkap dan mengukur kejadian-kejadian atau
kegiatan-kegiatan ekonomi.
Beberapa pakar mendefinisikan ekonometrika
sebagai berikut:

Ekonometrika dapat didefinisikan sebagai ilmu sosial


yang menggunakan alat berupa teori ekonomi,
matematika, dan statistika inferensi yang digunakan
untuk menganalisis kejadian-kejadian ekonomi
(Arthur S. Goldberger, 1964.p.1). 1

Ekonometrik adalah gabungan penggunaan


matematik dan statistik untuk memecahkan persoalan
ekonomi (J. Supranto, 1983. p.6). 2

Ekonometri adalah suatu ilmu yang


mengkombinasikan teori ekonomi dengan statistik
ekonomi, dengan tujuan menyelidiki dukungan
empiris dari hukum skematik yang dibangun oleh
teori ekonomi. Dengan memanfaatkan ilmu ekonomi,
matematik, dan statistik, ekonometri membuat

1
Diterjemahkan dari buku KARYA Damodar Gujarati, Essential of
Econometrics, second edition, Irwin McGraw Hill, 1999.
2
Supranto, J., Ekonometrik, Buku satu, Lembaga Penerbit FE UI, 1983.

4
hukum-hukum ekonomi teoritis tertentu menjadi
nyata (Sugiyanto, Catur, 1994, p.3). 3

Pentingnya Ekonometri

Suatu perusahaan ataupun unit-unit pengambil


keputusan, terutama dalam kegiatan ekonomi, tentu
memerlukan suatu tindakan evaluatif untuk memastikan
keefektifan tindakannya atau bahkan mempunyai
keinginan untuk melakukan prediksi guna menentukan
langkah terbaik yang perlu diambil. Keinginan evaluasi
ataupun prediksi seperti itu akan mudah diperoleh jika
tindakan-tindakan sebelumnya itu diukur melalui teknik-
teknik pengukuran yang terstruktur dengan baik, baik
melalui teori yang melandasi, metodologi yang
digunakan, ataupun data pendukungnya. Suatu bentuk
keilmuan yang mengakomodasi bentuk pengukuran
kegiatan ekonomi itulah yang disebut sebagai ekonometri.
Data dalam ekonometrika merupakan suatu
kemutlakan, begitu pula penentuan jenis data, teknik
analisanya, ataupun penyesuaian dengan tujuannya. Data
yang diperlakukan sebagai pengungkap sejarah (historical
data) akan menghasilkan evaluasi, dan untuk data yang
diperlakukan pengungkap kecenderungan (trend data)
akan menghasilkan prediksi. Hasil evaluasi ataupun
prediksi yang mempunyai tingkat keakuratan tinggi saja
yang akan mempunyai sumbangan terbesar bagi
pengambilan keputusan. Di sinilah letak pentingnya
ekonometrika.
Sebagai contoh dalam mengungkap pentingnya
ekonometrika, mari kita mencermati apa yang terjadi pada
hukum permintaan dan penawaran. Hukum permintaan
menjelaskan bahwa bila harga suatu barang cenderung

3
Sugiyanto, Catur, Ekonometrika Terapan, Edisi 1, BPFE Yogjakarta, 1994.

5
mengalami penurunan, maka jumlah permintaan terhadap
barang tersebut akan mengalami peningkatan. Begitu pula
dalam hukum penawaran, semakin sedikit barang yang
ditawarkan, maka harga barang akan cenderung tinggi,
tetapi ketika jumlah barang yang ditawarkan semakin
banyak, maka harga barang akan semakin turun.
Pernyataan-pernyataan seperti itu merupakan bentuk
penyederhanaan yang hanya membahas keterkaitan antara
dua variabel, yaitu variabel harga (P) dan variabel jumlah
barang (Q) saja. Hukum permintaan menunjukkan bahwa
hubungan antara variabel P dan Q berlawanan. Di sebut
berlawanan karena jika P turun, maka Q yang diminta (D)
akan bertambah, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu
permintaan ditunjukkan oleh kurva atau garis yang
cenderung menurun dari kiri atas ke kanan bawah
(downward sloping). Lihat gambar 1.

P1

P2

Q1 Q2 Q

Gambar 1

6
Kondisi seperti ini berbeda bila di hadapkan dengan
hukum penawaran. Pada hukum penawaran hubungan
antara variabel P dan Q adalah searah, artinya jika P
meningkat, maka Q juga meningkat. Atau sebaliknya, jika
P menurun, maka Q juga mengalami penurunan. Oleh
karena itu penawaran ditunjukkan oleh garis atau kurva
yang cenderung meningkat dari kiri bawah ke kanan atas
(upward sloping). Lihat gambar 2.

P
S
P2

P1

Q1 Q2 Q

Gambar 2

Tidak hanya terhenti pada dua teori di atas saja,


banyak teori-teori ekonomi lain yang hipotesisnya hanya
bersifat kualitatif seperti hukum permintaan dan
penawaran di atas. Pengungkapan yang sangat kualitatif
seperti contoh tersebut, tidak dapat diketahui seberapa
besar pengaruh antara variabel P terhadap Q, atau Q
terhadap P. Karena tidak dapat menjelaskan secara angka-
angka tentu saja bentuk kurva atau garis yang ditunjukkan
juga tidak dapat menggambarkan kondisi dengan sangat

7
tepat. Kurva hanya dapat menggambarkan
kecenderungan. Untuk menjawab persoalan itu,
ekonometrika dengan menggunakan pendekatan
kuantitatif dalam bentuk model pendekatan matematis
yang berupa hitungan-hitungan metematika akan mampu
untuk menunjukkan seberapa besar pengaruh suatu
variabel tertenu terhadap variabel yang lain.
Untuk menjawab tuntutan seperti itu, maka teori
ekonomi yang sudah ada perlu dilengkapi dengan
berbagai data yang diperlukan. Dalam hal ini perannya
ditunjukkan oleh statistika. Fungsi dari statistika tidak
hanya sekedar pengumpulan data saja, tetapi meluas
hingga interpretasi terhadap pentingnya data tersebut, cara
perolehan, jenis data, hingga sifat data. Peran statistik
akan semakin berarti jika dianalisis dengan model
matematis yang sesuai dengan teori-teori ekonomi yang
dianalisis.

Jenis Ekonometrika

Ekonometrika dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam,


yaitu ekonometrika teoritis (theoretical econometrics) dan
ekonometrika terapan (applied econometrics).
Ekonometrik teoritis berkenaan dengan pengembangan
metode yang tepat/cocok untuk mengukur hubungan
ekonomi dengan menggunakan model ekonometrik.
Ekonometrika terapan menggambarkan nilai praktis dari
penelitian ekonomi, sehingga lingkupnya mencakup
aplikasi teknik-teknik ekonometri yang telah lebih dulu
dikembangkan dalam ekonometri teoritis pada berbagai
bidang teori ekonomi, untuk digunakan sebagai alat
pengujian ataupun pengujian teori maupun peramalan.
Meskipun ekonometrika dapat didikotomikan ke
dalam ekonometrika teoritis maupun terapan, namun
tujuan-tujuan ekonometrika dapat dipersatukan sebagai

8
alat verifikasi, penaksiran, ataupun peramalan. Fungsi
verifikasi ini bertujuan untuk mengetahui dengan pasti
kekuatan suatu teori melalui pengujian secara empiris,
karena teori yang mapan adalah teori yang dapat diuji
dengan empiris. Ekonometrika berkaitan dengan analisa
kuantitatif yang menghasilkan taksiran-taksiran numerik
yang dapat digunakan untuk melakukan taksiran-taksiran
dari hasil suatu kegiatan ekonomi. Fungsi seperti itu
disebut sebagai fungsi penaksiran. Taksiran-taksiran
numerik seperti dijelaskan di atas dapat pula digunakan
untuk mengindera kejadian masa yang akan datang
dengan pengukuran derajat probabilitas tertentu. Fungsi
seperti ini lebih dikenal dengan forecasting (peramalan).

Penggunaan ekonometrika

Dalil-dalil ekonomi umumnya dijelaskan secara


kualitatif dan dibatasi oleh asumsi-asumsi. Penggunaan
asumsi dalam ilmu ekonomi merupakan refleksi dari
kesadaran bahwa tidak mungkin untuk dapat mengungkap
dengan pasti faktor-faktor apa saja yang saling terkait atau
saling mempengaruhi faktor tertentu. Wajar saja, karena
ilmu ekonomi merupakan rumpun ilmu sosial, dimana
dalam kegiatan sosial antara variabel satu dan yang
lainnya saling berinteraksi, berkaitan, dan saling
mempengaruhi. Oleh karena itu penggunaan asumsi
adalah untuk membantu penyederhanaan model. Asumsi
yang paling sering digunakan adalah asumsi ceteris
paribus (hal-hal yang tidak diungkapkan dianggap tetap).
Asumsi ini digunakan mengingat sangat banyaknya
variabel-variabel dalam ilmu sosial yang saling
mempengaruhi, yang sangat sulit untuk dianalisis secara
bersamaan.
Pembatasan penggunaan variabel untuk menganalisis
kegiatan ekonomi melalui penetapan ceteris paribus

9
tersebut, senyatanya adalah untuk mempermudah
penafsiran-penafsiran serta pengukuran kegiatan ekonomi.
Oleh karena itu dibuatlah pernyataan-pernyataan yang
mewakili variabel yang diukur saja, dan mengasumsikan
variabel lainnya bersifat tetap. Sebagai contoh, kalau kita
hendak mencari jawaban tentang pertanyaan kenapa
seseorang mengonsumsi suatu barang, maka kita dapat
mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi
seperti: tingkat penghasilan, harga barang itu sendiri,
harga barang lain, selera, kebutuhan, ekspektasi masa
mendatang, tingkat pengeluaran, iklan, promosi, faktor
barang pengganti, ketersediaan barang, kondisi politik,
trend, gengsi, dan lain-lain, yang tentu itu tidak dapat
dijelaskan secara pasti. Banyaknya faktor yang
mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang tersebut tentu
tidak dapat diidentifikasi secara pasti, maka dalam
ekonometrika disiasati dengan membentuk model, yang
mengabstraksikan realita, dengan cara mengidentifikasi
faktor-faktor besar saja (misalnya 1-5 faktor terpenting
saja), selebihnya diwakili dengan asumsi ceteris paribus
tersebut.
Model matematis merupakan salah satu model untuk
menggambarkan teori yang diterjemahkan dalam bentuk
matematis. Umumnya model dikembangkan dalam bentuk
persamaan, dimana sebelah kiri tanda persamaan
mewakili variabel yang dipengaruhi, sedang variabel yang
berada di sebelah kanan tanda persamaan mewakili
variabel yang mempengaruhi. Variabel yang dipengaruhi
disebut pula sebagai variabel terikat, variabel dependen
(dependent variables). Variabel yang mempengaruhi
disebut pula sebagai variabel bebas, variabel independen
(independent variable), variabel penduga, juga variabel
prediktor. Untuk memudahkan tahapan proses analisis,
dan mendapatkan jawaban yang valid maka perlu
menggunakan metodologi ekonometri yang memadai.

10
Metodologi Ekonometri

Metodologi ekonometri merupakan serangkaian


tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam kaitan untuk
melakukan analisis terhadap kejadian-kejadian ekonomi.
Secara garis besar, tahapan metodologi ekonometri dapat
diurutkan sebagai berikut:
1. merumuskan masalah
2. merumuskan hipotesa
3. menyusun model
4. mendapatkan data
5. menguji model
6. menganalisis hasil
7. mengimplementasikan hasil

Merumuskan Masalah

Merumuskan masalah adalah hal yang sangat


penting, karena merupakan “pintu pembuka” untuk
menentukan tahapan-tahapan selanjutnya. Merumuskan
suatu masalah berarti mengungkap hal-hal apa yang ada
di balik gejala atau informasi yang ada, dan sekaligus
mengidentifikasi penyebab-penyebab utamanya. Oleh
karena itu, di dalam merumuskan masalah tidak dapat
dilepaskan dari pemahaman teori-teori yang melandasi
atau kontekstual dengan penelitian, mengungkap mengapa
penelitian itu dilakukan, dan sekaligus mampu membuat
rencana untuk menentukan langkah untuk mendapatkan
jawaban dari permasalahan yang ada.
Rumusan masalah merupakan pedoman untuk
membuat struktur isi penelitian. Wajar saja bila sebagian
besar orang berpendapat bahwa perumusan masalah
adalah tahapan yang paling sulit dan menentukan.

11
Perumusan masalah yang baik tentu disertai dengan
latar belakang masalah, karena itu merupakan sumber
informasi yang digunakan untuk memahami keterkaitan
permasalahan yang dirumuskan. Umumnya perumusan
masalah dalam suatu penelitian diungkapkan dalam
bentuk kalimat pertanyaan yang membutuhkan jawaban.
Karena membutuhkan jawaban, maka akan semakin baik
jika apa yang mendasari permasalahan itu adalah hal-hal
yang menarik minat peneliti.
Sebagai ilustrasi dari perumusan masalah, beberapa
contoh dikemukakan sebagai berikut:
1. Seperti dijelaskan di atas, bahwa evaluasi
pegawai dalam rangka penempatan kerja
di lingkungan Dinas Pendidikan Nasional
Kabupaten Sukoharjo belum dilakukan
secara memadai. Dengan tidak
dilakukannya evaluasi yang memadai,
maka tidak dapat diketahui informasi
yang terkait dengan apa yang diharapkan
pegawai, seberapa besar tingkat stres
pegawai, maupun berapa besar potensi
prestasi kerja yang tersimpan maupun
yang telah dapat diwujudkan. Untuk itu
dalam penelitian ini permasalahan-
permasalahan seperti itu akan dirumuskan
dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
apakah dalam penempatan kerja pegawai
Depdiknas Kabupaten Sukoharjo selama ini
telah sesuai dengan karakteristik individu
masing-masing pegawai, atau karena
terpaksa harus bertahan karena tuntutan yang
lain? berapa besar tingkat stress yang dialami
pegawai dilingkungan Depdiknas Kabupaten
Sukoharjo, dan apa faktor yang yang paling
signifikan mempengaruhinya? seberapa besar

12
tingkat prestasi kerja pegawai Depdiknas
Kabupaten Sukoharjo selama ini? adakah
stress kerja yang dialami pegawai
mempengaruhi prestasi kerja, seberapa besar
pengaruhnya?

2. Setelah Juni 1997 diketahui bahwa terdapat


kesamaan arah antara inflasi, kurs, dan suku
bunga. Ketika inflasi meningkat kurs USD
terhadap IDR juga mengalami
peningkatan, begitu pula suku bunga juga
mengalami peningkatan. Tetapi ketika
inflasi mengalami penurunan ternyata
baik kurs dan suku bunga juga mengalami
hal serupa. Berdasar pada hal tersebut, maka
timbul pertanyaan “apakah kurs IDR
terhadap USD dan suku bunga simpanan
berjangka rupiah mempengaruhi tingkat
inflasi di Indonesia ?”

Merumuskan Hipotesa

Hipotesa merupakan jawaban sementara terhadap


masalah penelitian, sehingga perlu diuji lebih lanjut
melalui pembuktian berdasarkan data-data yang
berkenaan dengan hubungan antara dua atau lebih
variabel. Rumusan hipotesa yang baik seharusnya dapat
menunjukkan adanya struktur yang sederhana tetapi jelas,
sehingga memudahkan untuk mengetahui jenis variabel,
sifat hubungan antar variabel, dan jenis data.
Perumusan hipotesa biasanya berupa kalimat
pernyataan yang merupakan jawaban sementara dari
masalah yang akan diteliti. Berdasarkan contoh pada sub

13
merumuskan masalah di atas, maka dapat dicontohkan
penarikan hipotesis seperti ini: 4
1. Pegawai di lingkungan Dinas Pendidikan
Kabupaten Sukoharjo banyak yang mengalami
stres kerja yang dapat berakibat pada menurunnya
motivasi kerjanya.
2. Inflasi di Indonesia setelah tahun 1997
dipengaruhi oleh kurs nilai tukar IDR-USD dan
bunga deposito. Hubungannya bersifat searah.

Menyusun Model

Pada dasarnya setiap ilmu pengetahuan bertujuan


untuk menganalisis kenyataan yang wujud di alam
semesta dan di dalam kehidupan manusia. Namun, karena
fakta-fakta mengenai kenyataan yang wujud dalam ilmu
sosial ( dimana ilmu ekonomi termasuk salah satu
cabangnya) berjumlah sangat banyak dan saling terkait
satu sama lainnya, maka menggambarkan kenyataan yang
sebenarnya berlaku dalam perekonomian adalah
merupakan hal yang tidak mudah. Agar dapat
menjelaskan realitas yang kompleks seperti itu, maka
perlu dilakukan abstraksi melalui penyusunan suatu
model. Oleh karena itu model merupakan abstraksi dari
realitas.
Dalam ilmu ekonomi, model ekonomi didefinisikan
sebagai konstruksi teoritis atau kerangka analisis ekonomi
yang menggabungkan konsep, definisi, anggapan,
persamaan, kesamaan (identitas) dan ketidaksamaan dari

4
Penulisan hipotesis ini bersifat garis besar. Penulisan hipotesis dalam penelitian
biasanya dituliskan sekaligus dua hipotesis yang berlawanan, yaitu hipotesis nol
dan hipotesis alternative.

14
mana kesimpulan akan diturunkan. 5 Sebagaimana
namanya, dalam ilmu ekonomi tentu yang digunakan
adalah variabel-variabel ekonomi saja. Untuk variabel non
ekonomi tidak perlu dipilih, atau dimasukkan saja ke
dalam asumsi ceteris paribus. Variabel ekonomi
dibedakan menjadi: 6
1. Variabel Endogin, yaitu variabel yang menjadi
pusat perhatian si pembuat model, atau variabel
yang ditentukan di dalam model dan ingin diamati
variansinya.
2. Variabel Eksogin, yaitu variabel yang dianggap
ditentukan di luar sistem (model) dan diharapkan
mampu menjelaskan variasi variabel endogin.
3. variabel kelambanan, yaitu variabel dengan unsur
lag, yang umumnya digunakan untuk data runtut
waktu.

Fungsi model dalam ekonometrika adalah sebagai


tuntunan untuk mempermudah menguji ketepatan model
penduga. Salah satu bentuk model adalah berupa
persamaan fungsi secara matematis. Karena pada
hakikatnya sebuah fungsi adalah sebuah persamaan
matematis yang menggambarkan hubungan sebab akibat
antara sebuah variabel dengan satu atau lebih variabel
lain. Ketepatan model itu sendiri mempunyai dua tujuan
yaitu: Pertama, untuk mengetahui apakah model penduga
tersebut merupakan model yang tepat sebagai estimator.
Kedua, untuk mengetahui daya ramal atau goodness of fit
dari model penduga. Model persamaan ini disebut pula

5
Insukindro, Pembentukan Model dalam Penelitian Ekonomi, Jurnal Ekonomi
dan Bisnis Indonesia, 7(1), 1-18.
6
Kuncoro, Mudrajad, Metode Kuantitatif, Teori dan Aplikasi Untuk Bisnis dan
Ekonomi, UPP AMP YKPN, 2001, p.5.

15
sebagai metode regresi yang diharapkan dapat menjawab
hipotesis yang telah ditentukan.
Model ekonometrika setidaknya terdiri dari dua
golongan variabel, yaitu variabel terikat (dependen) yang
berada pada sebelah kiri tanda persamaan, dan variabel
bebas (independen) yang berada di sebelah kanan tanda
persamaan. Jumlah variabel bebas tidak harus satu, tetapi
dapat berjumlah lebih dari satu variabel. Untuk model
dengan satu variabel bebas disebut dengan regresi tunggal
(single regression), sedang untuk model yang mempunyai
lebih dari satu variabel bebas disebut regresi berganda
(multiple regression).

Mendapatkan Data

Mendapatkan data merupakan suatu langkah yang


harus dilakukan oleh peneliti, agar dapat menjamin bahwa
data yang dianalisis adalah benar-benar menggunakan
data yang tepat. Hal ini penting untuk mendapatkan hasil
analisis yang tidak bias atau menyesatkan. Para peneliti
terdahulu telah mengingatkan agar jangan sampai dalam
penelitian terdapat GIGO, garbage In garbage out.
Tahapan yang dapat ditempuh untuk mendapatkan data
pra analisis meliputi: penyuntingan data, pengembangan
variabel, pengkodean data, cek kesalahan, pembentukan
struktur data, tabulasi.

