You are on page 1of 15

BAB 9

Sifat Listrik Metal


Berbeda dengan jenis material yang lain, metal memiliki konduktivitas listrik dan
konduktivivats thermal yang tinggi. Drude dan Lorentz mengembangkan teori yang
secara quantitatif menerangkan tentang konduktivitas metal. Teori ini adalah teori
klasik yang belum memuaskan dalam memberikan estimasi jumlah elektron-bebas.
kelemahan ini dapat diatasi oleh teori Sommerfeld yang menerapkan statistik
kuantum untuk elektron dalam metal. Kedua teori ini dibahas oleh Daniel D Pollock
[1] yang akan kita uraikan lagi di sini.

9.1. Teori Drude-Lorentz Tentang Metal


Teori Drudze-Lorentz ini adalah teori klasik. Pada teori ini elektron dalam metal
dianggap sebagai partikel elektron yang dapat bergerak bebas dalam potensial
internal kristal yang konstan. Dinding potensial hanya terdapat pada batas
permukaan metal, yang mencegah elektron untuk meninggalkan metal. Hal ini
berarti energi elektron dalam metal haruslah lebih rendah dari dinding potensial di
permukaan metal. Perbedaan energi ini merupakan fungsi-kerja sebagaimana
dibahas dalam peristiwa photo-listrik di Bab-1.
Elektron-bebas (elektron valensi) dalam metal dianggap berada pada tingkat-tingkat
energi yang berubah secara kontinyu (tidak diskrit). Gerakan elektron hanya
terhambat oleh benturan dengan ion metal sementara interaksi antar elektron tidak
dipersoalkan. Elektron-bebas seperti ini berperilaku seperti gas ideal yang mengikuti
prinsip ekuipartisi Maxwell-Boltzmann.
Elektron dianggap seperti gas ideal yang memiliki tiga derajat kebebasan.
Energi kinetik rata-rata per derajat kebebasan adalah ½kBT sehingga energi rata-
3
rata per elektron adalah E = k BT .
2
Konduktivitas Listrik. Aplikasi medan listrik pada metal menyebabkan seluruh
elektron-bebas bergerak dalam metal, sejajar dan berlawanan arah dengan arah
medan listrik. Gerakan elektron sejajar medan listrik ini merupakan tambahan pada
gerak thermal yang acak, yang telah dimiliki elektron sebelum ada medan listrik.
Gerak thermal yang acak tersebut memiliki nilai rata-rata nol sehingga tidak
menimbulkan arus listrik. Jika terdapat medan listrik sebesar Ex maka medan ini
akan memberikan percepatan pada elektron sebesar
F E xe
ax = = (9.1)
m m
dengan e adalah muatan elektron, m adalah massa elektron, dan F adalah gaya yang
bekerja pada elektron. Percepatan pada elektron memberikan kecepatan pada
elektron sebesar v yang kita sebut kecepatan hanyut (drift velocity). Dalam
perjalanannya sejajar arah medan, elektron ini membentur ion, dan elektron

Sifat Listrik Metal 107


dianggap kehilangan seluruh energi kinetiknya sesaat setelah benturan sehingga ia
mulai lagi dengan kecepatan nol sebelum mendapat percepatan lagi. Dengan
demikian kecepatan hanyut elektron berubah dari nol (sesaat setelah benturan)
sampai maksimum sesaat sebelum benturan.
Jika jarak rata-rata antara satu benturan dengan benturan berikutnya adalah L, yang
disebut jalan bebas rata-rata, dan kecepatan hanyut rata-rata adalah vr, sedangkan
kecepatan thermal rata-rata adalah µ, maka waktu rata-rata antara dua benturan
adalah
L
t= (9.2)
µ + vr

Kecepatan hanyut rata-rata vr ini jauh lebih kecil dari kecepatan thermal. Oleh
karena itu
L
t≈ (9.3)
µ
Kecepatan hanyut berubah dari nol (sesaat setelah benturan) sampai maksimum
sesaat sebelum benturan. Kecepatan hanyut rata-rata adalah
v a t E e E eL
vr = maks = x = x t = x (9.4)
2 2 2m 2m µ

Jika kerapatan elektron per satuan volume adalah n, maka kerapatan arus listrik yang
terjadi adalah

E x e L ne 2 LE x
j = nevr = ne = (9.5)
2m µ 2 mµ

Menurut hukum Ohm, kerapatan arus adalah


Ex
j= = E xσe (9.6)
ρe

dengan ρe adalah resistivitas material dan σe = 1/ρe adalah konduktivitas listrik.


