You are on page 1of 42

ARTIKEL KAJIAN

Perencanaan dan Pengembangan SMAN 1 Kembang

Oleh

Drs. NUR KHOLIQ


SMA NEGERI 1 KEMBANG

PEMERINTAH KABUPATEN JEPARA


DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA
UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS
SMA NEGERI 1 KEMBANG
Jl Bangsri Keling, Km 6 ( 59453 ) Telp. (0291) 7730048

0
Puji syukur “Al-Hamduilillah” selayaknya tetap selalu kita panjatkan kepada Allah Swt,
karena atas perkenan, petunjuk dan Hidayah-Nya kita masih diberi kesempatan untuk dapat
mengabdi di Institusi SMA Negeri 1 Kembang, sebagai USB yang relatif masih baru ini.
Terwujudnya buku Artikel Kajian tentang “Model Sekolah Masa Depan” ini dikandung
maksud untuk menggugah kesadaran kepada seluruh warga sekolah tentang betapa pentingnya kita
memiliki komitmen bersama untuk berbenah diri guna berikhtiar menciptakan Visi dan Missi
Institusi SMA Negeri 1 Kembang yang jelas dan kuat bagi kehidupan di masa depan.
Hal ini dapat kita lihat bahwa alam semesta, lingkungan masyarakat kita bahkan diri kita baik
disadari atau tidak telah dan terus berubah. Demikian pula, ilmu pengetahuan dan tehnologi dan
dunia sekeling kita telah berubah dengan cepat. Teori pendidikan penyebutkan bahwa “perubahan
pendidikan persekolahan selalu kalah cepat dengan perubahan masyarakat“. Kita sebagai manusia
yang bijak tentu tidak mau diseret dengan laju perkembangan zaman dan oleh karena itu perlu
mengantisipasi dan mereposisi bahkan meninjau ulang tentang keberadaan SMA Negeri 1 Kembang
baik pada masa kini maupun masa yang akan datang. Sebab sebuah institusi atau organisasi
manapun yang kuat, selalu didahulu dengan perencanaan yang baik dan matang untuk secara
bersama-sama (dalam team work) mewujudnyatakan rencana tersebut agar menjadi menyataan.
SMA Negeri 1 Kembang telah berdiri pada tahun 2006 dan kini telah akan memasuki tahun
ke-5. Selama masa 5 tahun tersebut, sekolah kita masih terombang-ambing dalam arah dan bentuk
yang tidak jelas dan menentu. Padahal sekolah ini adalah sangat menentukan bagi nasib dan hari
depan putra-putri harapan bangsa dan juga kehidupan kita. Untuk memberikan makna bagi sejarah
pertumbuhan dan perkembangan SMA Negeri 1 Kembang, marilah kita mencoba untuk bersatu
padu berpikir bersama tentang angan-angan dan mimpi indah kita untuk selanjutnya kita wujudkan
bersama.
Demikian sekedar kata pengantar ini kami sampaikan dan terima kasih kepada rekan-rekan
semua atas kesediaan dan bantuanya untuk turut berjuang membangun dan membesarkan di SMA
Negeri 1 Kembang. Semoga Allah Swt senantiasa memberikan petunjuk dan bimbingan-Nya
kepada kita agar niat dan tujuan yang mulia kita dapat terwujud menjadi kenyataan.

Kembang,20 Mei 2010


Kepala Sekolah,

Drs. Nur Kholiq


NIP.19630108 198703 1 004

DAFTAR ISI

Halaman Judul

0
Kata Pengantar
Daftar Isi
Abtrak

Bab I : Menggagas Model Sekolah Masa Depan


a. Pendahuluan
b. Pandangan Penyelenggaran Sekolah
c. Tantangan yang dihadapi
d. Model Sekolah Masa Depan
e. Perencanaan Sekolah Unggul

Bab II : Fungsi dan tangggung jawab pengelola Sekolah


Sifat-sifat pemimpin yang efektif
Pola Baru Manajemen Pendidikan Masa Depan
Guru Masa Depan
Profesionalisme Guru
Indikator Profesionalisme Mengajar Guru
Efektivitas Kerja Guru
Kelas Masa Depan
TANTANGAN ABAD 21: Pengelolaan Kelas Berbasis ICT
Ciri-ciri Pelajar Cemerlang
Reposisi Tata Usaha Sekolah
Indikator Kepuasan Kerja

Abstrak

Perubahan yang terjadi di Indonesia berdampak yang menimbulkan krisis multidimensi. Di tengah
upaya penanggulangan krisis, isu pemerataan mutu pendidikan tetap berkembang, baik yang

0
digagas pemerintah maupun yang digagas masyarakat. Kunci kesuksesan sekolah unggul terletak
pada aspek manajemen dan kurikulum-pembelajarannya. Salah satu rekomendasi sekolah menjadi
unggul di masa depan ialah sekolah harus memiliki sembilan standar yaitu: visi misi jelas, kepala
sekolah profesional, guru profesional, lingkungan belajar kondusif, pendidikan berbasis ramah
siswa, manajemen kuat, kurikulum luas tetapi seimbang diiringi strategi pembelajaran yang efektif,
penilaian dan pelaporan prestasi siswa yang bermakna, dan pelibatan masyarakat secara
positifpartisipatif.

Kata kunci: sekolah unggul, manajemen, kurikulum, pembelajaran.

A. Pendahuluan
Perubahan yang terjadi pada satu dekade terakhir sangatlah luar biasa di Indonesia. Salah satu
dampak yang ditimbulkan adalah terjadinya krisis multidimensional yang menjadikan Indonesia
terpuruk dalam segala sektor kehidupan baik politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi,
termasuk juga di dunia pendidikan (Darmaningtyas, 1999). Tidak hanya isu kemanusiaan,
politik, kesehatan, dan pendidikan yang menjadi polemik nasional, tetapi juga musibah nasional
pada kasus alam seperti tsunami Aceh, gempa Jogja, lumpur Lapindo, kecelakaan di udara, darat,
dan lautan. Hilangnya pesawat Adam Air, musibah Kapal Pasopati dan Levina, kecelakaan
kereta api yang berantai, demikian pula kecelakaan darat yang tiada henti-henti membentuk mata
rantai kedukaan semakin membuat krisis Indonesia benar-benar sangat mengkhawatirkan.

0
Perilaku demo yang sampai menjurus anarkis juga terjadi di banyak daerah, konflik horisontal
antar daerah juga sering terjadi, termasuk konflik vertikal di pemerintahan pusat menjadi berita
yang menggelisahkan masyarakat, jama’ah haji yang kelaparan di Arafah dan Mina, rakyat kelas
bawah antri membeli bahan pokok makanan dan minyak tanah telah pula menjadi pemandangan
sehari-hari.
Namun demikian, di tengah krisis multidimensi tersebut, ada hal-hal positif yang muncul dari
arus perubahan ini. Pola pemerintahan yang sentralistik menjadi desentarlistik (Bafadal,2007).
Demokratisasi membangun transparansi dalam penyelengaraan negara. Begitu pula dalam hal
penyelenggaraan penyelenggaraan pendidikan yang mulai melahirkan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, semua regulasi ini dimiliki
setelah setengah abad bangsa Indonesia merdeka. Alam keterbukaan telah menggubah
penyelenggaraan pendidikan (Tilaar, 2002). Isu terakhir yang muncul adalah pemerataan
peningkatan mutu. Isu ini diiringi dengan kebijakan pemerintah dengan meningkatkan standar
mutu, mulai dari Standar Pelayanan Minimal (SPM), ke Standar Sekolah Nasional (SSN), ke
Standar Sekolah Internasional (SSI) atau sering pula disebut Standar Nasional Bertaraf
Internasional (SNBI) (Arifin, 2006a). Di sekolah, gerakan peningkatan mutu ini juga dikenal
dengan inovasi manajemen berbasis sekolah (school based management) yang intinya
mendorong sekolah menjadi berkemampuan swakelola (self managing school) (Arifin, 2006b;
Suderadjat, 2005).
Penyelenggaraan sekolah dimaksudkan untuk menghasilkan siswa atau lulusan yang memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan budi pekerti yang luhur serta emosi dan spiritual yang baik,
sehingga mereka mampu untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dan dapat mengisi
lapangan kerja atau memiliki jiwa kewirausahaan, terutama mampu hidup di tengah masyarakat
sebagai warga negara yang baik dan berbakti (Arifin, 2006a). Dengan demikian, tujuan antara
sekolah adalah mewujudkan sekolah efektif atau sekolah unggul yang pada akhirnya
meningkatkan pembelajaran dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, pengelolaan sekolah yang
unggul idealnya berorientasi pada kebutuhan sekarang dan masa depan (school basic need in the
future).

B. Pandangan Penyelenggaraan Sekolah


Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana
tercantum dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 dan GBHN. Implementasi
pendidikan ini tidaklah lepas dari konteks nasional maupun internasional karena pendidikan
merupakan suatu upaya untuk menyiapkan peserta didik agar dapat mengantisipasi perubahan
global yang terjadi. Oleh karena itu, pendidikan harus sejalan dengan perkembangan atau
perubahan global yang sedang dan akan terus berlangsung. Dengan demikian, sistem pendidikan
harus selalu diperbaharui sesuai dengan tuntutan jaman.
Untuk mencapai tujuan pendidikan sebagaimana disinggung di atas, maka perlu diperhatikan tiga
sasaran pendidikan. (1) Kualitas, komitmen untuk mendapatkan hasil terbaik dalam pelayanan
pengajaran bagi peserta didik, dengan kata lain pendidikan berorientasi mutu. (2) Pemerataan,
pemberian pelayanan merata bagi peserta didik, dengan tetap memperhatikan potensi individu,
individual differencies. (3) Efisiensi dan efektivitas, efisien dalam penggunaan dana dengan

0
sumber-sumber yang tersedia untuk mencapai keefektivan atau kualitas layanan terbaik dan
merata bagi peserta didik, tanpa ada deskriminatif dalam segala aspek.
Percepatan laju perubahan pada dekade akhir-akhir ini, terutama isu globalisasi pendidikan
berbasis mutu, memunculkan tagihan pada berbagai usaha penyiapan tenaga terampil dan
profesional yang mampu bersaing di tingkat regional maupun internasional. Untuk menyiasati
pencapaian tuntutan global tersebut, maka sekolah masa depan yang berorientasi keunggulan
keberadaannya tidak dapat dielakkan, meskipun pengembangannya dilakukan secara bertahap.
Sekolah masa depan harus didukung oleh prasarana yang memadahi dan penyelenggaraan
pendidikan bertumpu pada pencapaian kualitas, pemerataan dan efektivitas-efesiensi. Oleh
karena itu sekolah harus memiliki ciri-ciri: (1) visi dan misi yang jelas, (2) tujuan yang jelas dan
pasti, (3) murid-murid mempunyai harapan yang tinggi, (4) memberikan pengakuan dan
penghargaan bagi anggota jajaran sekolah yang telah berprestasi, dan (5) seluruh anggota jajaran
sekolah menunjukkan dedikasi, komitmen, dan disiplin yang tinggi (Sergiovanni dalam Arifin,
2007).
Selain itu, sekolah masa depan harus memiliki parameter keberhasilan pencapaian akademis
yang terukur, menciptakan stabilitas sekolah sebagai lingkungan belajar yang prestisius,
menggunakan secara penuh dan efektif sumber-sumber yang ada di sekolah dan masyarakat,
peningkatan kualitas pendidik dan staf administrasi secara terusmenerus, dan melibatkan
masyarakat terutama orang tua murid untuk ikut bertanggung jawab dalam peningkatan wawasan
masa depan peserta didik. UNESCO (2006) menggagas sekolah masa depan memiliki
manajemen yang mandiri dan swakelola secara profesional, keterlibatan masyarakat yang positif-
partisipatif, kurikulum dan pembelajaran disertai lingkungan belajar-mengajar yang kondusif
sehingga memungkinkan terberdayanya warga sekolah bertumbuh secara positif.
Menurut Suderadjat (2005), sekolah harus merupakan bagian terpadu dari sumber daya manusia
secara menyeluruh. Untuk itu, harus ada upaya untuk mengadakan kerjasama dengan lembaga
pemerintahan, kemasyarakatan, penelitian, ilmu pengetahuan, hukum dan sebagainya.
Pemanfaatan para profesional sebagai sumber belajar menunjukkan kepada siswa bahwa
pengetahuan dapat digali dari berbagai sumber. Di sisi lain, keberhasilan usaha pendidikan tidak
lepas dari upaya pencegahan masalah-masalah yang timbul dari peserta didik seperti: kesehatan,
kejiwaan, penyimpangan prilaku, vandalisme, dan sebagainya. Usaha pencegahan tentu harus
dilakukan secara sinergis oleh sekolah-pemerintah-masyarakat (Arifin, 2007).

C. Tantangan Yang Dihadapi


Untuk mencapai tujuan tersebut harus dilakukan upaya identifikasi masalah atau tantangan yang
berkaitan dengan pencapaian tujuan sebuah sekolah. Tantangan pertama adalah sistem
pendidikan dan kurikulum yang berlaku sekarang ini. Sistem pendidikan memungkinkan
penyelenggaraan pendidikan mandiri yang dikelola oleh sekolah selama masih berada dalam
koridor kurikulum nasional yang berlaku. Kurikulum sekolah yang disebut Kurikulum 2006 atau
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) saat ini sudah cukup memadai karena ada
kebebasan dalam mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan lokal dan berbasis pada
sekolah (School building).