Penyuntingan data, adalah upaya proses data untuk


mendapatkan data yang memberikan kejelasan, dapat
dibaca, konsisten, dan komplit.
Pengembangan variabel, yaitu memperluas variansi
data, misalnya mentransformasi menjadi data dalam

16
angka logaritma, melakukan indeksasi data, komposit, dan
lain-lain.
Pengkodean data, melakukan koding terhadap data yang
akan digunakan dengan cara yang sesuai, seperti koding
terhadap variabel dummy, data ordinal, data interval, dan
lain-lain.
Cek kesalahan, merupakan finalisasi pengujian data agar
betul-betul mendapatkan data akhir yang valid.
Strukturisasi data, membuat kesedian data agar dapat
digunakan dengan baik di kemudian hari.
Tabulasi data, biasanya tidak dimasukkan sebagai
prosedur analitik dalam penelitian ilmiah karena tidak
mengungkapkan hubungan dalam data. Kendati demikian,
banyak riset bisnis yang ditujukan untuk penjelasan
masalah dan atau menemukan hubungan. Tabulasi
menyajikan hitungan hitungan frekuensi dari satu hal
(analisis frekuensi) atau perkiraan numerik tentang
distribusi sesuatu (analisis deskriptif). Tabulasi
merupakan alat analisis bisnis. Tabulasi juga bermanfaat
bagi peneliti sebagai alat menyusun kategori ketika
mengubah variabel interval menjadi klasifikasi nominal.
Dengan kata lain, tabulasi mendeskripsikan jumlah
individu yang menjawab pertanyaan tertentu. Tabulasi
dapat juga digunakan untuk menciptakan statistik
deskriptif mengenai variabel-variabel yang digunakan
atau tabulasi silang. 7

Menguji Model

Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kesahihan


model terbaik yang dihasilkan, maka perlu dilakukan uji
ketepatan fungsi regresi dalam menaksir nilai actual dapat

7
Ibid.

17
diukur dari goodness of fit-nya. Untuk melakukan uji
goodness of fit pengukurannya dilakukan dengan menguji
nilai statistik t, nilai statistik F, dan koefisien
determinasinya (R2) pada hasil regresi yang telah
memenuhi uji asumsi klasik.
Uji nilai statistik t untuk mengetahui pengaruh
secara individual variabel independen terhadap variabel
dependen. Uji F untuk mengetahui secara bersama-sama
semua variabel independen dalam mempengaruhi variabel
dependen. Sedangkan koefisien determinasi untuk
menentukan seberapa besar sumbangan variabel
independen terhadap variabel dependen.
Uji asumsi klasik juga perlu dilakukan terhadap
model agar memperteguh validitas model, yang dapat
dilakukan melalui pengujian normalitas, autokorelasi,
multikolinearitas, juga heteroskedastisitas.

Menganalisis Hasil

Analisis ekonometrika dimulai dari interpretasi


terhadap data dan keterkaitan antar variabel yang
dijelaskan di dalam model. Tidak hanya analisis regresi,
analisis korelasi juga perlu dilakukan untuk mendapatkan
hasil pengukuran hingga benar-benar valid. Analisis
regresi akan mendapatkan hasil pengaruh antara variabel
independen terhadap variabel dependen. Sedang untuk
analisis korelasi berguna untuk mengetahui hubungan
antar variabel tanpa membedakan apakah itu variabel
dependen ataukah independen.
Tanda positif atau negatif pada masing-masing
koefisien perlu untuk dicermati, karena mempunyai
keterkaitan langsung terhadap kesesuaian dengan teori
yang dirumuskan dalam model. Pengabaian terhadap
kedua tanda tersebut, dapat menjadikan hasil regresi tidak
sesuai dengan teori yang melatar belakangi.

18
Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah
pengimplemantasian dari hasil pengukuran. Karena
sebagus dan sebenar apapun hasil penelitian, apabila tidak
ditindaklanjuti dalam bentuk implementasi, tidak akan
berarti apa-apa.
-000-

Tugas:
1. Buatlah rangkuman dari pembahasan di atas
2. Cobalah untuk menyimpulkan maksud dari uraian
bab ini
3. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
a. Apa yang dimaksud dengan ekonometrika
b. Bidang keilmuan apa saja yang terkait secara
langsung dengan ekonometrika
c. Jelaskan pentingnya ekonometrika
d. Uraikan tahapan-tahapan ekonometrika

19
BAB II

MODEL REGRESI

Tujuan Pengajaran:
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:

Mengerti definisi model


Mengerti definisi regresi
Menyebutkan model-model regresi
Menjelaskan kegunaan model regresi
Menuliskan alternatif notasi model
Memahami perbedaan-perbedaan model
Menggunakan model untuk menjabarkan teori

20
BAB II

MODEL REGRESI

Keilmuan sosial mempunyai karakteristik berupa


banyaknya variabel-variabel atau faktor-faktor yang
saling mempengaruhi satu sama lain. Kondisi yang
demikian ini menyebabkan kesulitan dalam menentukan
secara pasti faktor apa saja yang menyebabkan faktor
tertentu. Sebagai contoh, apabila kita ingin mengetahui
faktor apa saja yang mempengaruhi permintaan suatu
barang tertentu (sebut saja barang X), maka dengan
mengidentifikasi kemungkinan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, kita akan mendapatkan banyak sekali
faktor-faktor itu seperti: harga barang tersebut, harga
barang lain, mutu barang, pendapatan, anggaran
pengeluaran, prediksi harga masa yang akan datang,
selera, trend yang berkembang, persepsi atas barang
tersebut, kebutuhan, gengsi, return usaha yang mungkin
diperoleh, tingkat bunga bank, stabilisasi keamanan,
tempat penjualan barang tersebut, barang pengganti, dan
tentu masih banyak lagi faktor-faktor lainnya yang sangat
sulit untuk ditentukan secara mutlak, bahwa harga barang
X tersebut hanya ditentukan oleh faktor-faktor yang telah
dijelaskan.
Dari beragam faktor-faktor yang disebutkan di atas,
tentu mempunyai tingkat signifikansi yang berbeda.
Beberapa faktor mungkin mempunyai tingkat signifikansi
yang tinggi, sementara yang lain mungkin tingkat
signifikansinya rendah, atau biasa disebut tidak
signifikan. Dalam kepentingan untuk mengidentifikasi
beberapa variabel saja, maka dibenarkan untuk
mengabaikan variabel-variabel yang lain. Cara yang

21
dilakukan adalah membuat model, yang menjelaskan
variabel-variabel yang hendak diteliti saja. Sedang untuk
variabel-variabel lain yang terkait tetapi tidak hendak
diteliti, dapat diabaikan. Hal ini dibenarkan dalam
keilmuan sosial (ekonomi), karena terlalu banyak faktor-
faktor yang saling terkait dan sangat sulit untuk
diidentifikasi secara menyeluruh, sehingga perlu asumsi
yang menganggap tidak adanya perubahan dari variabel-
variabel yang disebut dengan ceteris paribus.
Model dalam keilmuan ekonomi berfungsi sebagai
panduan analisis melalui penyederhanaan dari realitas
yang ada. Sehingga model sering diartikan refleksi dari
realita atau simplikasi dari kenyataan. Hal ini akan
semakin jelas kalau kita runut dari bentuk suatu model
yang memang berbentuk sangat sederhana. Penulisan
model dalam ekonometrika adalah merupakan
pengembangan dari persamaan fungsi secara matematis,
karena pada hakikatnya sebuah fungsi adalah sebuah
persamaan yang menggambarkan hubungan sebab akibat
antara sebuah variabel dengan satu atau lebih variabel
lain. Penulisan model dalam bentuk persamaan fungsi
tersebut dicontohkan dalam persamaan berikut ini:

Persamaan Matematis
Æ Y=a + bX ……….. (pers.1)
Persamaan Ekonometrika
Æ Y = b0 + b1X + e ……….. (pers.2)

Munculnya e (error term) pada persamaan ekonometrika


(pers.2) merupakan suatu penegasan bahwa sebenarnya
banyak sekali variabel-variabel bebas yang
mempengaruhi variabel terikat (Y). Karena dalam model
tersebut hanya ingin melihat pengaruh satu variabel X
saja, maka variabel-variabel yang lain dianggap bersifat
tetap atau ceteris paribus, yang dilambangkan dengan e.

22
Bentuk Model

Model persamaan fungsi seperti dicontohkan pada


pers.2 bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikat. Oleh karena itu,
persamaan tersebut disebut juga sebagai persamaan
regresi. Model Regresi mempunyai bermacam-macam
bentuk model yang dapat dibedakan berdasarkan sebaran
data yang terlihat dalam scatterplott-nya. 8 Setidaknya
terdapat tiga jenis model yaitu: Model Regresi Linier,
Model Regresi Kuadratik, Model Regresi Kubik

Model Regresi Linier

Kata “linier” dalam model ini menunjukkan linearitas


dalam variabel maupun lineraitas dalam data. Kata linier
menggambarkan arti bahwa sebaran data dalam scatter
plot menunjukkan sebaran data yang mendekati bentuk
garis lurus. Data semacam ini dapat wujud apabila
perubahan pada variabel Y sebanding dengan perubahan
variabel X. Jika sebaran datanya berkecenderungan
melengkung, maka cocoknya menggunakan dengan
regresi kuadratik. Jika sebaran datanya kecenderungannya
seperti bentuk U atau spiral regresinya menggunakan
regresi kubik.
Model linier sendiri dapat dibedakan sebagai single
linier maupun multiple linier. Disebut single linier apabila
variabel bebas hanya berjumlah satu dengan batasan
pangkat satu. Sedang multiple linier apabila variabel
bebas lebih dari satu variabel dengan batasan pangkat
satu. Untuk lebih jelasnya akan dicontohkan bentuk

8
Scatter plot merupakan gambar sebaran data.

23
persamaan single linier (pers.3) dan persamaan multiple
linier (pers.4) sebagai berikut:

Y = b0 + b1X + e ……….. (pers.3)

Y = b0 + b1X1 + b2X2 + …… + bnXn + e ……….. (pers.4)

Misalkan dari pers.3 dianggap bahwa Y = Inflasi,


dan X = bunga deposito (Budep) pada periode tertentu,
dan jika datanya telah diketahui, maka data akan
tergambar dalam bentuk titik-titik yang merupakan
sebaran data dalam scatter plot. Dengan menggunakan
data penelitian hubungan antara inflasi dan bunga
deposito antara Januari 2001 hingga Oktober 2002, maka
sebaran datanya tergambar sebagai berikut:
Hubungan Suku Bunga terhadap Inflasi
16

15

14

13

12

11

10
INFLASI

8
13 .0 13 .5 14 .0 14 .5 15 .0 15 .5 16 .0 16 .5

BUDEP

Gambar 3

24
Sebaran data tersebut di atas (gambar 3)
menunjukkan hubungan yang positif, yaitu jika bunga
deposito meningkat, maka inflasi juga meningkat. Begitu
pula jika bunga deposito menurun, inflasi juga turun.
Sedangkan contoh sebaran data yang digambarkan dalam
scatter plot di bawah ini (gambar 4), menunjukkan bahwa
hubungan antara variable Afenegat (Afeksi negative) dan
Latribut (Atribut) mempunyai hubungan yang negative.
Jika atributnya berkurang, maka afeksi negatifnya
meningkat. Begitu pula sebaliknya.
Dari scatter plot kedua gambar tersebut (baik gambar
di atas maupun di bawah ini) menunjukkan bahwa
sebaran datanya menyebar memanjang lurus, sehingga
dapat diwakili dengan garis lurus. Oleh karena itu, kedua
scater plot tersebut akan tepat digunakan regresi linier.

1.9

1.8

1.7
LATRIBUT

1.6
0 10 20 30 40

AFENEGAT

Gambar 4

25
Model Kuadratik

Salah satu ciri model kuadratik dapat diketahui dari


adanya pangkat dua pada salah satu variabel bebasnya.
Ciri yang lain dapat dilihat dari pengamatan terhadap
scatter plott yang menunjukkan kecenderungan sebaran
data membentuk lengkung, tidak seperti model linier yang
cenderung lurus.
Model kuadratik dituliskan dalam persamaan fungsi
sebagai berikut:

Y = b0 + b1X1 + b2X12 + e ……….. (pers.5)

Model Kubik

Salah satu ciri model kubik dapat diketahui dari


adanya pangkat tiga pada salah satu variabel bebasnya.
Oleh karena itu sering disebut juga dengan fungsi
berderajat tiga. Ciri yang lain dapat dilihat dari
pengamatan terhadap scatter plott yang menunjukkan
kecenderungan sebaran data yang berbentuk lengkung
dengan arah yang berbeda. Setiap fungsi kubik setidak-
tidaknya mempunyai sebuah titik belok (inflexion point),
yaitu titik peralihan bentuk kurva dari cekung menjadi
cembung atau dari cembung menjadi cekung. 9
Model kuadratik dituliskan dalam persamaan fungsi
sebagai berikut:

Y = b0 + b1X1 + b1X12 + b1X13 + e ………..


(pers.6)

9
Dumairy, Matematika Terapan Untuk Bisnis dan Ekonomi, BPFE, Yogjakarta,
p.140

26
Notasi Model

Huruf Y memerankan fungsi sebagai variabel


dependen atau variabel terikat. Y sering juga disebut
sebagai variabel gayut, variabel yang dipengaruhi, atau
variabel endogin. Dengan alasan keseragaman, penulisan
huruf Y diletakkan disebelah kiri tanda persamaan.
Sedang variabel independen yang secara umum
disimbolkan dengan huruf X diletakkan disebelah kanan
tanda persamaan.
Huruf X menggambarkan variabel bebas atau
variabel yang mempengaruhi. Oleh karena itu variabel ini
mempunyai nama lain seperti variabel independen,
variabel penduga, variabel estimator, atau juga variabel
eksogen. Peletakannya di sebelah kanan tanda persamaan
menunjukkan perannya sebagai variabel yang
mempengaruhi.
Huruf b0 sering juga dituliskan dengan huruf a, α,
atau juga β0. Secara substansi penulisan itu mempunyai
arti yang sama, yaitu menunjukkan konstanta atau
intercept yang merupakan sifat bawaan dari variabel Y.
Konstanta ini mempunyai angka yang bersifat tetap yang
sekaligus menunjukkan titik potong garis regresi pada
sumbu Y. Jika konstanta itu bertanda positif maka titik
potongnya di sebelah atas titik origin (0), sedang bila
bertanda negatif titik potongnya di sebelah bawah titik
origin. Nilai konstanta ini merupakan nilai dari variabel Y
ketika variabel X bernilai nol. Atau dengan bahasa yang
mudah, nilai konstanta merupakan sifat bawaan dari Y.
Huruf b1, b2, bn merupakan parameter yang
menunjukkan slope atau kemiringan garis regresi.
Parameter ini sering juga dituliskan dengan bentuk b, atau
β1, β2, βn. Meskipun dituliskan dengan tanda yang

27
berbeda, secara substansi parameter ini menunjukkan beta
atau koefisien korelasi yang sekaligus menunjukkan
tingkat elastisitas dari variabel X tersebut. Nilai beta ini
memungkinkan untuk bernilai positif maupun negatif.
Tanda positif menunjukkan hubungan yang searah antara
variabel X dengan variabel Y. Artinya jika X mengalami
peningkatan maka Y juga mengalami peningkatan.
Sebaliknya jika X mengalami penurunan maka Y pun
akan menurun. Arah hubungan seperti itu tidak terjadi
pada beta yang berangka negatif. Karena jika tandanya
negatif arah hubungan X terhadap Y saling berlawanan.
Jika X meningkat maka Y menurun, sebaliknya jika X
menurun maka nilai statistik t meningkat.
Demikian pula, karena nilai koefisien korelasi ini
juga menunjukkan tingkat elastisitas, maka dari besarnya
nilai koefisien korelasi (b) tersebut dapat ditentukan jenis
elastisitasnya. Jika nilai b besarnya lebih dari satu (b>1)
maka disebut elastis. Artinya, jika variabel X mengalami
perubahan, maka variabel Y akan mengalami perubahan
yang lebih besar dari perubahan yang ada pada variabel X
tersebut. Jika nilai b besarnya sama dengan angka satu
(b=1) disebut uniter elastis. Artinya, jika variabel X
mengalami perubahan, maka variabel Y akan mengalami
perubahan yang sama besar dengan perubahan yang ada
pada variabel X tersebut. Jika nilai b besarnya lebih kecil
dari angka satu (b<1) disebut inelastis. Artinya, jika
variabel X mengalami perubahan, maka variabel Y akan
mengalami perubahan yang lebih kecil dari perubahan
yang ada pada variabel X tersebut.
Huruf e merupakan kependekan dari error term
atau kesalahan penggganggu. Simbol error ini tidak
jarang dituliskan dalam huruf ε atau μ. Simbol ini
merupakan karakteristik dari ekonometrika yang tidak
dapat dilepaskan dari unsur-unsur stokhastik atau hal-hal
yang mengandung probabilita, karena hasil yang

28
ditunjukkan oleh model ekonometrika hanya bersifat
perkiraan, dalam arti tidak menunjukkan kebenaran yang
mutlak. Oleh karena itu nama lain dari simbol ini tidak
terlepas dari sifat dasar itu seperti: disturbance error atau
stochastic disturbance.
Kesalahan pengganggu ini sendiri mempunyai
banyak sebab yang dapat menimbulkannya seperti:
1. tidak seluruh variabel bebas yang mempunyai
potensi dalam mempengaruhi variabel terikat
dapat disebutkan dalam model.
2. kesalahan asumsi dalam menentukan teori yang
diwujudkan sebagai model.
3. ketidaklengkapan data yang dianalisis.
4. ketidaktepatan model yang digunakan.
Misalnya, seharusnya digunakan model
kuadratik tetapi justru yang digunakan adalah
model linier, atau sebaliknya.

Spesifikasi Model dan Data

Secara spesifik model dalam ekonometrika dapat


dibedakan menjadi: model ekonomi (economic model)
dan model statistic (statistical model).

Model Ekonomi
biasanya dituliskan dalam bentuk persamaan sebagai
berikut:
Y = b0 + b1X1 + b2 X2
Tanda b = parameter, menunjukkan ketergantungan
variabel Y terhadap variabel X
b0 = intercept, menjelaskan nilai variabel terikat ketika
masing-masing variabel bebasnya bernilai 0 (nol).

29
Model ini menggambarkan rata-rata hubungan sistemik
antara variabel Y, X1, X2. Dalam model ini nilai e tidak
tertera, karena nilai e diasumsikan non random. Dalam
realita, model ini tidak mampu menjelaskan variabel-
variabel ekonomi secara pas (clear), oleh karena itu
membutuhkan regresi.

Model Statistik

Model ekonomi seperti yang dijelaskan di atas,


mencerminkan nilai harapan, maka dapat pula ditulis:
E (Y) = b0 + b1X1 + b2 X2
Karena nilai harapan, maka tentu tidak akan secara pasti
sesuai dengan realita. Oleh karena itu akan muncul nilai
random error term (e). Nilai e sendiri merupakan selisih
antara nilai kenyataan dan nilai harapan. Secara
matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

e = Y – E(Y) atau e = Y – Ŷ

jadi, Y = Yˆ + e
karena, Ŷ = E (Y) = b0 + b1X1 + b2 X2
maka Y = b0 + b1X1 + b2 X2 + e

tanda e pada persamaan di atas mencerminkan distribusi


probabilitas. Atau dapat pula dianggap sebagai pengganti
variabel-variabel berpengaruh lain selain variabel yang
dijelaskan dalam model. Dalam teori ekonomi, e
merupakan representasi dari asumsi ceteris paribus.
Pengakuan adanya variabel lain yang berpengaruh,
meskipun tidak disebutkan variabel apa, cukup ditulis
dengan tanda e, maka model menjadi lebih realistik. Agar

30
terdapat gambaran yang jelas, maka nilai e harus
diasumsikan. Asumsi-asumsinya adalah:
1. Nilai harapan e sama dengan 0 (nol).
E(e) = 0, masing-masing random error mempunyai
distribusi probabilitas = 0. Meskipun e bisa bernilai
positif atau negatif, tetapi rata-rata e harus = 0.
2. Variance residual sama dengan standar deviasi
Var (e) = σ 2 , artinya: masing-masing random error
mempunyai distribusi probabilitas variance yang
sama dengan standar deviasi ( σ 2 ). Asumsi ini
menjelaskan bahwa residual bersifat
homoskedastik.
3. Kovarian ei dan ej mempunyai nilai nol.
Cov (ei, ej) = 0. Nilai nol dalam asumsi ini
menjelaskan bahwa antara ei dan ej tidak ada
korelasi serial atau tida berkorelasi
(autocorrelation).
4. Nilai random error mempunyai distribusi
probabilitas yang normal.

Karena masing, masing observasi Y tergantung pada e,


maka masing-masing Y juga memiliki varian yang
random. Dengan demikian, statistik Y menjadi sebagai
beriku:
1. Nilai harapan Y tergantung pada nilai masing-
masing variabel penjelas dan parameter-
parameternya. Dengan menggunakan asumsi E(e) =
0, maka rata-rata perubahan nilai Y untuk setiap
observasi ditentukan oleh fungsi regresi.
E (Y) = b0 + b1X1 + b2 X2
2. Variance distribusi probabilitas Y tidak dapat
berubah setiap observasi.
Var (Y) = Var (e) = σ 2
3. Tidak ada kaitan langsung antara observasi satu
dengan observasi lainnya.

31
Cov (Yi, Yj) = Cov (ei, ej) = 0
4. Nilai Y secara normal terdistribusi di sekitar rata-
rata.

Asumsi-asumsi di atas difokuskan pada pembahasan


variabel terikat. Perlu adanya asumsi tambahan
terhadap variabel penjelas, yaitu:
1. Variabel independen tidak bersifat random, karena
dengan jelas dapat diketahui dari data.
2. Variabel independen tidak merupakan fungsi linear
dari yang lain. Asumsi ini penting agar tidak terjadi
redundancy, yang menyebabkan multikolinearitas.