Dengan membandingkan (9.5) dan (9.6) diperoleh
2mµ ne 2 L
ρe = ; σe = (9.7)
ne 2 L 2 mµ

Persamaan (9.7) adalah formulasi untuk resistivitas dan konduktivitas listrik metal.
Dalam praktek diketahui bahwa resistivitas tergantung temperatur. Pengaruh
temperatur pada formula (9.7) terjadi pada kecepatan thermal µ. Relasi antara µ
dengan temperatur, diambil dari relasi energi untuk gas ideal adalah

mµ 2 3
E= = k BT (9.8)
2 2
dengan kB adalah konstanta Boltzmann. Relasi (9.8) memberikan

108 Sudaryatno S, Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material


1/ 2
 3k T 
µ= B  (9.9)
 m 
Dengan relasi (9.9) maka resistivitas (9.7) menjadi
1/ 2
2m  3k B T  2
ρe =   = (3mk B T )1 / 2 (9.10)
ne 2 L  m  2
ne L
Inilah relasi yang menunjukkan resistivitas metal yang merupakan fungsi dari
temperatur. Dari relasi (9.10) kita mengharapkan bahwa resistivitas merupakan
fungsi dari T1/2. Hal ini berbeda dengan kenyataan, yang memperlihatkan bahwa
resistivitas metal, mulai dari temperatur tertentu, berbanding lurus dengan kenaikan
temperatur. Walaupun formulasi ini tidak sesuai dengan kenyataan namun pada
temperatur kamar perhitungan ρe dengan menggunakan (9.10) tidak jauh berbeda
dengan hasil eksperimen.
Catatan: Ketidak-sesuaian relasi (9.10) dengan kenyataan dapat kita fahami karena
banyak pendekatan yang dilakukan dalam memperoleh relasi ini, seperti
misalnya pada penghitungan jalan bebas rata-rata dan waktu tempuh antar
benturan elektron dengan ion, t.

9.2. Teori Sommerfeld Tentang Metal [1]


Dalam teori Sommerfeld, tingkat-tingkat energi dalam metal adalah diskrit.
Perhitungan dilakukan dengan melihat kembali tingkat energi yang diberikan dalam
solusi persamaan Schrodinger untuk sumur potensial tiga dimensi Lx × L y × Lz , yaitu
persamaan (3.31) yang kita tulis kembali sebagai (9.11)

h 2  n x2 n y n z2 
2
E = Ex + E y + Ez = + +
8m  L x L y L z 
 
(9.11)
 2
 nyh 
2 2
1   nxh   +  n z h  
=   +
2m   2L x   2L y 
 
 2L  
 z 
 
Jika energi dinyatakan dalam momentum, maka akan didapatkan

p2 p x2 + p 2y + p z2
E= = (9.12)
2m 2m
Dari (9.11) dan (9.12) kita peroleh
2 22
n h  nyh 
p x2 + p 2y + p z2 =  x  +   +  nz h  (9.13)
 2L y   2L 
 2L x     z

atau dapat dituliskan secara singkat

Sifat Listrik Metal 109


ni h
pi = ± (9.14)
2 Li

dengan i = x, y, z . Tanda ± pada (9.4) secara fisik terkait dengan arah momentum
yang bisa positif maupun negatif. Dalam persamaan ini pi adalah komponen-
komponen momentum sedangkan Li adalah sisi sumur putensial tiga dimensi. Jika
sumur potensial berbentuk kubus dengan rusuk L maka
h
pi = ± ni = ± ni δ (9.15)
2L
dengan δ = h/2L yang bisa dijadikan sebagai momentum satuan. Persamaan (9.15)
ini memperlihatkan kuantisasi momentum dalam ruang momentum px-py-pz, dengan
satuan ruang momentum δ3 = (h/2L)3, seperti digambarkan pada Gb.9.1.
pz
pz
|
|
|

δ p
|

py p dp
|


| | | | | |
δ
|

−−
− py
px −
(a) (b)
Gb.9.1. Ruang momentum, untuk px, py, pz positif.
Kita tinjau seperdelapan ruang kulit bola dimana pi bernilai positif (px, py, pz bernilai
positif) seperti pada Gb.9.1.a. Setiap posisi titik [nxδ,nyδ,nzδ] menunjukkan satu
vektor momentum p; titik ini menempati ruang sebesar δ3 = (h/2L)3. Jika kerapatan
status momentum adalah Np maka dalam volume seperdelapan ruang kulit bola
berjari-jari p dan tebal dp (yang ditunjukkan secara dua dimensi oleh Gb.9.1.b.
terdapat jumlah status momentum sebesar volume ini dibagi dengan volume satuan
ruang momentum. Jadi

(4πp 2 / 8)dp 4πp 2 dp 4πVp 2 dp


N p dp = = = (9.16)
h 3 / 8 L3 h 3 / L3 h3
dengan V = L3 adalah volume satu sumur potensial kubus.
Momentum dapat dikonversikan menjadi energi dengan relasi
p2
E= ⇒ p = (2mE )1 / 2 dan
2m (9.17)
−1 / 2
⇒ dp = m(2mE ) dE
Dengan relasi (9.17) ini maka (9.16) menjadi
4πV 2πV
N E dE = (2mE )m(2mE ) −1 / 2 dE = (2m) 2 (2m) −1 / 2 E 1 / 2 dE
3
h h3
(9.18)
2πV
= (2m) 3 / 2 E 1 / 2 dE = dN
h3

