Professional Documents
Culture Documents
Sejak terjadinya krisis kegiatan Posyandu juga ikut menurun, oleh karena itu untuk
meningkatkan kegiatan Posyandu kembali telah diterbitkan Surat Edaran Menteri Dalam
Negeri Nomor :411.3/536/SJ tanggal 3 Maret 1999 tentang Revitalisasi Posyandu. Tetapi
dalam pelaksanaannya dan menghadapi era otonomi dan desentralisasi dianggap
penting bahwa pedoman tersebut perlu diperbarui dan disesuaikan dengan tuntutan
perkembangan. Oleh karena itu telah diterbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri dan
Otonomi Daerah Nomor :411.3/1116/SJ tanggal 13 Juni 2001 tentang Pedoman Umum
Revitalisasi Posyandu yang ditujukan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh
Indonesia, yang merupakan pembaharuan atau surat edaran Menteri Dalam Negeri yang
lalu.
Surat edaran tersebut diharapkan dapat dijadaikan acuan bersama dalam upaya
pemenuhan kebutuhan kesehatan dasar dan peningkatan status gizi masyarakat melalui
Posyandu dimasa yang mendatang dengan semangat kebersamaan dan keterpaduan
sesuai dengan fungsi masing-masing. Revitalisasi Posyandu ini dititik beratkan pada
strategi pendekatan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat dengan akses kepada
modal social budaya masyarakat yang didasarkan atas nilai-nilai tradisi gotong royong
yang telah mengakar didalam kehidupan masyarakat menuju kemandirian dan
keswadayaan masyarakat. Ada 6 point dalam surat edaran tersebut untuk meningkatkan
kegiatan Posyandu dan juga dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah yaitu :
o
Posyandu merupakan suatu kegiatan perwujudan peran serta masyarakat yang
dikelola oleh masyarakat, dari masyarakat dan untuk masyarakat dalam mencapai
pelayanan kesehatan yang lebih baik (1)
Penyelenggaraannya dilakukan oleh kader yang telah dilatih di bidang kesehatan dan
KB dengan keanggotaannya berasal dari PKK, tokoh masyarakat, dan pemudi. (2)
Pada awalnya Posyandu berkembang dari dari salah satu program puskesmas yaitu
program perbaikan gizi masyarakat, untuk mendorong peran serta masyarakat maka
program ini didorong ke tingkat desa dengan mengadakan pos penimbangan dan
pemberian makanan tambahan
Keberhasilan pos penimbangan ini mendorong pemerintah menambah program lain
sehingga pos penimbangan berubah nama menjadi posyandu (pos pelayanan terpadu).
Pos pelayanan terpadu semakin tahun semakin bertambah jumlahnya sehingga hampir
setiap banjar memiliki posyandu. (3)
Sejalan dengan otonomi daerah (desentralisasi pelayanan dasar) kehadiran posyandu
semakin lama semakin berkurang tidak saja jumlahnya tetapi juga kegiatannya.
Pernyataan otonomi menurunkan aktivitas posyandu ini didukung oleh Menkes Siti
Fadilah. Hal ini disebabkan karena alokasi dana APBD untuk kesehatan yang begitu
rendah, yaitu kurang dari 15 persen (4). Kita baru tersentak ketika muncul gambaran
status gizi balita persis seperti kondisi tahun tujuh puluhan. Dimana pada masa itu
bangsal anak di rumah sakit setiap hari pasti ada anak dengan gizi buruk yang dirawat
(5)
Masalah ini akhirnya disadari oleh pemerintah, dan pemerintah mulai mengadakan
program revitalisasi, seperti dalam ucapan pidato kenegaraan tahun 2006 oleh
presiden bahwa ”pemerintah akan terus berupaya, untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan, guna menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Kegiatan penyuluhan
kesehatan, termasuk kegiatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) juga mulai
diaktifkan kembali”. Dalam pidato tersebut dikatakan bahwa jumlah Posyandu yang
telah berhasil diaktifkan kembali sampai 2006, telah mencapai 42.221 unit di seluruh
tanah air. (6)
Di Ibukota, revitalisasi posyandu ini dikampanyekan melalui program Gebyar
Posyandu 27 sejak Desember 2005 lalu.