Kesimpulan:
Dalam suatu model regresi terdapat dua jenis
variabel, yaitu variabel terikat dan variabel bebas, yang
dipisahkan oleh tanda persamaan. Variabel terikat sering
disimbolkan dengan Y, biasa pula disebut sebagai
variabel dependen, variabel tak bebas, variabel yang
dijelaskan, variabel yang diestimasi, variabel yang
dipengaruhi. Cirinya, berada pada sebelah kiri tanda
persamaan (=). Variabel bebas sering disimbolkan dengan
X, biasa pula disebut sebagai variabel independen,
variabel yang mempengaruhi, variabel penjelas, variabel
estimator, variabel penduga, variabel yang
mempengaruhi, variabel prediktor. Cirinya terletak pada
sebelah kanan tanda persamaan (=).
Dalam suatu model juga terdapat parameter-
parameter yang disebut konstanta, juga koefisien korelasi.
Konstanta sering disimbolkan dengan a, atau b0, atau β0.
Koefisien korelasi disebut pula sebagai beta, B, b,
menunjukkan slope, kemiringan, elastisitas.

32
-000-

Tugas:
1. Buatlah rangkuman dari pembahasan di atas!
2. Cobalah untuk menyimpulkan maksud dari uraian
bab ini!
3. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
a. Jelaskan apa yang dimaksud dengan model!
b. Sebutkan apa saja jenis-jenis model
ekonometrika!
c. Jelaskan perbedaan antara jenis-jenis model
ekonometrika!
d. Coba uraikan asumsi-asumsi yang harus
dipenuhi dalam regresi linier!

33
BAB III

MODEL REGRESI DENGAN DUA VARIABEL

Tujuan Pengajaran:
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:

Mengetahui kegunaan dan spesifikasi model


Menjelaskan hubungan antar variabel
Mengaitkan data yang relevan dengan teori
Mengembangkan data
Menghitung nilai parameter
Mengetahui arti dan fungsi parameter
Menentukan signifikan tidaknya variabel bebas
Membaca hasil regresi
Menyebutkan asumsi-asumsi.

34
BAB III

MODEL REGRESI DENGAN DUA VARIABEL

Bentuk model

Model regresi dengan dua variabel 10 umumnya


dituliskan dengan simbol berbeda berdasarkan sumber
data yang digunakan, meskipun tetap dituliskan dalam
persamaan fungsi regresi. Fungsi regresi yang
menggunakan data populasi (FRP) umumnya menuliskan
simbol konstanta dan koefisien regresi dalam huruf besar,
sebagai berikut:
Y = A + BX + ε ……….. (pers.3.1)

Fungsi regresi yang menggunakan data sampel (FRS)


umumnya menuliskan simbol konstanta dan koefien
regresi dengan huruf kecil, seperti contoh sebagai berikut:
Y = a + bX + e ……….. (pers.3.2)

Dimana:

A atau a; merupakan konstanta atau intercept


B atau b; merupakan koefisien regresi, yang juga
menggambarkan tingkat elastisitas variabel
independen
Y; merupakan variabel dependen
X; merupakan variabel independen

10
Yaitu satu variabel dependen dan satu variabel independen

35
Notasi a dan b merupakan perkiraan dari A dan B. Huruf
a, b, disebut sebagai estimator atau statistik, sedangkan
nilainya disebut sebagai estimate atau nilai perkiraan. 11

Meskipun penulisan simbol konstanta dan koefisien


regresinya agak berbeda, namun penghitungannya
menggunakan metode yang sama, yaitu dapat dilakukan
dengan metode kuadrat terkecil biasa (ordinary least
square) 12, atau dengan metode Maximum Likelihood.

Metode Kuadrat Terkecil Biasa (Ordinary Least


Square) (OLS)

Penghitungan konstanta (a) dan koefisien regresi (b)


dalam suatu fungsi regresi linier sederhana dengan
metode OLS dapat dilakukan dengan rumus-rumus
sebagai berikut:

Rumus Pertama (I)

Mencari nilai b:

n (∑ XY ) − (∑ X )(∑ Y )
b=
n (∑ X ) − (∑ X )
2 2

mencari nilai a:

a= ∑ Y − b. ∑ X
n

Rumus kedua (II)

11
Supranto, J., Ekonometrik, Buku satu, LPFEUI, Jakarta, 1983
12
Ordinary Least Square (OLS) ditemukan oleh Carl Friedrich Gauss, seorang
Matematikawan Jerman, pada tahun 1821.

36
Mencari nilai b:

b=
∑ xy
∑x 2

mencari nilai a:

a =Y − b X

Misalnya saja kita ingin meneliti pengaruh bunga deposito


jangka waktu 1 bulan (sebagai variabel X = Budep)
terhadap terjadinya inflasi di Indonesia (sebagai variabel
Y=Inflasi) pada kurun waktu Januari 2001 hingga
Oktober 2002, yang datanya tertera sebagai berikut:

37
Observasi Y X1
Jan 01 8.28 13.06
Peb 01 9.14 13.81
Mar 01 10.62 13.97
Apr 01 10.51 13.79
Mei 01 10.82 14.03
Jun 01 12.11 14.14
Jul 01 13.04 14.39
Agu 01 12.23 14.97
Sep 01 13.01 15.67
Okt 01 12.47 15.91
Nop 01 12.91 16.02
Des 01 12.55 16.21
Jan 02 14.42 16.19
Peb 02 15.13 15.88
Mar 02 14.08 15.76
Apr 02 13.3 15.55
Mei 02 12.93 15.16
Jun 02 11.48 14.85
Jul 02 10.05 14.22
Agu 02 10.6 13.93
Sep 02 10.48 13.58
Okt 02 10.33 13.13
Jumlah 260.49 324.22

38
Bantuan dengan SPSS

Cara memasukkan data tersebut di atas ke dalam SPSS,


dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Pastikan bahwa lembar worksheet SPSS sudah siap
digunakan. Caranya: tampilkan program SPSS di
layar monitor.
2. Masukkan data ke masing-masing kolom. Pastikan
bahwa yang aktif adalah Data View (lihat pojok kiri
bawah), bukan variabel View!

39
3. Beri nama kolom tersebut sesuai nama variabelnya.
Caranya: klik Variabel View (pojok kiri bawah),
maka akan muncul kolom: Name, Type, Width,
Decimals, label, values, missing, columns, align,
measure. Masukkan nama variabel ke dalam kolom
Name. Misal kita mau memberi nama variabel
dengan Y, maka ketik Y. Jika hendak memberi
nama tersebut dengan Inflasi, maka ketik inflasi.
(Meskipun yang dimasukkan adalah huruf besar,
tetapi dalam kolom akan muncul huruf kecil).

40
4. Data awal yang dimasukkan tadi dapat
dikembangkan menjadi seperti hitungan dalam
tabel di bawah (misal menjadi X12). Caranya: klik
Transform, kemudian pilih Compute, maka layar
SPSS akan berubah menjadi seperti dalam gambar
sebagai berikut:

Pada kotak Target Variable (kanan atas) isilah


dengan nama variabel baru (variabel
pengembangan). Sesuai contoh, ketik X12, dimana
X12 ini merupakan X1 yang dikuadratkan. Karena
akan menghitung kuadrat, maka caranya: variabel
yang ada di kolom Type&Label diblok (klik)

41
pindahkan ke dalam kolom Numeric Expression
menggunakan langkah klik pada tanda segitiga
penunjuk arah. Setelah itu pilih ** (pada tuts
kalkulator) dan ketik angka 2 (karena hendak
mengkuadratkan), dan kemudian ketik OK. Jika
tahapan tersebut telah dilalui, worksheet data akan
menampakkan variabel baru dengan data yang
dihitung tadi.
5. Untuk membuat data perkalian, lakukan dengan
cara memindahkan salah satu nama variabel yang
hendak dikalikan (misalnya, Y) dari kotak
Type&Label ke Numeric Expression, pilih tanda
pengali (*) dan ikuti dengan memindahkan lagi
variabel lainnya yang hendak dikalikan (misal X),
setelah itu klik OK.

Berdasarkan data yang tertera di atas, maka nilai a dan b


dapat dicari melalui penggunakan kedua rumus tersebut,
baik itu rumus pertama ataupun kedua. Seandainya kita
ingin menggunakan rumus pertama, maka langkah awal
yang dapat dilakukan adalah mengadakan penghitungan-
penghitungan atau pengembangan data untuk disesuaikan
dengan komponen rumus, sehingga nantinya dapat secara
langsung diaplikasikan ke dalam rumus. Pengembangan
data yang dimaksudkan adalah menentukan nilai X12, nilai
Y2, serta nilai XY. Hasil pengembangan data dapat
dilihat pada tabel berikut:

42
Observasi Y X1 X12 Y2 XY
Jan 01 8.28 13.06 170.5636 68.5584 108.1368
Peb 01 9.14 13.81 190.7161 83.5396 126.2234
Mar 01 10.62 13.97 195.1609 112.7844 148.3614
Apr 01 10.51 13.79 190.1641 110.4601 144.9329
Mei 01 10.82 14.03 196.8409 117.0724 151.8046
Jun 01 12.11 14.14 199.9396 146.6521 171.2354
Jul 01 13.04 14.39 207.0721 170.0416 187.6456
Agu 01 12.23 14.97 224.1009 149.5729 183.0831
Sep 01 13.01 15.67 245.5489 169.2601 203.8667
Okt 01 12.47 15.91 253.1281 155.5009 198.3977
Nop 01 12.91 16.02 256.6404 166.6681 206.8182
Des 01 12.55 16.21 262.7641 157.5025 203.4355
Jan 02 14.42 16.19 262.1161 207.9364 233.4598
Peb 02 15.13 15.88 252.1744 228.9169 240.2644
Mar 02 14.08 15.76 248.3776 198.2464 221.9008
Apr 02 13.3 15.55 241.8025 176.89 206.815
Mei 02 12.93 15.16 229.8256 167.1849 196.0188
Jun 02 11.48 14.85 220.5225 131.7904 170.478
Jul 02 10.05 14.22 202.2084 101.0025 142.911
Agu 02 10.6 13.93 194.0449 112.36 147.658
Sep 02 10.48 13.58 184.4164 109.8304 142.3184
Okt 02 10.33 13.13 172.3969 106.7089 135.6329
Jumlah 260.49 324.22 4800.525 3148.48 3871.398

Setelah mendapatkan hitungan-hitungan hasil


pengembangan data, maka angka-angka tersebut dapat
secara langsung dimasukkan ke dalam rumus I, sebagai
berikut:

Mencari nilai b:

n (∑ XY ) − (∑ X )(∑ Y )
b=
n (∑ X ) − (∑ X )
2 2

43
22 (3.871,398) − (324,22 )(260,49 )
b=
22 (4.800,525) − (324,22 )
2

85.170,76 − 84.456,0678
=
105.611,60 − 105.118,6084
714,6922
=
492,9916

b = 1,4497

dengan diketahuinya nilai b, maka nilai a juga dapat


ditentukan, karena rumus pencarian a terkait dengan nilai
b.

Mencari nilai a:

a= ∑ Y − b. ∑ X
n

260,49 −1,4497 (324,22)


=
22

260,49 − 470,022
=
22

a = -9.5241

Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa nilai a dan b dapat


pula dicari dengan menggunakan rumus kedua. Demikian
pula, agar dapat secara langsung menggunakan rumus II
ini, perlu menghitung dulu komponen-komponen
rumus.Langkah yang dapat dilakukan dicontohkan
sebagai berikut:

44
Mencari nilai b, menggunakan rumus kedua:

b=
∑ xy
∑x 2

Dari rumus di atas, kita perlu menemukan dulu nilai dari


∑ xy atau ∑ x 2 yang dapat dilakukan dengan rumus-
rumus sebagai berikut:

∑ x = ∑ X − (∑ X )
2 2 2
/n

∑ y = ∑ Y − (∑ Y )
2 2 2
/n

∑ xy = ∑ XY − (∑ X ∑ Y ) / n

maka:

324.22 2
∑ x 2 = 4800.53 - 22

= 4800.53 – 4778.12

= 22.41

260.49 2
∑ y = 3148.48 - 22
2

= 3148.48 – 3084.32

= 64.16

45
(324.22 − 260.49)
∑ xy = 3871,40 -
22

= 3871.40 – 3838.91

= 32.49

Dengan diketahuinya, nilai-nilai tersebut, maka nilai


b dapat ditentukan, yaitu:

32.49
b= = 1.4498
22.41

Dengan diketahuinya nilai b, maka nilai a juga dapat


dicari dengan rumus sebagai berikut:

a =Y − b X

= 11.8405 – (1.4498 x 14.7373)

= 11.8405 – 21.3661

a= -9.5256

Hasil pencarian nilai a dan b dengan menggunakan


rumus I dan II didapati angka yang cenderung sama. Pada
penghitungan rumus I nilai a = –9,5241 dan b = 1,4497.
Sedangkan hasil penghitungan dengan rumus II, nilai
a = -9,5256 dan b = 1,4498. Tampak bahwa hingga dua
angka di belakang koma tidak terdapat perbedaan,
sedangkan tiga angka di belakang koma mulai ada
perbedaan. Perbedaan ini sifatnya tidak tidak substansial,
karena munculnya perbedaan itu sendiri akibat dari

46
pembulatan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa,
mencari a dan b dengan rumus I ataupun rumus II akan
menghasilkan nilai yang sama.

Bantuan dengan SPSS

Nilai a dan b dapat dilakukan dengan melalui


bantuan SPSS. Caranya: Klik Analize, pilih regression,
pilih linear, masukkan variabel Y ke dalam kotak
Dependent Variable (caranya pilih variabel Y dan
pindahkan dengan klik pada segitiga hitam), pindahkan
variabel X ke kotak Independent Variable, kemudian klik
OK. SPSS akan menunjukkan hasilnya. Nilai a dan b akan
tertera dalam output berjudul Coefficient.

47
Output

Model Summary

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R Square the Estimate
1 .857a .734 .721 .9236
a. Predictors: (Constant), X1

48
ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 47.101 1 47.101 55.220 .000a
Residual 17.059 20 .853
Total 64.160 21
a. Predictors: (Constant), X1
b. Dependent Variable: Y

a
Coefficients

Standardi
zed
Unstandardized Coefficien
Coefficients ts
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -9.527 2.882 -3.305 .004
X1 1.450 .195 .857 7.431 .000
a. Dependent Variable: Y

Catatan:
Hasil penghitungan manual dan SPSS tampaknya ada perbedaan
dalam desimal. Itu disebabkan adanya penghitungan pembulatan.

Meskipun nilai a dan b dapat dicari dengan


menggunakan rumus tersebut, namun nilai a dan b baru
dapat dikatakan valid (tidak bias) 13 apabila telah
memenuhi beberapa asumsi, yang terkenal dengan

13
Tidak bias artinya nilai a atau nilai b yang sebenarnya. Dikatakan demikian
sebab, jika asumsi tidak terpenuhi, nilai a dan b besar kemungkinannya tidak
merupakan nilai yang sebenarnya.

49
sebutan asumsi klasik. 14 Asumsi-asumsi yang harus
dipenuhi dalam OLS ada 3 asumsi, yaitu:

1). Asumsi nilai harapan bersyarat (conditional expected


value) dari ei, dengan syarat X sebesar Xi, mempunyai
nilai nol.
2). Kovarian ei dan ej mempunyai nilai nol. Nilai nol
dalam asumsi ini menjelaskan bahwa antara ei dan ej
tidak ada korelasi serial atau tida berkorelasi
(autocorrelation).

3). Varian ei dan ej sama dengan simpangan baku (standar


deviasi).

Asumsi 1,2,3, di atas diringkas sebagai berikut:

Asumsi Dinyatakan dalam Dinyatakan dalam Y Digunakan


E untuk
membahas
1 E (ei/Xi) = 0 E (Yi/Xi) = A + Bxi Multikolinea-
ritas
2 Kov (ei , ej) = 0, Kov (Yi , Yj) = 0, i ≠ j Autokorelasi
i≠ j
3 Var (ei/Xi) = σ 2 Var (Yi/Xi) = σ 2 Heteroskedas
-tisitas

Penjelasan asumsi-asumsi ini secara rinci akan dibahas


pada bab tersendiri tentang Multikolinearitas,
Autokorelasi, dan Heteroskedastisitas.

Prinsip-prinsip Metode OLS

14
Disebut klasik karena penemuannya pada jaman klasic (classic era), modelnya
sering juga disebut sebagai model regresi klasik, baku, umum (classic, standard,
general). Lihat Supranto (1983:73).

50
Perlu diketahui bahwa dalam metode OLS terdapat
prinsip-prinsip antara lain:

1. Analisis dilakukan dengan regresi, yaitu analisis


untuk menentukan hubungan pengaruh antara
variabel bebas terhadap variabel terikat. Regresi
sendiri akan menghitung nilai a, b, dan e (error),
oleh karena itu dilakukan dengan cara matematis.

2. Hasil regresi akan menghasilkan garis regresi. Garis


regresi ini merupakan representasi dari bentuk arah
data yang diteliti. Garis regresi disimbolkan dengan
Ŷ (baca: Y topi, atau Y cap), yang berfungsi
sebagai Y perkiraan. Sedangkan data disimbolkan
dengan Y saja.
Perlu diingat, bahwa dalam setiap data tentu
mempunyai lokus sebaran yang berbeda dengan
yang lainnya, ada data yang tepat berada pada garis
regresi, tetapi ada pula yang tidak berada pada garis
regresi. Data yang tidak berada tepat pada garis
regresi akan memunculkan nilai residual yang
biasa disimbulkan dengan ei, atau sering pula
disebut dengan istilah kesalahan pengganggu.
Untuk data yang tepat berada pada garis maka nilai
Y sama dengan Yˆ .

Nilai a dalam garis regresi digunakan untuk


menentukan letak titik potong garis pada sumbu Y.
Jika nilai a > 0 maka letak titik potong garis regresi
pada sumbu Y akan berada di atas origin (0),
apabila nilai a < 0 maka titik potongnya akan
berada di bawah origin (0). Nilai b atau disebut
koefisien regresi berfungsi untuk menentukan
tingkat kemiringan garis regresi. Semakin rendah

51
nilai b, maka derajat kemiringan garis regresi
terhadap sumbu X semakin rendah pula.
Sebaliknya, semakin tinggi nilai b, maka derajat
kemiringan garis regresi terhadap sumbu X
semakin tinggi. Gambaran uraian di atas dapat
dilihat pada gambar berikut:

Yˆi = a + bX i
Y1 . .
. . . e
. . e .
. .
o
a b .

0 X1 X

Munculnya garis Yˆi = a + bX i seperti dalam gambar


di atas, didapatkan dari memasukkan angka Xi ke
dalam persamaan Yi = a + bXi +e. Dengan
menggunakan hasil hitungan pada data di atas,
maka garis Yˆi = a + bX i besarnya adalah:
Yˆi = −9,525 + 1,449X i

Karena nilai a dalam garis regresi bertanda negatif (-)


dengan angka 9,525, maka garis regresi akan
memotong sumbu Y dibawah origin (0) pada angka –
9,525. Nilai parameter b variabel X yang besarnya
1,449 menunjukkan arti bahwa variabel X tersebut
tergolong elastis, karena nilai b > 1. Artinya, setiap

52
perubahan nilai X akan diikuti perubahan yang lebih
besar pada nilai Y. Tanda positif pada parameter b
tersebut menunjukkan bahwa jika variabel X
meningkat maka Y juga akan meningkat. Sebaliknya,
jika X mengalami perubahan yang menurun, maka Y
juga akan menurun, dengan perbandingan perubahan
1:1,449.

Ingat Elastisitas
Jenis Koefisien Sifat Elastisitas
Elastisitas Elastisitas
Elastik E>1 Perubahan yang terjadi pada variabel
bebas diikuti dengan perubahan yang
lebih besar pada variabel terikat
Elastik E=1 Perubahan yang terjadi pada variabel
Unitary bebas diikuti dengan perubahan yang
sama besar pada variabel terikat
Inelastik E<1 Perubahan yang terjadi pada variabel
bebas diikuti dengan perubahan yang
lebih kecil pada variabel terikat

Tanda (+) pada koefisien regresi menunjukkan hubungan yang


searah. Artinya, jika variabel bebas meningkat, maka variabel
terikat juga meningkat. Demikian pula sebaliknya.
Tanda (-) pada koefisien regresi menunjukkan hubungan yang
berlawanan. Artinya, jika variabel bebas meningkat, maka
variabel terikat akan menurun. Demikian pula sebaliknya.