110 Sudaryatno S, Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material


NE adalah kerapatan status energi, dN adalah jumlah status dalam volume kulit bola
dengan ketebalan dE. Dalam relasi (9.18) ini massa elektron m adalah massa efektif
yang biasa dituliskan sebagai m*. Tentang massa efektif ini akan kita bahas lebih
lanjut.
Dari (9.18) kita dapatkan kerapatan status energi
2πV
NE = ( 2m ) 3 / 2 E 1 / 2 (9.19)
3
h
Kerapatan status energi berbanding lurus dengan akar E. Kurva NE sebagai fungsi E
terlihat pada Gb.9.2.a.

N N
tingkat energi yang terisi
pada 0 oK

0 0
0 E 0 EF E
(a) (b)
Gb.9.2. Kerapatan Status Energi.
Makin besar E kerapatan status energi makin besar. Namun tidak semua status akan
terisi. Karena cara pengisian status mengikuti urutan sederhana yaitu mulai dari
tingkat terendah, maka jumlah status yang terisi tergantung dari energi tertinggi
yang dimiliki elektron. Oleh karena itu timbullah pertanyaan tentang bagaimana
elektron terdistribusi dalam status energi yang kerapatan statusnya dinyatakan oleh
(9.19) tersebut di atas.

9.3. Pengisian Status Energi Pada 0 oK dan Energi Fermi


Pengisian Status Pada 0 oK. Pada pembahasan mengenai ikatan atom telah
disebutkan bahwa ikatan antar atom terjadi karena peran elektron valensi. Tingkat-
tingkat energi yang tersedia dalam padatan, dengan kerapatan NE akan terisi oleh
elektron-elektron valensi tersebut. Pengisian elektron pada tingkat-tingkat energi
yang tersedia tetap mengikuti urutan sederhana yaitu bahwa tingkat energi paling
rendah akan terisi terlebih dulu dan kemudian disusul dengan tingkat terendah
berikutnya dan demikian seterusnya. Jika kita meninjau keadaan pada 0 oK, maka
setiap tingkat energi akan terisi penuh sampai suatu tingkat energi tertinggi; tingkat
energi di atas tingkat tertinggi ini akan kosong (tidak terisi).
Energi Fermi. Tingkat energi tertinggi yang terisi pada temperatur 0 oK ini disebut
tingkat Fermi atau energi Fermi. Jadi pada temperatur 0 oK, tingkat-tingkat energi
yang tersedia terisi penuh sampai ke tingkat energi Fermi; dan tingkat-tingkat energi
di atas energi Fermi tidak terisi (kosong). Keadaan ini digambarkan pada Gb.9.2.b.
Untuk menghitung jumlah tingkat energi yang tersisi (pada 0 oK) dapat digunakan
model bola seperti yang digunakan pada penghitungan kerapatan tingkat energi
untuk memperoleh relasi (9.17), sebagaimana digambarkan pada Gb.9.1.

Sifat Listrik Metal 111


Perbedaannya adalah bahwa vektor momentum untuk perhitungan ini berawal dari
titik asal dan berujung pada tingkat energi paling luar yang ditempati elektron.
Satuan momentum diperoleh dari relasi de Broglie, yaitu
h
p = hk =
λ
dimana λ adalah panjang gelombang.
Kita ingat dalam pembahasan mengenai aplikasi persamaan Schrödinger di Bab-3
bahwa energi berbanding terbalik dengan kuadrat lebar sumur potensial, L. Karena
energi berbanding lurus dengan kuadrat momentum, maka momentum berbanding
terbalik dengan L. Dengan demikian maka satuan ruang momentum dapat
dinyatakan sebagai δ = h / λ . Dengan menggunakan model bola, dapat dihitung
jumlah status yang terisi, N, yaitu volume bola berjari-jari p dibagi dengan δ3
kemudian dikalikan dengan dua

(4π / 3) p 3 8πp 3V
N = 2× 3
= (9.20)
δ 3h 3
Faktor 2 pada (9.20) diperlukan untuk memperhitungkan adanya dua elektron
dengan spin berlawanan dalam setiap status energi. Jika momentum pada (9.20)
dikonversi menjadi energi dengan menggunakan relasi (9.17) akan diperoleh

8π(2m) 3 / 2 E 3 / 2V
N= (9.21)
3h 3
Catatan: Relasi (9.21) ini dapat juga diperoleh melalui integrasi (9.18).
Jika E pada (9.21) diganti dengan tingkat energi tertinggi yang terisi yaitu energi
Fermi EF, maka akan diperoleh
3/ 2
1 3N  1 
E F3 / 2 =   h3
8 πV  2m 
dan dari sini diperoleh
2/3 2 2/3
1  3N   1  2 h  3N 
EF =    h =   (9.22)
4  πV   2m  8m  πV 