Sejak itu, jadwal kunjungan anak-anak balita ke posyandu dijadikan serentak, yakni
pada tanggal 27 setiap bulannya. Sebelumnya, jadwal kunjungan tiap posyandu
berbeda-beda. Selama 10 bulan program berjalan, sebanyak 3.984 posyandu dari total
4.019 posyandu yang tercatat, telah aktif kembali di DKI Jakarta. Idealnya masih
diperlukan 6.023 posyandu lagi untuk melayani 602.353 balita. Dari jumlah itu masih
9.253 balita yang berat badannya masih di bawah garis merah (batas normal) sehingga
harus dipantau intensif. (7)
Namun, sejauh ini revitalisasi itu masih menemui kendala menyangkut jumlah tenaga
medis pemerintah yang tersedia. Penyeragaman jadwal membuat tenaga medis
pemerintah, yang jumlahnya terbatas, tersedot serentak ke berbagai posyandu.
Akibatnya, banyak posyandu yang tidak kebagian tenaga paramedis. Oleh karena itu,
seringkali kegiatan imunisasi terpaksa ditunda karena absennya tenaga medis di
posyandu.
Di lain sisi, kendala revitalisasi tidak hanya datang dari pihak posyandunya saja,
mengingat posyandu merupakan kegiatan yang berbasis masyarakat, ketidak pedulian
dan rendahnya partisipasi masyarakat juga berdampak pada berhasil tidaknya
revitalisasi itu sendiri
Kurang sadarnya masyarakat mengenai program posyandu terlihat dari tingkat
kunjungan bayi ke posyandu masih rendah. Bahkan di beberapa daerah hampir 50%
bayi tak pernah dibawa ke posyandu (8), Banyaknya angka drop out balita ketika usia
24 bulan yang menunjukan kurangnya komitmen masyarakat untuk mengikuti
program posyandu
Hasil penelitian Hendrik L. Blum yang sudah sering diangkat para pakar kesehatan,
mengungkapkan bahwa dari empat faktor kunci yang mempengaruhi derajat
kesehatan, maka aspek pelayanan ternyata hanya memiliki kontribusi sebesar 20
persen. Sementara sebagian besarnya, 80 persen, dipengaruhi oleh tiga faktor lainnya.
Persisnya, 45 persen ditentukan oleh lingkungan, 30 persen ditentukan oleh perilaku,
dan sisanya, 5 persen ditentukan oleh faktor genetik atau keturunan.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan faktor perilaku memegang peranan penting dan
semestinya mendapat perhatian utama
Kita ketahui bahwa sampai sekarang sebagian besar anggaran yang disediakan
pemerintah untuk sektor kesehatan kira kira 80 persen nya, ternyata masih diarahkan
untuk pelayanan atau peran pengobatan. Artinya, bahwa pembangunan rumah sakit
serta pengadaan obat dan sejenisnya masih menjadi prioritas utama. Sebaliknya,
pelaksanaan kebijakan dan program yang ditujukan untuk memutus akar
penyebabnya, yakni mengubah sikap, perilaku dan lingkungan masyarakatnya, hanya
didukung oleh sisanya, sekira 20 persen (9).
o POSYANDU
o
o Tujuan Posyandu (10)
Tujuan umum
Menunjang percepatan penurunan angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB) di Indonesia melalui upaya pemberdayaan masyarakat.
o Tujuan Khusus
a. Meningkatnya peran serta masyarakt dalam penyelenggaraan upaya kesehatan
dasar, terutama yang berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
b. Meningkatnya peran lintas sektor dalam Penyelenggaraan Posyandu, terutama
berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
c. Meningkatnya cakupan dan jangkauan pelayanan kesehatan dasar, terutama yang
berkaitan dengan penurunan AKI dan AKB.
o 3. Imunisasi
Pelayanan imunisasi di Posyandu hanya dilaksanakan apabila ada petugas
Puskesmas. Jenis imunisasi yang diberikan disesuaikan dengan program, baikterhadap
bayi dan balita maupun terhadap ibu hamil.
o 4. Gizi
Pelayanan gizi di Posyandu dilakukan oleh kader. Sasarannya adalah bayi, balita, ibu
hamil dan WUS. Jenis Pelayanan yang diberikan meliputi penimbangan berat badan,
deteksi dini gangguan pertumbuhan, penyuluhan gizi, pemberian PMT, pemberian
vitamin A dan pemberian sirup Fe. Khusus untuk ibu hamil dan ibu nifas ditambah
dengan pemberian tablet besi serta kapsul Yodium untuk yang bertempat tinggal di
daerah gondok endemik. Apabila setelah 2 kali penimbangan tidak ada kenaikan berat
badan, segera dirujuk ke Puskesmas.