53
Menguji Signifikansi Parameter Penduga

Seperti dijelaskan di muka, dalam persamaan fungsi


regresi OLS variabelnya terbagi menjadi dua, yaitu:
variabel yang disimbolkan dengan Y (yang terletak di
sebelah kiri tanda persamaan) disebut dengan variabel
terikat (dependent variable). Variabel yang disimbolkan
dengan X (disebelah kanan tanda persamaan) disebut
dengan variabel bebas (independent variable). Utamanya
metode OLS ditujukan tidak hanya menghitung berapa
besarnya a atau b saja, tetapi juga digunakan pula untuk
menguji tingkat signifikansi dari variabel X dalam
mempengaruhi Y.
Pengujian signifikansi variabel X dalam
mempengaruhi Y dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1)
pengaruh secara individual, dan 2) pengaruh secara
bersama-sama. Pengujian signifikansi secara individual
pertama kali dikembangkan oleh R.A. Fisher, dengan alat
ujinya menggunakan pembandingan nilai statistik t
dengan nilai t tabel. Apabila nilai statistik t lebih besar
dibandingkan dengan nilai t tabel, maka variabel X
dinyatakan signifikan mempengaruhi Y. Sebaliknya, jika
nilai statistik t lebih kecil dibanding dengan nilai t tabel,
maka variabel X dinyatakan tidak signifikan
mempengaruhi Y. Metode dengan membandingkan antara
nilai statistik (nilai hitung) dengan nilai tabel seperti itu
digunakan pula pada pengujian signifikansi secara
serentak atau secara bersama-sama. Hanya saja untuk
pengujian secara bersama-sama menggunakan alat uji
pembandingan nilai F. Hal Pengujian ini dikembangkan
oleh Neyman dan Pearson.
Hal mendasar yang membedakan antara
penggunaan uji t dan uji F terletak pada jumlah variabel
bebas yang diuji signifikansinya dalam mempengaruhi Y.
Jika hanya menguji signifikansi satu variabel bebas saja,

54
maka yang digunakan adalah uji t. Oleh karena itu disebut
sebagai uji signifikansi secara individual. Sedangkan
pengujian signifikansi yang menggunakan lebih dari satu
variabel bebas yang diuji secara bersama-sama dalam
mempengaruhi Y, maka alat ujinya adalah menggunakan
uji F. Sebagai perbandingan antara penggunaan uji t dan
uji F dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel. 2. Pembandingan antara uji t dan uji F

Hal yang dibandingkan Uji t Uji F


Penemu R.A. Fisher Neyman, Pearson
Signifikan t hitung > t tabel F hitung > F tabel
Tidak signifikan t hitung < t tabel F hitung < F tabel
Pengujian Individual Serentak
Banyaknya variabel Satu Lebih dari satu

Uji t

Untuk menguji hipotesis bahwa b secara statistik


signifikan, perlu terlebih dulu menghitung standar error
atau standar deviasi dari b. Berbagai software komputer
telah banyak yang melakukan penghitungan secara
otomatis, tergantung permintaan dari user. Namun perlu
bagi kita untuk mengetahui formula dari standar error
dari b, yang ternyata telah dirumuskan sebagai berikut:

∑ (Y − Yˆ )
2
t t
Sb =
(n − k )∑ (X − X )
t
2

Atau dapat ditulis pula dengan rumus sebagai berikut:

55
Sb = ∑e 2
t

(n − k )∑ (X t − X)
2

Dimana:

Yt dan Xt adalah data variabel dependen dan independen


pada periode t
Yˆt adalah nilai variabel dependen pada periode t yang
didapat dari perkiraan garis regresi
X merupakan nilai tengah (mean) dari variabel
independen
e atau Yt − Yˆt merupakan error term
n adalah jumlah data observasi
k adalah jumlah perkiraan koefisien regresi yang meliputi
a dan b
(n-k) disebut juga dengan degrees of freedom (df).

Guna menghitung standar deviasi dari data yang


tersedia berdasar rumus di atas, maka diperlukan
menghitung nilai Yˆt terlebih dulu, untuk
mempermudah penghitungan e atau Yt − Yˆt . Caranya
adalah memasukkan nilai X ke dalam hasil regresi
yang di hasilkan di atas. Dengan demikian tabel data
akan menghasilkan kolom Yˆt sebagaimana tertera pada
tabel di bawah ini.

56
Bantuan dengan SPSS

• Uji t dapat dilihat dalam output hasil regresi dengan


SPSS pada tabel Coefficient.
• Uji F dapat dilihat dalam output hasil regresi dengan
SPSS pada tabel ANOVA.
• Kolom Sig. baik pada tabel Coefficient maupun
ANOVA menunjukkan tingkat signifikansi pada
derajat kesalahan (α) tertentu. Misal, kolom Sig.
menunjukkan angka 0,04 itu berarti bahwa tingkat
kesalahannya mencapai 4%. Angka sebesar itu dapat
dikatakan signifikan jika derajat kesalahan (α) telah
ditentukan sebesar 0,05. Tetapi jika α ditentukan 0,01
maka angka tersebut tidak signifikan.

Tabel pengembangan data untuk menghitung Standar


Deviasi

X1 Y Ŷ (Y − Yˆ ) (Y − Yˆ ) (X − X ) (X − X )
2 2

13.06 8.28 9.413 -1.133 1.284 -1.68 2.82


13.81 9.14 10.501 -1.361 1.851 -0.93 0.86
13.97 10.62 10.733 -0.113 0.013 -0.77 0.59
13.79 10.51 10.472 0.038 0.001 -0.95 0.90
14.03 10.82 10.820 0.001 0.000 -0.71 0.50
14.14 12.11 10.979 1.131 1.279 -0.60 0.36
14.39 13.04 11.342 1.699 2.885 -0.35 0.12
14.97 12.23 12.183 0.047 0.002 0.23 0.05
15.67 13.01 13.198 -0.188 0.035 0.93 0.86
15.91 12.47 13.546 -1.076 1.157 1.17 1.37
16.02 12.91 13.705 -0.795 0.632 1.28 1.64
16.21 12.55 13.981 -1.431 2.046 1.47 2.16
16.19 14.42 13.952 0.468 0.219 1.45 2.10

57
15.88 15.13 13.502 1.628 2.650 1.14 1.30
15.76 14.08 13.328 0.752 0.566 1.02 1.04
15.55 13.3 13.024 0.277 0.076 0.81 0.66
15.16 12.93 12.458 0.472 0.223 0.42 0.18
14.85 11.48 12.009 -0.528 0.279 0.11 0.01
14.22 10.05 11.095 -1.045 1.092 -0.52 0.27
13.93 10.6 10.675 -0.075 0.006 -0.81 0.66
13.58 10.48 10.167 0.313 0.098 -1.16 1.35
13.13 10.33 9.515 0.816 0.665 -1.61 2.59
324.22 260.49 260.591 -0.101 17.060 -0.06 22.41

Dengan adanya pengembangan data menjadi seperti


tertera pada tabel di atas, maka Sb dapat segera dicari,
dimana hasilnya ditemukan sebesar:

17.06
Sb =
20(22.41)

17.06
=
448.2

= 0.195

Selain dicari dengan rumus seperti di atas, Sb dapat


pula dicari melalui jalan lain dengan rumus yang dapat
dituliskan sebagai berikut:

s e2
Sb =
∑ xi2
Bila kita hendak menggunakan rumus ini, maka perlu
terlebih dulu mencari nilai S e2 yang dapat dicari dengan
membagi nilai total ei2 dengan n-2. Jadi S e2 dapat dicari
dengan rumus sebagai berikut:

58
s e2 =
∑e 2
i

n−2

Agar rumus ini dapat langsung digunakan, tentu


terlebih dulu harus mencari nilai total ei2 yang dapat dicari
melalui rumus berikut ini:

Rumus mencari nilai total ei2 :


∑ ei2 = ∑ yi2 − b 2 ∑ xi2
Dengan memasukkan nilai komponen rumus yang
telah didapatkan melalui hitungan-hitungan terdahulu,
maka nilai ei2 dapat diketahui, yaitu:

ei2 = 64.16 – 2.1019 (22.41)


= 64.16 – 47.1040
= 17.056

Hitungan di atas telah memastikan bahwa nilai ei2


adalah sebesar 17,056. Dengan diketemukannya nilai
ei2 ini maka nilai s e2 pun dapat diketahui melalui hitungan
sebagai berikut:

2
s =
∑e 2
i

n−2
e

17.056
=
22 − 2

17.056
=
20

= 0.8528

59
Karena nilai se2 merupakan salah satu komponen
untuk mencari nilai Sb, maka dengan ditemukannya nilai
s e2 sebesar 0,8528 tentu saja nilai Sb pun dapat diketahui,
yaitu:

s e2
Sb =
∑ xi2

0.8528
=
22.41

= 0.195

Hitungan dengan rumus ini ternyata menghasilkan


nilai Sb yang sama besar dengan hitungan menggunakan
rumus yang pertama, yaitu nilai Sb sebesar 0,195. Dengan
diketahuinya nilai Sb, maka nilai statistik t (baca: t hitung)
dapat ditentukan, karena rumus mencari t hitung adalah:

b
t=
sb

Jadi, nilai t hitung variabel X adalah sebesar:

1.4498
t =
0.195

= 7.4348

Penghitungan nilai t dengan cara yang dilakukan


di atas, menunjukkan bahwa nilai statistik t sebesar

60
7,4348. Angka tersebut umumnya disebut pula sebagai
nilai t hitung. Besarnya angka t hitung ini yang
menentukan signifikan tidaknya variabel X dalam
mempengaruhi variabel Y. Cara menentukan
signifikan tidaknya nilai t tersebut adalah melalui
pembandingan antara nilai t hitung dengan nilai t tabel.
Nilai t tabel sebenarnya telah ditentukan pada tabel t
student yang telah ditetapkan oleh para penemunya.
Karena untuk menentukan signifikan tidaknya nilai t
hitung adalah melalui upaya membandingkan dengan
nilai t tabel, maka dapat diketahui bahwa, jika nilai t
hitung > t tabel, maka signifikan. Jika nilai t hitung < t
tabel, maka tidak signifikan.
Dengan menggunakan contoh data di atas,
seandainya kita menggunakan derajat kesalahan yang
ditolerir adalah 5 % (baca: α = 0,05), dan karena
jumlah observasi adalah sebanyak 22 (baca: n=22),
maka degree of freedom (df) sama dengan sebesar n-
k = 20, karena jumlah k adalah 2, yaitu 1 parameter a
dan 1 parameter b, maka nilai t tabelnya adalah sebesar
1,725. (Lihat data t tabel di halaman lampiran).
Nilai t tabel yang besarnya 2,086, sudah tentu
angka tersebut lebih kecil dibanding dengan nilai t
hitung yang besarnya 7,4348. Atas dasar itu dapat
dipastikan bahwa variabel X (budep) signifikan
mempengaruhi Y (inflasi).

Gambaran pengujian nilai t dapat disimak melalui


gambar di bawah ini:

61
Daerah diterima
Daerah Ditolak Daerah Ditolak
-t α/2; (n-k-1) t α /2; (n-k-1)
-1,725 1,725
Gb.3.1. Daerah Uji t

Gambar di atas menunjukkan pengujian nilai t dua


arah atau two sided atau two tail test. Kutub sebelah kiri
bertanda negatif. Nilai t hitung bertanda negatif yang
nilainya lebih kecil dari nilai –2.806 berada pada daerah
ditolak. Kutub sebelah kanan yang bertanda positif
berguna sebagai pembatas nilai t hitung yang lebih kecil
dari 1,725 berarti berada di daerah tolak. Tanda -t α/2
atau t α/2 memberikan arti bahwa masing-masing kutub
mempunyai daerah distribusi tolak sebesar 2,5%. Jumlah
dari keduanya mencerminkan α = 5%.
Jika pengujian nilai t menggunakan pengujian satu
arah atau one tail test, maka daerah tolak hanya ada pada
salah satu kutub saja. Bilai nilai t hitungnya negatif, maka
daerah tolak berada pada sebelah kiri kurva, sedang bila
nilai t hitungnya positif, maka daerah tolak berada pada
sisi sebelah kanan. Probabilitas daerah tolak tidak lagi
terbagi menjadi dua dengan porsi masing-masing 2,5%,
tetapi telah penuh sebesar 5%.

62
Interpretasi Hasil regresi
Setelah tahapan analisis regresi dilakukan sesuai
dengan teori-teori yang relevan, langkah terpenting
berikutnya adalah menginterpretasi hasil regresi.
Interpretasi yang dimaksudkan disini adalah mengetahui
informasi-informasi yang terkandung dalam hasil regresi
melalui pengartian dari angka-angka parameternya.
Dengan mengambil hitungan dari contoh kasus di atas,
maka hasil analisis regresi atas pengaruh variabel suku
bunga (Budep) (X) terhadap tingkat inflasi di Indonesia
selama 22 bulan mulai dari Januari 2001 hingga Oktober
2002 (Inflasi) (Y) dapat ditulis dalam persamaan sebagai
berikut:
Inflasi = -9,5256 + 1,4498 Budep + e
thit = (7,4348)
Persamaan di atas menginformasikan bahwa variabel
Budep signifikan mempengaruhi variabel Inflasi. Terbukti
dari nilai thit variabel Budep sebesar 7,4348 lebih besar
dibanding nilai ttabel, pada α=5% dengan d.f. sebanyak 20,
yang besarnya 1,725. Nilai b Budep yang besarnya
1,4498 menginformasikan bahwa setiap Budep meningkat
1%, maka Inflasi akan mengalami peningkatan sebesar
1,4498%. Sebaliknya, apabila Budep turun sebesar 1%
maka Inflasi juga akan mengalami penurunan sebesar
1,4498%. Perlu diingat bahwa nilai b juga mencerminkan
tingkat elastisitas variabel X. Karena nilai b (1,4498)
lebih besar dari angka 1 (satu), maka dapat dipastikan
bahwa variabel Budep sangat elastis 15. Artinya, besarnya
tingkat perubahan yang terjadi pada Budep akan

15
Standar elastisitas dapat diketahui dari: jika E>1 = elastis, E=1 =uniter elastis,
E<1 = inelastis.

63
mengakibatkan tingkat perubahan yang lebih besar pada
variabel Y (Inflasi).

Koefisien Determinasi (R2)


Pembahasan hasil regresi di atas menunjukkan
seberapa besar nilai a, b, dan t. Nilai a menjelaskan
tentang seberapa besar faktor-faktor yang bersifat tetap
mempengaruhi inflasi, sedangkan nilai b mencerminkan
tingkat elastisitas variabel X. Nilai t sendiri mempertegas
signifikan tidaknya variabel X dalam mempengaruhi Y.
Dari beberapa nilai yang didapatkan tersebut, belum
diperoleh keterangan tentang berapa besar pengaruh X
(budep) terhadap Y (inflasi).
Sebagai ilustrasi, seandainya Y (inflasi) diibaratkan
dengan gelas, dan variabel X (Budep) sebagai air, maka
hitungan-hitungan yang dilakukan di atas belum mampu
memberikan informasi tentang seberapa banyak air yang
ada dalam gelas tersebut. Untuk memperoleh keterangan
banyaknya isi (air) yang ada dalam gelas, atau seberapa
besar pengaruh X (Budep) terhadap Y (Inflasi), maka
perlu dilakukan penghitungan koefisien determinasi, yang
biasa disimbolkan dengan R2 (baca: R square).
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur
seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan
variasi variabel terikat. Besarnya nilai koefisien
determinasi adalah di antara nol dan satu (0<R2<1). Nilai
R2 yang mendekati 0 (nol) menunjukkan kemampuan
variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi
variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati
angka 1 (satu) menunjukkan variabel-variabel independen
memuat hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen.

64
Dengan kalimat lain dapat dijelaskan bahwa
koefisien determinasi (R2) adalah angka yang
menunjukkan proporsi variabel dependen yang dijelaskan
oleh variasi variabel independen. Juga, dapat digunakan
sebagai ukuran ketepatan dalam menentukan prediktor.
Artinya, R2 menunjukkan seberapa besar sumbangan X
terhadap Y. Untuk menentukan koefisien determinasi (R2)
pada regresi linier sederhana, dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:

⎡ n ∑ XY − ∑ X ∑Y ⎤
R2 = ⎢ ⎥
[
⎣ n ∑ X − (∑ X ) ] [n ∑Y − (∑Y )
⎢ 2 2 2 2
] ⎥

Rumus ini jika digunakan untuk menghitung data


yang telah tersedia di atas, maka akan menghasilkan nilai
sebagai berikut:

2
⎡ 22 (3.871,4) − 324,22(260,49) ⎤
R = ⎢ ⎥
⎣ [
⎢ 22(4.800,53) − (324,22) 2 ] [22(3.148,48) − (260,49)2 ] ⎥

⎡ 714,73 ⎤ ⎡ 714,73 ⎤
R2 = ⎢ ⎥ = ⎢ ⎥
⎢⎣ [493,06] [1.411,52] ⎥⎦ ⎣ 22,20 x 37,57 ⎦

⎡ 714,73 ⎤
R2 = ⎢ ⎥ = 0,857
⎣ 834,05 ⎦

Angka koefisien determinasi (R2) yang besarnya


0,857 ini bila ditulis dalam bentuk prosentase sama
dengan 85,7%. Angka tersebut menjelaskan bahwa
determinasi atau sumbangan variabel Bunga deposito

65
(budep) terhadap inflasi adalah sebesar 87,5%. Artinya,
sumbangan faktor-faktor lain (selain Budep) terhadap
Inflasi hanya sebesar 14,3%. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Budep merupakan prediktor yang
baik untuk menaksir Inflasi.

Bantuan dengan SPSS

• R2 (baca: R square) atau koefisien determinasi dapat dilihat


dalam output hasil regresi dengan SPSS pada tabel model
summary.
• Misalkan angka R2 menunjukkan angka 0.734
menunjukkan arti bahwa determinasi dari variabel bebas
terhadap variabel terikat adalah sebesar 73,4%.
• Ibarat air dalam gelas, variabel terikat (Y) adalah gelasnya
dan air adalah variabel bebasnya (X). Terkait dengan angka
0,734 maka air dalam gelas adalah sebanyak 73,4% dari
gelas tersebut.

Analisis regresi pada dasarnya adalah menjelaskan


berapa besar pengaruh tingkat signifikansi variabel
independen dalam mempengaruhi variabel dependen.
Meskipun hasil regresi seperti tertera pada persamaan di
atas telah dapat diinterpretasi, dan dapat menunjukkan inti
tujuan analisis regresi, namun bukan berarti bahwa
tahapan analisis telah selesai hingga di sini. Hasil regresi
di atas masih perlu dipastikan apakah besarnya nilai thit
ataupun angka-angka parameter telah valid ataukah masih
bias.
Jika nilai-nilai tersebut sudah dapat dipastikan valid
atau tidak bias, memang analisis regresi dapat berhenti di

66
sini saja. Tetapi, jika nilai-nilai belum dapat dipastikan
valid, maka perlu dilakukan langkah-langkah analisis
lanjutan untuk menjadikan parameter-parameter tersebut
menjadi valid. Validitas (ketidakbiasan) informasi dari
nilai-nilai hasil regresi dapat diketahui dari terpenuhinya
asumsi-asumsi klasik, yaitu jika data variabel telah
terbebas dari masalah Autokorelasi, tidak ada indikasi
adanya heteroskedastisitas, maupun tidak terjadi
multikolinearitas atau saling berkolinear antar variabel.
Bahasan Asumsi Klasik akan dibahas tersendiri.
-000-

Tugas:
1. Buatlah rangkuman dari pembahasan di atas!
2. Cobalah untuk menyimpulkan maksud dari uraian
bab ini!
3. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
a. Coba jelaskan apa yang dimaksud dengan
regresi linier sederhana!
b. Coba tuliskan model regresi linier sederhana!
c. Coba uraikan arti dari notasi atas model yang
telah anda tuliskan!
d. Jelaskan informasi apa yang dapat diungkap
pada konstanta!
e. Jelaskan informasi apa yang dapat diungkap
pada koefisien regresi!
f. Jelaskan kegunaan standar error Sb!
g. Jelaskan kegunaan nilai t!
h. Coba uraikan bagaimana menentukan nilai t
yang signifikan!
i. Jelaskan Apa yang dimaksud dengan
koefisien determinasi!