Inilah relasi untuk menghitung energi Fermi. Dalam relasi ini N adalah jumlah status
yang terisi, dan V adalah volume sumur potensial. Jadi N/V adalah jumlah status
yang terisi per sumur potensial.
Estimasi terhadap EF bisa dilakukan bila kita ingat bahwa dalam ikatan metal atom-
atom metal tersusun secara rapat. Bila diameter atom metal sekitar 3 Å, dan volume
atom metal diambil pula sebagai volume sumur potensial yaitu sekitar 9×10−24 cm3,
maka untuk ion metal monovalen akan diperoleh nilai energi Fermi
E F ≈ 4 eV

Hasil perhitungan EF untuk beberapa unsur metal diberikan dalam Tabel-9.1.

112 Sudaryatno S, Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material


Temperatur Fermi. Pengertian temperatur Fermi terkait dengan pengertian klasik
tentang elektron dimana energi elektron dinyatakan dengan Ee = k BTe dengan
k B = 8,6 × 10 −5 eV/K adalah konstanta Boltzmann dan Te temperatur elektron dalam
derajat K. Jika elektron memiliki energi sebesar EF = 4 eV maka kita dapat
menghitung temperatur Fermi
T F ≈ 4 / 8,6 × 10 −5 ≈ 47000 o K

Jadi elektron dalam padatan yang berada pada tingkat energi Fermi, memiliki
temperatur sangat tinggi, yaitu sekitar 50.000 oK. Penambahan energi thermal pada
suhu kamar sekitar 300 oK hampir tak ada artinya dibandingkan dengan energi
thermal elektron yang berada di sekitar tingkat energi Fermi. Hasil perhitungan
temperatur Fermi untuk beberapa unsur metal diberikan pada Tabel-9.1.
Tabel-9.1. Energi Fermi dan Temperatur Fermi. [1].

Unsur EF [eV] TF [oK]


Cu 7,0 82000
Ag 5,5 64000
Au 5,5 64000
Li 4,7 55000
Na 3,1 37000
K 2,1 24000
Rb 1,8 21000
Cs 1,5 18000

9.4. Pengisian Elektron Pada Temperatur > 0 oK


Pada temperatur yang lebih tinggi dari 0 oK, elektron-elektron mendapat tambahan
energi sehingga sejumlah elektron yang semula berada di bawah namun dekat
dengan energi Fermi naik ke atas dan meninggalkan beberapa tingkat energi di
bawah energi Fermi yang semula ditempati. Perhitungan distribusi elektron dalam
tingkat energi ini dilakukan dengan pendekatan statistik.
Pendekatan Statistik. Pada 0 oK, semua tingkat energi sampai dengan tingkat energi
Fermi terisi penuh sedangkan tingkat energi di atas energi Fermi kosong. Suatu
fungsi f(E,T), yang berlaku untuk seluruh nilai energi dan temperatur baik di bawah
maupun di atas 0 oK, dapat didefinisikan sedemikian rupa sehingga untuk T = 0 oK
memberikan nilai 1 dan untuk E < EF memberikan nilai 0 untuk E > EF. Artinya
pada T = 0 oK tingkat energi di bawah EF pasti terisi sedangkan tingkat energi di atas
EF pasti kosong. Energi E dalam fungsi tersebut terkait dengan energi electron
dalam sumur potensial dan oleh karena itu prinsip ketidak-pastian Heisenberg serta
prinsip eksklusi Pauli harus diperhitungkan dalam menentukan f(E,T). Pembatasan-
pembatasan pada sifat elektron seperti ini tidak terdapat pada pendekatan klasik,

Sifat Listrik Metal 113


yang memandang partikel-partikel dapat diidentifikasi, posisi dan energi partikel
dapat ditentukan dengan pasti, dan tidak ada pembatasan mengenai jumlah partikel
yang boleh berada pada tingkat energi tertentu.
Berikut ini kita akan melihat statistik klasik yang dikenal sebagai statistik Maxwel-
Boltzmann, dan statistik kuantum yaitu statistik Fermi-Dirac. Statistik kuantum yang
lain yaitu statistik Bose-Einstein belum akan kita tinjau. Hal ini dilakukan karena
dalam pembahasan metal digunakan statistik Fermi-Dirac.