0
Pengembangan inilah yang dapat dijadikan sebagai kekhasan pada setiap sekolah. Kekhasan atau
keunikan yang dibangun secara mandiri oleh sekolah dalam bentuk kurikulum yang bernafaskan
keagamaan, budaya lokal, seni, kebahasaan, dan Iptek.
Tantangan kedua adalah pelaksanaan proses pembelajaran. Pada umumnya sekolah di Indonesia
masih berorientasi pada penekankan "output", hasil belajar dengan nilai tinggi di bidang
akademik, sebagai akibat tuntutan pemerintah dalam penyelenggaraan Ujian Nasional (UN).
Dampaknya, proses pembelajaran pada umumnya menekankan pada kegiatan yang melatih siswa
untuk mendapatkan nilai yang tinggi dengan usaha banyak mengerjakan soal-soal latihan dan
menghafal.
Padahal belajar adalah suatu proses untuk mendapatkan pengetahuan dan menggunakannya
dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, hasil akhir pendidikan bukan hanya pada
perolehan belajar akademik, melainkan juga untuk pembentukan perilaku, kepekaan sosial, dan
spiritualitas yang baik. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus mengacu pada proses
pembentukan tersebut tanpa melupakan hasil belajar yang tinggi. Kombinasi antara proses dan
hasil inilah yang harus dijadikan salah satu keunggulan sekolah di masa depan. Pendekatan
pengajaran yang berpusat pada guru, "teachers center", harus diubah menjadi "children center".
Pada "children center" siswa merupakan subjek bukan merupakan objek. Guru bertindak sebagai
fasilitator dan motivator dalam proses pembelajaran. Siswa diberi kesempatan untuk
mengemukakan pendapat, berefleksi, dan bebas merekonstruksi pemikiran secara individu atau
melalui diskusi yang diiringi dengan keberanian bertanggung jawab. Paradigma ini
mengisyaratkan bahwa guru bukan lagi menjadi satu-satunya pusat sumber belajar atau sumber
pengetahuan sehingga guru harus memanfaatkan lingkungan yang ada untuk menunjang
bagaimana proses pembelajaran menjadi efektif.
Tantangan ketiga adalah kualitas Sumber Daya manusia (SDM). SDM berperan penting dalam
mengimprovisasi kegiatan yang telah direncanakan. Kemampuan SDM harus selalu ditingkatkan
terus menerus secara berkesinambungan. Misalnya, ditemukan sejumlah guru yang telah
menguasai materi pelajaran tetapi cukup banyak pula yang belum menguasai aspek-aspek yang
ada dalam kurikulum. Pendeknya, ke depan dibutuhkan guru yang profesional, tidak hanya guru
yang menguasai teknik, metode, strategi, dan evaluasi belajar-mengajar (to take for technician)
tetapi juga memiliki sikap yang profesional (to take for aptitute). Hubungan antarpersonal, baik
staf pengajar maupun non-pengajar, harus dapat diciptakan secara harmonis dan terkoordinasi,
yaitu hubungan: antara guru-siswa, guru-pimpinan sekolah, guru-staf administrasi, guru-orang
tua/wali siswa, dan sekolah dengan stakeholders dan lembaga pemerintah. Kerjasama ini perlu
untuk mencapai tujuan secara maksimal. Namun demikian, dalam membangun hubungan ini
semua harus bermuara kepada kepentingan pertumbuhan siswa.
Tantangan keempat adalah pengembangan dan pemanfaatan ipteks. Banyak siswa sampai saat ini
kurang termotivasi untuk belajar. Hal ini disebabkan oleh masalah kedua di atas, belajar
hanyalah kegiatan menghafal dan latihan-latihan soal. Selain itu, siswa merasa bahwa apa yang
dipelajari kurang ada relevansinya dengan kehidupan nyata. Dengan menyelaraskan antara
pelajaran yang dipelajari dengan dunia nyata mendorong siswa untuk belajar lebih jauh karena
mereka merasa adanya manfaat dari hasil belajar mereka. Pengembangan materi pelajaran sesuai
dengan kehidupan sehari tidak dapat dielakkan. Selain itu, pemanfaatan ipteks dalam kehidupan
sehari harus mulai dikenalkan pada siswa. Dengan kata lain, tuntutan globalisasi adalah tuntutan

0
Informasi dan Teknologi (IT) sehingga pengenalan IT menjadi persyaratan mutlak yang sulit
dihindari agar siswa tidak gagap IT.
Tantangan kelima adalah budaya sekolah. Sekolah merupakan suatu entitas tersendiri yang
memiliki kebiasaan-kebiasaan, "custom, habit, culture", yang harus dikembangkan dan
disosialisasikan kepada seluruh jajaran sekolah: guru, siswa, staf dan non-staf, dan orangtua/wali
siswa sebagai bagian langsung dan tak langsung dari sekolah. Kebiasaan ini mulai dari yang
bersifat akademis maupun non-akademis. Setiap anggota sekolah sebagai bagian yang
bertanggungjawab aktif harus menghormati dan mematuhi kebiasan tersebut untuk dapat
mencapai tujuan bersama: menciptakan manusia berhati religius, bertindak rasional, dan
berwawasan nasional dan internasional, dan lebih jauh lagi memiliki budaya mutu (quality
culture) yang tercermin dalam tindakan perbaikan dan pembaharuan berkelanjutan (continous
improvement) yang disebut Sallis (2005) sebagai gerakan Total Quality Management in
Education.
Tantangan keenam atau yang terakhir adalah kemampuan pendukung prasarana/sarana yang ada
dan anggaran pendidikan dan sumber dana. Untuk mencapai tujuan yang dikehendaki perlu
diperhatikan kemampuan sarana/prasarana yang ada.
Suatu rencana tanpa adanya faktor pendukung tidak dapat berjalan dengan baik. Oleh sebab itu,
harus ada keseimbangan antara kebutuhan dan alat pemenuhan kebutuhan. Keseimbangan ini
harus dapat difahami oleh seluruh pelaku yang ada di sekolah. Tanpa pemahaman sulit dicapai
suatu suasana kebersamaan dan kestabilan yang ada dan kedua hal tersebut di atas merupakan
kunci keberhasilan berorganisasi.

D. Model Sekolah Masa Depan


Upaya peningkatan kualitas sekolah tidak lepas dari upaya untuk untuk menyelenggarakan
sekolah secara efektif. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa suatu sekolah yang memiliki
karakteristik tertentu akan dapat mencapai tujuan sekolah secara efektif. Salah satu upaya
pemerintah dalam meningkatkan mutu sekolah dilakukan dengan menyosialisasikan program
MBS yang dikemas dengan istilah MPMBS (Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah).
Dalam program MPMBS dipaparkan secara jelas perencanaan-Implementasi dan Monitor-
evaluasinya. Hanya saja komponen-kompenen pada MBS kurang rinci dalam memaparkan
aspek-aspek yang harus dicapai. Untuk menyempurnakan program pemerintah tersebut
tampaknya perlu pengayaan referensi agar MPMBS dapat diimplementasikan lebih mudah.
Di antara para pakar manajemen, terdapat ahli yang memiliki resep membuat sekolah menjadi
efektif atau unggul. Ahli tersebut di antaranya adalah MacBeath & Mortimer (2001), ada
sembilan hal yang harus diperhatikan untuk mengelola sekolah secara efektif yaitu: (1) visi misi
jelas, 2) kepala sekolah profesional, (3) guru profesional, (4) lingkungan belajar kondusif, (5)
pendidikan berbasis ramah siswa, (6) manajemen kuat, (7) kurikulum luas tetapi seimbang
diiringi strategi pembelajaran yang efektif, (8) penilaian dan pelaporan prestasi siswa yang
bermakna, dan (9) pelibatan masyarakat secara positif-partisipatif. Penyelenggaraan sekolah
efektif atau unggul hendaknya mengacu pada sembilan hal tersebut dengan beberapa
penyesuaian dalam hal perencanaan. Berikut ini diuraikan sembilan hal yang perlu
dikembangkan dalam penyelenggaraan sekolah unggul.

0
Pada setiap karakteristik tersebut di atas dijabarkan lebih lanjut yang dapat dijadikan indikator
sekolah efektif atau unggul.
1. Visi dan Misi yang Jelas
(1) Harapan tinggi dari siswa dan guru tercover
(2) Dorongan kepada siswa untuk belajar, bekerja, berbuat, dan mengeluarkan kemampuan
terbaik.
(3) Mengarahkan pengembangan intelektual, sosial, emosional, dan fisik siswa secara
maksimal.
(4) Menekankan pentingnya pengembangan kecakapan hidup, nilai-nilai positif, dan
keterampilan interpersonal.
(5) Pengakuan bahwa setiap siswa adalah individu berbeda, mempunyai latar belakang,
kebutuhan, dan keinginan yang berbeda.
(6) Penghargaan dan sambutan yang positif atas keragaman latar belakang siswa.
(7) Penekanan bahwa pendidikan adalah usaha & tanggung-jawab bersama antara guru, siswa,
dan orang tua

2. Kepala Sekolah Profesional

(1) Memiliki kualifikasi memadai, kompeten, berpengalaman.


(2) Memimpin secara efektif dan menjalankan visi misi untuk membina & memajukan
masyarakat sekolah
(3) Berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meningkatkan mutu sekolah.
(4) Mengelola sumber & bahan dengan bijaksana.
(5) Mampu bekerja sama dengan guru dan siswa.
(6) Mampu bekerja sama dengan orang tua, komite, masyarakat dan badan terkait lainnya.
(7) Meningkatkan moral staf sekolah
(8) Meningkatkan belajar berkesinambungan dan melakukan pengembangan diri.

3. Guru Profesional
(1) Kualifikasi memadai dan kompeten
(2) Mempunyai sikap positif dan moral yang tinggi.
(3) Mendorong siswa untuk mencapai prestasi tinggi.
(4) Mengembangkan keterampilan berpikir kritis pemecahan masalah, dan kreatifitas siswa.
(5) Peka terhadap kebutuhan siswa.
(6) Menegakkan disiplin.
(7) Mengundang partisipasi orang tua.
(8) Melakukan belajar kerkesinambungan dan pengembangan profesi.
(9) Semua staf guru mempunyai keterampilan yang luas termasuk keterampilan dalam mata
pelajaran dan dapat bekerja sama dan bekerja sebagai anggota tim yang baik.
4. Lingkungan Belajar Kondusif
(1) Lingkungan yang dapat menstimulasi siswa untuk betah belajar dan beraktivitas.
(2) Bersih, aman, nyaman, dan hangat/ramah.

0
(3) Tempat bagi semua orang untuk saling memperhatikan dan saling mendukung melalui
hubungan yang positif.
(4) Mempromosikan rasa saling memiliki dan kebanggaan terhadap sekolah.
(5) Memberikan kesempatan bagi siswa untuk berpartisipasi dalam organisasi intra sekolah.
(6) Mempunyai aturan-aturan yang sensible, yang jelas dan dapat diterapkan/dilaksanakan
(7) Mendukung kebijakan pengelolaan perilaku yang efektif yang ditopang oleh sistem
pelayanan siswa yang efektif.
(8) Lingkungan belajar yang terdisain baik sehingga siswa terundang untuk belajar (invitation
learning environment)
5. Pendidikan Berbasis Ramah Siswa

(1) Mendukung pengembangan potensi dan kemampuan siswa secara maksimal.


(2) Menangani kesulitan yang dialami siswa secara efektif dan efisien.
(3) Peka terhadap kebutuhan dan latar belakang individual siswa.
(4) Berhubungan dengan community support service and resources yang tersedia di luar
sekolah.
6. Manajemen Kuat

(1) Memberdayakan potensi dan sumber sekolah secara efektif


(2) Mengembangkan program dan refleksi dengan warga sekolah secara efektif
(3) Mendasarkan pada perencanaan, pengembangan program, refleksi diri dan pengambilan
keputusan secara kolaboratif.
(4) Mendukung supervisi staf dan pengembangan profesi.
(5) Luwes dalam mengorganisasi pembelajaran siswa dengan cara yang bervariasi.
7. Kurikulum Luas tetapi Seimbang Diiringi Strategi Pembelajaran
yang Efektif

(1) Kurikulum tersusun baik, tidak syarat dan memberatkan siswa, tetapi sesuai dengan
kebutuhan siswa.
(2) Memberikan berbagai pembelajaran yang aktif, efektif dan menyenangkan untuk semua
mata pelajaran.
(3) Memonitor aspek prestasi akademik, sosial, kepribadian, dan perkembangan fisik siswa.
(4) Memastikan bahwa siswa mengembangkan sikap yang positif terhadap belajar.
(5) Membantu siswa mengembangkan kecakapan hidup seperti percaya diri, memotivasi diri
dan mengembangkan disiplin diri.

8. Penilaian dan Pelaporan Prestasi Siswa yang Bermakna

(1) Memberi informasi akurat dan jelas tentang prestasi belajar siswa dalam berbagai mata
pelajaran dan perkembangan kemampuan sosial siswa.
(2) Mengarahkan guru untuk menggunakan berbagai pendekatan mengajar yang paling sesuai.
(3) Mengidentifikasi masalah belajar siswa dan cara menyelesaikannya bersamasama dengan
orang tua.
(4) Mengijinkan orang tua untuk mengobservasi dan memahami kemajuan belajar siswa.

0
(5) Melakukan berbagai cara untuk mendukung pembelajaran efektif dan upaya meningkatkan
rasa percaya diri siswa.

9. Pelibatan Masyarakat secara Positif-Partisipatif

(1) Mendorong orang tua untuk berkunjung dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan sekolah.
(2) Menekankan pentingnya kemitraan antara orang tua dan guru untuk memperoleh hasil
pembelajaran yang lebih baik.
(3) Sekolah dan guru tanggap terhadap pertanyaan, sudut pandang, kekhawatiran orang tua.
(4) Sekolah membentuk jaringan kerja yang luas dengan mayarakat, termasuk dengan sekolah
lain, dunia usaha/bisnis, LSM, atau organisasi pemerintahan yang lainnya.

E. Perencanaan Sekolah Unggul


Sekolah unggul dapat terwujud dengan mempertimbangkan demokratisasi, partisipasi,
transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan sekolah. Selain itu, proses pengembangan
program sekolah harus melibatkan berbagai stakeholders atau warga sekolah yang terdiri dari
kepala sekolah, guru, staf sekolah, siswa, orang tua, tokoh masyarakat, pejabat dinas pendidikan,
pengusaha, anggota profesi, alumni, dan lembaga lain yang terkait. Dengan melibatkan berbagai
pihak, maka sekolah dapat memanfaatkan secara optimal seluruh potensi yang ada di sekolah dan
sekitarnya sehingga dapat menumbuhkan rasa kepemilikan dan komitmen (members
involvement) untuk merealisasikan program-program sekolah.

Penyusunan perencanaan program sekolah unggul melalui tahapan seperti gambar berikut.

0
Gambar Alur Perencanaan Program Sekolah Unggul

F. Kesimpulan
Ada enam tantangan dalam menggagas sekolah unggul masa depan yaitu: (1) system pendidikan
dan kurikulum yang berlaku, (2) pelaksanaan proses pembelajaran, (3) kualitas sumber daya
manusia, (4) pengembangan dan pemanfaatan ipteks, (5) budaya sekolah, dan (6) kemampuan
pendukung prasarana/sarana yang ada dan anggaran pendidikan dan sumber dana. Strategi dalam
menggagas sekolah unggul ada sembilan yaitu: (1) visi misi jelas, 2) kepala sekolah profesional,
(3) guru profesional, (4) lingkungan belajar kondusif, (5) pendidikan berbasis ramah siswa, (6)
manajemen kuat, (7) kurikulum luas tetapi seimbang diiringi strategi pembelajaran yang efektif,
(8) penilaian dan pelaporan prestasi siswa yang bermakna, dan (9) pelibatan masyarakat secara
positif-partisipatif. Untuk dapat memecahkan masalah penyelengaraan perlu dilakukan upaya
identifikasi masalah. Selanjutnya, mencari model sekolah yang efektif dan melakukan
perencanaan yang jelas. Perencanaan akan menjadi pedoman pelaksanaan kegiatan sehingga

0
tujuan sekolah akan dapat tercapai. Dengan menetapkan program sekolah akan mengurangi
resiko ketidakberhasilan karena dalam penentuan program melalui analisis yang memperhatikan
berbagai aspek yang terkait dengan sekolah. Tujuan sekolah yang ukur dengan parameter yang
jelas akan memudahkan untuk mengambil keputusan perbaikan atau penguatan pada program-
program yang sedang dan telah berlangsung. Alur perencanaan – pelaksanaan – monitoring dan
evaluasi akan mengantar sekolah menuju sekolah masa depan.
Sekolah Unggul masa depan bukan hanya sekedar menjamin kontrol mutu (quality control)
karena hanya melihat produk, hasil belajar nasional atau UN yang menguji keterampilan dasar
kognitif dalam bidang matematika dan bahasa dengan mangabaikan aspek-aspek perolehan
belajar lain. Parameter keunggulan juga harus menjamin mutu (quality assurance) yakni melihat
perencanaan, proses, sampai hasil belajar berdasarkan standar mutu. Bahkan sekolah masa depan
yang unggul sudah menyatu dan memiliki budaya unggul (excellence culture) yang melakukan
perbaikan secara terus-menerus (continous improvement spirit) yang disebut sebagai Total
Quality Management in Education.