67
BAB IV

REGRESI LINIER BERGANDA

Tujuan Pengajaran:
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:

Mengetahui kegunaan dan spesifikasi model


Menjelaskan hubungan antar variabel
Mengaitkan data yang relevan dengan teori
Mengembangkan data
Menghitung nilai parameter
Mengetahui arti dan fungsi parameter
Menentukan signifikan tidaknya variabel bebas
Menentukan determinasi model
Menjelaskan tahapan-tahapan regresi
Membaca hasil regresi
Menyebutkan asumsi-asumsi.
Membedakan dengan regresi linier sederhana

68
BAB IV

REGRESI LINIER BERGANDA

Pengertian Regresi linier Berganda


Pada bab sebelumnya telah dibahas tentang regresi
linier dengan 2 (dua) variabel (yaitu variabel Y dan X)
atau biasa disebut dengan single linier regression. Pada
bab ini jumlah variabel yang digunakan akan ditambah
menjadi lebih banyak, yaitu satu variabel Y dan jumlah
variabel X nya lebih dari 1 (satu) variabel. Artinya,
variabel X bisa berjumlah 2, 3, atau lebih. Jumlah X yang
lebih dari satu tersebut terkenal dengan istilah Regresi
Linier Berganda atau multiple linier regression.
Bertambahnya jumlah variabel X hingga lebih dari
satu sangat memungkinkan, karena dalam keilmuan sosial
semua faktor-vaktor atau variabel-variabel saling
berkaitan satu dengan lainnya. Sebagai misal, munculnya
inflasi tentu tidak hanya dipengaruhi oleh bunga deposito
(budep) saja seperti yang telah diterangkan di atas, tetapi
sangat mungkin dipengaruhi oleh faktor lain seperti
perubahan nilai tukar (kurs), jumlah uang beredar,
kelangkaan barang, dan lain-lain.
Sebagaimana dalam teori inflasi, inflasi dapat
digolongkan sebagai inflasi karena tarikan permintaan dan
inflasi desakan biaya. Inflasi tarikan permintaan terjadi
apabila masyarakat banyak memegang uang. Tentu secara
singkat dapat diartikan bahwa terdapat jumlah kelebihan
jumlah uang beredar yang ada di masyarakat. Selain itu
dapat pula disebabkan ekspektasi masyarakat akibat
adanya perubahan nilai tukar uang. Seperti yang pernah
terjadi di Indonesia dalam kurun waktu pertengahan Juni

69
1997 hingga 2003, gerakan lonjakan inflasi ternyata
terjadi pula pada gerakan lonjakan nilai tukar rupiah
(IDR) terhadap dollar Amerika Serikat (USD). Inflasi
desakan biaya mempunyai sebab yang hampir serupa.
Inflasi jenis ini terjadi akibat melonjaknya harga-harga
faktor produksi. Kalau ditelusuri, melonjaknya harga-
harga faktor produksi dapat disebabkan banyak hal seperti
semakin langkanya jenis barang, tuntutan kenaikan gaji
pekerja, semakin mahalnya ongkos transportasi, atau bisa
juga disebabkan oleh adanya perubahan nilai tukar mata
uang juga. Dari uraian singkat ini dapat disimpulkan
bahwa pemicu terjadinya inflasi desakan biaya karena
perubahan pada sisi supply, sedang inflasi tarikan
permintaan disebabkan perubahan pada sisi demand.
Berbagai alasan yang dijelaskan di atas, maka
untuk semakin memperjelas perihal terjadinya inflasi,
dapat dicoba menambah satu variabel penduga (X2) yaitu
Kurs, yang menggambarkan nilai tukar IDR terhadap
USD, pada kurun waktu yang sama dengan data
sebelumnya yaitu antara Januari 2001 hingga Oktober
2002. Karena jumlah variabel X tidak lagi satu melainkan
sudah dua, maka analisa yang akan digunakan adalah
analisa regresi linier berganda. Dengan bertambahnya
variabel Kurs sebagai variabel penduga, maka data yang
dianalisis pun bertambah hingga menjadi sebagai berikut:

70
X1 Y X2
(Budep) (Inflasi) (Kurs)
13.06 8.28 9433.25
13.81 9.14 9633.78
13.97 10.62 10204.7
13.79 10.51 11074.75
14.03 10.82 11291.19
14.14 12.11 11294.3
14.39 13.04 10883.57
14.97 12.23 8956.59
15.67 13.01 9288.05
15.91 12.47 10097.91
16.02 12.91 10554.86
16.21 12.55 10269.42
16.19 14.42 10393.82
15.88 15.13 10237.42
15.76 14.08 9914.26
15.55 13.3 9485.82
15.16 12.93 9115.05
14.85 11.48 8688.65
14.22 10.05 8964.7
13.93 10.6 8928.41
13.58 10.48 8954.43
13.13 10.33 9151.73
324.22 260.49 216816.7

Perubahan model dari bentuk single ke dalam bentuk


multiple mengalami beberapa perubahan, meliputi: 1)
jumlah variabel penjelasnya bertambah, sehingga
spesifikasi model dan data terjadi penambahan. 2) rumus
penghitungan nilai b mengalami perubahan, 3) jumlah
degree of freedom dalam menentukan nilai t juga berubah.

71
Model Regresi Linier Berganda
Penulisan model regresi linier berganda merupakan
pengembangan dari model regresi linier tunggal.
Perbedaannya hanya terdapat pada jumlah variabel X saja.
Dalam regresi linier tunggal hanya satu X, tetapi dalam
regresi linier berganda variabel X lebih dari satu. Model
regresi linier umumnya dituliskan sebagai berikut:
Populasi: Y = A + B1X1 + B2X2 + B3X3 + ………+
BnXn + e
Atau Y = B0 + B1X1 + B2X2 + B3X3 + ………+
BnXn + e
Sampel : Y = a + b1X1 + b 2X2 + b 3X3 + ………+ b nXn
+e
Atau Y = b0 + b1X1 + b 2X2 + b 3X3 + ………+ b
nXn + e

Perlu diingat bahwa penulisan model sangat


beragam. Hal ini dapat dimengerti karena penulisan
model sendiri hanya bertujuan sebagai teknik anotasi
untuk memudahkan interpretasi. Penulisan cara di atas
adalah bentuk model yang sering dijumpai dalam
beberapa literatur. Notasi model seperti itu tentu berbeda
dengan notasi model Yale 16. Apabila kita ingin
menganalisis pengaruh Budep dan Kurs terhadap Inflasi
dengan mengacu model Yale, maka notasi model menjadi
seperti berikut:
Populasi: Y = B1.23 + B12.3X2i + B13.2X3i + e
Sampel : Y = b1.23 + b12.3X2i + b13.2X3i + e

16
G.U. Yale, On the Theory of Correlation for any Number of Variables, Treated
by a new System of Notation, Preceeding of Royal Society, A, Vol.79, 1970.

72
Notasi model Yale ini mempunyai spesifikasi dalam
menandai variabel terikat yang selalu dengan angka 1.
Untuk variabel bebas notasinya dimulai dari angka 2, 3, 4,
dan seterusnya. 17 Notasi b1.23 berarti nilai perkiraan Y
kalau X2 dan X3 masing-masing sama dengan 0 (nol).
Notasi b12.3 berarti besarnya pengaruh X2 terhadap Y jika
X3 tetap.
Notasi b13..2 berarti besarnya pengaruh X3 terhadap Y jika
X2 tetap.

Penulisan model dengan simbol Y untuk variabel


dependen, dan X untuk variabel independen, saat ini
mulai ada penyederhanaan lagi, yang intinya untuk
semakin memudahkan interpretasi. Berdasar pada
keinginan mempermudah dalam mengingat variabel yang
akan dibahas, maka notasi model dapat pula ditulis
sebagai berikut:
Inflasi = b0 + b1Budep + b2 Kurs + ε
............................... (Pers.f.2)
Penulisan dengan gaya seperti ini ternyata sekarang lebih
disukai oleh penulis-penulis saat ini, karena memberikan
kemudahan bagi para pembacanya untuk tidak mengingat-
ingat arti dari simbol X yang dituliskan, tetapi cukup
dengan melihat nama variabelnya. Dengan pertimbangan
tersebut maka cara ini nanti juga akan banyak digunakan
dalam pembahasan selanjutnya.

Penghitungan Nilai Parameter


Penggunaan metode OLS dalam regresi linier
berganda dimaksudkan untuk mendapatkan aturan dalam
17
Penulisan model seperti ini ditemui pula dalam buku-buku karya Gujarati

73
mengestimasi parameter yang tidak diketahui. Prinsip
yang terkandung dalam OLS sendiri adalah untuk
meminimalisasi perbedaan jumlah kuadrat kesalahan (sum
of square) antara nilai observasi Y dengan Yˆ . Secara
matematis, fungsi minimalisasi sum of square ditunjukkan
dalam rumus:
n

∑ e 2 (b0, b1,b2) = ∑ (Y − Yˆ )
n=1
2

n
= ∑ (Y − b
n=1
0 − b1 X 1 − b2 X 2 ) 2

Untuk mendapatkan estimasi least square b0, b1,b2


minimum, dapat dilakukan melalui cara turunan parsial
(partially differentiate) dari formula di atas, sebagai
berikut:

∂∑ e 2
= 2nb0 + 2b1 ∑ X 1 + 2b2 ∑ X 2 − 2∑ Y
∂b0

∂∑ e 2
= 2b0 ∑ X 1 + 2b1 ∑ X 12 + 2b2 ∑ X 1 X 2 − 2∑ X 1Y
∂b1

∂∑ e 2
= 2b0 ∑ X 2 + 2b1 ∑ X 1 X 2 + 2b2 ∑ X 22 − 2∑ X 2Y
∂b2

Jadikan nilai-nilai turunan parsial di atas menjadi sama


dengan 0 (nol), dengan cara membagi dengan angka 2,
hingga menjadi:
nb0 + ∑ X 1b1 + ∑ X 2 b2 = ∑Y
∑X b +∑X
1 0 b + ∑ X 1 X 2 b2
2
1 1 =∑X Y 1

74
∑X b + ∑ X 1 X 2 b1 + ∑ X 22 b2 = ∑ X 2Y
2 0

Untuk menyederhanakan rumus paling atas dilakukan


pembagian dengan n, sehingga memperoleh rumus baru
sebagai berikut:
b0 + b1 X 1 + b2 X 2 = Y

b0 = Y − b1 X 1 − b2 X 2

Kalau kita notasikan:


y = Y −Y
x1 = X 1 − X 1
x2 = X 2 − X 2

maka b1 dan b2 dapat dicari dengan rumus:

(∑ x1 y )(∑ x 22 ) − (∑ x 2 y )(∑ x1 x 2 )
b1 =
(∑ x12 )(∑ x 22 ) − (∑ x1 x 2 ) 2

(∑ x 2 y)(∑ x12 ) − (∑ x1 y)(∑ x1 x 2 )


b2 =
(∑ x12 )(∑ x 22 ) − (∑ x1 x 2 ) 2

Telah dikemukaan di atas bahwa pencarian nilai b


pada single linier berbeda dengan multiple linier.
Perbedaan ini muncul karena jumlah variabel penjelasnya
bertambah. Semakin banyaknya variabel X ini maka
kemungkinan-kemungkinan yang menjelaskan model juga
mengalami pertambahan. Dalam single linier
kemungkinan perubahan variabel lain tidak terjadi, tetapi
dalam multiple linier hal itu terjadi. Misalnya, Jika terjadi

75
perubahan pada X1, meskipun X2 konstan, akan mampu
merubah nilai harapan dari Y. Begitu pula, perubahan
pada X2, meskipun X1 konstan, akan mampu merubah
nilai harapan dari Y. Perubahan yang terjadi pada X1 atau
X2 tentu mengakibatkan perubahan nilai harapan Y atau
E(Y/X1,X2) yang berbeda. Oleh karena itu pencarian nilai
b mengalami perubahan.
Guna mengetahui seberapa besar kontribusi X1
terhadap perubahan Y, tentu perlu untuk melakukan
kontrol pengaruh dari X2. Begitu pula, untuk mengetahui
kontribusi X2, maka perlu juga melakukan kontrol
terhadap X1. Dari sini dapat timbul pertanyaan,
bagaimana caranya mengontrolnya? Untuk menjawabnya,
perlu ilustrasi secara konkrit agar mudah dipahami.
Misalnya kita hendak mengontrol pengaruh linier X2
ketika melakukan pengukuran dampak dari perubahan X1
terhadap Y, maka dapat melakukan langkah-langkah
sebagai berikut:

Tahap pertama: lakukan regresi Y terhadap X2.

Y = b0 + b2 X2 + e1

Dimana e1 merupakan residual, yang besarnya:

e1 = Y – b0 – b2X2
= Y- Yˆ

Tahap kedua: lakukan regresi X1 terhadap X2

X1 = b0 + b2 X2 + e2

Dimana e1 merupakan residual, yang besarnya:

76
e2 = X1 – b0 – b2X2
= X1- X̂

Tahap ketiga: lakukan regresi e1 terhadap e2

e1 = a0 + a1e2 +e3

Besarnya a1 pada tahap ketiga inilah yang


merupakan nilai pasti atau net effect dari perubahan satu
unit X1 terhadap Y, atau menunjukkan kemiringan (slope)
garis Y atas variabel X1.
Logika dari teori tersebut yang mendasari rumus
yang dapat digunakan untuk menentukan koefisien regresi
parsial (partial regression coefficients) (baca: b1, b2).
Dengan memanfaatkan data yang telah tersedia, kita dapat
pula menentukan nilai b1 variabel Budep maupun b2
variabel Kurs. Pencarian koefisien regresi tersebut dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus yang telah
ditentukan di atas. Guna mempermudah dalam
memasukkan angka-angka ke dalam rumus, maka data
yang ada perlu diekstensifkan sesuai dengan kebutuhan
rumus tersebut. Hasil ekstensifikasi dari beberapa rumus
yang dicari sebagai berikut:
(∑ X 1 ) 2
∑x 2
1 =∑X − 1
2

n
(∑ X 2 ) 2
∑ x22 = ∑ X 22 − n
(∑ X 1 )(∑ Y )
∑ x y = (∑ X Y ) −
1 1
n
(∑ X 2 )(∑ Y )
∑x 2 y = (∑ X 2 Y ) −
n

77
(∑ X 1 )(∑ X 2 )
∑x x 1 2 = (∑ X 1 X 2 ) −
n

Dengan menggunakan rumus-rumus tersebut di


atas, maka nilai total masing-masing komponen rumus
yang dikembangkan adalah tertera sebagai berikut:

X1 Y X2 ∑x 2
1 ∑x 2
2 ∑x y ∑x1 2 y ∑x x1 2

324.22 260.49 216,816.70 22.40 14,318,503.69 32.48 7,274.46 2,227.72

Berdasarkan data-data yang tertera dalam tabel di


atas, maka nilai b0, b1, dan b2 dapat ditentukan, melalui
pencarian menggunakan rumus-rumus sebagai berikut:
Rumus untuk mencari nilai b1 (pada model multiple
regression) adalah:
(∑ x1 y)(∑ x 22 ) − (∑ x 2 y)(∑ x1 x 2 )
b1=
(∑ x12 )(∑ x 22 ) − (∑ x1 x 2 ) 2

Rumus untuk mencari nilai b2 (pada model multiple


regression) adalah:
(∑ x 2 y)(∑ x12 ) − (∑ x1 y)(∑ x1 x 2 )
b2 =
(∑ x12 )(∑ x 22 ) − (∑ x1 x 2 ) 2

Rumus untuk mencari nilai b0 (pada model multiple


regression) adalah:
b0 = Y − b1 X 1 − b2 X 2

Dengan menggunakan rumus pencarian b1 di atas,


maka diketahui bahwa nilai b1 adalah:

78
(∑ x1 y)(∑ x 22 ) − (∑ x 2 y)(∑ x1 x 2 )
b1 =
(∑ x12 )(∑ x 22 ) − (∑ x1 x 2 ) 2

(32.49)(14.318.503,70) − (7.274,64)(2.227,72)
=
(22,41)(14.318.503,70) − (2.227,72) 2
465.208.185,21 − 16.205.861,02
=
320.877.667,92 − 4.962.736,40
449.002.324,19
=
315.914.931,52
b1 = 1,421

Dengan menggunakan rumus pencarian b2 di atas,


maka diketahui bahwa nilai b2 adalah:

(∑ x 2 y)(∑ x12 ) − (∑ x1 y)(∑ x1 x 2 )


b2 =
(∑ x12 )(∑ x 22 ) − (∑ x1 x 2 ) 2

(7.274,64)(22.41) − (32.49)(2.227,72)
=
(22.41)(14.318.503,70) − (2.227.72) 2
163.024,68 − 72.378,62
=
320.877.667,92 − 4.962.736,40
90.646,06
=
315.914.931,52
= 0,0002869 atau dapat ditulis dengan 2,869E-04

Dengan menggunakan rumus pencarian b0 di atas,


maka diketahui bahwa nilai b0 adalah:
b0 = Y − b1 X 1 − b2 X 2

79
= 11,84-1,421(14,73)-0,0002869(9.855,30)
= 11,84-20,93,2,827
= -11,917

Nilai dari parameter b1 dan b2 merupakan nilai dari


suatu sampel. Nilai b1 dan b2 tergantung pada jumlah
sampel yang ditarik. Penambahan atau pengurangan akan
mengakibatkan perubahan rentangan nilai b. Perubahan
rentang nilai b1 dan b2 diukur dengan standar error.
Semakin besar standar error mencerminkan nilai b
sebagai penduga populasi semakin kurang representatif.
Sebaliknya, semakin kecil standar error maka keakuratan
daya penduga nilai b terhadap populasi semakin tinggi.
Perbandingan antara nilai b dan standar error ini
memunculkan nilai t, yang dapat dirumuskan sebagai
berikut:
b
t=
Sb

dimana:
b = nilai parameter
Sb = standar error dari b. Jika b sama dengan 0 (b=0) atau
Sb bernilai sangat besar, maka nilai t akan sama dengan
atau mendekati 0 (nol).
Untuk dapat melakukan uji t, perlu menghitung besarnya
standar error masing-masing parameter ( baik b0, b1, b2),
seperti diformulakan Gujarati (1995:198-199) sebagai
berikut:

⎡ 1 X 12 ∑ x 22 + X 22 ∑ x12 − 2X 1 X 2 ∑ x1 x 2 ⎤ ∑ E 2
S b0 = ⎢ + ⎥
⎢⎣ n ∑ x12 ∑ x22 − (∑ x1 x2 ) 2 ⎦⎥ n − 3

80
S b1 =
∑x 2
2 ∑E 2

(∑ x12 )(∑ x 22 ) − (∑ x1 x 2 ) 2 n − 3

S b2 =
∑x 2
1 ∑E 2

(∑ x12 )(∑ x 22 ) − (∑ x1 x 2 ) 2 n − 3

Rumus-rumus di atas, dapat kita masuki dengan


angka-angka yang tertera pada tabel, hanya saja belum
semuanya dapat terisi. Kita masih memerlukan lagi angka
untuk mengisi rumus ∑ e 2 . Untuk dapat mengisi rumus
tersebut, perlu terlebih dulu mencari nilai e. Nilai e adalah
standar error yang terdapat dalam persamaan regresi.
Perhatikan persamaan regresi:
Y = b0 + b1X1 + b2 X2 + e
atau
Inflasi = b0 + b1Budep + b2 Kurs + e
Secara matematis, dari persamaan regresi di atas nilai e
dapat diperoleh, dengan cara mengubah posisi tanda
persamaan hingga menjadi:
e = Y- (b0 + b1X1 + b2 X2)
Dengan memasukkan nilai b0, b1, b2, yang telah
didapatkan, dan X1i, X2i, yang ada pada data, maka nilai
total e dapat terlihat pada tabel berikut:

81
X1 Y X2 B0 B1 B2 e e^2
13.06 8.28 9433.25 -11.933 1.421 0.000287 -1.05 1.11
13.81 9.14 9633.78 -11.933 1.421 0.000287 -1.31 1.73
13.97 10.62 10204.70 -11.933 1.421 0.000287 -0.23 0.05
13.79 10.51 11074.75 -11.933 1.421 0.000287 -0.33 0.11
14.03 10.82 11291.19 -11.933 1.421 0.000287 -0.42 0.18
14.14 12.11 11294.30 -11.933 1.421 0.000287 0.71 0.50
14.39 13.04 10883.57 -11.933 1.421 0.000287 1.40 1.97
14.97 12.23 8956.59 -11.933 1.421 0.000287 0.32 0.10
15.67 13.01 9288.05 -11.933 1.421 0.000287 0.01 0.00
15.91 12.47 10097.91 -11.933 1.421 0.000287 -1.10 1.21
16.02 12.91 10554.86 -11.933 1.421 0.000287 -0.95 0.90
16.21 12.55 10269.42 -11.933 1.421 0.000287 -1.50 2.24
16.19 14.42 10393.82 -11.933 1.421 0.000287 0.37 0.13
15.88 15.13 10237.42 -11.933 1.421 0.000287 1.56 2.43
15.76 14.08 9914.26 -11.933 1.421 0.000287 0.77 0.60
15.55 13.3 9485.82 -11.933 1.421 0.000287 0.41 0.17
15.16 12.93 9115.05 -11.933 1.421 0.000287 0.71 0.50
14.85 11.48 8688.65 -11.933 1.421 0.000287 -0.18 0.03
14.22 10.05 8964.70 -11.933 1.421 0.000287 -0.80 0.63
13.93 10.6 8928.41 -11.933 1.421 0.000287 0.18 0.03
13.58 10.48 8954.43 -11.933 1.421 0.000287 0.55 0.30
13.13 10.33 9151.73 -11.933 1.421 0.000287 0.98 0.96
324.22 260.49216816.70 -11.933 1.421 0.000287 0.09 15.90

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai total nilai e


adalah sebesar 0.09, sedangkan total nilai e2 adalah
sebesar 15,90. Berdasarkan angka yang didapatkan
tersebut, maka standar error b0, b1, b2, dapat dicari
menggunakan rumus yang ada hingga hasil
penghitungannya tertera sebagai berikut:

82
Mencari Sb0.
⎡ 1 X 12 ∑ x 22 + X 22 ∑ x12 − 2X 1 X 2 ∑ x1 x 2 ⎤ ∑ e 2
S b0 = ⎢ + ⎥
⎢⎣ n ∑ x12 ∑ x22 − (∑ x1 x2 ) 2 ⎥⎦ n − 3

⎡1 (14,74) 2 (14.318 .503,69) + (9.855,3) 2 (22,40) − 2(14,74)(9.855,3)(2.227 ,72) ⎤ 15,90


⎢ + ⎥
⎣ 22 (22,40)(14.318 .503,69) − (2.227 ,72) 2 ⎦ 22 − 3

=
⎡ 1 3.110.946.932,32 + 2.175.643.413,22 − 647.228.946,04 ⎤ 15,90
⎢ + 320.734.482.66 − 4.962.736,40 ⎥
⎣ 22 ⎦ 19

⎡ 1 4.639.361.399,50 ⎤ 15,90
= ⎢ 22 + 315.771.746,26 ⎥ 19
⎣ ⎦

= (0.045 + 14,69) (0,84)


= 3,84 (0,84) = 3,226

Mencari Sb1.