Distribusi Maxwell-Boltzmann. Dalam statistik ini setiap tingkat energi dianggap


dapat ditempati oleh partikel mana saja dan setiap tingkat energi memiliki
probabilitas yang sama untuk ditempati. Mencari probabilitas penempatan partikel
adalah mencari jumlah cara bagaimana partikel tersebut ditempatkan. Jika N adalah
jumlah keseluruhan partikel yang terlibat dalam sistem ini, maka cara penempatan
partikel adalah sebagai berikut: untuk menempatkan partikel pertama ada N cara
(karena ada N partikel yang terlibat); untuk menempatkan partikel yang kedua ada
(N – 1) cara (karena sesudah penempatan partikel pertama masih terdapat (N – 1)
partikel); untuk menempatkan partikel yang ketiga ada (N – 2) cara, dan
seterusnya. Jumlah cara untuk menempatkan n1 dari N partikel di tingkat E1 adalah
N!
N ( N − 1)( N − 2)( N − 3)......( N − n1 ) atau . Setelah ni partikel menempati
( N − n1 )!
tingkat energi Ei urutan penempatan ni partikel ini tidak ada artinya lagi; sebagai
misal, urutan tiga partikel abc, acb, bca, bac, cab, cba, memberikan keadaan yang
sama dalam menempati tingkat E1. Jadi jumlah cara penempatan n1 partikel di
N!
tingkat E1 yang telah diperoleh harus dibagi dengan ni! menjadi .
n1! ( N − n1 )!
Jumlah cara ini diperoleh dengan asumsi bahwa setiap tingkat energi memiliki
probabilitas yang sama untuk ditempati. Jika kita ambil asumsi bahwa tingkat energi
E1 memiliki probabilitas intriksik g1 untuk ditempati, maka jumlah cara untuk
menempatkan n1 partikel di tingkat energi E1 menjadi

g1n1 N!
P1 = (9.23)
n1!( N − n1 )!

Jika tingkat energi ke dua, E2, ditempati oleh n2 partikel sedangkan probabilitas
intrinsiknya adalah g2 maka jumlah cara untuk menempatkan n2 partikel di tingkat
E2 ini adalah
n
g1n2 ( N − n1 )! g 3 3 ( N − n1 − n2 )!
P2 = dan juga P3 =
n2 !( N − n1 − n2 )! n3!( N − n1 − n2 − n3 )!
dan seterusnya sampai seluruh N menempati posisinya. Probabilitas untuk terjadinya
distribusi yang demikian ini, yaitu n1 partikel menempati E1, n2 partikel menempati
E2, n3 partikel menempati E3, n4 partikel menempati E4 dan seterusnya, adalah
n
N! g1n1 g 2n2 g 3 3 .....
P = P1P2 P3 ..... = (9.24)
n1! n2 ! n3!.....

114 Sudaryatno S, Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material


Jika sekarang dimasukkan asumsi bahwa partikel-partikel adalah identik dan tidak
dapat dibedakan, artinya pertukaran tempat partikel antar tingkat energi bisa saja
terjadi tanpa mengubah distribusi yang sudah ada. Dengan asumsi ini maka (9.24)
harus dibagi dengan N! sehingga diperoleh
n n n
g 1 g 2 g 3 .....
P = P1 P2 P3 ..... = 1 2 3 (9.25)
n1! n2 ! n3 !.....

Persamaan (9.25) inilah probabilitas distribusi dalam statistik Maxwell-Boltzmann.


Keadaan keseimbangan, yang terkait dengan distribusi yang paling mungkin terjadi,
dapat kita peroleh dengan mencari nilai maksimum dari P pada (9.25). Perhitungan
mencari maksimum P tidak langsung dilakukan dengan membuat dP = 0 melainkan
membuat dlnP = 0 karena d ln P = (1 / P)dP sehingga jika dP = 0 maka juga dlnP = 0.
n n n
g1 1 g 2 2 g 3 3 .....
ln P = ln
n1! n 2 ! n3 !.....
= ∑ ni ln g i − ∑ ln ni !
i i
Jika ni dianggap cukup besar, maka formula Stirling dapat digunakan untuk mencari
pendekatan nilai lnni! yaitu ln ni ! ≈ ni ln ni − ni sehingga
ln P = ∑ ni ln g i − ∑ (ni ln ni − ni )
i i
= ∑ ni ln g i − ∑ (ni ln ni ) + ∑ ni (9.26)
i i i
=N− ∑ ni ln(ni / g i )
i

dan d (ln P) = dN − ∑ (dni ) ln(ni / g i ) − ∑ dni (9.27)


i i

Jika jumlah partikel N tidak berubah sehingga dN = 0, dapat dianggap pula


∑ dni = 0 sehingga dari (9.27) diperoleh
i
− d (ln P ) = ∑ (ln(ni / gi ))dni = 0 (9.28)
i

Jika perubahan dni sembarang, persamaan (9.28) bisa terpenuhi jika ln(ni / gi) = 0
yang berarti ni = gi. Akan tetapi perubahan dni tidaklah sepenuhnya sembarang sebab
jika kita pertimbangkan energi total E yang juga dapat kita anggap konstan, maka
dni tdak bisa sembarang. Jika E kita anggap konstan maka ada suatu nilai rata-rata Er
yang konstan yaitu
E E 1
Er =
N
atau N = = ∑ ni E i
Er Er i
sehingga