FUNGSI DAN TANGGUNGJAWAB KEPALA SEKOLAH

1. Komponen Kepala Sekolah sebagai PENDIDIK (EDUCATOR)


1.1. Mampu membimbing guru.
1.1.1. Menyusun program pengajaran; bukti fisik kalpend, jadpel, prosem, SP.
1.1.2. Pelaksanaan program pengajaran dan BK; bukti fisik buku supervisi.
1.1.3. Mengevaluasi hasil belajar; bukti fisik daf.nilai, analisis nilai, daya serap, jurnal evaluasi
belajar.
1.1.4. Melaksanakan program remidial.
1.2. Mampu membimbing guru/karyawan/tenaga lainnya.
1.2.1. Menyusun program kerja TU/karyawan lainnya.
1.2.2. Membuat daftar pembagian tugas guru/karyawan beserta uraian tugasnya baik tugas pokok
maupun sampiran.
1.3. Mampu membimbing siswa.
1.3.1. Membuat buku pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler.
1.3.2. Membuat daftar kegiatan di luar sekolah, seperti kunjungan edukatif, studi tur dan
sejenisnya baik yang pernah dilaksanakan maupun yang direncanakan.
1.3.3. Membuat daftar kejuaraan lomba atau kompetisi di luar sekolah.
1.4. Mampu mengembangkan staf.
1.4.1. Membuat buku administrasi keuangan rutin termasuk RAPBS.
1.4.2. Membuat notulen pembinaan/rapat guru.
1.4.3. Membuat daftar guru/karyawan yang pernah mengikuti pelatihan/penataran/seminar.
1.4.4. Membuat daftar buku perpustakaan, inventarisasi buku, program pengembangan
perpustakaan.

0
1.4.5. Membuat daftar kenaikan jenjang/pangkat/jabatan bagi guru/karyawan.
1.4.6. Membuat daftar guru yang diusulkan menjadi KS
1.5. Mampu mengikuti perkembangan IPTEK
1.5.1. Memiliki ijasah tambahan atau piagam pelatihan/penataran yang pernah diikuti.
1.5.2. Memiliki buku notulen KKKS/KKG atau sejenisnya.
1.5.3. Memiliki bukti/mengikuti kegiatan seminar/diskusi atau sejenisnya.
1.5.4. Memiliki buku khusus bacaan KS ump. yang berkaitan dengan pengelolaan sekolah.
1.5.5. Mampu mengembangkan tradisi peduli/melek iptek di sekolah.
1.5.6. Mampu mengembangkan kerjasama dengan pihak luar dalam rangka menunjang tradisi
peduli iptek di sekolah.
1.6. Mampu memberi contoh mengajar dan melaksanakan bimbingan konseling
1.6.1. Memiliki jadwal pelajaran maksimal 6jam/minggu.
1.6.2. Memiliki prosem, PSP, daftar nilai, analisis nilai, pelaksanaan BK
Komponen Kepala Sekolah sebagai PENGELOLA/PENGATUR (MANAGER)
2.1. Mampu menyusun program.
2.1.1. Memiliki program jangka panjang (8 tahun)
2.1.2. Memiliki program jangka menengah (4 tahun)
2.1.3. Memiliki program jangka pendek (1 tahun)
2.2. Mampu menyusun organisasi/personalia di sekolah.
2.2.1. Mampu menyusun personalia sekolah : KS, wakil KS, wali kelas, TU, dsb.
2.2.2. Mampu menyusun personalia pendukung : pembina kegiatan ekstra
2.2.3. Mampu menyusun personalia kegiatan temporer : kepanitian PPD, THB, Hari besar Islam,
2.3. Mampu menggerakkan staf guru dan karyawan.
2.3.1. Mampu membuat daftar hadir guru/karyawan yang diprosentase dan ditandatangani oleh
KS setiap bulan.
2.3.2. Mampu membuat daftar pembina apel pagi.
2.3.3. Mampu membuat buku catatan alibi guru/karyawan.
2.4. Mampu mengoptimalkan sumber daya sekolah.
2.4.1. Mampu memanfaatkan SDM secara optimal
2.4.1.1.Daftar rekapitulasi kehadiran guru.
2.4.1.2.Buku kendali kedisiplinan pegawai
2.4.2. Mampu memanfaatkan sarana prasarana secara optimal
2.4.2.1.Sarana prasarana pendukung proses pembelajaran.
2.4.2.2.Sarana prasarana pendukung non pembelajaran.
Komponen Kepala Sekolah sebagai ADMINISTRATOR
3.1. Mampu mengelola administrasi KBM dan BK
3.1.1. Administrasi KBM dan BK
3.1.1.1.Buku kurikulum tiap tingkat
3.1.1.2.Jadwal pelajaran
3.1.1.3.Kalender pendidikan
3.1.1.4.Program tahunan atau semesteran
3.1.1.5.PSP

0
3.1.1.6.Daftar nilai
3.1.1.7.Program remidi dan pengayaan
3.1.1.8.Analisis nilai dan daya serap
3.1.1.9.Perkembangan siswa
3.1.1.10. Daftar buku pegangan guru dan penunjang
3.1.1.11. Buku kumpulan soal tes
3.1.1.12. Buku daftar perpustakaan
3.1.2. Buku bimbingan siswa/kelas
3.2. Mampu mengelola administrasi siswa
3.2.1. Data administrasi siswa
3.2.1.1.Buku induk siswa
3.2.1.2.Daftar calon siswa baru yang diterima 3 tahun terakhir
3.2.1.3.Daftar mutasi siswa
3.2.1.4.Daftar tamatan/kelulusan siswa dengan lampiran fc STTB
3.2.1.5.Daftar kelas/presensi kelas
3.2.1.6.Papan presensi siswa
3.2.1.7.Data statistik siswa
3.2.1.8.Buku catatan piket siswa
3.2.1.9.Buku penghubung orangtua siswa
3.2.1.10. Buku klaper
3.2.1.11. Buku daftar siswa keluar
3.2.1.12. Daftar prestasi siswa
3.2.2. Buku data kegiatan ekstrakurikuler
3.2.2.1.Daftar kegiatan dan pembimbing ekstrakurikuler
3.2.2.2.Daftar prestasi lomba/kompetisi siswa
3.3. Mampu mengelola administrasi ketenagaan
3.3.1. Data administrasi guru/karyawan
3.3.1.1.File dokumen dari masing-masing guru/karyawan
3.3.1.2.Buku Induk Pegawai
3.3.1.3.Buku cuti pegawai
3.3.1.4.Daftar urut kepegawaian
3.3.1.5.Data statistik kepegawaian
3.3.2. Data tenaga teknis, TU, pustakawan, dsb
3.4. Mampu mengelola administrasi keuangan
3.4.1. Data administrasi keuangan
3.4.1.1.RAPBS
3.4.1.2.Daftar penerimaan gaji
3.4.1.3.Catatan penerimaan keuangan dan barang
3.4.1.4.Penyimpanan keuangan
3.4.2. Buku keuangan koperasi
3.4.3. Keuangan BP3
3.4.4. Buku keuangan kegiatan ekstrakurikuler
3.5. Mampu mengelola administrasi sarana prasarana dan data administrasinya

0
3.5.1. Daftar inventaris gedung/ruangan
3.5.2. Daftar inventaris peralatan/perabotan
3.5.3. Daftar inventaris KBM/Alat peraga
3.5.4. Daftar inventaris tiap ruangan
3.5.5. Daftar penghapusan barang
3.5.6. Penomeran sesuai dengan kode barang
3.5.7. Buku agenda kegiatan sekolah
3.5.8. Kelengkapan data administrasi buku perpustakaan
3.6. Mampu mengelola administrasi persuratan dan lainnya
3.6.1. Buku agenda surat masuk
3.6.2. Buku agenda surat keluar
3.6.3. Buku surat keputusan/surat tugas.
3.6.4. Buku ekspedisi surat
3.6.5. Buku notulen rapat
3.6.6. Buku tamu umum
3.6.7. Buku tamu dinas
3.6.8. Buku Peminjaman barang
3.6.9. Buku Penelitian

Komponen Kepala Sekolah sebagai PENILIK (SUPERVISOR)


4.1. Mampu menyusun program supervisi
4.1.1. Program supervisi kelas/KBM
4.1.2. Program supervisi kegiatan ekstrakurikuler
4.1.3. Program supervisi kegiatan administrasi sekolah
4.1.4. Program supervisi lingkungan
4.1.5. Program supervisi kegiatan unit-unit
4.2. Mampu melaksanakan program supervisi
4.2.1. Program supervisi kelas/KBM
4.2.2. Program supervisi kegiatan ekstrakurikuler
4.2.3. Program supervisi kegiatan administrasi sekolah
4.2.4. Program supervisi lingkungan
4.2.5. Program supervisi kegiatan unit-unit
4.3. Mampu memanfaatkan hasil supervisi
4.3.1. Memanfaatkan hasil supervisi untuk peningkatan kinerja guru/karyawan
4.3.2. Memanfaatkan hasil supervisi untuk pengembangan sekolah
4.3.3. Memanfaatkan hasil supervisi untuk melakukan kerjasama/kemitraan dengan pihak luar
guna menunjang proses KBM

Komponen Kepala Sekolah sebagai PEMIMPIN (LEADER)


5.1. Memiliki kepribadian kuat
5.1.1. Berperilaku santun
5.1.2. Jujur
5.1.3. Percaya diri

0
5.1.4. Bertanggungjawab
5.1.5. Berani mengambil resiko
5.1.6. Berjiwa besar
5.2. Memahami kondisi guru/karyawan/siswa
5.2.1. Memahami kondisi guru
5.2.2. Memahami kondisi karyawan
5.2.3. Memahami kondisi siswa
5.3. Memiliki dan memahami visi, misi dan tujuan pendidikan sekolah
5.3.1. Memiliki visi tentang sekolah yang dipimpin
5.3.2. Memiliki misi yang diemban sekolah
5.3.3. Memiliki pemahaman aplikatif tujuan pendidikan
5.4. Memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan
5.4.1. Mampu mengambil keputusan untuk urusan intern sekolah
5.4.2. Mampu mengambil keputusan untuk urusan ekstern sekolah
5.5. Memiliki kemampuan komunikasi
5.5.1. Mampu berkomunikasi secara lisan
5.5.2. Mampu menuangkan gagasan/inisiatif dalam bentuk tulisan
Komponen Kepala Sekolah sebagai PEMBAHARU (INOVATOR)
6.1. Mampu mencari/menemukan gagasan baru untuk pembaharuan sekolah
6.1.1. Mampu mencari/menemukan gagasan baru (berinisiatif tinggi)
6.1.2. Mampu mengadopsi gagasan baru dari pihak lain
6.2. Mampu melakukan pembaharuan di sekolah
6.2.1. Mampu melakukan pembaharuan di bidang KBM/BK
6.2.2. Mampu melakukan pembaharuan di bidang pengadaan dan pembinaan tenaga guru dan
karyawan
6.2.3. Mampu melakukan pembaharuan di bidang kegiatan ekstrakurikuler
6.2.4. Mampu melakukan pembaharuan dalam menggali sumber dana untuk sekolah dari
masyarakat
6.2.5. Mampu melakukan pembaharuan di unit-unit pendukung sekolah.
6.2.6. Mampu melakukan pembaharuan dalam hal kemitraan guna mendukung program-program
sekolah
Komponen Kepala Sekolah sebagai PENDORONG (MOTIVATOR)
7.1. Mampu mengatur lingkungan kerja (fisik)
7.1.1. Mampu mengatur ruang kantor guru/KS yang kondusif untuk bekerja
7.1.2. Mampu mengatur ruang kelas yang kondusif untuk KBM
7.1.3. Mampu mengatur ruang tempat penyimpanan alat peraga
7.1.4. Mampu mengatur ruang perpustakaan
7.1.5. Mampu mengatur ruang penunjang kegiatan belajar maupun bekerja
7.1.6. Mampu mengatur lingkungan sekolah yang sejuk dan teratur
7.2. Mampu mengatur lingkungan kerja (non fisik)
7.2.1. Mampu menciptakan lingkungan kerja
7.2.2. Mampu menciptakan hubungan kerja yang harmonis sesama guru
7.2.3. Mampu menciptakan hubungan kerja yang harmonis sesama karyawan

0
7.2.4. Mampu menciptakan hubungan yang harmonis antara sekolah dengan lingkungan
sekitar/masyarakat
7.3. Mampu menerapkan prinsip reward/punishment
7.3.1. Mampu menerapkan prinsip penghargaan/reward
7.3.2. Mampu menerapkan prinsip hukuman/punishment
Komponen Kepala Sekolah sebagai Unsur LOYALITAS
8.1. Mampu menerapkan kurikulum nasional yang berlaku
8.1.1. Memiliki buku kurikulum nasional yang berlaku
8.1.2. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kurikulum yang berlaku
8.1.3. Melakukan pengembangan kurikulum yang ada
8.2. Partisipasi dalam hari besar nasional
8.2.1. Mengirim peserta untuk mengikuti kegiatan peringatan hari besar nasional
8.2.2. Melaksanakan dan memiliki dokumen kegiatan hari besar nasional
8.2.3. Peran serta warga sekolah pada hari besar nasional
Komponen Kepala Sekolah sebagai Unsur KREDIBILITAS dan AKUNTABILITAS
9.1. Mampu memberikan layanan kepada konsumen (siswa, orangtua siswa, masyarakat)
9.1.1. Kecepatan layanan
9.1.2. Ketepatan layanan
9.1.3. Keramahan layanan
9.1.4. Kevalidan layanan
9.2. Mampu memberikan akuntabilitas pada masyarakat berkenaan dengan layanan
9.2.1. Mampu memberikan informasi yang valid kepada konsumen tentang kualitas pendidikan
9.2.2. Mampu memberikan informasi yang valid kepada konsumen berkenaan dengan keuangan
program kegiatan sekolah
9.3. Mampu memberikan kenyamanan dan keamananan belajar bagi siswa
9.3.1. Memberikan kenyamanan belajar bagi siswa baik lingkungan maupun situasi dan kondisi
sekolah
9.3.2. Memberikan keamanan siswa dalam belajar baik lingkungan maupun situasi sekolah.
9.4. Mampu memberikan jaminan output siswa pada konsumen
9.4.1. Memberikan jaminan kualitas output siswa dari segi perkembangan kognisi
9.4.2. Memberikan jaminan kualitas output siswa dari segi perkembangan afeksi
9.4.3. Memberikan jaminan kualitas output siswa dari segi perkembangan psikomotor
9.4.4. Memberikan jaminan kualitas output siswa dari segi life skills
9.4.5. Memberikan jaminan kualitas output siswa dari segi kepribadian
(sumber : Komponen Kinerja Kepala Sekolah)

Sifat-sifat pemimpin yang efektif


Sifat-sifat pemimpin yang efektif menurut Kouzes & Posner (2002) adalah sebagai berikut 20 yaitu:
(1) jujur,
(2) memandang jauh ke depan,
(3) memberikan inspirasi,

0
(4) cakap,
(5) berpikiran adil,
(6) mau memberi dukungan,
(7) berpikiran luas,
(8) cerdas,
(9) lugas,
(10) dapat diandalkan,
(11) berani,
(12) mau bekerjasama,
(13) mempunyai imajinasi,
(14) peduli,
(15) bertekad kuat,
(16) dewasa,
(17) ambisius,
(18) setia,
(19) dapat mengendalikan diri, dan
(20) mandiri.