S b1 =
∑x 2
2 ∑e 2

(∑ x12 )(∑ x 22 ) − (∑ x1 x 2 ) 2 n − 3

⎡ 14.318.503,69 ⎤ 15,9
= ⎢ 2 ⎥
⎣ (22,40)(14.318.503,69) − (2.227,72) ⎦ 19

14.318.503,69
= (0,84)
315.771.746,26

83
= 0,045(0.84)
= 0,213 x 0,84
= 0,179

Mencari Sb2:

Sb2 =
∑x 2
1 ∑e 2

(∑ x12 )(∑ x 22 ) − (∑ x1 x 2 ) 2 n − 3

⎡ 22,40 ⎤ 15,9
= ⎢ 2 ⎥
⎣ (22,40)(14.318.503,69) − (2.227,72) ⎦ 19

22,40
= (0,84)
315.771.746,26

= 0,000000070(0.84)
= 0,000266 x 0,84
= 0,000223

Setelah diketahui semua nilai standar error (Sb0, Sb1, Sb2)


melalui penggunaan rumus-rumus di atas, maka nilai t
untuk masing-masing parameter dapat diperoleh, karena
nilai t merupakan hasil bagi antara b dengan Sb. Pencarian
nilai t mempunyai kesamaan dengan model regresi linier
sederhana, hanya saja pencarian Sb nya yang berbeda.
Pencarian masing-masing nilai t dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Mencari nilai statistik tb0:

84
b0
tb0 =
Sb 0

Mencari nilai statistik tb1:


b1
t b1 =
S b1

Mencari nilai statistik tb2:


b2
tb2 = ;
Sb 2

Dengan menggunakan rumus-rumus di atas, maka nilai tb0


adalah:

−11,917
tb0 = = -3,694
3,226
dan nilai tb1 adalah:
1,421
t b1 = =7,938
0,179
sedangkan nilai tb2 adalah:
0,0002869
tb2 = = 1,284
0,0002234

dengan diketahuinya nilai t hitung masing-masing


parameter, maka dapat digunakan untuk mengetahui
signifikan tidaknya variabel penjelas dalam
mempengaruhi variabel terikat. Untuk dapat mengetahui
apakah signifikan atau tidak nilai t hitung tersebut, maka
perlu membandingkan dengan nilai t tabel. Apabila nilai t
hitung lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel, maka
variabel penjelas tersebut signifikan. Sebaliknya, jika nilai

85
t hitung lebih kecil darit tabel, maka variabel penjelas
tersebut tidak signifikan.
Karena nilai tb1 adalah sebesar 7,938, yang berarti
lebih besar dibanding nilai tabel pada α=5% dengan df 19
yang besarnya 2,093, maka dapat dipastikan bahwa
variabel budep secara individual signifikan
mempengaruhi inflasi. Sedangkan nilai tb2 yang besarnya
1,284 adalah lebih kecil dibandingkan dengan nilai t tabel
pada α =5% dengan df 19 yang besarnya 2,093, maka
dapat dipastikan bahwa variabel Kurs secara individual
tidak signifikan mempengaruhi inflasi.
Pengujian kedua nilai t dapat dijelaskan dalam
bentuk gambar sebagai berikut:

Daerah diterima
7,938 Daerah ditolak
t α /2; (n-k-1) (+)
2,093
Gb.3.2. Daerah Uji t Variabel Budep

Daerah diterima
Daerah ditolak
1,284
t α /2; (n-k-1) (+)
2,093
Gb.3.2. Daerah Uji t Variabel Kurs

86
Bantuan dengan SPSS

Tahapan-tahan yang dilalui untuk melakukan regresi linier


berganda dengan penghitungan-penghitungan nilai a, b, Sb di atas,
dapat dilakukan dengan bantuan SPSS dengan tahapan sebagai
berikut:
• Pastikan data SPSS sudah siap
• Lakukan regresi, caranya: pilih Analyze, Reression, Linear

• Masukkan variabel Y ke kotak variabel dependen, dan


variabel X1 dan X2 ke kotak variabel Independen,
kemudian klik OK.

87
• Hasil regresi akan tampak dalam output regression yang
menunjukkan tabel: model summary (memuat R2), ANOVA
(memuat nilai F), Coefficient (memuat nilai t).

Model Summary

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R Square the Estimate
1 .867a .752 .726 .9148
a. Predictors: (Constant), X2, X1

ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 48.261 2 24.130 28.836 .000a
Residual 15.899 19 .837
Total 64.160 21
a. Predictors: (Constant), X2, X1
b. Dependent Variable: Y

88
Coefficientsa

Standardi
zed
Unstandardized Coefficien
Coefficients ts
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -11.933 3.511 -3.399 .003
X1 1.421 .195 .840 7.298 .000
X2 2.869E-04 .000 .136 1.177 .254
a. Dependent Variable: Y

Catatan:
• Nilai a, b1, b2, antara hitungan manual dengan hitungan
SPSS terdapat sedikit perbedaan angka di belakang koma.
Ini disebabkan oleh pembulatan angka saat penghitungan.
• Angka 2.869E-04 dibaca 0,0002869

89
Koefisien Determinasi (R2)

Disamping menguji signifikansi dari masing-


masing variabel, kita dapat pula menguji determinasi
seluruh variabel penjelas yang ada dalam model regresi.
Pengujian ini biasanya disimbolkan dengan koefisien
regresi yang biasa disimbolkan dengan R2. Uraian tentang
koefisien determinasi sedikit banyak telah disinggung
pada single linier regression. Pada sub bahasan ini hanya
menambah penjelasan-penjelasan agar menjadi lebih
lengkap saja.
Koefisien determinasi pada dasarnya digunakan
untuk mengkur goodness of fit dari persamaan regresi,
melalui hasil pengukuran dalam bentuk prosentase yang
menjelaskan determinasi variabel penjelas (X) terhadap
variabel yang dijelaskan (Y). Koefisien determinasi dapat
dicari melalui hasil bagi dari total sum of square (TSS)
atau total variasi Y terhadap explained sum of square
(ESS) atau variasi yang dijelaskan Y. Dengan demikian
kita dapat mendefinisikan lagi R2 dengan arti rasio antara
variasi yang dijelaskan Y dengan total variasi Y. Rumus
tersebut adalah sebagai berikut:

ESS
R2 =
TSS

Total variasi Y (TSS) dapat diukur menggunakan


derajat deviasi dari masing-masing observasi nilai Y dari
rata-ratanya. Hasil pengukuran ini kemudian dijumlahkan
hingga mencakup seluruh observasi. Jelasnya:
n
TSS = ∑ (Y
t =1
t − Y )2

90
Nilai explained sum of square (ESS) atau variasi
yang dijelaskan Y didapat dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
n
ESS = ∑ (Yˆ − Y )
t −1
t
2

Jadi, rumus di atas dapat pula dituliskan menjadi


sebagai berikut:

R2 =
∑ (Yˆ − Y ) 2

∑ (Y − Y ) 2

dimana:
Ŷ (baca: Y cap) adalah nilai perkiraan Y atau estimasi
garis regresi.
Y (baca: Y bar) adalah nilai Y rata-rata.
Y cap diperoleh dengan cara menghitung hasil
regresi dengan memasukkan nilai parameter dan data
variabel. Penghitungan nilai Y cap menjadi penting untuk
dilakukan agar mempermudah kita dalam menggunakan
rumus R2 yang telah ditentukan di atas. Sebagai contoh
menghitung Y cap, berikut ini dihitung nilai Y cap pada
observasi 1.
Hasil regresi adalah:
Y = -11,917 + 1,421 (X1) + 0,0002869(X2)
Jika observasi nomor 1 (satu) kita hitung, dimana X1=
13,06 dan X2 = 9.433,25, maka nilai Yˆ1 = -11,917 + 1,421
(13,06) + 0,0002869(9.433,25)
= 9,438

91
Hasil hitungan Y cap individual maupun total, beserta
ekstensinya diperlukan untuk menyesuaikan dengan
rumus mencari R2. Hasil perhitungan dan pengembangan
data selengkapnya tertera dalam tabel sebagai berikut:

Yˆ − Y (Y − Y ) Y − Y (Y − Y )
ˆ 2 2
X1 Y X2 B0 B1 B2 Yˆ
13.06 8.28 9433.25 -11.933 1.421 0.000287 9.348 -2.493 6.214 -3.561 12.677
13.81 9.14 9633.78 -11.933 1.421 0.000287 10.471 -1.370 1.876 -2.701 7.293
13.97 10.62 10204.70 -11.933 1.421 0.000287 10.862 -0.978 0.957 -1.221 1.490
13.79 10.51 11074.75 -11.933 1.421 0.000287 10.856 -0.985 0.969 -1.331 1.770
14.03 10.82 11291.19 -11.933 1.421 0.000287 11.259 -0.581 0.338 -1.021 1.041
14.14 12.11 11294.30 -11.933 1.421 0.000287 11.416 -0.424 0.180 0.269 0.073
14.39 13.04 10883.57 -11.933 1.421 0.000287 11.654 -0.187 0.035 1.200 1.439
14.97 12.23 8956.59 -11.933 1.421 0.000287 11.925 0.085 0.007 0.390 0.152
15.67 13.01 9288.05 -11.933 1.421 0.000287 13.015 1.174 1.379 1.170 1.368
15.91 12.47 10097.91 -11.933 1.421 0.000287 13.588 1.748 3.054 0.630 0.396
16.02 12.91 10554.86 -11.933 1.421 0.000287 13.876 2.035 4.142 1.070 1.144
16.21 12.55 10269.42 -11.933 1.421 0.000287 14.064 2.223 4.943 0.710 0.503
16.19 14.42 10393.82 -11.933 1.421 0.000287 14.071 2.230 4.975 2.580 6.654
15.88 15.13 10237.42 -11.933 1.421 0.000287 13.586 1.745 3.045 3.290 10.821
15.76 14.08 9914.26 -11.933 1.421 0.000287 13.322 1.482 2.196 2.240 5.015
15.55 13.3 9485.82 -11.933 1.421 0.000287 12.901 1.061 1.125 1.460 2.130
15.16 12.93 9115.05 -11.933 1.421 0.000287 12.240 0.400 0.160 1.090 1.187
14.85 11.48 8688.65 -11.933 1.421 0.000287 11.678 -0.163 0.027 -0.361 0.130
14.22 10.05 8964.70 -11.933 1.421 0.000287 10.862 -0.979 0.958 -1.791 3.206
13.93 10.6 8928.41 -11.933 1.421 0.000287 10.439 -1.401 1.964 -1.241 1.539
13.58 10.48 8954.43 -11.933 1.421 0.000287 9.949 -1.891 3.577 -1.361 1.851
13.13 10.33 9151.73 -11.933 1.421 0.000287 9.366 -2.474 6.121 -1.511 2.282
324.22 260.49 216816.70 -11.933 1.421 0.000287 260.747 0.256 48.243 -0.001 64.160

Dengan menggunakan angka-angka yang terdapat dalam


tabel di atas, maka nilai R2 dapat ditentukan. Adapun
rumus untuk mencari nilai R2 adalah sebagai berikut:

R 2
=
∑ (Yˆ − Y ) 2

∑ (Y − Y ) 2

92
dengan demikian nilai R2 dari model yang ada adalah
sebesar:
48,243
R2 =
64,160
R2 = 0,751

Nilai R2 sebesar 0,751 tersebut menunjukkan arti bahwa


determinasi variabel Budep (X1) dan Kurs (X2) dalam
mempengaruhi inflasi (Y) adalah sebesar 75,1%. Nilai
sebesar ini mengindikasikan bahwa model yang
digunakan dalam menjelaskan variabel Y cukup baik,
karena mencapai 75,1%. Sisanya sebesar 24,1%
dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam
model.

Uji F
Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa dalam
regresi linier berganda variabel penjelasnya selalu
berjumlah lebih dari satu. Untuk itu, maka pengujian
tingkat signifikansi variabel tidak hanya dilakukan secara
individual saja, seperti dilakukan dengan uji t, tetapi dapat
pula dilakukan pengujian signifikansi semua variabel
penjelas secara serentak atau bersama-sama. Pengujian
secara serentak tersebut dilakukan dengan teknik analisis
of variance (ANOVA) melalui pengujian nilai F hitung
yang dibandingkan dengan nilai F tabel. Oleh karena itu
disebut pula dengan uji F.
Pada prinsipnya, teknik ANOVA digunakan untuk
menguji distribusi atau variansi means dalam variabel
penjelas apakah secara proporsional telah signifikan
menjelaskan variasi dari variabel yang dijelaskan. Untuk
memastikan jawabannya, maka perlu dihitung rasio antara

93
variansi means (variance between means) yang
dibandingkan dengan variansi di dalam kelompok
variabel (variance between group). Hasil pembandingan
keduanya itu (rasio antara variance between means
terhadap variance between group) menghasilkan nilai F
hitung, yang kemudian dibandingkan dengan nilai F tabel.
Jika nilai F hitung lebih besar dibanding nilai F tabel,
maka secara serentak seluruh variabel penjelas yang ada
dalam model signifikan mempengaruhi variabel terikat Y.
Sebaliknya, jika nilai F hitung lebih kecil dibandingkan
dengan nilai F tabel, maka tidak secara serentak seluruh
variabel penjelas yang ada dalam model signifikan
mempengaruhi variabel terikat Y.
Atau secara ringkas dapat dituliskan sebagai berikut:
F ≤ Fα ;( k −1);( n − k ) Æ berarti tidak signifikan Æ atau H0
diterima
F > Fα ;( k −1);( n−k ) Æ berarti signifikan Æ atau H0 ditolak

H0 diterima atau ditolak, adalah merupakan suatu


keputusan jawaban terhadap hipotesis yang terkait dengan
uji F, yang biasanya dituliskan dalam kalimat sebagai
berikut:
H0 : b1 = b2 = 0 Variabel penjelas secara serentak tidak
signifikan mempengaruhi variabel yang
dijelaskan.
H0 : b1 ≠ b2 ≠ 0 Variabel penjelas secara serentak
signifikan mempengaruhi variabel yang
dijelaskan.
Karena uji F adalah membandingkan antara nilai F hitung
dengan nilai F tabel, maka penting untuk mengetahui
bagaimana mencari nilai F hitung ataupun nilai F tabel.

94
Nilai F hitung dapat dicari dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
R 2 /(k − 1)
F=
(1 − R 2 ) /( n − k )

Sedangkan nilai F tabel telah ditentukan dalam tabel.


Yang penting untuk diketahui adalah bagaimana cara
membaca tabelnya. Seperti yang telah dituliskan pada
pembandingan antara nilai F hitung dan nilai F tabel di
atas, diketahui bahwa F tabel dituliskan Fα;k-1; (n-k).
Arti dari tulisan tersebut adalah:
• Simbol α menjelaskan tingkat signifikansi (level of
significance) (apakah pada α =0,05 atau α =0,01
ataukah α =0,10, dan seterusnya).
• Simbol (k-1) menunjukkan degrees of freedom for
numerator.
• Simbol (n-k) menunjukkan degrees of freedom for
denominator.
Guna melengkapi hasil analisis data yang
dicontohkan di atas, kita dapat menghitung nilai F
berdasarkan rumus. Nilai F dari model tersebut ternyata
besarnya adalah:
R 2 /(k − 1)
F=
(1 − R 2 ) /( n − k )
(0,751) /(3 − 1)
=
(1 − 0,751) /(22 − 3)
0.3755
= = 28.66
0.0131

95
Dari hasil penghitungan di atas diketahui bahwa nilai
F hitung adalah sebesar 28,66. Nilai ini lebih besar
dibanding dengan nilai F tabel pada α = 0,05 dengan (k-1)
= 2, dan (n-k) = (22-3) = 19 yang besarnya 3,52. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa variabel Budep dan
Kurs secara serentak signifikan mempengaruhi inflasi.
Dengan demikian, maka null hyphothesis ditolak.
Daerah penolakan atau penerimaan hipotesis dapat dilihat
pada gambar berikut ini:

Daerah diterima
Daerah ditolak
F(α; k-1; n-k) F
F0,05;2;19; 3,52
Gb.3.2. Daerah Uji F

-000-

Tugas:
1. Buatlah rangkuman dari pembahasan di atas!
2. Cobalah untuk menyimpulkan maksud dari uraian
bab ini!
3. Lakukanlah perintah-perintah di bawah ini:
a. Coba jelaskan apa yang dimaksud dengan
regresi linier berganda!
b. Coba tuliskan model regresi linier berganda!
c. Coba uraikan arti dari notasi atas model yang
telah anda tuliskan!
d. Jelaskan informasi apa yang dapat diungkap
pada konstanta!

96
e. Jelaskan informasi apa yang dapat diungkap
pada koefisien regresi!
f. Coba sebutkan perbedaan-perbedaan antara
model regresi linier sederhana dengan model
regresi linier berganda!
g. Jelaskan mengapa rumus untuk mencari nilai
b pada model regresi linier erganda berbeda
dengan model regresi linier sederhana!
h. Coba jelaskan apakah pencarian nilai t juga
mengalami perubahan! kenapa?
i. Coba uraikan bagaimana menentukan nilai t
yang signifikan!
j. Jelaskan apa kegunaan nilai F!
k. Bagaimana menentukan nilai F yang
signifikan?
l. Jelaskan apakah rumus dalam mencari
koefisien determinasi pada model regresi
linier berganda berbeda dengan regresi linier
sederhana! kenapa?
m. Jelaskan bagaimana variabel penjelas dapat
dianggap sebagai prediktor terbaik dalam
menjelaskan Y!

97
BAB V

UJI ASUMSI KLASIK

Tujuan Pengajaran:
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan dapat:

Mengerti apa yang dimaksud dengan uji asumsi klasik


Mengerti item-item asumsi
Menjelaskan maksud item-item asumsi
Menyebutkan nama-nama asumsi yang harus dipenuhi
Mengerti apa yang dimaksud dengan autokorelasi
Mengerti apa yang dimaksud dengan Multikolinearitas
Mengerti apa yang dimaksud dengan Heteroskedastisitas
Mengerti apa yang dimaksud dengan Normalitas
Menjelaskan timbulnya masalah-masalah dalam uji
asumsi klasik
Menjelaskan dampak dari autokorelasi,
heteroskedastisitas, multikolinearitas, normalitas
Menyebutkan alat deteksi dari masalah-masalah tersebut
Menggunakan sebagian alat-alat deteksi
Menjelaskan keterkaitan asumsi-asumsi
Menjelaskan konsekuensi-konsekuensi dari Asumsi

98
BAB V

UJI ASUMSI KLASIK

Di muka telah disinggung, baik dalam regresi linier


sederhana maupun dalam regresi linier berganda, bahwa
dalam kedua regresi linier tersebut perlu memenuhi
asumsi-asumsi seperti yang telah di uraikan dalam kedua
bahasan tersebut. Munculnya kewajiban untuk memenuhi
asumsi tersebut mengandung arti bahwa formula atau
rumus regresi diturunkan dari suatu asumsi tertentu.
Artinya, tidak semua data dapat diperlakukan dengan
regresi. Jika data yang diregresi tidak memenuhi asumsi-
asumsi yang telah disebutkan, maka regresi yang
diterapkan akan menghasilkan estimasi yang bias. Jika
hasil regresi telah memenuhi asumsi-asumsi regresi maka
nilai estimasi yang diperoleh akan bersifat BLUE, yang
merupakan singkatan dari: Best, Linear, Unbiased,
Estimator.
Best dimaksudkan sebagai terbaik. Untuk memahami
arti Best, perlu kembali kepada kesadaran kita bahwa
analisis regresi linier digunakan untuk menggambarkan
sebaran data dalam bentuk garis regresi. Dengan kata lain,
garis regresi merupakan cara memahami pola hubungan
antara dua seri data atau lebih. Hasil regresi dikatakan
Best apabila garis regresi yang dihasilkan guna melakukan
estimasi atau peramalan dari sebaran data, menghasilkan
error yang terkecil. Perlu diketahui bahwa error itu
sendiri adalah perbedaan antara nilai observasi dan nilai
yang diramalkan oleh garis regresi. Jika garis regresi
telah Best dan disertai pula oleh kondisi tidak bias
(unbiased), maka estimator regresi akan efisien.
Linear mewakili linear dalam model, maupun linear
dalam parameter. Linear dalam model artinya model yang
digunakan dalam analisis regresi telah sesuai dengan

99
kaidah model OLS dimana variabel-variabel penduganya
hanya berpangkat satu. Sedangkan linear dalam parameter
menjelaskan bahwa parameter yang dihasilkan merupakan
fungsi linear dari sampel. Secara jelas bila diukur dengan
nilai rata-rata.
Unbiased atau tidak bias, Suatu estimator dikatakan
unbiased jika nilai harapan dari estimator b sama dengan
nilai yang benar dari b. Artinya, nilai rata-rata b = b. Bila
rata-rata b tidak sama dengan b, maka selisihnya itu
disebut dengan bias.
Estimator yang efisien dapat ditemukan apabila
ketiga kondisi di atas telah tercapai. Karena sifat estimator
yang efisien merupakan hasil konklusi dari ketiga hal
sebelumnya itu.
Asumsi-asumsi seperti yang telah dituliskan dalam
bahasan OLS di depan, adalah asumsi yang
dikembangkan oleh Gauss dan Markov, yang kemudian
teori tersebut terkenal dengan sebutan Gauss-Markov
Theorem. Serupa dengan asumsi-asumsi tersebut, Gujarati
(1995) merinci 10 asumsi yang menjadi syarat penerapan
OLS, 18 yaitu:
Asumsi 1: Linear regression Model. Model regresi
merupakan hubungan linear dalam parameter.
Y = a + bX +e
Untuk model regresi Y = a + bX + cX2 + e
Walaupun variabel X dikuadratkan, ini tetap merupakan
regresi yang linear dalam parameter sehingga OLS masih
dapat diterapkan.

Asumsi 2: Nilai X adalah tetap dalam sampling yang


diulang-ulang (X fixed in repeated sampling).

18
Dari sepuluh asumsi di atas tidak semuanya perlu diuji. Sebagian cukup hanya
diasumsikan, sedangkan sebagian yang lain memerlukan test.