1
dN = ∑ Ei dni
Er i
(9.29)

Sifat Listrik Metal 115


Ei adalah tingkat energi yang ditempati oleh ni . Dengan (9.29) ini maka (9.27)
menjadi
1
d (ln P) = ∑ Ei dni − ∑ (dni ) ln(ni / g i ) − ∑ dni
Er i
(9.30)
i i

Lagrange memasukkan parameter α dan β sedemikian rupa sehingga


1
∑ dni = αdni dan ∑ Ei dni = βEi
Er i
(9.31)
i

Untuk kondisi d (ln P) = 0 , dari (9.30) dan (9.31) didapatkan

∑ (ln(ni / gi ) + α + βEi )dni = 0 (9.32)


i
Keseimbangan distribusi tercapai bila apa yang berada dalam tanda kurung (9.32)
sama dengan nol yaitu
ln(ni / g i ) + α + βEi = 0 atau ln(ni / g i ) = −α − βEi

sehingga
ni = g i e −α −βEi (9.33)

Karena N = ∑ ni maka
i

N= ∑ ni = ∑ gi e −α −βE i
= e −α ∑ g i e −β E i

i i i
= e−α Z

dengan Z= ∑ gi e −βE i
(9.34)
i
Z disebut fungsi partisi. Dengan (9.34) ini kita dapat nyatakan e −α = N / Z sehingga
(9.33) dapat kita tuliskan
N
ni = g i e −βEi (9.35)
Z
Inilah formulasi distribusi Maxwell-Boltzmann. Parameter β terkait dengan energi
rata-rata electron β ~ 1/Er. Dari teori kinetik gas diambil Er = kBT dengan kB adalah
konstanta Boltzmann maka dimasukkan β = 1 / k B T sehingga (9.35) menjadi
N
ni = g i e − Ei / k B T (9.36)
Z

Distribusi Fermi-Dirac. Dalam tinjauan ini partkel dianggap identik dan tak dapat
dibedakan satu terhadap lainnya; partikel-partikel ini juga mengikuti prinsip eksklusi
Pauli sehingga tidak lebih dari dua partikel berada pada status yang sama. Partikel
dengan sifat demikian ini biasa disebut fermion (Enrico Fermi 1901-1954).

116 Sudaryatno S, Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material


Untuk gerak partikel dibawah pengaruh gaya sentral (tinjauan pada aplikasi
persamaan Scgrodinger pada struktur atom di Bab-4), energi tidak tergantung dari
orientasi momentum sudut di orbital sehingga terjadi degenerasi sebesar 2l + 1 dan
ini merupakan probabilitas intrinksik dari tingkat energi yang bersangkutan. Jika
partikel memiliki spin maka total degenerasi adalah 2(2l + 1). Prinsip eksklusi tidak
memperkenankan lebih dari dua partikel berada pada satu status energi dengan
bilangan kuantum yang sama, maka jumlah probabilitas intrinksik merupakan
jumlah maksimum partikel (fermion) yang boleh berada pada tingkat energi
tersebut. Pengertian mengenai probabilitas intrinsik yang kita kenal dalam
pembahasan statisik klasik Maxwell-Boltzmann berubah menjadi status kuantum
dalam pembahasan statistik kuantum ini. Jika gi adalah jumlah status dalam suatu
tingkat energi Ei, dan ni adalah jumlah partikel pada tingkat energi tersebut, maka
haruslah ni ≤ gi.
Cara penempatan partikel adalah sebagai berikut. Partikel pertama dapat menempati
salah satu diantara gi; partikel kedua dapat menempati salah satu dari (gi −1);
partikel ketiga dapat menempati salah satu dari (gi −2) dan seterusnya. Jumlah cara
g1!
untuk menempatkan n1 partikel di tingkat E1, adalah . Karena partikel tidak
( g1 − n1 )!
dapat dibedakan satu sama lain, maka jumlah cara untuk menempatkan n1 partikel di
tingkat E1 menjadi
g1!
P1 = (9.37)
n1!( g1 − n1 )!

g 2! g 3!
dan P2 = ; P3 = ; dst. sampai Pi.
n2 !( g 2 − n2 )! n3!( g3 − n3 )!