Keduapuluh sifat di atas berdasarkan penelitian Kouzes & Posner terhadap 20.000 pemimpin
sebagai responden di empat benua. Dari ke-20 sifat-sifat pemimpin yang ditemukan, mayoritas
responden memilih empat sifat teratas yang harus dimiliki pemimpin yang efektif yaitu: (1) jujur,
(2) memandang jauh ke depan, (3) mampu memberikan inspirasi, dan (4) kompeten. Kejujuran
menimbulkan kepercayaan (trust).

Pola Baru Manajemen Pendidikan Masa Depan


Bukli-bukti empirik lemahnya pola lama manajemen pendidikan nasional dan
digulirkannya otonomi daerah, telah mendorong dilakukannya penyesuaian diri
dari pola lama manajemen pendidikan menuju pola baru manajemen pendidikan
masa depan yang lebih bernuansa otonomi dan yang lebih demokratis. Tabel 1
berikut menunjukkan dimensi-dimensi perubahan pola manajemen, dari yang
lama menuju yang baru.

Dimensi-Dimensi perubahan Pola Manajemen Pendidikan

Pola Lama Menuju Pola baru

0
Subordinasi ==> Otonomi
Pengambilan keputusan Pengambilan keputusan
==>
terpusat partisipatif
Ruang gerak kaku ==> Ruang gerak luwes
Pendekatan birokratik Pendekatan professional
==>
Sentralistik Desentralistik
Diatur ==> Motivasi diri
Overregulasi Deregulasi
==>
Mengontrol Mempengaruhi
Mengarahkan ==> Memfasilitasi
Menghindari resiko Mengelola resiko
==>
Gunakan uang semuanya Gunakan uang seefisien
Individual yang cerdas ==> mungkin
nformasi terpribadi Teamwork yang cerdas
==>
Pendelegasian Informasi terbagi
Organisasi herarkis ==> Pemberdayaan
Organisasi datar
==>
==>
==>
==>
==>
==>
==>
==>
==>
==>
==>

Berikut dijelaskan secara singkat Tabel 1. Pada Pola Lama, tugas dan fungsi sekolah lebih pada
melaksanakan program dari pada mengambil inisiatif merumuskan dan melaksanakan program
peningkatan mutu yang dibuat sendiri oleh sekolah. Sedang pada Pola Baru, sekolah memiliki
wewenang lebih besar dalam pengelolaan lembaganya, pengambilan keputusan dilakukan secara
partisipatif dan partsisipasi masyarakat makin besar, sekolah lebih luwes dalam
mengelola lembaganya, pendekatan profesionalisme lebih diutamakan dari
pada pendekatan birokrasi, pengelolaan sekolah lebih desentralistik, perubahan
sekolah lebih didorong oleh motivasi-diri sekolah dari pada diatur dari luar sekolah, regulasi
pendidikan lebih sederhana, peranan pusat bergeser dari mengontrol menjadi mempengaruhi dan
dari mengarahkan ke memfasilitasi, dari menghindari resiko menjadi mengolah resiko, penggunaan
uang lebih efisien karena sisa anggaran tahun ini dapat digunakan untuk anggaran tahun depan
(efficiency-based budgeting), lebih mengutamakan teamwork, informasi terbagi ke semua warga
sekolah, lebih mengutamakan pemberdayaan, dan struktur organisasi lebih datar sehingga lebih efisi

Guru Masa Depan


GURU MASA DEPAN Bangsa kita, masyarakat kita, sangat membutuhkan para guru-guru yang mampu
mengangkat citra dan marwah pendidikan kita yang terkesan sudah carum marut, dan seperti benang kusut.

0
Sehingga bagaimana harus dimulai, kapan dan siapa yang memulainya, dan dari mana harus dimulai.

Kalaulah kita masing-masing menyadari, dan kalaulah kita masih memiliki rasa keperdulian, dan kalaulah
kita mau berbagi rasa, dan kalaulah mau kita berteposeliro, maka pendidikan kita seperti disebutkan di atas,
akan dapat dianulir. Oleh sebab itu semua kita memiliki satu persepsi, satu langkah dan satu tujuan
bagaimana kita berusaha mengangkat "batang terendam" tersebut, menjadi pendidikan bermutu, dan
tentunya diharapkan mampu untuk mengangkat peringkat dan citra pendidikan termasuk terendah di Asia.

Satu hal yang akan menjadi titik perhatian kita adalah "bagaimana merancang guru masa depan". Guru masa
depan adalah guru yang memiliki kemampuan, dan ketrampilan bagaimana dapat menciptakan hasil
pembelajaran secara optimal, selanjutnya memiliki kepekaan di dalam membaca tanda-tanda zaman, serta
memiliki wawasan intelektual dan berpikiran maju, tidak pernah merasa puas dengan ilmu yang ada
padanya.

Bagaimana sebenarnya guru masa depan seperti yang diidamkan oleh banyak pihak, diantaranya adalah:
Planner, artinya guru memiliki program kerja pribadi yang jelas, program kerja tersebut tidak hanya berupa
program rutin, misalnya menyiapkan seperangkat dokumen pembelajaran seperti Program Semester, Satuan
Pelajaran, LKS, dan sebagainya. Akan tetapi guru harus merencanakan bagaimana setiap pembelajaran yang
dilakukan berhasil maksimal, dan tentunya apa dan bagaimana rencana yang dilakukan, dan sudah
terprogram secara baik;
Inovator, artinya memiliki kemauan untuk melakukan pembaharuan dan pembaharuan dimaksud berkenaan
dengan pola pembelajaran, termasuk di dalamnya metode mengajar, media pembelajaran, system dan alat
evaluasi, serta nurturant effect lainnya. Secara individu maupun bersama-sama mampu untuk merubah pola
lama, yang selama ini tidak memberikan hasil maksimal, dengan merubah kepada pola baru pembelajaran,
maka akan berdampak kepada hasil yang lebih maksimal;
Motivator, artinya guru masa depan mampu memiliki motivasi untuk terus belajar dan belajar, dan tentunya
juga akan memberikan motivasi kepada anak didik untuk belajar dan terus belajar sebagaimana dicontohkan
oleh gurunya;
Capable personal, maksudnya guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan dan ketrampilan serta
sikap yang lebih mantap dan memadai sehinga mampu mengola proses pembelajaran secara efektif;
Developer, artinya guru mau untuk terus mengembangkan diri, dan tentunya mau pula menularkan
kemampuan dan keterampilan kepada anak didiknya dan untuk semua orang. Guru masa depan haus akan
menimba ketrampilan, dan bersikap peka terhadap perkembangan IPTEKS, misalnya mampu dan terampil
mendayagunakan computer, internet, dan berbagai model pembelajaran multi media.
Jadi, guru masa depan adalah guru bertindak sebagai fasilitator; pelindung; pembimbing dan punya figur
yang baik (disiplin, loyal, bertanggung jawab, kreatif, melayani sesuai dengan visi, misi yang diinginkan
sekolah); termotivasi menyediakan pengalaman belajar bermakna untuk mengalami perubahan belajar
berdasarkan keterampilan yang dimiliki siswa dengan berfokus menjadikan kelas yang konduktif secara
intelektual fisik dan sosial untuk belajar; menguasai materi, kelas, dan teknologi; punya sikap berciri khas
"The Habits for Highly Effective People" dan "Quantum Teaching" serta pendekatan humanis terhadap
siswa; Guru menguasai komputer, bahasa, dan psikologi mengajar untuk diterapkan di kelas secara
proporsional. Diberlakukan skema rewards dan penegakan disiplin yang humanis terhadap guru dan
karyawan.

Guru masa depan juga memiliki kemampuan untuk mengembangkan kemampuan para siswanya melalui
pemahaman, keaktifan, pembelajaran sesuai kemajuan zaman dengan mengembangkan keterampilan hidup
agar siswa memiliki sikap kemandirian, perilaku adaptif, koperatif, kompetitif dalam menghadapi tantangan,
tuntutan kehidupan sehari-hari. Secara efektif menunjukkan motivasi, percaya diri serta mampu mandiri dan
dapat bekerja sama. Selain itu guru masa depan juga dapat menumbuhkembangkan sikap, disiplin,
bertanggung jawab, memiliki etika moral, dan memiliki sikap kepedulian yang tinggi, dan memupuk
kemampuan otodidak anak didik, memberikan reward ataupun apresiasi terhadap siswa agar mereka bangga
akan sekolahnya dan terdidik juga untuk mau menghargai orang lain baik pendapat maupun prestasinya.
Kerendahan hati juga perlu dipupuk agar tidak terlalu overmotivated sehingga menjadi congkak. Diberikan
pelatihan berpikir kritis dan strategi belajar dengan manajemen waktu yang sesuai serta pelatihan cara

0
mengendalikan emosi agar IQ, EQ dan ke dewasaan sosial siswa ber imbang.
Selain itu, guru masa depan juga harus memiliki keterampilan dasar pembelajaran, kualifikasi keilmuannya
juga optimal, performance di dalam kelas maupun luar kelas tidak diragukan. Tentunya sebagai guru masa
depan bangga dengan profesinya, dan akan tetap setia menjunjung tinggi kode etik profesinya.

Oleh sebab itu, untuk menjadi guru masa depan diperlukan kualifikasi khusus, dan barangkali tidak akan
terlepas dari relung hati dan sanubarinya, bahwa mereka memilih profesi guru sebagai pilihan utama dan
pertama. Weternik memberikan dengan istilah rouping atau "pangilan hati nurani" Rouping inilah yang
merupakan dasar bagi seseorang guru untuk menyebutkan dirinya sebagai "GURU MASA DEPAN".
Semoga.

PROFESIONALISME GURU
Istilah profesional pada umumnya adalah orang yang mendapat upah atau gaji dari apa yang
dikerjakan, baik dikerjakan secara sempurna maupun tidak. (Martinis Yamin, 2007). Dalam konteks
ini bahwa yang dimaksud dengan profesional adalah guru. Pekerjaan profesional ditunjang oleh
suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin diperoleh dari lembaga-lembaga
pendidikan yang sesuai sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah (Wina Sanjaya, 2008). Dengan demikian seorang guru
perlu memiliki kemampuan khusus, kemampuan yang tidak mungkin dimiliki oleh orang yang
bukan guru ”a teacher is person sharged with the responbility of helping orthers to learn and to
behave in new different ways” (Cooper, 1990).

Profesionalisme guru adalah kemampuan guru untuk melakukan tugas pokoknya sebagai pendidik
dan pengajar meliputi kemampuan merencanakan, melakukan, dan melaksanakan evaluasi
pembelajaran. Pada prinsipnya setiap guru harus disupervisi secara periodik dalam melaksanakan
tugasnya. Jika jumlah guru cukup banyak, maka kepala sekolah dapat meminta bantuan wakilnya
atau guru senior untuk melakukan supervisi. Keberhasilan kepala sekolah sebagai supervisor antara
lain dapat ditunjukkan oleh meningkatnya kinerja guru yang ditandai dengan kesadaran dan
keterampilan melaksanakan tugas secara bertanggung jawab.

Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran atau kecakapan yang memenuhi
standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi. Dari pengertian di atas
seorang guru yang profesional harus memenuhi empat kompetensi guru yang telah ditetapkan dalam
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen yaitu :

(1) Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam yang meliputi:

(a)konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan


materi ajar;
(b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;
(c)hubungan konsep antar mata pelajaran terkait;
(d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan
(e)kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan
budaya nasional.

0
(2) Kompetensi kepribadian, yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang:
(a)mantap;
(b) stabil;
(c)dewasa;
(d) arif dan bijaksana;
(e)berwibawa;
(f) berakhlak mulia;
(g) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat;
(h) mengevaluasi kinerja sendiri; dan
(i) mengembangkan diri secara berkelanjutan.

(3) Kompetensi profesional, yaitu merupakan kemampuan penguasaan materi


pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi:
(a)konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan
materi ajar;
(b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah;
(c)hubungan konsep antar mata pelajaran terkait;
(d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan
(e)kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan
budaya nasional.
(4) Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk
(a)berkomunikasi lisan dan tulisan;
(b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional;
(c)bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga kependidikan,
orangtua/wali peserta didik; dan
(d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.

Menurut Suryasubroto (2002) tugas guru dalam proses pembelajaran dapat dikelompokkan ke
dalam tiga kegiatan yaitu

(a) menyusun program pengajaran seperti program tahunan pelaksanaan kurikulum, program
semester/catur wulan, program satuan pengajaran,
(b) menyajikan/melaksanakan pengajaran seperti menyampaikan materi, menggunakan metode
mengajar, menggunakan media /sumber, mengelola kelas/mengelola interaksi belajar
mengajar,
(c) melaksanakan evaluasi belajar: menganalisis hasil evaluasi belajar, melaporkan hasil
evaluasi belajar, dan melaksanakan program perbaikan dan pengayaan.

”Secara umum, baik sebagai pekerjaan ataupun sebagai profesi, guru selalu disebut sebagai salah
satu komponen utama pendidikan yang amat penting” (Suparlan, 2006). Guru, siswa, dan kurikulum
merupakan tiga komponen utama dalam sistem pendidikan nasional. Ketiga komponen pendidikan
itu merupakan condition sine quanon´ atau syarat mutlak dalam proses pendidikan di sekolah.

Melalui mediator guru atau pendidik, siswa dapat memperoleh menu sajian bahan ajar yang diolah
dalam kurikulum nasional ataupun dalam kurikulum muatan lokal. Guru adalah seseorang yang

0
memiliki tugas sebagai fasilitator agar siswa dapat belajar dan atau mengembangkan potensi dasar
dan kemampuannya

secara optimal, melalui lembaga pendidikan di sekolah, baik yang didirikan oleh pemerintah
maupun masyarakat atau swasta.

Dengan demikian, dalam pandangan umum pendidik tidak hanya dikenal sebagai guru, pengajar,
pelatih, dan pembimbing tetapi juga sebagai “social agent hired by society to help facilitate member
of society who attend schools” (Cooper,1986).