100
Tepatnya bahwa nilai X adalah nonstochastic
(tidak random).
Asumsi 3: Variabel pengganggu e memiliki rata-rata nol
(zero mean of disturbance). Artinya, garis
regresi pada nilai X tertentu berada tepat di
tengah. Bisa saja terdapat error yang berada di
atas garis regresi atau di bawah garis regresi,
tetapi setelah keduanya dirata-rata harus
bernilai nol.
Asumsi 4: Homoskedastisitas, atau variabel pengganggu e
memiliki variance yang sama sepanjang
observasi dari berbagai nilai X. Ini berarti data
Y pada setiap X memiliki rentangan yang
sama. Jika rentangannya tidak sama, maka
disebut heteroskedastisitas
Asumsi 5: Tidak ada otokorelasi antara variabel e pada
setiap nilai xi dan ji (No autocorrelation
between the disturbance).
Asumsi 6: Variabel X dan disturbance e tidak berkorelasi.
Ini berarti kita dapat memisahkan pengaruh X
atas Y dan pengaruh e atas Y. Jika X dan e
berkorelasi maka pengaruh keduanya akan
tumpang tindih (sulit dipisahkan pengaruh
masing-masing atas Y). Asumsi ini pasti
terpenuhi jika X adalah variabel non random
atau non stochastic.
Asumsi 7: Jumlah observasi atau besar sampel (n) harus
lebih besar dari jumlah parameter yang
diestimasi. Bahkan untuk memenuhi asumsi
yang lain, sebaiknya jumlah n harus cukup
besar. Jika jumlah parameter sama atau bahkan
lebih besar dari jumlah observasi, maka
persamaan regresi tidak akan bisa diestimasi.

101
Asumsi 8: Variabel X harus memiliki variabilitas. Jika
nilai X selalu sama sepanjang observasi maka
tidak bisa dilakukan regresi.
Asumsi 9: Model regresi secara benar telah terspesifikasi.
Artinya, tidak ada spesifikasi yang bias, karena
semuanya telah terekomendasi atau sesuai
dengan teori.
Asumsi 10. Tidak ada multikolinearitas antara variabel
penjelas. Jelasnya kolinear antara variabel
penjelas tidak boleh sempurna atau tinggi.

Penyimpangan masing-masing asumsi tidak


mempunyai impak yang sama terhadap regresi. Sebagai
contoh, adanya penyimpangan atau tidak terpenuhinya
asumsi multikolinearitas (asumsi 10) tidak berarti
mengganggu, sepanjang uji t sudah signifikan. Hal ini
disebabkan oleh membesarnya standar error pada kasus
multikolinearitas, sehingga nilai t, b, Sb, menjadi
cenderung kecil. Jika nilai t masih signifikan, maka
multikolinearitas tidak perlu diatasi. Akan tetapi, jika
terjadi penyimpangan pada asumsi heteroskedastisitas
atau pada autokorelasi, penyimpangan tersebut dapat
menyebabkan bias pada Sb, sehingga t menjadi tidak
menentu. Dengan demikian, meskipun nilai t sudah
signifikan ataupun tidak signifikan, keduanya tidak dapat
memberi informasi yang sesungguhnya. Untuk memenuhi
asumsi-asumsi di atas, maka estimasi regresi hendaknya
dilengkapi dengan uji-uji yang diperlukan, seperti uji
normalitas, autokorelasi, heteroskedastisitas, atupun
multikolinearitas.

Secara teoretis model OLS akan menghasilkan


estimasi nilai parameter model penduga yang sahih bila
dipenuhi asumsi Tidak ada Autokorelasi, Tidak Ada
Multikolinearitas, dan Tidak ada Heteroskedastisitas.

102
Apabila seluruh asumsi klasik tersebut telah terpenuhi
maka akan menghasilkan hasil regresi yang best, linear,
unbias, efficient of estimation (BLUE).

A. Uji Autokorelasi

A.1. Pengertian autokorelasi

Dalam asumsi klasik telah dijelaskan bahwa pada


model OLS harus telah terbebas dari masalah autokorelasi
atau serial korelasi. Autokorelasi adalah keadaan dimana
variabel gangguan pada periode tertentu berkorelasi
dengan variabel gangguan pada periode lain. Sifat
autokorelasi muncul bila terdapat korelasi antara data
yang diteliti, baik itu data jenis runtut waktu (time series)
ataupun data kerat silang (cross section). Hanya saja
masalah autokorelasi lebih sering muncul pada data time
series, karena sifat data time series ini sendiri lekat
dengan kontinyuitas dan adanya sifat ketergantungan
antar data. Sementara pada data cross section hal itu kecil
kemungkinan terjadi.
Asumsi terbebasnya autokorelasi ditunjukkan oleh
nilai e yang mempunyai rata-rata nol, dan variannya
konstan. Asumsi variance yang tidak konstan
menunjukkan adanya pengaruh perubahan nilai suatu
observasi berdampak pada observasi lain. Sebagai
ilustrasi, misalnya kita mengamati perubahan inflasi
apakah dipengaruhi oleh suku bunga deposito ataukah
tidak. Bisa saja perubahan bunga deposito pada waktu
tertentu, juga dialami oleh perubahan tingkat inflasi pada
waktu yang sama. Kalau saja terjadi autokorelasi dalam
kasus semacam ini, maka menjadi tidak jelas apakah
inflasi betul-betul dipengaruhi oleh perubahan bunga

103
deposito ataukah karena sifat dari kecenderungannya
sendiri untuk berubah.
Telah jelas bagi kita bahwa autokorelasi akan
muncul apabila ada ketergantungan atau adanya kesalahan
pengganggu yang secara otomatis mempengaruhi data
berikutnya. Jika terdapat ketergantungan, dalam bahasa
matematisnya dituliskan sebagai berikut:
E(ui, uj) ≠ 0; i ≠j

Sebaliknya, jika tidak terdapat ketergantungan atau


tidak adanya kesalahan pengganggu yang secara otomatis
mempengaruhi data berikutnya maka masalah
autokorelasi tidak akan muncul. Hal seperti itu dalam
bahasa matematisnya dituliskan sebagai berikut:
E(ui, uj) = 0; i ≠j

A.2. Sebab-sebab Autokorelasi

Terdapat banyak faktor-faktor yang dapat


menyebabkan timbulnya masalah autokorelasi, namun
dalam pembahasan ini hanya mengungkapkan beberapa
faktor saja antara lain:
1. Kesalahan dalam pembentukan model, artinya,
model yang digunakan untuk menganalisis regresi
tidak didukung oleh teori-teori yang relevan dan
mendukung.
2. Tidak memasukkan variabel yang penting.
Variabel penting yang dimaksudkan di sini adalah
variabel yang diperkirakan signifikan
mempengaruhi variabel Y. Sebagai misal kita
ingin meneliti faktor apa saja yang mempengaruhi
terjadinya inflasi. Secara teoritik, banyaknya
Jumlah Uang Beredar (JUB) mempunyai kaitan
kuat dengan terjadinya inflasi. Alur berfikirnya
seperti ini, semakin banyak JUB maka daya beli

104
masyarakat akan meningkat tentu akan pula
diikuti dengan permintaan yang meningkat pula,
Jika jumlah penawaran tidak mampu bertambah,
tentu harga akan meningkat, ini berarti inflasi
akan terjadi. Nah, tidak dimasukkannya JUB
sebagai prediktor, sangat besar mengandung
kecenderungan terjadinya autokorelasi.
3. Manipulasi data. Misalnya dalam penelitian kita
ingin menggunakan data bulanan, namun data
tersebut tidak tersedia. Kemudian kita mencoba
menggunakan triwulanan yang tersedia, untuk
dijadikan data bulanan melalui cara interpolasi
atau ekstrapolasi. Contohnya membagi tiga data
triwulanan tadi (n/3). Apabila hal seperti ini
dilakukan, maka sifat data dari bulan ke satu akan
terbawa ke bulan kedua dan ketiga, dan ini besar
kemungkinan untuk terjadi autokorelasi.
4. Menggunakan data yang tidak empiris. Jika data
semacam ini digunakan, terkesan bahwa data
tersebut tidak didukung oleh realita. Misalnya
pengaruh periklanan terhadap penjualan. Kalau
dalam penelitian menggunakan data biaya
periklanan bulan ke n dan data penjualan bulan ke
n, besar kemungkinan akan terjadi autokorelasi.
Secara empirik, upaya periklanan bulan ke n tidak
akan secara langsung berdampak pada bulan yang
sama, tetapi besar kemungkinan akan berdampak
pada bulan berikutnya, jaraknya bisa 1 bulan, 2
bulan, atau lebih. Seharusnya data penjualan yang
digunakan adalah data penjualan bulan ke n+1
atau n+2 tergantung dampak empiris tadi.
Penggunaan data pada bulan yang sama dengan
mengabaikan empiris seperti ini disebut juga
sebagai Cobweb Phenomenon.

105
A.3. Akibat Autokorelasi

Uraian-uraian di atas mungkin saja mengajak kita


untuk bertanya tentang apa dampak dari autokorelasi yang
timbul. Pertanyaan seperti ini tentu saja merupakan
sesuatu yang wajar, karena kita tentu mempunyai pilihan
apakah mengabaikan adanya autokorelasi ataukah akan
mengeliminasinya.
Meskipun ada autokorelasi, nilai parameter estimator
(b1, b2,…,bn) model regresi tetap linear dan tidak bias
dalam memprediksi B (parameter sebenarnya). Akan
tetapi nilai variance tidak minimum dan standard error
(Sb1, Sb2) akan bias. Akibatnya adalah nilai t hitung akan
menjadi bias pula, karena nilai t diperoleh dari hasil bagi
Sb terhadap b (t = b/sb). Berhubung nilai Sb bias maka
nilai t juga akan bias atau bersifat tidak pasti (misleading).

A.4. Pengujian Autokorelasi

Pengujian autokorelasi dimaksudkan untuk menguji


ada tidaknya autokorelasi, yaitu masalah lain yang timbul
bila kesalahan tidak sesuai dengan batasan yang
disyaratkan oleh analisis regresi. Terdapat beberapa cara
untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, antara lain
melalui:

1. Uji Durbin-Watson (DW Test).

Uji Durbin-Watson yang secara populer


digunakan untuk mendeteksi adanya serial korelasi
dikembangkan oleh ahli statistik (statisticians) Durbin
dan Watson. Formula yang digunakan untuk
mendeteksi terkenal pula dengan sebutan Durbin-
Watson d statistic, yang dituliskan sebagai berikut:

106
t =n

∑ (û t − û t −1 ) 2
d= t =2
t =n

∑ û
t =2
2
t

atau dapat pula ditulis dalam rumus sebagai berikut:

d = 2(1 −
∑ e .e t t −1
)
2
e t

Dalam DW test ini terdapat beberapa asumsi penting


yang harus dipatuhi, yaitu:
• Terdapat intercept dalam model regresi.
• Variabel penjelasnya tidak random
(nonstochastics).
• Tidak ada unsur lag dari variabel dependen
di dalam model.
• Tidak ada data yang hilang.
• υ t = ρυ t −1 + ε t

Langkah-langkah pengujian autokorelasi


menggunakan uji Durbin Watson (DW test) dapat
dimulai dari menentukan hipotesis. Rumusan
hipotesisnya (H0) biasanya menyatakan bahwa dua
ujungnya tidak ada serial autokorelasi baik positif
maupun negatif. Misalnya: terdapat autokorelasi
positif, atau, terdapat autokorelasi negatif.

Bertolak dari hipotesis tersebut, maka perlu


mengujinya karena hipotesis sendiri merupakan
jawaban sementara yang masih perlu diuji. Terdapat
beberapa standar keputusan yang perlu dipedomani
ketika menggunakan DW test, yang semuanya
menentukan lokasi dimana nilai DW berada. Jelasnya
adalah sebagai berikut:

107
DW < dL = terdapat atokorelasi
positif
dL< DW <dU = tidak dapat disimpulkan
(inconclusive)
dU > DW >4-dU = tidak terdapat
autokorelasi
4-dU < DW <4-dL = tidak dapat disimpulkan
(inconclusive)
DW > 4-dL = terdapat autokorelasi
negatif

Dimana
DW = Nilai Durbin-Watson d statistik
dU = Nilai batas atas (didapat dari tabel)
dL = Nilai batas bawah (didapat dari
tabel)

Ketentuan-ketentuan daerah hipotesis pengujian DW


dapat diwujudkan dalam bentuk gambar sebagai
berikut:

Tidak ada
Inconclusive Autokorelasi Inconclusive

Korelasi Korelasi
(+) (-)

0 dL dU 2 4-dU 4-dL 4

Gambar 3.3.: Daerah Uji Durbin Watson

108
Dalam pengujian autokorelasi terdapat
kemungkinan munculnya autokorelasi positif
maupun negatif. Karena adanya masalah korelasi
dapat menimbulkan adanya bias pada hasil
regresi.
Bantuan dengan SPSS

Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dengan


DW test, tahapannya dilakukan seperti pada tahapan
regresi, hanya saja dilanjutkan dengan mengaktifkan
kunci lainnya. Lengkapnya tahapan tersebut adalah
sebagai berikut:
• Pilih Analyze, Regression, Linear
• Masukkan variabel Y ke kotak Variabel
Dependen, dan variabel X1 dan X2 ke dalam kotak
Variabel Independen
• Klik pada kotak pilihan Statistik (bawah)
• Aktikan Durbin-Watson pada kolom Residual
• Klik Continue, kemudian klik OK.

109
Maka SPSS akan menampilkan hasil regresinya. Kolom Durbin-
Watson akan tampak dalam tabel Model Summary, kolom
paling kanan.

Model Summaryb

Adjusted Std. Error of Durbin-W


Model R R Square R Square the Estimate atson
1 .867a .752 .726 .9148 .883
a. Predictors: (Constant), X2, X1
b. Dependent Variable: Y

Bantuan dengan SPSS

Catatan:

110
Dengan menggunakan derajat kesalahan (α)=5%,
dengan sampel 22 observasi, dengan predictor sebanyak
2 maka batas atas (U) adalah sebesar 1,54 sedang batas
bawah (L) adalah sebesar 1,15. Karena nilai DW hasil
regresi adalah sebesar 0,883 yang berarti lebih kecil dari
nilai batas bawah, maka koefisien autokorelasi lebih
kecil dari nol.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil regresi
tersebut belum terbebas dari masalah autokorelasi
positif. Dengan kata lain, Hipotesis nol yang
menyatakan tidak terdapat masalah autokorelasi dapat
ditolak, sedang hipotesis nol yang menyatakan terdapat
masalah autokorelasi dapat diterima. Uraian di atas
dapat pula dijelaskan dalam bentuk gambar sbb:

Korelasi (+) inkonklusif tidak ada autokorelasi inkonklusif Korelasi (-)

0 dL dU 2 4-dU 4-dL 4
1,15 1,54 2,46 2,85

Gambar. Daerah Uji Durbin Watson

111
2. Menggunakan metode LaGrange Multiplier
(LM).

LM sendiri merupakan teknik regresi yang


memasukkan variabel lag. Sehingga terdapat variabel
tambahan yang dimasukkan dalam model. Variabel
tambahan tersebut adalah data Lag dari variabel
dependen. Dengan demikian model dalam LM
menjadi sebagai berikut:
Y = β0 + β1X1+ β2 X2 + β3 Yt-1+ β4 Yt-2 + ε
Variabel Yt-1 merupakan variabel lag 1 dari Y.
Variabel Yt-2 merupakan variabel lag 2 dari Y.

Lag 1 dan Lag 2 variabel Y dimasukkan dalam


model ini bertujuan untuk mengetahui pada lag
berapa problem otokorelasi muncul. Lag sendiri
merupakan rentang waktu. Lag 1 menunjukkan
adanya kesenjangan waktu 1 periode, sedang lag 2
menunjukkan kesenjangan waktu 2 periode.
Periodenya tergantung pada jenis data apakah data
harian, bulanan, tahunan. Lag 1 data harian berarti
ada kesenjangan satu hari, lag 2 kesenjangan 2 hari
dan seterusnya.
Sebagai kunci untuk mengetahui pada lag
berapa autokorelasi muncul, dapat dilihat dari
signifikan tidaknya variabel lag tersebut. Ukuran
yang digunakan adalah nilai t masing-masing
variabel lag yang dibandingkan dengan t tabel,
seperti yang telah dibahas pada uji t sebelumnya.
Misalnya variabel Yt-1 mempunyai nilai t signifikan,
berarti terdapat masalah autokorelasi atau pengaruh

112
kesalahan pengganggu mulai satu periode
sebelumnya. Jika ini terjadi, maka untuk perbaikan
hasil regresi perlu dilakukan regresi ulang dengan
merubah posisi data untuk disesuaikan dengan kurun
waktu lag tersebut.
Terdapat beberapa alat uji lain untuk mendeteksi
autokorelasi seperti uji Breusch-Godfrey, Uji Run,
Uji Statistik Q: Box-Pierce dan Ljung Box, dan lain-
lain, namun uji-uji tersebut tidak dibahas di sini,
mengingat tulisan ini masih berlingkup atau bersifat
pengantar.

B. Uji Normalitas

Tujuan dilakukannya uji normalitas adalah untuk


menguji apakah variabel penganggu (e) memiliki
distribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas data
dapat dilakukan sebelum ataupun setelah tahapan analisis
regresi. Hanya saja pengalaman menunjukkan bahwa
pengujian normalitas yang dilakukan sebelum tahapan
regresi lebih efisien dalam waktu. Sangat beralasan
kiranya, karena jika asumsi normalitas data telah dipenuhi
terlebih dulu, maka dampak yang mungkin akan
ditimbulkan dari adanya ketidaknormalan data seperti bias
pada nilai t hitung dan nilai F hitung dapat dihindari.
Sebaliknya, bila dilakukan analisis regresi terlebih dulu,
dimana nilai t dan F baru diketahui, yang kemudian baru
dilakukan normalitas data, sedangkan ternyata hasilnya
tidak normal maka analisis regresi harus diulang lagi.
Pengujian normalitas ini berdampak pada nilai t dan F
karena pengujian terhadap keduanya diturunkan dari
asumsi bahwa data Y atau e berdistribusi normal.

113
Beberapa cara dapat dilakukan untuk melakukan uji
normalitas, antara lain:
1) Menggunakan metode numerik yang
membandingkan nilai statistik, yaitu antara
nilai median dengan nilai mean. Data
dikatakan normal (simetris) jika
perbandingan antara mean dan median
menghasilkan nilai yang kurang lebih sama.
Atau apabila nilai mean jika dikurangi nilai
median menghasilkan angka nol. Cara ini
disebut ukuran tendensi sentral (Kuncoro,
2001: 41).
2) Menggunakan formula Jarque Bera (JB test),
yang rumusnya tertera sebagai berikut:
⎡ S 2 ( K − 3) 2 ⎤
JB = n ⎢ + ⎥
⎣ 6 24 ⎦
dimana:
S = Skewness (kemencengan) distribusi data
K= Kurtosis (keruncingan)

Skewness sendiri dapat dicari dari formula sebagai


berikut:
S=
[E( X − μ ) ]3 2

[E( X − μ ]2 3

Kurtosis dapat dicari dengan formula sebagai


berikut:
E( X − μ)4
K=
[E ( X − μ ) ]
2 2

114
Bantuan dengan SPSS

SPSS dapat digunakan untuk melihat nilai Mean, Median, Modus,


Skewness, Kurtosis, dan lain-lain. Caranya dapat dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut:
• Pilih Analyze, Descriptive Statistic, Frequencies
• Pindahkan variabel yang mau dicari nilainya (sebelah kiri) ke
kotak Variables (sebelah kanan)
• Kilik Statistik (bawah)
• Aktifkan pilihan yang ada dalam kotak Dispersion,
Distribution, Central Tendency
• Kemudian klik Continue, dan OK.

115
• Maka SPSS akan menampakkan output sebagai berikut:
Statistics

Y X1 X2
N Valid 22 22 22
Missing 0 0 0
Mean 11.8405 14.7373 9855.3027
Std. Error of Mean .3727 .2202 176.0515
Median 12.1700 14.6200 9774.0200
Mode 8.28a 13.06a 8688.65a
Std. Deviation 1.7479 1.0329 825.7548
Variance 3.0552 1.0670 681871.1
Skewness -.099 .009 .363
Std. Error of Skewness .491 .491 .491
Kurtosis -.494 -1.424 -1.096
Std. Error of Kurtosis .953 .953 .953
Range 6.85 3.15 2605.65
Minimum 8.28 13.06 8688.65
Maximum 15.13 16.21 11294.30
Sum 260.49 324.22 216816.66
a. Multiple modes exist. The smallest value is shown

3) Mengamati sebaran data, dengan melakukan


hitungan-hitungan berapa prosentase data
observasi dan berada di area mana. Untuk
menentukan posisi normal dari sebaran data,
langkah awal yang dilakukan adalah
menghitung standar deviasi. Standar deviasi
dapat dicari melalui rumus sebagai berikut:
SD =
∑ (Dv − Dv)
n
Standar deviasi ini digunakan untuk
menentukan rentang deviasi dari posisi
simetris data. Untuk mempermudah, kita
dapat memberinya nama:
SD1 yang berarti rentang pertama, di sebelah
kiri dan sebelah kanan dari posisi
tengah-tengah (simetris).
SD2 yang berarti rentang kedua di sebelah
kiri dan sebelah kanan posisi tengah-
tengah (simetris)

116
SD3 yang berarti rentang ketiga di sebelah
kiri dan sebelah kanan posisi tengah-
tengah (simetris).

Penentuan area ini penting, karena sebaran


data yang dikatakan normal 19 apabila
tersebar sebagai berikut:
Sebanyak 68% dari observasi berada pada
area SD1
Sebanyak 95% dari sisanya berada pada area
SD2
Sebanyak 99,7% dari sisanya berada pada
area SD3
Untuk memperjelas maksud dari uraian di
atas, kita dapat melihatnya pada gambar
berikut ini

-SD3 -SD2 -SD1 Dv SD1 SD2 SD3

68% observasi
95% observasi sisa
99,7% observasi sisa

Dalam pengujian normalitas mempunyai dua


kemungkinan, yaitu data berdistribusi normal atau tidak
normal. Apabila data telah berdistribusi normal maka
tidak ada masalah karena uji t dan uji F dapat dilakukan
(Kuncoro, 2001: 110). Apabila data tidak normal, maka
19
Gujarati, Basic Econometrics, third edition, McGraw-Hill, Inc. 1995.