Jumlah keseluruhan cara untuk menempatkan partikel adalah


g!
P = P1P2 P3 ... = ∏ ni !( gi i− ni )! (9.38)
i

Seperti halnya pada distribusi Maxwell-Boltzmann, kita cari maksimum P melalui


lnP. Dengan menggunakan pendekatan Stirling ln x! = x ln x − x kita perolehperoleh
ln P = ∑ gi ln g i − ni ln ni − ( gi − ni ) ln( gi − ni ) (9.39)
i

− d (ln P) = ∑ [ln ni − ln( gi − ni )]dni = 0


i

Dengan mengintroduksi parameter α dan β seperti pada distribusi Maxwell-


Boltzmann, diperoleh
ni
ln ni − ln( g i − ni ) + α + β atau = e − α −β Ei
gi − ni

Dari sini diperoleh distribusi Fermi Dirac

Sifat Listrik Metal 117


g
ni = α +βEi (9.40)
e i
+1
Parameter β berperan sama seperti pada distribusi Maxwell-Boltzmann, β=1/kBT.
Parameter α berkaitan dengan EF melalui hubungan EF = αkBT sehingga (9.40)
menjadi
g
ni = ( E − E )i/ k T (9.41)
e i F B
+1
Jika kita perhatikan persamaan (9.41), kita lihat
lim e ( Ei − E F ) / k BT = 0 untuk ( Ei − E F ) < 0
T →0
= ∞ untuk ( Ei − E F ) > 0

Oleh karena itu persamaan (9.41) ini menunjukkan bahwa jika T = 0 maka ni = gi
yang berarti semua tingkat energi sampai EF terisi penuh dan di atas EF tidak terisi
(ni = 0). EF inilah temperatur Fermi.
Jika kita gambarkan kurva ni/gi terhadap E kita peroleh bentuk kurva seperti pada
Gb.9.3.a. sedangkan Gb.9.3.b. memperlihatkan pengisian tingkat energi pada
temperatur diatas 0 oK. Bila dibandingkan dengan pengisian pada 0 oK pada
Gb.9.2.b, terlihat bahwa pada temperatur > 0 oK perubahan pengisian hanya terjadi
di sekitar tingkat Fermi.

ni/gi NE
T=0
1 T>0
T >> 0 tingkat energi yang
terisi pada T > 0 oK
0 0
0 E 0 EF E
(a) (b)
Gb.9.3. ni/gi pada tiga temperatur berbeda menurut statistik Fermi-Dirac dan
pengisian tingkat-tingkat energi pada T > 0oK.

9.5. Aplikasi Distribusi Fermi-Dirac Untuk Menghitung Emisi Thermal Pada


Metal
Pada temperature kamar, electron dalam metal tidak meninggalkan metal. Gb.9.9.
memperlihatkan energi potensial elektron didalam dan di luar metal. Sumur-sumur
potensial terbentuk di sekitar inti atom. Di permukaan metal dinding sumur
potensial jauh lebih tinggi dari dinding potensial di sekitar ion dalam metal. Oleh
karena itu elektron yang bebas dalam metal tidak meninggalkan metal.
Pada temperatur kamar elektron menempati tingkat energi di pita konduksi sampai
di sekitar tingkat Fermi, seperti diperlihatkan pada Gb.9.3.b. Untuk mengeluarkan

118 Sudaryatno S, Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material


elektron dari dalam metal diperlukan tambahan energi; di Gb.9.4 tambahan energi
ini adalah sebesar eφ dan φ disebut work function dari metal.


EF
Energi
Hampa

+ + + +
Gb.9.4. Pengisian pita konduksi pada metal.
Pada temperatur yang tinggi, tambahan energi yang diterima elektron di sekitar
energi Fermi cukup besar sehingga ia mampu melewati dinding potensial di
permukaan metal. Peristiwa keluarnya elektron dari metal karena pengaruh thermal
ini disebut emisi thermal. Menggunakan distribusi Fermi-Dirac untuk menghitung
jumlah elektron yang mampu mencapai permukaan metal untuk kemudian
meninggalkan metal, diperoleh relasi
4πm e
j= (k B T ) 2 e −eφ / k BT = AT 2 e −eφ / kT (9.42)
h3
dengan j adalah kerapatan arus. Persamaan (9.42) dikenal sebagai persamaan
Richardson-Dushman. Perlu kita ingat bahwa persamaan tersebut tidak sepenuhnya
terpenuhi karena beberapa hal:
a. emisi elektron di permukaan sangat sensitif terhadap kondisi permukaan;
b. emisi elektron juga sensitif terhadap arah normal permukaan terhadap kisi
kristal dalam metal;
c. work function berubah terhadap temperatur; makin tinggi temperatur
banyak elektron yang makin jauh dari tingkat Fermi.
φ = φ 0 + αT

φ0 adalah work function pada 0 o


K; α adalah koefisien temperatur,
α = dφ / dT

Beberapa macam metal yang biasa digunakan sebagai katoda (yang dipanaskan)
untuk memperoleh sumber elektron diberikan pada Tabel-9.2.
Tabel.9.2. Beberapa metal sebagai katoda sumber elektron.[6].
Material titik leleh temperatur work function konstanta A
o 6
katoda o
[ K] kerja [ K] [eV] [10 amp/m2 oK2]
W 3683 2500 4,5 0,060
Ta 3271 2300 4,1 0,4 – 0,6
Mo 2873 2100 4,2 0,55
Th 2123 1500 3,4 0,60
Ba 983 800 2,5 0,60
Cs 303 293 1,9 1,62