Ke depan tuntutan meningkatkan kualitas guru yang profesional lagi hangat dibicarakan dan
diupayakan oleh pemerintah sekarang. Guru profesional bukan lagi merupakan sosok yang
berfungsi sebagai robot, tetapi merupakan dinamisator yang mengantar potensi-potensi peserta didik
ke arah kerativitas. ”Tugas seorang guru profesional meliputi tiga bidang utama

(1) dalam bidang profesi,


(2) dalam bidang kemanusiaan, dan
(3) dalam bidang kemasyarakatan” (Isjoni, 2006).

Indikator Profesionalisme Mengajar Guru


Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui profesionalisme guru dalam mengajar
antara lain adalah sebagai berikut (Wardani, dkk., 1996).

1. Keterampilan Bertanya Dasar dengan indikator.

1. Pengungkapan pertanyaan secara jelas dan singkat.


2. Pemberian acuan (bahan referensi).
3. Pemusatan perhatian siswa.
4. Pemindahan giliran.
5. Penyebaran: (1) pertanyaan ke seluruh kelas, (2) pertanyaan ke siswa tertentu, dan (3)
pertanyaan menyebarkan respons siswa.
6. Pemberian waktu berpikir.
7. Pemberian tuntunan: (a) pengungkapan pertanyaan dengan cara lain, mengajukan
pertanyaan lain yang lebih sederhana, dan mengulangi penjelasan-penjelasan sebelumnya.

2. Keterampilan Bertanya Lanjut.

1. Pengubahan tuntutan tingkat kognitif dalam menjawab pertanyaan: (1) ingatan, (2)
pemahaman, (3) penerapan, (4) analisis, (5) sintesis, dan (6) evaluasi.
2. Urutan pertanyaan
3. Petanyaan pelacak: (1) klasifikasi, (2) pemberian alasan,(3) kesepakatan pandangan, (4)
ketepatan, (5) relevan, (6) contoh, dan (7) jawaban kompleks.
4. Mendorong interaksi antar siswa.

3. Keterampilan Memberi Penguatan

1. Penguatan verbal: (1) kata-kata dan (2) kalimat.

0
2. Penguatan nonverbal: (1) penguatan berupa mimik dan gerakan badan, (2) penguatan
dengan cara mendekati, (3) penguatan dengan sentuhan, (4) penguatan dengan kegiatan yang
menyenangkan, (5) penguatan berupasimbul atau benda, dan (6) penguatan penuh dan tidak
penuh.
3. Cara Penggunaan Penguatan: (1) penguatan kepada sekelompok siswa, (2) penguatan
kepada siswa tertentu, (3) pemberian penguatan dengan segera, dan (4) variasi dalam
penguatan.
4. Prinsip Penggunaan Penguatan: (1) kehangatan dan keantusiasan,(2) kebermaknaan, dan (3)
menghidari respons yang negatif.

4. Keterampilan Menjelaskan

1. Kejelasan: (1) guru menyadari adanya keterbatasan perbendaharaan kata-kata dan ungkapan
yang dimiliki siswa sehingga guru tidakmenggunakan kalimat berbelit-belit, dan (2) guru
menghindari penggunaan kata-kata yang tidak dipahami siswa.
2. Penggunaan Contoh dan Ilustrasi: (1) guru memberikan contoh yang cukup untuk
menanmkan pengertian dalam penjelasannya, (2) guru menggunakan contoh-contoh yang
relevan dengan sifat-sifat dari penjelasan itu, dan (3) contoh yang digunakan guru sesuai
dengan usia,pengetahuan, dan latar belakang siswa.
3. Pengorganisasian: (1) guru menunjukkan dengan jelas pola atau struktur sajian, khusunya
hubungan antara contoh-contoh dan generalisasi (hukum, rumus), dan (2) guru memberikan
ikhtisar butir-butir yang penting baik selama pelajaran maupun pada akhir pelajaran, dan
bila perlu memberikan penjabaran tambahan.
4. Penekanan: (1) guru mrngadakan variasi suara dalam memberikan penekanan pada hal-hal
penting dalam penjelasannya, (2) butir-butir penting dalam penjelasan diberi tekanan dengan
cara mengulanginya,mengatakan dalamkalimat lain, atau menyebutkan satu-satu demi satu.
Misalnya: 1…… 2. ….. 3………. dan seterusnya, (3) penekanan yang berbeda diberi pula
dengan mimik, isyarat, ataupun dengan gerakan selama pembelajaran berlangsung, dan (4)
pemberian tekanan yang diberikan dengan menggunakan gambar-gambar,demonstrasi, atau
benda sebenarnya.
5. Umpan Balik: (1) guru mengajukan pertanyaan untuk mengetahui pemahaman, minat, atau
sikap siswa tentang relevansi atau kegunaan penjelasan tersebut, dan (2) guru menggunakan
umpan balik itu untuk menyesuaikan ketetapan atau mengubah maksud penjelasan itu.

5. Keterampilan Menggunakan Variasi

1. Guru menggunakan berbagai variasi metode mengajar dengan tepat.


2. Guru terampil menggunakan metode mengajar tersebut.
3. Guru menggunakan berbagai variasi media mengajar dengan tepat.
4. Guru terampil menggunakan media mengajar tersebut.

6. Keterampilan Mengajar

1. Manfaat pengalaman mengajar untuk meningkatkan keterampilan mengajar guru yang


bersangkutan.
2. Relevansi pengalaman mengajar dengan dengan tugas mengajar.
3. Tingkat pemahaman terhadap teori belajar mengajar.

0
4. Relevansi materi dengan standar isi.
5. Relevansi materi dengan KTSP.
6. Alokasi waktu mengajar.
7. Alokasi waktu untuk mendiskusikan hasil pengamatan dengan supervisor (kepala sekolah).
8. Kualitas bimbingan supervisor (kepala sekolah).
9. Ketersedian fasilitas di kelas.
10. Ketersediaan media mengajar.
11. Inovasi pembelajaran.
12. Kesulitan-kesulitan mengajar.
13. Pemecahan masalah untuk mengatasi kesulitan-kesulitan mengajar tersebut. Hal-hal yang
diobservasi ketika guru mengajar antara lain adalah: (1) pendahuluan, (2) penyajian materi,
(3) pemberian contoh, (4) penggunaan media/metode yang tepat dan variatif, (5) usaha
memotivasi atau mengaktifkan siswa, (6) cara mengatur kelas atau manajemen kelas, (7)
ketepatan waktu (mulai dan selesai) mengajar, (8) cara mengevaluasi hasil belajar, dan (9)
cara menyimpulkan dan menutup pelajaran. Untuk memilih metode mengajar yang tepat
harus disesuaikan dengan factor-faktor yang mempengaruhinya seperti: (1) tujuan
pembelajaran, tingkat kematangan siswa,(3) situasi kelas, (4) fasilitas sekolah, dan (5)
kemampuan guru (Jamarah & Aswar Zaini, 2002).

7. Keterampilan Membuat Garis-garis Besar Program Pembelajaran (GBPP).

1. Memadai dengan standar kompetensi.


2. Konsistensi pokok bahasan dengan kompetensi lulusan.
3. Memadai estimasi waktu.
4. Memadai referensi.

8. Keterampilan Membuat Satuan Acara Pembelajaran (SAP)

1. Memadai standar kompetensi.


2. Memadai tahap kegiatan.
3. K$onsistensi penyajian dengan kompetensi.
4. Memadai penyajian.
5. Memadai kegiatan siswa dengan guru.
6. Kesuaian media.
7. Keseuaian metode.
8. Memadai alat evaluasi.
9. Memadai penyelenggaraan evaluasi hasil belajar.

Efektivitas Kerja Guru


Pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas merupakan tugas pokok guru yang harus dilaksanakan
secara efektif. Guru melakukan proses belajar secara efektif akan turut mempengaruhi kualitas
belajar?mengajar dan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dimaklumi karena efektivitas itu
berhubungan dengan pencapaian semua tujuan yang telah ditetapkan semula. Untuk lebih jelas
tentang hakikat efektivitas dapat dilihat pada uraian berikut.
Efektivitas dalam bahasa Inggris disebut effective yang berarti berhasil, dapat atau manjur. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 219) dikemukakan bahwa efektivitas berarti ada efeknya
(akibatnya) manjur atau mujarab, dapat membawa hasil. Proses belajar mengajar di kelas
merupakan tugas pokok guru yang harus dilaksanakan secara efektif, karena proses belajar

0
mengajar yang efektif tersebut dapat mempengaruhi kualitas hasil belajar siswa. Hal ini dapat
dimengerti karena efektivitas itu berhubungan dengan pencapaian semua tujuan yang ditetapkan
semula. E. Mulyasa (2000: 30) mendefinisikan bahwa, “Efektivitas adalah adanya kesesuaian antara
orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju”. Efektivitas adalah bagaimana suatu
organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya dalam usaha mewujudkan tujuan
organisasi.
Sejalan dengan Mulyasa, Made Pidarta (1982: 21) berpendapat bahwa, “Suatu pekerjaan yang
efektif ialah kalau pekerjaan itu memberi hasil yang sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan
dari semula”. Selanjutnya Lipham dan Hoeh (1994: 74) melihat efektivitas dari segi pencapaian,
seperti yang dikemukakannya “Effectiveness relates to the accomplihment of the cooperative
purpose, wich is sosial and non personal in chengrater”, (efektivitas berhubungan erat dengan
pencapaian tujuan bersama atau tujuan sosial bukan pencapaian tujuan pribadi).
Selanjutnya Engkoswara (1998: 87) mengungkapkan bahwa: “Keberhasilan manajemen pendidikan
adalah produktivitas pendidikan yang dapat diteliti pada prestasi atau efektivitas dan pada efisiensi.”
Artinya, produktivitas pendidikan dapat dilihat dari prestasi, efektivitas dan efisiensi kerja yang
dilaksanakan oleh tenaga kependidikan.
Sondang P. Siagian (1999:97) mengatakan bahwa, “Efektivitas adalah pencapaian tujuan dan
berbagai sasaran yang telah ditetapkan dengan pengorbanan secara rasio lebih kecil dibandingkan
dengan hasil yang dicapai”.
Pendapat para ahli di atas mengisyaratkan bahwa efektivitas itu mengandung makna bahwa dalam
mencapai suatu tujuan organisasi itu perlu memanfaatkan segala sumber daya yang ada secara tepat
dan menggunakan segala fasilitas yang tersedia dengan baik, sehingga memperoleh
keuntungan/manfaat dari penggunaan sumber daya yang ada tersebut. Keberhasilan dalam mencapai
suatu tujuan yang tidak diiringi dengan manfaat berarti keberhasilan tersebut tidak efektif.
Demikian juga keberhasilan yang tidak diiringi dengan penggunaan fasilitas yang tersedia secara
efisien berarti merupakan suatu pemborosan.
Demikian juga dengan efektivitas guru dalam mengajar. Proses pembelajaran dikatakan efektif
apabila terdapat keampuhan dalam kegiatan belajar mengajar sebagai usaha yang dinamis dan
seimbang antara kualitas dan kuantitas pembelajaran, di samping keterbatasan sumber dana dan
tenaga yang tersedia. Sebaliknya proses pembelajaran dikatakan tidak efektif, apabila proses
pembelajaran itu dapat mencapai sasaran akan tetapi tidak terdapat keseimbangan antara kualitas
dan kuantitas pembelajaran dengan menggunakan dana dan tenaga yang tersedia.
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa efektivitas kerja itu memiliki makna bahwa dalam
mencapai tujuan suatu organisasi perlu memanfaatkan segala sumber daya yang ada secara tepat
dan memperoleh manfaat/hasil dari penggunaan sumber daya yang tepat tersebut. Keberhasilan
dalam mencapai suatu tujuan yang tidak diiringi dengan manfaat berarti keberhasilan tersebut tidak
efektif. Juga jika keberhasilan yang diperoleh tidak sepadan dengan fasilitas yang dipakai maka hal
ini berarti pemborosan.
Demikian juga halnya dengan efektivitas kerja guru dalam melaksanakan tugasnya, pelaksanaan
tugas guru dikatakan efektif apabila terdapat keampuhan dalam proses belajar mengajar yang
dilakukan, sehingga terjadi keseimbangan yang dinamis antara kualitas dan kuantitas pembelajaran
dengan memanfaatkan surnber dana dan daya yang tersedia. Sebaliknya pembelajaran dikatakan
tidak efektif apabila dalam proses pembelajaran tidak terdapat keseimbangan antara kualitas dan
kuantitas pembelajaran dengan sumber daya dan dana yang dipergunakan atau dengan kata lain
suatu proses pembelajaran dikatakan efektif apabila : (1) terjadi perubahan perilaku kognitif pada
diri siswa, (2) terdapat keseimbangan antara kualitas dan kuantitas bahan pembelajaran, dan (3)
proses pembelajaran dapat berlangsung dengan memanfaatkan surnber dana yang tersedia secara
efektif. Sebaliknya proses pembelajaran dikatakan tidak efektif apabila tidak dapat memenuhi
kriteria?kriteria yang disebutkan di atas.

0
Efektivitas kerja guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar dapat dilihat dari berbagai
aspek. Lucio dan Mc Neil (1999: 12) mengemukakan, “Kriteria dalam menentukan efektivitas pada
proses belajar mengajar tersebut sebagai berikut : (1) proses, (2) karakteristik guru, dan (3) hasil”.
Proses belajar mengajar menyangkut perilaku guru yang dinilai berdasarkan standar penampilan,
misalnya bagaimana guru membuat perencanaan, menyajikan serta mengevaluasi pembelajaran.
Karakteristik guru berkaitan dengan intelegensi, kesopanan kefasihan berbahasa, kepribadian,
kesehatan. Hasil yakni berupa tingkat perubahan perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang telah
ditentukan dalam proses belajar mengajar.
J. Alan Thomas (1991:12) melihat bahwa efetivitas dari tiga aspek, yakni: “The Administrators
Production Function (PF?1), The Psychologis Production function (PF?2), the Economics
Production Function (PF-3)”. PF?1, adalah keseluruhan produktivitas yang dihasilkan oleh
lembaga pendidikan tersebut berdasarkan pandangan administrator dari segi out put yaitu seberapa
besar dan baiknya tingkat pelayanan yang diberikan dalam suatu proses belajar mengajar di sekolah
tersebut, baik palayanan yang diberikan oleh pengelola sekolah maupun oleh personil lainnya. PF?2
adalah keseluruhan produktivitas yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan tersebut berdasarkan
pandangan dari segi output perubahan perilaku yang terjadi pada siswa. Jadi ukurannya dapat dilihat
dari seberapa jauh perkembangan kognitif, afektif dan psikomotor yang diperoleh oleh siswa untuk
dapat berkembang dan berubah ke arah yang lebih baik. PF?3 adalah dengan melihat produktivitas
yang ditinjau dari segi out put ekonomis, produktivitas yang dihasilkan ditinjau dari tingkat
penggunaan biaya yang diperlukan, jadi ukurannya dapat dilihat dari perbedaan biaya yang
dipergunakan/dikeluarkan dengan manfaat yang diperoleh.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas kerja
guru dalam melaksanakan tugasnya adalah ketepatan dalam proses pelaksanaan tugas guru dalam
melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Dengan
demikian, efektivitas kerja guru ialah tingkat ketepatan guru dalam mengelola proses pembelajaran
sehingga tercapai tujuan pembelajaran secara baik dan dengan menggunakan segala sumber daya
dan dana secara tepat. Adapun indikatornya adalah : (1) merencakan pembelajaran (2) menyajikan
pembelajaran (3) mengadakan evaluasi dan (4) memotivasi siswa.