117
diperlukan upaya untuk mengatasi seperti: memotong data
yang out liers, memperbesar sampel, atau melakukan
transformasi data.
Data yang tidak normal juga dapat dibedakan dari
tingkat kemencengannya (skewness). Jika data cenderung
menceng ke kiri disebut positif skewness, dan jika data
cenderung menceng ke kanan disebut negatif skewness.
Data dikatakan normal jika datanya simetris. Lihat
gambar berikut:

Positif Skewness Normal


Negatif Skewness

Langkah transformasi data sebagai upaya untuk


menormalkan sebaran data dapat dilakukan dengan
merubah data dengan nilai absolut ke dalam bilangan
logaritma 20. Dengan mentransformasi data ke bentuk
logaritma akan memperkecil error sehingga kemungkinan
timbulnya masalah heteroskedastisitas juga menjadi
sangat kecil (Setiaji, 2004: 18).
20
Kuncoro, 2001, juga Setiaji, 2004, mengatakan hal yang sama. Bahwa
transformasi dapat dilakukan dengan logaritma.

118
Sebagai penjelas dari uraian di atas, maka ada
baiknya kalau kita ikuti contoh soal sebagai berikut:
Misalnya kita memiliki jumlah observasi sebanyak 30
sampel, dari penghitungan berat badan orang dewasa yang
rata-ratanya ditemukan 46 kg, dengan standar deviasi
(SD) 5 kg. Untuk menentukan normal tidaknya data
sampel tersebut, dapat diketahui dari sebaran datanya.
Misalnya dari data tersebut diketahui bahwa 20 dari data
observasi (68% X 30) 10 orang di antaranya mempunyai
berat badan yang berkisar antara 41-46 kg., dan 10 orang
lainnya dengan berat 46-51 kg. Dan 4 orang mempunyai
berat badan antara 36-41 kg, serta 5 orang berat badannya
berkisar antara 51-56, dan satu orang beratnya kurang dari
36 kg, maka data dapat dikatakan normal. Dengan
demikian bila diwujudkan dalam bentuk diagram sebaran
data akan tampak sebagai berikut:

36 41 46 51 56

C. Uji Heteroskedastisitas

C.1. Pengertian Heteroskedastisitas

Sebagaimana telah ditunjukkan dalam salah satu


asumsi yang harus ditaati pada model regresi linier,

119
adalah residual harus homoskedastis, artinya, variance
residual harus memiliki variabel yang konstan, atau
dengan kata lain, rentangan e kurang lebih sama. Karena
jika variancenya tidak sama, model akan menghadapi
masalah heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas muncul
apabila kesalahan atau residual dari model yang diamati
tidak memiliki varians yang konstan dari satu observasi
ke observasi lainnya (Kuncoro, 2001: 112). Padahal
rumus regresi diperoleh dengan asumsi bahwa variabel
pengganggu (error) atau e, diasumsikan memiliki variabel
yang konstan (rentangan e kurang lebih sama). Apabila
terjadi varian e tidak konstan, maka kondisi tersebut
dikatakan tidak homoskedastik atau mengalami
heteroskedastisitas (Setiaji, 2004: 17).
Masalah heteroskedastisitas lebih sering muncul
dalam data cross section dari pada data time series
(Kuncoro, 2001: 112; Setiaji, 2004: 17). Karena dalam
data cross section menunjukkan obyek yang berbeda dan
waktu yang berbeda pula. Antara obyek satu dengan yang
lainnya tidak ada saling keterkaitan, begitu pula dalam hal
waktu. Sedangkan data time series, antara observasi satu
dengan yang lainnya saling mempunyai kaitan. Ada trend
yang cenderung sama. Sehingga variance residualnya
juga cenderung sama. Tidak seperti data cross section
yang cenderung menghasilkan variance residual yang
berbeda pula.

C.2. Konsekuensi Heteroskedastisitas

Analisis regresi menganggap kesalahan (error)


bersifat homoskedastis, yaitu asumsi bahwa residu atau
deviasi dari garis yang paling tepat muncul serta random
sesuai dengan besarnya variabel-variabel independen
(Arsyad, 1994:198). Asumsi regresi linier yang berupa

120
variance residual yang sama, menunjukkan bahwa standar
error (Sb) masing-masing observasi tidak mengalami
perubahan, sehingga Sb nya tidak bias. Lain halnya, jika
asumsi ini tidak terpenuhi, sehingga variance residualnya
berubah-ubah sesuai perubahan observasi, maka akan
mengakibatkan nilai Sb yang diperoleh dari hasil regresi
akan menjadi bias. Selain itu, adanya kesalahan dalam
model yang dapat mengakibatkan nilai b meskipun tetap
linier dan tidak bias, tetapi nilai b bukan nilai yang
terbaik. Munculnya masalah heteroskedastisitas yang
mengakibatkan nilai Sb menjadi bias, akan berdampak
pada nilai t dan nilai F yang menjadi tidak dapat
ditentukan. Karena nilai t dihasilkan dari hasil bagi antara
b dengan Sb.
Jika nilai Sb mengecil, maka nilai t cenderung
membesar. Hal ini akan berakibat bahwa nilai t mungkin
mestinya tidak signifikan, tetapi karena Sb nya bias, maka
t menjadi signifikan. Sebaliknya, jika Sb membesar, maka
nilai t akan mengecil. Nilai t yang seharusnya signifikan,
bisa jadi ditunjukkan menjadi tidak signifikan.
Ketidakmenentuan dari Sb ini dapat menjadikan hasil riset
yang mengacaukan.

C.3. Pendeteksian Heteroskedastisitas

Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas,


dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti uji grafik,
uji Park, Uji Glejser, uji Spearman’s Rank Correlation,
dan uji Whyte menggunakan Lagrange Multiplier (Setiaji,
2004: 18) 21.
Pengujian heteroskedastisitas menggunakan uji
grafik, dapat dilakukan dengan membandingkan sebaran

21
Ditunjukkan pula oleh Gozali, 2001.

121
antara nilai prediksi variabel terikat dengan residualnya,
yang output pendeteksiannya akan tertera berupa sebaran
data pada scatter plot. Dengan menggunakan alat bantu
komputer teknik ini sering dipilih, karena alasan
kemudahan dan kesederhanaan cara pengujian, juga tetap
mempertimbangkan valid dan tidaknya hasil pengujian.
Pengujian heteroskedastisitas menggunakan uji
Arch, dilakukan dengan cara melakukan regresi atas
residual, dengan model yang dapat dituliskan
e 2 = a + bYˆ 2 + u . Dari hasil regresi tersebut dihitung nilai
R2. Nilai R2 tadi dikalikan dengan jumlah sampel (R2 x
N). Hasil perkalian ini kemudian dibandingkan dengan
nilai chi-square (χ2) pada derajat kesalahan tertentu.
Dengan df=1 (ingat, karena hanya memiliki satu variabel
bebas). Jika R2 x N lebih besar dari chi-square (χ2) tabel,
maka standar error mengalami heteroskedastisitas.
Sebaliknya, jika R2 x N lebih kecil dari chi-square (χ2)
tabel, maka standar error telah bebas dari masalah
heteroskedastisitas, atau telah homoskedastis.

D. Uji Multikolinieritas
D.1. Pengertian Multikolinearitas
Multikolinieritas adalah suatu keadaan dimana
terjadi korelasi linear yang ”perfect” atau eksak di antara
variabel penjelas yang dimasukkan ke dalam model.
Tingkat kekuatan hubungan antar variabel penjelas dapat
ditrikotomikan lemah, tidak berkolinear, dan sempurna.
Tingkat kolinear dikatakan lemah apabila masing-masing
variabel penjelas hanya mempunyai sedikit sifat-sifat
yang sama. Apabila antara variabel penjelas memiliki
banyak sifat-sifat yang sama dan serupa sehingga hampir
tidak dapat lagi dibedakan tingkat pengaruhnya terhadap

122
Y, maka tingkat kolinearnya dapat dikatakan serius, atau
perfect, atau sempurna. Sedangkan Tidak berklinear jika
antara variabel penjelas tidak mempunyai sama sekali
kesamaan.
Sebagai gambaran penjelas, dapat dilihat pada
gambar berikut ini:

Y Y

X2 X2

X1 X1

Gb.Tidak berkolinear Gb. Berkolinear lemah

X1 X2

Gb. Berkolinear sempurna

D.2. Konsekuensi Multikolinearitas


Pengujian multikolinearitas merupakan tahapan
penting yang harus dilakukan dalam suatu penelitian,
karena apabila belum terbebas dari masalah
multikolinearitas akan menyebabkan nilai koefisien
regresi (b) masing-masing variabel bebas dan nilai
standar error-nya (Sb) cenderung bias, dalam arti tidak
dapat ditentukan kepastian nilainya, sehingga akan

123
berpengaruh pula terhadap nilai t (Setiaji, 2004: 26).
Logikanya adalah seperti ini, jika antara X1 dan X2
terjadi kolinearitas sempurna sehingga data menunjukkan
bahwa X1=2X2, maka nilai b1 dan b2 akan tidak dapat
ditentukan hasilnya, karena dari formula OLS
sebagaimana dibahas terdahulu,
(∑ x1 y)(∑ x 22 ) − (∑ x 2 y)(∑ x1 x 2 )
b1 =
(∑ x12 )(∑ x 22 ) − (∑ x1 x 2 ) 2

0
akan menghasilkan bilangan pembagian, b1 = , sehingga
0
nilai b1 hasilnya tidak menentu. Hal itu akan berdampak
pula pada standar error Sb akan menjadi sangat besar,
yang tentu akan memperkecil nilai t.

D.3. Pendeteksian Multikolinearitas


Terdapat beragam cara untuk menguji
multikolinearitas, di antaranya: menganalisis matrix
korelasi dengan Pearson Correlation atau dengan
Spearman’s Rho Correlation, melakukan regresi partial
dengan teknik auxilary regression, atau dapat pula
dilakukan dengan mengamati nilai variance inflation
factor (VIF). Cara mendeteksi ada tidaknya
multikolinieritas dengan menghitung nilai korelasi antar
variabel dengan menggunakan Spearman’s Rho
Correlation dapat dilakukan apabila data dengan skala
ordinal (Kuncoro, 2001: 114). Sementara untuk data
interval atau nominal dapat dilakukan dengan Pearson
Correlation. Selain itu metode ini lebih mudah dan lebih
sederhana tetapi tetap memenuhi syarat untuk dilakukan.
Pengujian multikolinearitas menggunakan angka
korelasi dimaksudkan untuk menentukan ada tidaknya
multikolinearitas. Mengacu pendapat Pindyk dan

124
Rubinfeld 22, yang mengatakan bahwa apabila korelasi
antara dua variabel bebas lebih tinggi dibanding korelasi
salah satu atau kedua variabel bebas tersebut dengan
variabel terikat. Juga pendapat Gujarati (1995:335) yang
mengatakan bahwa bila korelasi antara dua variabel bebas
melebihi 0,8 maka multikolinearitas menjadi masalah
yang serius. Gujarati juga menambahkan bahwa, apabila
korelasi antara variabel penjelas tidak lebih besar
dibanding korelasi variabel terikat dengan masing-masing
variabel penjelas, maka dapat dikatakan tidak terdapat
masalah yang serius. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa apabila angka korelasi lebih kecil dari
0,8 maka dapat dikatakan telah terbebas dari masalah
multikolinearitas.
Dalam kaitan adanya kolinear yang tinggi sehingga
menimbulkan tidak terpenuhinya asumsi terbebas dari
masalah multikolinearitas, dengan mempertimbangkan
sifat data dari cross section, maka bila tujuan persamaan
hanya sekedar untuk keperluan prediksi, hasil regresi
dapat ditolerir, sepanjang nilai t signifikan.

Tugas:
1. Buatlah rangkuman dari pembahasan di atas!
2. Cobalah untuk menyimpulkan maksud dari uraian
bab ini!
3. Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini:
a. Coba jelaskan apa yang dimaksud dengan
asumsi klasik!
b. Sebutkan apa saja asumsi-asumsi yang
ditetapkan!
c. Coba jelaskan mengapa tidak semua asumsi
perlu lakukan pengujian!

22
Lihat Kuncoro, 2001:146

125
d. Jelaskan apa yang dimaksud dengan
autokorelasi!
e. Jelaskan kenapa autokorelasi timbul!
f. Bagaimana cara mendeteksi masalah
autokorelasi?
g. Apa konsekuensi dari adanya masalah
autokorelasi dalam model?
h. Jelaskan apa yang dimaksud dengan
heteroskedastisitas!
i. Jelaskan kenapa heteroskedastisitas timbul!
j. Bagaimana cara mendeteksi masalah
heteroskedastisitas?
k. Apa konsekuensi dari adanya masalah
heteroskedastisitas dalam model?
l. Jelaskan apa yang dimaksud dengan
multikolinearitas!
m. Jelaskan kenapa multikolinearitas timbul!
n. Bagaimana cara mendeteksi masalah
multikolinearitas?
o. Apa konsekuensi dari adanya masalah
multikolinearitas dalam model?
p. Jelaskan apa yang dimaksud dengan
normalitas!
q. Jelaskan kenapa normalitas timbul!
r. Bagaimana cara mendeteksi masalah
normalitas?
s. Apa konsekuensi dari adanya masalah
normalitas dalam model?
t. Bagaimana cara menangani jika data ternyata
tidak normal?

126
DAFTAR PUSTAKA

Djarwanto, Pangestu Subagyo, 2000, “Statistik Induktif”,


Edisi 4, BPFE Yogjakarta.
Ghozali, Imam, 2001, “Aplikasi Analisis Multivariate
dengan Program SPSS”, BP Undip, Semarang
Gujarati,Damodar N., 1988, “Basic Econometrics”
Second Edition, McGraw-Hill Book Company.
Gujarati,Damodar N., 1999, “Essentials of
Econometrics”, Second Edition, Irwin McGraw
Hill.
Hill, Carter, William E. Griffiths, George G. Judge, 1997,
“Undergraduate Econometrics”, John Wiley &
Sons, Inc.
Johnston, Jack, and John DiNardo, 1997, “Econometric
Methods” Fourth Edition, The McGraw-Hill
Companies, Inc.
Kuncoro, Mudrajad, 2001, “Metode Kuantitatif Teori dan
Aplikasi Untuk Bisnis dan Ekonomi”, UPP AMP
YKPN, Yogjakarta
Salvatore, Dominick, 1996, “Managerial Economics in a
Global Economy”, International Edition, Third
Edition, McGraw-Hill, inc.
Santoso, Singgih, 2001, “Buku Latihan SPSS Statistik
Parametrik”, Elex Media Komputindo, Jakarta.
Setiaji, Bambang, 2004, “Module Ekonometrika Praktis”,
Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Supranto, J., 1983, “Ekonometrik”, Buku Satu, Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

127
Regresi Logit

128
X1 Y X1 X12 Y2 XY
13.06 8.28 13.06 170.5636 68.5584 108.1368
13.81 9.14 13.81 190.7161 83.5396 126.2234
13.97 10.62 13.97 195.1609 112.7844 148.3614
13.79 10.51 13.79 190.1641 110.4601 144.9329
14.03 10.82 14.03 196.8409 117.0724 151.8046
14.14 12.11 14.14 199.9396 146.6521 171.2354
14.39 13.04 14.39 207.0721 170.0416 187.6456
14.97 12.23 14.97 224.1009 149.5729 183.0831
15.67 13.01 15.67 245.5489 169.2601 203.8667
15.91 12.47 15.91 253.1281 155.5009 198.3977
16.02 12.91 16.02 256.6404 166.6681 206.8182
16.21 12.55 16.21 262.7641 157.5025 203.4355
16.19 14.42 16.19 262.1161 207.9364 233.4598
15.88 15.13 15.88 252.1744 228.9169 240.2644
15.76 14.08 15.76 248.3776 198.2464 221.9008
15.55 13.3 15.55 241.8025 176.89 206.815
15.16 12.93 15.16 229.8256 167.1849 196.0188
14.85 11.48 14.85 220.5225 131.7904 170.478
14.22 10.05 14.22 202.2084 101.0025 142.911
13.93 10.6 13.93 194.0449 112.36 147.658
13.58 10.48 13.58 184.4164 109.8304 142.3184
13.13 10.33 13.13 172.3969 106.7089 135.6329
324.22 260.49 324.22 4800.525 3148.48 3871.398

129
b 1.4498
t= = = 7.4348
sb 0.195

Penemuan nilai b di sini penting untuk menentukan nilai B.


Nilai b sendiri merupakan perkiraan tungga dari parameter B, yaitu
koefisien regresi sebenarnya (Y = A + BX + e). Perbedaan antara
nilai b dan B disebabkan adanya fluktuasi sampling. Nilai B sendiri
besarnya adalah sama dengan nilai rata-rata b, karena nilai rata-rata
b adalah pemerkira tak bias. Ingat E(b) = B. Permasalahannya
adalah nilai b yang dihasilkan dengan perhitungan di atas adalah
nilai b individual, maka kita perlu menguji apakah B berada pada
interval atau tidak. Untuk menguji tingkat kepercayaannya maka
kita perlu mengukur interval kepercayaan (confidence interval)
apakah B berada di antara batas atas dengan batas bawah interval
atau tidak. Kalau berada pada interval tersebut, maka dipastikan
bahwa B mempunyai tingkat kepercayaan yang baik (reliabel), jika
tidak, maka B tidak reliabel.
Pengukuran berdasarkan interval kepercayaan dapat dituliskan
dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

P (b-d ≤ B ≤ b +d) = 1- α

Persamaan ini dapat dibaca: probabilita interval antara (b-d)


dan (b+d) akan memuat nilai B sebesar (1- α ).

Atau digambarkan sebagai berikut:

(b-d) interval (b+d)


batas bawah batas atas
dimana:

(b-d) = batas keyakinan bawah atau nilai batas bawah


(b+d) = batas keyakinan atas atau nilai batas atas
(1- α ) = koefisien keyakinan (confidence coefficient) atau
tingkat keyakinan (confidence level).

130
Simbol α sendiri disebut sebagai tingkat signifikansi
(level of significance) yang diartikan juga sebagai besarnya
kesalahan yang ditolerir di dalam membuat keputusan.
Seandainya ditentukan bahwa tingkat keyakinannya sebesar
95%, maka kesalahan yang ditolerir adalah yang kurang dari 5%
atau 0,05. Angka ini didapat dari rumus 1- α tersebut (1 - 95%
= 5% atau 0,05). Dengan demikian, dengan menggunakan
persamaan di atas kita dapat menginterpretasi bahwa
kemungkinan nilai B berada pada interval adalah sebesar 95%.
Penghitungan seperti tersebut digunakan untuk menentukan
apakah nilai B menerima atau menolak hipotesis (H0).

Banyak sekali konsep-konsep ekonomi yang dirumuskan


dalam model matematis, seperti pengukuran GNP, tingkat Inflasi,
uang beredar, dan lain-lain. Penggunaan model matematis seperti
itu dimaksudkan untuk mendefinisikan hubungan antara berbagai
variabel-variabel ekonomi yang saling mempengaruhi. Karena
dalam pengukuran ekonomi diwujudkan dalam bentuk angka-angka
maka ekonometrika bersifat kuantitatif, Dengan demikian, untuk
dapat melakukan pengukuran kegiatan ekonomi, maka diperlukan
alat analisisnya yang berupa gabungan dari teori ekonomi,
matematika, dan statistika.

131
Blogger: Pondok Pangelmon Pawenang - Buat Entri

pawipawenang@gmail.com | Dasbor | Akunku | Bantuan | Keluar


Pondok Pangelmon Pawenang
● Buat
● Posting
● Edit Entri
● Pengaturan ● Moderasi Komentar

● Tata Letak

● Lihat Blog

Judul: EKONOMETRIKA

Tautan: ekonometrika Gunakan ini untuk membuat link judul Anda ke dalam

website. Info lengkap

Edit HTML Tulis

Font Pratinjau

Label untuk entri ini:


contoh skuter, liburan, musim gugur Sembunyikan semua
Opsi Entri
Semua Label: akuntansi biaya akuntansi manajemen Filsafat Ekonomi filsafat ilmu filsafat sosial Teori
Keadilan
Jalan pintas: tekan Ctrl dengan: B = Tebal, I = Italic, P = Publikasikan, S = Simpan, D = Konsep lainnya

Terbitkan Entri Simpan Sekarang Konsep disimpan otomatis di 10:56

Kembali ke daftar entri

http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=3799599743255279943 [11/27/2008 10:46:55 AM]

You might also like