Sifat Listrik Metal 119


9.6. Konduktivitas dan Resistivitas Listrik
Medan listrik, E , mempengaruhi status momentum dalam padatan. Elektron-
elektron dengan energi tinggi (di sekitar energi Fermi) mendapat tambahan
momentum sejajar E sehingga terjadilah pergeseran ruang momentum seperti
diperlihatkan pada Gb.9.5.
pz pz

p p

py py
E dp E
(a) (b)
Gb.9.5. Pergeseran ruang momentum oleh medan listrik.
Setiap elektron yang menerima pengaruh medan E akan menerima gaya
F = eE (9.43)
∂p
Karena gaya F = maka (9.43) memberikan perubahan momentum sebesar
∂t
∂p = e E ∂t (9.44)
Elektron yang semula bergerak acak dengan total momentum nol, dengan adanya
tambahan momentum sejajar E ini gerak acak elektron memiliki total momentum
neto, tidak lagi nol. Tambahan momentum ini menyebabkan terjadinya kecepatan
neto sejajar E , namun kecepatan ini tidak terus-menerus bertambah menjadi tak-
hingga. Dalam perjalanannya, jika kita bayangkan elektron sebagai partikel, akan
membentur ion, serta bagian-bagian kristal yang tak sempurna sebagaimana dibahas
di Bab-7. Akibatnya adalah bahwa sesaat setelah terjadi benturan kecepatan elektron
akan turun drastis menjadi nol atau hampir nol.
Untuk elektron sebagai gelombang, de Broglie memberikan relasi antara momentum
dan bilangan gelombang sebagai p = hk . Dengan relasi ini (9.44) akan memberikan
pergeseran bilangan gelombang di ruang bilangan gelombang sebesar
1 eE
∂k = ∂p = ∂t (9.45)
h h
Jika waktu rata-rata yang diperlukan oleh elektron, antara saat awal mendapat
percepatan oleh E dan saat interaksinya dengan ion atau cacat-cacat kristal adalah
τ F , maka perubahan kecepatan elektron dapat didekati dengan

∆p e E τ F
∆v = ≈ (9.46)
m m
τ F disebut waktu relaksasi dimana τ F ≈ ∂t dan ini merupakan waktu terjadinya
pergeseran ruang momentum, yang semula simetris bola menjadi tak simetris dan
kembali lagi menjadi simetris pada Gb.9.10.

120 Sudaryatno S, Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material


Relasi (9.46) terkait dengan pengertian mobilitas elektron, µ, yaitu perubahan
kecepatan elektron per satuan kuat medan
∆v eτ F
µ≡ = (9.47)
E m
Kerapatan arus listrik adalah kerapatan elektron yang berpartisipasi dalam timbulnya
arus listrik, yaitu kerapatan elektron yang memiliki pertambahan kecepatan ∆v kali
muatan elektron e. Jika kerapatan elektron ini adalah nF maka kerapatan arus adalah
n e2 EτF
j = nF e∆v = F (9.48)
m
Konduktivitas metal ditentukan melalui hukum Ohm j = σ e × E sehingga

j nF e 2 τ F
σe = = (9.49)
E m
Resistivitas, ρe, adalah kebalikan dari konduktivitas, yang dapat kita peroleh dari
(9.49) σ e = 1 / ρe . Tabel-9.3. memuat resistivitas beberapa unsur pada suhu di sekitar
suhu kamar.
Tabel-9.3. Resistivitas (ρe) unsur sekitar suhu kamar.[1].
Unsur ρe [Ω.cm.] Unsur ρe [Ω.cm.]
Ag 1.59×10−6 Mg 4,45×10−6
Al 2,6548×10−6 Na 4,2×10−6
Au 2,35×10−6 Ni 6,84×10−6
Be 4×10−6 Pb 20,648×10−6
Bi 106,8×10−6 Pd 10,8×10−6
C (grafit) 13,75×10−6 Pt 10,6×10−6
Ca 3,91×10−6 Re 19,3×10−6
Cd 6,83×10−6 Rh 4,51×10−6
Co 6,24×10−6 Sb 39,0×10−6
Cr 12,9×10−6 Si x) 10×10−6
Cu 1,6730×10−6 Sn 11×10−6
Fe 9,71×10−6 Ta 12,45×10−6
Ge x) 46×10−6 Th 13×10−6
Hg 98,4×10−6 Ti 42×10−6
In 8,37×10−6 Tl 18×10−6
Ir 5,3×10−6 U 11×10−6
Li 8,55×10−6 W 5,65×10−6
Zn 5,916×10−6
x
) tidak murni

Sifat Listrik Metal 121

You might also like