KELAS MASA DEPAN


Gambaran kelas masa depan disampaikan oleh Gary Flewelling dan William Higginson
(2003). Menurut kedua ahli tersebut gambaran kelas masa depan yang berkaitan
dengan pengertian disiplin/mata pelajaran/pokok bahasan, peran dan fungsi guru,
peran siswa peserta didik adalah sebagai berikut:

1. Mata pelajaran/Pokok bahasan

Mata pelajaran atau dalam lingkup yang lebih kecil adalah pokok bahasan
pada hakikatnya merupakan pengalaman yang berbeda-beda bagi setiap
siswa, berkembang sebagai cara berpikir (way of thinking), cara untuk
berkomunikasi, baik antar siswa, antar guru, antara siswa dengan guru, cara
untuk memandang dunia yang memiliki hubungan yang signifikan dengan
seluruh aspek pengalaman manusia.

2. Guru
1) Memberikan stimulasi kepada siswa dengan menyediakan tugas-tugas
pembelajaran yang kaya (rich learning tasks) dan terancang baik untuk
meningkatkan perkembangan intelektual, emosional, spiritual dan sosial.

0
2) Berinteraksi dengan siswa untuk mendorong keberanian, mengilhami,
menantang, berdiskusi, berbagi, menjelaskan, menegaskan, merefleksi, menilai
dan merayakan perkembangan, pertumbuhan dan keberhasilan.
3) Menunjukkan keuntungan/manfaat yang diperoleh dari mempelajari suatu
pokok bahasan
4) Berperan sebagai seseorang yang membantu, seseorang yang mengerahkan
dan memberi penegasan, seseorang yang memberi jiwa dan mengilhami siswa
dengan cara membangkitkan rasa ingin tahu, rasa antusias, gairah dari seorang
pembelajar yang berani mengambil risiko (risk taking learner), dengan demikian
guru berperan sebagai pemberi informasi (informer), fasilitator dan seorang artis.

3. Siswa
1) Membangun pengetahuannya sendiri terkait pokok bahasan/mata pelajaran
melalui proses eksplorasi, interaksi dan refleksi dan berpusat pada tugas
pembelajaran yang kaya
2) Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan sesuai dengan bidang
bahasan mata pelajaran, mengembangkan keterampilan berkomunikasi,
memecahkan masalah, pemikiran logis, pemikiran kreatif, teknologi, kemampuan
mandiri dan salingketergantungan.
3) Menggunakan keterampilannya agar dapat bekerja secara efektif, penuh
percaya diri, peka dan penuh kejujuran dalam situasi yang penuh tantangan baru,
penuh kompleksitas dan kendala, perbedaan, bias, ketidaktentuan dan berbagai
kerancuan.
4) Berperan sebagai individu yang mampu menyeleksi dan menggunakan secara
bijaksana berbagai kaidah dan hukum keilmuan yang telah ada, memahami
prinsip-prinsip dan pola yang melatarbelakangi berbagai hukum tersebut,
menciptakan hukum-hukum baru agar bisa lebih efektif sesuai dengan situasi yang
sedang berlangsung, maka peran utama siswa adalah sebagai pengguna ilmu,
penuntut ilmu dan pencipta ilmu (complier, cognizer and creator).

Berdasar paradigma mutakhir tentang Kelas Masa Depan di atas, maka jargon aktif,
kreatif, efektif adalah conditio sine quanon (syarat mutlak) bagi berlangsungnya
pembelajaran. Singkatnya, pembelajaran yang tidak memenuhi syarat aktif, kreatif
dan efektif bukan pembelajaran namanya. Pada gilirannya pembelajaran yang aktif,
kreatif dan efektif akan lebih menarik minat siswa, siswa merasakan manfaat dan
guna belajar (meaningful learning) dan atmosfer pembelajaran yang menyenangkan
(joyful learning) secara otomatis akan tercapai.
Apa yang pernah diteliti dan disampaikan oleh Vernon A. Magnesen (Gordon Dryden
dan Jeannette Vos dalam The Learning Revolution, 1999) agaknya memperkuat esensi
pembelajaran aktif, yakni bahwa kita belajar dari :
o 10% dari apa yang kita baca
o 20% dari apa yang kita dengar
o 30% dari apa yang kita lihat
o 50% dari apa yang kita lihat dan dengar
o 70% dari apa yang kita katakan
o 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan

Terlihat bahwa makin aktif kita makin banyak belajar pula kita. Dalam pada itu para ahli
pembelajaran kontekstual mengatakan bahwa:” Siswa akan belajar baik jika secara aktif
mengkonstruksikan pemahaman mereka sendiri” (CTL Academy Fellow, 1999).

0
TANTANGAN DI ABAD 21:
PENGELOLAAN KELAS BERBASIS ICT
Tantangan bagi guru di abad informasi

Abad 21 merupakan abad informasi dan komunikasi, yang ditandai dengan


perkembangan pesat pada teknologi informasi dan komunikasi. Teknologi
informasi dan komunikasi berupa televisi, telepon, komputer, dan internet
mengalami perkembangan yang luar biasa.
Lewat perkembangan teknologi komputer, internet, dan telepon, dunia pun
seakan-akan berada dalam genggaman kita. Informasi yang ada dibelahan
bumi lain, secepat kilat akan sampai dibelahan bumi lainnya lewat short
message system (SMS) atau berita di internet. Tidak ada lagi informasi yang
dapat disembunyikan dengan perkembangan pemantauan satelit yang bisa
diakses lewat google earth dan google map.
Sekolah sebagai institusi pencetak generasi yang hidup dimasa mendatang
harus mempunyai keperdulian terhadap perkembangan yang terjadi. Jika tidak,
maka anak-anak yang kita didik akan tertinggal dengan perkembangan zaman.
Karena perkembangan informasi dan komunikasi ini tidak mempunyai
toleransi, pilihannya hanya dua, yaitu mampu beradaptasi dan mengadopsi
atau tertinggal ke belakang.
Guru pada abad ini dan abad selanjutnya ditantang untuk melakukan
akselerasi terhadap perkembangan informasi dan komunikasi. Pembelajaran di
kelas dan pengelolaan kelas, pada abad ini harus disesuaikan dengan standar
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, atau yang lebih dikenal dengan
ICT (information comunication technology). Bagaimana mengelola kelas
berbasis ICT yang akan menunjang daya adaptasi dan adopsi siswa terhadap
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi? Hal inilah yang akan dicoba
diuraikan pada paparan di bawah ini.

Tantangan bagi guru di abad konstruktivisme

Diakui atau tidak diakui dalam dunia pendidikan paradigma yang dianut
sekarang adalah konstruktivisme. Jika dahulu pengetahuan siswa bersumber
dari guru, dan siswa dianggap sebagai gelas kosong yang siap diisi. Maka
dengan paradigma konstruktivisme, siswa harus dianggap memiliki
pengetahuan awal, dan tugas guru hanya mengkonstruksinya. Siswa pun
diibaratkan tanaman yang sudah punya potensi untuk tumbuh dan
berkembang, sedangkan guru hanya berfungsi sebagai penyiram yang
membantu tanaman (siswa) tumbuh dan berkembang dengan baik. Akibatnya,
peran guru berubah dari pengajar menjadi fasilitator dengan model
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center), tidak lagi berpusat
pada guru (teacher center). Proses belajar mengajar (PBM) bersifat
memandirikan siswa dalam mengeksplorasi rasa keingintahuannya dan
memecahkan masalah yang diberikan guru.

0
Konsekuensi dari bergulirnya paradigma ini memerlukan sumber belajar yang
banyak. Tetapi sekolah dihadapkan pada kenyataan bahwa sumber belajar
yang ada di perpustakaan sangat terbatas. Koleksi buku dan compact disk (CD)
yang dimiliki sekolah pun acapkali sudah usang. Pembaharuan koleksi buku
dan CD tentu memerlukan biaya yang sangat besar. ICT dapat dijadikan solusi
bagi permasalahan ini.
Pada abad 20, perpustakaan adalah ruang pembelajaran utama, tetapi pada
abad 21 ini sebuah revolusi pengetahuan terjadi. Dunia sudah semakin go
digital. Semakin banyak buku yang telah dirubah ke dalam format digital book
dan dapat dengan mudah diakses melalui situs seperti ibiblio, Google Scholar
dan Questia. Perpustakaan instan pun ada di komputer. Bahkan ada salah satu
proyek besar untuk pendigitalan buku ini disebut dengan nama Project
Gutenberg yang memiliki misi utama mendigitalkan buku-buku yang sudah
berstatus public domain. Hal ini pula yang ditiru oleh pemerintah Indonesia
lewat Departemen Pendidikan dengan electronik book (e-book) untuk buku
pedoman bagi siswa.
Pencarian informasi apa pun dapat dengan mudah dan cepat dicari dengan
mesin pencari. Situs-situs mesin pencari seperti Google dan Yahoo! Sudah
tersedia, bahkan sudah mulai meluncurkan versi mobile yang dapat diakses
melalui telepon genggam. Dan telepon gengam bukan barang aneh bagi
kebanyakan siswa di Indonesia. Bahkan untuk kasus SMAN 8 Bogor, 100%
siswa harus memiliki telepon gengam, berkaitan dengan segala informasi
kesiswaan dan kurikulum akan diberitahukan lewat telepon gengam.
Wikipledia adalah media informasi melimpah mengenai banyak hal. Wikipledia
adalah ensiklopedia terbuka yang bersifat interaksi, selain siswa bisa
mengakses informasi didalamnya, siswa pun dapat mengisikan hal-hal baru
yang didapatkannya. Informasi pun akan disebar tidak hanya lingkup kelas,
tetapi lingkup dunia.
ICT menyajikan teks nonsekuensial, nonlinear, dan multidimensional dengan
percabangan tautan dan simpul secara interaktif. Tampilan tersebut akan
membuat pengguna (user) lebih leluasa memilih, mensintesa, dan
mengelaborasi pengetahuan yang ingin dipahaminya. Walhasil komputer dapat
mengakomodasi siswa yang lamban menerima pelajaran, karena komputer
tidak pernah bosan, sangat sabar dalam menjalankan instruksi, seperti yang
diinginkan. Berbeda dengan guru, guru tak mungkin menjelaskan hal yang
sama terus menerus pada siswa yang lambat. Selain itu siswa yang cepat pun
dapat terus berlari tanpa perlu dihalangi dan distandarisasi sama dengan siswa
lainnya. Inilah iklim afektif dari pemanfaatan ICT dalam pembelajaran.
Tantangan dalam PBM seperti ini mengharuskan kita sadar untuk mengelola
kelas yang berbasis ICT.
Pengelolaan Kelas Berbasis ICT
Pengelolaan kelas menitik tekankan pada aspek pengaturan (management)
lingkungan, berbeda dengan pembelajaran (instruction) yang lebih
menekankan aspek mengelola atau memproses materi pelajaran. Menurut
Raka Joni, pengelolaan kelas adalah mengkondisikan kelas yang optimal bagi
terjadinya proses belajar, yang meliputi pembinaan rapport, penghentian
perilaku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian
ganjaran, penyelesaian tugas oleh peserta didik secara tepat waktu, penetapan

0
norma kelompok yang produktif. Pengaturan kelas mencakup pengaturan
peserta didik dan fasilitas. ICT sendiri termasuk dalam pengaturan fasilitas
untuk menunjang iklim konduksif bagi PBM di kelas. Baik iklim kognitif, afektif,
dan skill.
Iklim kognitif yang dicapai dari kelas berbasis ICT adalah pemahaman terhadap
materi karena siswa diberikan kesempatan bereksplorasi dengan ICT untuk
memecahkan masalah baik secara sintesis maupun analisis. Iklim afektif yang
dicapai dari kelas berbasis ICT adalah akomodasi siswa lambat dan cepat
secara adil. Siswa yang lambat tidak akan menjadi bahan olok-olokan
temannya, karena keterlambatannya, karena ICT memiliki kesabaran dalam
menerima pengulangan-pengulangan sesuai kehendak pengguna (user). Begitu
pun siswa cepat, tidak akan merasa kurang, karena ICT mampu melayani
semua rasa ingin tahunya dengan kecepatan sesuai permintaan pengguna
(user). Adapun iklim skill adalah yang paling dominan tercapai. Penggunaan
ICT menciptakan skill menulis, berkomunikasi, dan mengakses pengetahuan
dengan cepat, mudah, dan tepat.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam pengelolaan kelas
berbasis ICT, diantaranya adalah:
1. Penggunaan ICT sebaiknya dibagi dalam tiga katagori, yaitu one laptop for
all students, one student one laptop, dan one laptop for four students.
2. Pengunaan ICT bersifat “one laptop for all student” digunakan pada saat
guru memberikan konsep dasar yang harus dikuasai siswa secara menyeluruh.
Adapun one student one laptop dan one laptop for four students digunakan
untuk tahap pengembangan konsep, yang memerlukan aktifitas eksplorasi
atau pemecahan masalah.
3. Penggunaan fasilitas hendaknya tidak terlalu sering bersifat individual, yaitu
“one student one laptop“, tetapi sesekali harus diberikan fasilitas bersifat
kerjasama, “one laptop for four student“. Ini semua sesuai dengan hakekat
belajar aktif, menurut Vygotsky [1896-1934] (1962), salah satu pengagas
konstruktivisme sosial, yang terkenal dengan teori “Zone of Proximal
Development” (ZPD). “Proximal” dalam bahasa sederhana bermakna “next“.
Vygotsky mengamati, ketika anak diberi tugas untuk dirinya sediri, mereka
akan bekerja sebaik-baiknya ketika mereka bekerjasama. Selanjutnya Vygotsky
menyatakan, setiap manusia mempunyai potensi, dan potensi tersebut dapat
teraktualisasi dengan ketuntasan belajar, tetapi di antara potensi dan
aktualisasi terdapat wilayah abu-abu. “Guru berkewajiban menjadikan wilayah
abu-abu ini dapat teraktualisasi, caranya dengan belajar kelompok. Dalam
bahasa yang lebih umum, terdapat tiga wilayah “cannot yet do”, “can do
with help“, and “can do alone“. ZPD adalah wilayah “can do with help”,
wilayah ini bukan wilayah yang permanen, kuncinya adalah menarik
pembelajar menjadi dari zona tersebut, dengan cara bekerjasama.

0
Gambar 1. Zona of Proximal Depelovment dari Vygotsky

4. Guru harus menetapkan standar operasional prosedur (SOP) dalam penggunaan ICT dikelas. SOP
ini mengajarkan siswa akan pentingnya tanggung jawab.

5. Guru merancang kelas yang berbasis ICT yang bersifat dinamis sesuai dengan kebutuhan
pembelajaran. Harus dibedakan tempat duduk siswa ketika kebutuhannya one laptop for all
students, one student one laptop, dan one laptop for four students.

one laptop for all students


one laptop for four students
one laptop one student

Sistem Pembelajaran Abad 21 dengan Project Based Learning (PBL)

Kurikulum yang dikembangkan saat ini oleh sekolah dituntut untuk merubah pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered learning) menjadi pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered learning). Hal ini sesuai dengan tuntutan
dunia masa depan anak yang harus memiliki kecakapan berpikir dan belajar (thinking and learning
skils). Kecakapan-kecakapan tersebut diantaranya adalah kecakapan memecahkan masalah
(problem solving), berpikir kritis (critical thinking), kolaborasi, dan kecakapan berkomunikasi.
Semua kecakapan ini bisa dimiliki oleh siswa apabila guru mampu mengembangkan rencana
pembelajaran yang berisi kegiatan-kegiatan yang menantang siswa untuk berpikir kritis dalam
memecahkan masalah. Kegiatan yang mendorong siswa untuk bekerja sama dan berkomunikasi
harus tampak dalam setiap rencana pembelajaran yang dibuatnya.
Selain pendekatan pembelajaran, siswa pun harus diberi kesempatan untuk mengembangkan
kecakapannya dalam menguasai teknologi informasi dan komunikasi - khususnya komputer.
Literasi ICT adalah suatu kemampuan untuk menggunakan teknologi dalam proses pembelajaran
untuk mencapai kecakapan berpikir dan belajar siswa. Kegiatan-kegiatan yang harus disiapkan oleh
guru adalah kegiatan yang memberikan kesempatan pada siswa untuk menggunakan teknologi
komputer untuk melatih keterampilan berpikir kritisnya dalam memecahkan masalah melalui
kolaborasi dan komunikasi dengan teman sejawat, guru-guru, ahli atau orang lain yang memiliki
minat yang sama.
Aspek lain yang tidak kalau pentingnya adalah Assessmen. Guru harus mampu merancang sistem
assessmen yang bersifat kontinyu - ongoing assessmen - sejak siswa melakukan kegiatan, sedang
dan setelah selesai melaksanakan kegiatannya. Assessmen bisa diberikan diantara siswa sebagai
feedback, oleh guru dengan rubric yang telah disiapkan atau berdasarkan kinerja serta produk yang
mereka hasilkan.

0
Untuk mencapai tujuan di atas, pendekatan pembelajaran yang cukup menantang bagi guru adalah
pendekatan pembelajaran berbasis proyek (Project-based learning atau PBL).
Di dalam mengembangkan PBL, guru dituntut untuk menyiapkan unit plan, sebagai portfolio guru
dalam proses pembelajarannya.
Di dalam unit plan, guru harus mengarahkan rencana proyeknya dalam sebuah Kerangka
Pertanyaan berdasarkan SK/KD yang ada dalam kurikulum. CFQ atau Curriculum frame Question
adalah sebagai alat untuk mengarahkan siswa dalam mengerjakan proyeknya, sehingga sesuai
dengan tujuan yang telah direncakan.
Guru harus menyiapkan materi-materi pendukung untuk kelancaran proyek siswa, demikian pula
siswa harus mampu membuat contoh-contoh hasil tugasnya untuk ditampilkan atau dipresentasikan
di depan temannya. Pada saat presentasi hasil proyeknya siswa mendapat kesempatan untuk
melakukan assessmen terhadap temannya - peer assessmen, memberikan feedback pada hasil
kerjanya.
Dalam rencana pelajaran guru pun harus memberikan kesempatan pada siswa untuk melaporkan
hasil proyeknya dalam berbagai bentuk, bisa dalam bentuk blog, wiki, poster, newsletter atau
laporan.
Kegiatan yang memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan kemampuan berpikir
tingkat tinggi atau high order thinking harus dirancang dalam rencana pelajaran guru. Siswa diberi
kesempatan untuk melakukan analisis, sintesis dan evaluasi melalui proyek yang mereka kerjakan.
PBL merupakan salah satu model pembelajaran yang berpusat pada siswa yang diyakini para ahli
mampu menyiapkan siswa kita untuk menghadapi dunia kerja di abad ke-21. Menurut hasil survey
The Conference Board, Corporate Voices for Working Families, Partnership for 21st Century Skills,
dan The Society of Human Resources Management yang dirilis pada tanggal 2 Oktober 2006 :
Apakah Mereka Siap untuk Bekerja?

A. Kecakapan paling penting untuk bisa sukses bekerja ketika lulus SMA
* Etos kerja (80%), Kolaborasi (75%), Komunikasi yang baik (70%), Tanggung jawab Sosial (63%)
, Berpikir kritis sertan kemampuan memecahkan masalah (58%)
B. Kelemahan yang dimiliki siswa lulusan SMA ketika mereka diterima kerja
* Komunikasi menulis (81%), Kepemimpinan (73%), Etos kerja (70%), Berpikir kritis dan
memecahkan masalah (70%), dan Pengarahan diri (58%)
C. Kecakapan apa dan objek apa yang sedang tumbuh dalam lima tahun yang akan datang?
* Berpikir kritis (78%), ICT (77%); Kesehatan dan Kesejahteraan (76%); Kolaborasi (74%), Inovasi
(74%), dan Tanggung jawab finansial pribadi (72%)

Dari hasil survey di atas menunjukkan bahwa kecakapan-kecakapan yang termasuk dalam Thinking
and Learning Skills (problem solving, critical thinking, collaboration, communication) menjadi
kecakapan-kecakapan yang sangat penting harus dimiliki oleh siswa agar mampu bersaing dengan
siswa negara lain.

Pendekatan pembelajaran yang bagaimana yang harus guru siapkan untuk mengembangkan semua
kecakapan di atas? Menurut para ahli, project-based learning merupakan salah satu pendektan
pembelajaran yang berpusat pada siswa yang mampu mengembangkan semua kecakapan di atas.
Hal ini dikarenakan PBL memiliki karakteristik sebagai berikut:

• Siswa menjadi pusat atau sebagai obyek yang secara aktif belajar pada proses pembelajaran.
• Proyek-proyek yang direncanakan terfokus pada tujuan pembelajaran yang sudah digariskan
dalam Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dalam kurikulum

0
• Proyek dikembangkan oleh Pertanyaan-pertanyaan sebagai kerangka dari kurikulum
(curriculum-framing question)
• Proyek melibatkan berbagai jenis dan bentuk assessmen yang dilakukan secara kontinyu
(ongoing assessmen)
• Proyek berhubungan langsung dengan dunia kehidupan nyata.
• Siswa menunjukkan pengetahuannya melalui produk atau kinerjanya.
• Teknologi mendukung dan meningkatkan proses belajar siswa.
• Keterampilan berpikir terintegrasi dalam proyek.
• Strategi pembelajarn bervariasi karena untuk mendukung oleh berbagai tipe belajar yang
dimiliki oleh siswa (multiple learning style).

CIRI-CIRI PELAJAR CEMERLANG

1. Sentiasa yakin pada potensi diri sendiri untuk boleh menempah kejayaan dalam
pendidikan.
2. Bersedia memikul tanggungjawab sebagai seorang pelajar yang menjadi
harapan agama, bangsa, negara, keluarga dan masyarakat.
3. Memberikan tumpuan sepenuhnya kepada pelajaran semasa mengikuti
pengajaran guru.
4. Membuat persediaan awal apabila akan menghadapi peperiksaan tidak kira
sama ada ujian bulanan, peperiksaan penggal atau peperiksaan UPSR, PMR,
SPM dan STPM.
5. Sentiasa bersiap sedia dalam menghadapi sebarang bentuk ujian atau
peperiksaan yang bakal diadakan oleh pihak sekolah (ujian bulanan,
peperiksaan penggal) atau oleh pihak kementerian (peperiksaan yang
sebenarnya).
6. Menyediakan keperluan peralatan belajar yang mencukupi seperti buku-buku
rujukan, buku latihan, alat-alat tulis, nota-nota ringkas dan sebagainya lagi.
7. Menepati waktu belajar yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah seperti datang
ke sekolah dalam waktu yang ditetapkan dan pulang hanya setelah dibenarkan.
Ini akan melatih pelajar menjadi seorang yang berdisiplin. Apabila sikap disiplin
telah tersemai dalam jiwa pelajar, maka mudahlah bagi pelajar untuk
mendisiplinkan diri dalam pembelajaran.
8. Mendapatkan bantuan guru atau kawan-kawan sekelas yang lain apabila gagal
mengikuti kelas di atas sebab-sebab tertentu. Misalnya apabila pelajar sakit dan
tidak dapat hadir ke kelas, pelajar perlulah mendapatkan bantuan kawan-kawan
untuk mendapatkan nota-nota pelajaran, atau mendapatkan penerangan guru
bagi pelajaran yang telah tertinggal itu.
9. Sentiasa menghormati guru sama ada semasa guru sedang mengajar di dalam
kelas atau sewaktu berada di luar kelas. Guru adalah sumber ilmu. Oleh itu
sentiasalah menghormati guru yang memberikan kita ilmu.
10.Bersoal-jawab dengan guru untuk memahami pelajaran yang telah diajar. Malah
ahli falsafah Yunani yang terkenal bernama Socrates pernah berkata 'carilah
ilmu pengetahuan dengan cara bersoal-jawab'.
11.Sentiasa yakin pada potensi diri sendiri untuk boleh menempah kejayaan dalam
pendidikan.
12.Bersedia memikul tanggungjawab sebagai seorang pelajar yang menjadi
harapan agama, bangsa, negara, keluarga dan masyarakat. Memberikan
tumpuan sepenuhnya kepada pelajaran semasa mengikuti pengajaran guru.
13.Membuat persediaan awal apabila akan menghadapi peperiksaan tidak kira
sama ada ujian bulanan, peperiksaan penggal atau peperiksaan UPSR, PMR,
SPM dan STPM.

0
14.Sentiasa bersiap sedia dalam menghadapi sebarang bentuk ujian atau
peperiksaan yang bakal diadakan oleh pihak sekolah (ujian bulanan,
peperiksaan penggal) atau oleh pihak kementerian (peperiksaan yang
sebenarnya).
15.Menyediakan keperluan peralatan belajar yang mencukupi seperti buku-buku
rujukan, buku latihan, alat-alat tulis, nota-nota ringkas dan sebagainya lagi.
16.Menepati waktu belajar yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah seperti datang
ke sekolah dalam waktu yang ditetapkan dan pulang hanya setelah dibenarkan.
Ini akan melatih pelajar menjadi seorang yang berdisiplin. Apabila sikap disiplin
telah tersemai dalam jiwa pelajar, maka mudahlah bagi pelajar untuk
mendisiplinkan diri dalam pembelajaran.
17.Mendapatkan bantuan guru atau kawan-kawan sekelas yang lain apabila gagal
mengikuti kelas di atas sebab-sebab tertentu. Misalnya apabila pelajar sakit dan
tidak dapat hadir ke kelas, pelajar perlulah mendapatkan bantuan kawan-kawan
untuk mendapatkan nota-nota pelajaran, atau mendapatkan penerangan guru
bagi pelajaran yang telah tertinggal itu.
18.Sentiasa menghormati guru sama ada semasa guru sedang mengajar di dalam
kelas atau sewaktu berada di luar kelas. Guru adalah sumber ilmu. Oleh itu
sentiasalah menghormati guru yang memberikan kita ilmu.
19.Bersoal-jawab dengan guru untuk memahami pelajaran yang telah diajar. Malah
ahli falsafah Yunani yang terkenal bernama Socrates pernah berkata 'carilah
ilmu pengetahuan dengan cara bersoal-jawab'.
20.Sering memberi pandangan dan pendapat dalam proses pembelajaran. Ini
kerana dengan cara memberikan pandangan, rakan-rakan pelajar dan pelajar
sendiri akan semakin memahami pelajaran tersebut. Amalan ini juga dapat
melatih dan mengasah daya ketajaman pemikiran pelajar.
21.Sering berbincang dengan rakan-rakan tentang pelajaran yang telah dipelajari.
Ini biasanya dilakukan dalam kelas-kelas perbincangan, kelas tambahan atau
dalam kumpulan studi. Perbincangan akan memantapkan lagi kefahaman
terhadap sesuatu pelajaran.
22.Menyiapkan tugasan yang telah diberi oleh guru sama ada kerja dalam kelas
atau kerja rumah, dalam tempoh yang ditetapkan oleh guru berkenaan. Pelajar
yang berjaya adalah pelajar yang sering menyiapkan tugasan yang diberikan
oleh guru mereka.
23.Mengadakan kumpulan perbincangan (study group) bersama rakan-rakan yang
mempunyai visi dan agenda yang sama iaitu kejayaan dalam peperiksaan.
24.Menjadikan perpustakaan sekolah dan perpustakaan yang lain sebagai gedung
ilmu pengetahuan untuk dikunjungi dan mendapatkan buku-buku untuk
dipinjam.
25.Membaca akhbar atau majalah-majalah akademik untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan tambahan.
26.Menonton rancangan televisyen yang sesuai untuk mendapatkan pengetahuan
seperti Rancangan Pendidikan, Berita dan lain-lain lagi.
27.Mengadakan ujian dan peperiksaan kendiri (sendiri) seperti dibuat dalam
peperiksaan sebenarnya, untuk dijadikan sebagai pengukuhan pembelajaran.
Pelajar juga perlu menganggapkan ujian dan peperiksaan yang diambil itu
adalah ujian dan peperiksaan yang sebenarnya. Jika gagal bererti anda gagal
dalam peperiksaan yang sebenar.
28.Menyediakan jadual waktu untuk merancang pembelajaran pelajar di luar
sekolah. Minta nasihat guru atau abang-abang yang berpengalaman untuk
mendapatkan corak jadual yang sesuai dan efektif. Jadual ini mestilah dipatuhi.
29.Mengikuti ceramah-ceramah motivasi yang diadakan untuk melahirkan
semangat dan keyakinan diri.

0
30.Mengikuti seminar-seminar peperiksaan yang diadakan bagi memahami teknik-
teknik menjawab soalan peperiksaan.
31.Membeli buku-buku rujukan yang sesuai. Ini dapat memantapkan persediaan
pelajar. Minta bantuan guru untuk mendapatkan senarai buku-buku rujukan
pilihan untuk subjek-subjek tertentu. Ingat pepatah Inggeris, "Don't judge the
book by its cover." Buku yang kelihatan cantik menawan tidak semestinya baik.
Hanya guru yang lebih memahami kualiti sesuatu buku rujukan.
32.Mengikuti kelas-kelas tuisyen untuk menambahkan lagi pengalaman dan
kecekapan pelajar dalam pelajaran.
33.Mengadakan lawatan ke pameran-pameran buku yang diadakan.
34.Menyertai pelbagai aktiviti sekolah secara aktif dalam kokurikulum. Badan yang
cergas akan menghasilkan otak yang sihat. Otak yang sihat pla akan
melahirkan pemikiran yang lancar.
35.Pelajar perlu sanggup menghadapi cabaran luaran yang hebat yang sering cuba
mengganggu penumpuan pelajar pada pelajaran atau cuba mengurangkan
minat pelajar untuk belajar. Antara cabaran luaran yang dimaksudkan itu
adalah hiburan, aktiviti sukan yang berlebihan, amalan suka melepak dan
membuang masa dan gangguan kawan-kawan yang suka mengajak pelajar
melakukan perkara-perkara yang kurang berfaedah.
36.Menjaga keselamatan diri dengan mengelakkan sebarang bentuk bahaya yang
dapat mengancam tubuh fizikal pelajar. Misalnya, jangan bermain dengan api,
elektrik atau mercun. Bayangkanlah jika pelajar kehilangan jari tangan kanan
dalam kemalangan.
37.Menjaga kesihatan tubuh badan dengan cara menghindari sebarang bentuk
penyakit. Jaga keseimbangan makanan. Jangan makan terlalu banyak 'junk-
food'. Hindari makan di gerai-gerai yang kotor atau membeli kueh-kueh yang
terdedah tanpa ditutup. Jangan berjaga sepanjang malam. Ini boleh
menjejaskan kesihatan.
38.Menjaga dan mengawal pemakanan dengan memakan makanan yang
seimbang. Ini akan menjamin kesihatan badan yang baik dan otak yang dapat
berfikir dengan lebih lancar. Pilih jenis makanan yang sesuai untuk minda dan
kesihatan tubuh badan.
39.Jangan segan untuk menimba pengalaman daripada pelajar-pelajar yang telah
berjaya dalam peperiksaan. Jadikan abang-abang dan kakak-kakak yang telah
berjaya itu sebagai model atau contoh pelajar cemerlang. Perhatikan ciri
dedikasi dan disiplin mereka dalam menghadapi peperiksaan. Pengalaman
mereka yang telah berjaya itu sungguh berharga untuk pelajar yang bakal
menghadapi peperiksaan.
40.Bagi pelajar Islam, tunaikan sembahyang lima waktu seperti mana yang telah
disyariatkan oleh agama. Bagi pelajar bukan Islam yang lain, lakukan amalan
ibadat agama masing-masing.
41.Sentiasa berdoa dan mengharapkan pertolongan daripada Tuhan. Aspek
kerohanian ini juga sama penting dengan aspek jasmani dan minda pelajar.
42.Berserah diri kepada Tuhan dan tidak putus asa jika gagal. Apabila menghadapi
kegagalan, berusahalah lagi dengan menjadikan kegagalan itu sebagai iktibar
dan panduan untuk lebih berjaya. Jadikan semua bentuk kegagalan sebagai
pengukuh diri untuk mencari kejayaan yang lebih cemerlang.
43.Semasa di kelas, berikan tumpuan sepenuhnya kepada proses pengajaran guru.
44.Sentiasa bersoal-jawab dengan guru dalam hal-hal pelajaran.
45.Membaca setiap nota yang diberikan oleh guru.
46.Membuat latihan-latihan yang disediakan oleh guru serta mencari latihan-
latihan tambahan dari buku-buku latihan.
47.Memahami apa yang dibaca.

0
48.Membuat nota ringkas untuk semua mata pelajaran.
49.Menggunakan kaedah, simbol, dan tanda-tanda tertentu untuk memudahkan
pembelajaran.
50.Belajar menggunakan komputer untuk mendapatkan kefahaman tambahan.
51.Mengadakan kumpulan perbincangan bagi semua mata pelajaran.
52.Mendapatkan pengetahuan daripada pelbagai bahan rujukan sama ada buku,
majalah, akhbar dan internet.
53.Mempelajari teknik-teknik menjawab soalan setiap mata pelajaran.
54.Meneliti dan menganalisis trend soalan-soalan peperiksaan yang lalu.
55.Berfikir secara kreatif dan berani memberi idea.
56.Mendapatkan nasihat guru dalam segala masalah yang dihadapi tentang
pelajaran dan pembelajaran.

REPOSISI TATA USAHA SEKOLAH

A. PENDAHULUAN

Kita tidak mungkin lari dari perubahan, karena perubahan akan selalu terjadi, dan orang yang
tak mau berubah maka dia akan mati ditelan oleh perubahan itu sendiri.
Lingkungan strategis kita telah berubah baik menyangkut politik, social budaya, maupun ilmu
dan teknologi , riilnya adalah demokratisasi, desentralisasi, tuntutan transparansi, akuntabel,
kecepatan pelayanan dll. Demikian juga dalam bidang pendidikan mau tidak mau harus
mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan tersebut.

Sistim pendidikan disekolah kita sudah berubah baik menyangkut kurikulum, metode belajar,
sumber belajar, sarana belajar dan juga kualitas SDM Guru dan siswa itu sendiri, semua telah
berubah.
Apa yang harus berubah di Tata usaha sekolah ? salah satunya adalah sistem Ketatausahaan
sekolah. Perubahan ini menyangkut managemen, operasional tata usaha, layanan public,
pengelolaan data dan juga kebijakan terhadap tata usaha.
Reposisi tata usaha sekolah yang dimaksud adalah perubahan seluruh komponen tata usaha
menyangkut pengetahuan, sikap dan prilaku dalam melaksanakan tugas agar mampu memenuhi
kebutuhan dan dapat menjadi daya ungkit yang besar bagi peningkatan kualitas pendidikan di
SMA Negeri 1 Kembang , bukan dalam artian reposisi personil TU.
Oleh karena itu diharapkan Tata Usaha SMA Negeri 1 Kembang menjadi komponen sekolah
yang mampu memberi pelayanan administrasi yang cepat, tepat, berkualitas dan komprehensif

B. TUGAS POKOK TATA USAHA SEKOLAH


Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 tahun 2008 tentang Kompetensi Teknis
Tata Usaha Sekolah.
Tugas pokok tata usaha adalah :
a. Melaksanakan administrasi kepegawaian
b. Melaksanakan administrasi keuangan
c. Melaksanakan administrasi sarana prasarana
d. Melaksanakan administrasi hubungan dengan masyarakat
e. Melaksanakan adminstrasi persuratan dan pengarsipan
f. Melaksanakan administrasi kesiswaan
g. Melaksanakan administrasi kurikulum
h. Melaksanakan administrasi layanan khusus

0
C. KONDISI SAAT INI
Tata Usaha sebagai basis administrasi di sekolah saat ini ternyata masih banyak memerlukan
pembenahan untuk memenuhi kebutuhan sekolah. Antara lain kebutuhan akan ketersediaan
data sekolah secara lengkap dan akurat, kebutuhan akan pelayanan yang cepat dan tepat, belum
memberikan peran yang optimal bagi perkembangan sekolah, masih “ ajeg “ seperti tak ada
perubahan di sekelilingnya.

Hal-hal ini antara lain disebabkan oleh :

1. Pembagian tugas yang tidak mencakup seluruh kegiatan administrasi di sekolah


2. Tugas-tagas Ketatausahaan dikerjakan komponen lain
3. Pembagian tugas staff yang kurang jelas
4. Putusnya rangkaian adminsistrasi
5. Pandangan terhadap TU “ tidak penting”
6. Kemampuan yang “terbatas”
7. Tidak ada ada perencanaan dan evaluasi
8. Tidak adanya laporan kerja dari masing-masing komponen Tata Usaha yang kemudian
sebagai dasar evaluasi.
9. Staff meeting belum dilaksanakan secara rutin.

D. REPOSISI SEBUAH JAWABAN

1. Reposisi dalam bidang pembagian tugas


Dalam pembagian tugas staff TU sebaiknya menyangkut seluruh administrasi sekolah dan
kegiatan sekolah, sehingga setiap komponen dan kegiatan sekolah teradminstrasi di TU, maka
pembagian tugas hendaknya mengacu kepada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 24
tahun 2008

2. Repoisi dalam bidang system administrasi


Dalam system adminstrasi ada 2 hal penting yaitu pencatatan dan pelaporan. Dalam hal
pencatatan dapat dilakukan terdesentralisasi namun harus dibarengi dengan pelaporan yang
tersentral, sehinggaa data yang ada dapat diolah dan dianalisa dan selanjutnya menjadi bahan
pengambilan kebijakan dan mengatasi masalah secara komprehensif oleh pimpinan.

3. Reposisi management TU
Dalam hal pelaksanaan management TU, yang diperlukan adalah :
a. Perencanaan kegiatan
Kegitan yang direncanakan akan memberikan kepastian pekerjaan dan memberi semangat
bekerja, karena jelas apa yang akan dilakukan dan jelas apa yang diharapkan.
Perencanaan ini paling tidak sebulan sekali, seluruh staf membuat perncanaan sesuai dengan
tugasnya.
b. Pengorganisasian kegiatan
Pengorganisaian oleh pimpinan, yaitu untuk singkronisasi dan saling mendukung dan saling
terkait dalam melaksanakan tugas dan juga memberikan fasilitas dan dorongan yang
dibutuhkan oleh staf
c. Penyusunan Laporan Kegiatan
Menyusun hasil atau realisasi kegiatan yang terdiri dari tugas yang telah direncanakan berupa
catatan yang tersusun rapi dan sistematik.
d. Pengawasan kegiatan

0
Pengawasan dimaksudkan agar kemungkinan kesalahan dapat segera dibetulkan dan staf tetap
dalam focus dalam perencanaannya.
e. Evaluasi kegiatan
Evaluasi kegiatan merupakan penilaian terhadap hasil kerja sesuai rencana yang telah disusun,
melalui kegiatan
Staff meeting, yang dilaksanakan secara berkala ( mingguan/bulanan) .
Dalam kegiatan ini dibahas :
- Evaluasi kerja berdasarkan laporan hasil kerja
- Pembahasan permasalahan dari kegiatan yang telah dilaksanakan/yang belum terselesaikan.
- Kebijakan /Informasi terbaru
- Membuat rencana kerja ( minggu/bulan) untuk bulan berikutnya

4. Reposisi pandangan “tidak penting”


Pandangan “Tidak Penting” disebabkan bukan hanya berasal dari intern TU sendiri (skil yang
kurang, SDM sedang, dll ) tetapi juga berkaitan dengan kebijakan pimpinan yang kurang
memberikan peran TU dalam kegiatan-kegiatan di sekolah, hal ini juga memberikan kurang
berkembangnya mental “ PD “ dan kemampuan personil yang ada.
Oleh karena itu perlu ada upaya, yaitu :
a. Peningkatan kualitas SDM TU
b. Mendorong staff TU untuk aktif dalam kegiatan sekolah
c. Pelibatan TU dalam kegiatan-kegiatan sekolah secara adil dan menyeluruh artinya setiap
staf itu mempunyai pengalaman setiap kegiatan sekolah baik semesteran maupun tahunan.
d. Mendorong pelaksanaan Tugas sesuai Permen Diknas N0. 24 tahun 2008

5. Reposisi WKS sebagai second manager bukan “ administrator”


Wakil Kepala Sekolah pada khakekatnya adanya Manajer ke dua setelah Kepala Sekolah,
memang seharusnya hanya menangani managerial, tetapi pada kenyataannya administrasi WKS
di kerjakan sendiri, padahal mestinya adminsistrasinya dikerjakan oleh staff TU sehingga
mereka dapat focus sebagai second manajer dan juga sebagi guru.(seperti dicontohkan oleh
Kepala Sekolah sendiri, yaitu seluruh administrasinya diserahkan kepada TU)
Untuk ini memang perlu perubahan pandangan dan pengertian bersama, sehingga staff TU
merupakan bagian tidak terpisahkan dari kegiatan WKS itu sendiri
6. Reposisi Manual ke ICT
Pemanfaatan ICT merupakan suatu keharusan jika Tata Usaha tidak ingin tergilas oleh zaman,
artinya bahwa dalam melaksankan tugas saat ini dituntut cepat, tepat, benar dan memuaskan.
Untuk itu yang dibuthkan tidak hanya ketersediaan hadrwere nya namun juga peningkatan
kemampuan staff terhadapat ICT.

E. Penutup
Tulisan ini hanya ulasan yang sangat singkat, namun mungkin dapat menjadi salah satu sumber
renungan bersama. Tetapi pada khakekatnya kami ingin Tata Usaha SMA Negeri 1 Bobotsari
mampu menjadi salah satu unsur yang memberikan daya dorong yang besar bagi peningkatan
kualitas sekolah.

Indikator kepuasan kerja

0
Indikator-indikator untuk mengukur kepuasan kerja menurut Minnosota Satisfaction Questionare
(MSQ) adalah seperti berikut ;

1. Kebebasan memanfaatkan waktu luang.


2. Kebebasan bekerja secara mandiri.
3. Kebebasan berganti-ganti pekerjaan dari waktu ke waktu.
4. Kebebasan bergaul.
5. Gaya kepemimpinan atasan langsung.
6. Kompetensi pengawas.
7. Tugas yang diterima.
8. Kesempatan bertindak terhadap orang lain.
9. Persiapan kerja
10. Kebebasan memerintah.
11. Kebebasan memanfaatkan kemampuan.
12. Kebebasan menerapkan peraturan yang berlaku.
13. Gaji yang diterima.
14. Kesempatan mengembangkan karir.
15. Kebebasan mengambil keputusan.
16. Kesempatan menggunakan metode kerja.
17. Kondisi kerja yang mendukung.
18. Kerja sama.
19. Penghargaan terhadap prestasi.
20. Perasaan pekerja terhadap prestasinya (Weiss, et al, 1989)

Pustaka Acuan
Arifin, I. 2005. Manajemen Peningkatan Mutu Sekolah Berwawasan Masa Depan.

0
Makalah Pelatihan Guru SMA Negeri 1 Malang, 12 Nopember. Malang: SMAN 1 Malang.
Arifin, I. 2006a. Sekolah Standar Nasional. Makalah TOT Pengembangan
Profesionalisme Supervisor Madrasah, 20 September. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya &
LAPIS Ausaid.
Arifin, I. 2006b. Kepemimpinan Komunikator Lahirkan Jawara Gugus. Seri Kisah Sukses Sekolah
(Program MBS). Jakarta: Depdiknas, UNESCO, UNICEF, & NZAID.
Arifin, I. 2007 . Strategi Kepala Sekolah meraih Juara UKS Nasional: Kasus TK Anak Saleh.
Jogjakarta: Aditya Media.
Bafadal, I. 2007. Pendidikan dasar: Kontribusi, artikulasi, regulasi, aktualisasi, reorientasi, dan
akselerasi. Pidato pengukuhan Guru Besar Fakultas Ilmu Pendidikan. 22 Pebruari,
Malang: Universitas Negeri Malang.
Darmaningtyas . 1999. Pendidikan pada dan setelah krisis: evaluasi pendidikan di masa krisis.
Yogyakarta: LPIST & Pustaka Pelajar.
Macbeath & Mortimer. 2001. Improving school effectiveness. Buckingham: Open University Press.
Sallis, E. 2005. Total Quality Management in Education. Harlow: Longman.
Suderadjat, H. 2005. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Bandung: Cipta Cekas
Grafika.
Tilaar, H.A.R. 2002. Perubahan social dan pendidikan: Pedagogik transformative untuk Indonesia.
Jakarta: Grasindo.

You might also like