You are on page 1of 3

IMUNODEFISIENSI

Imunodefisiensi dibagi menjadi bentuk primer dan sekunder. Kelainan imunodefisiensi


primer biasanya herediter, menunjukkan gejala pada usia 6 bulan dan 2 tahun, saat atibodi
protektif maternal menghilang.

Imunodefisiensi (primer) congenital

1. Imunodefisiensi sel limfosit B

• X-linked Agammaglobulinemia of Bruton

Merupakan sindrom imunodefisiensi primer yang paling sering ditemukan, X-linked,


terjadi infeksi bakteri berulang (misalnya, Staphylococcus, Haemophilus influenza), dimulai
pada usia 8-9 bulan. Tidak ditemukan serum Ig, namun fungsi imun selular utuh, infeksi virus
dan jamur dapat diatasi. Perkecualian ditemukan pada enterovirus, echovirus (ensefalitis
fatal), dan virus polio yang berkaitan dengan vaksin.

- Defek berupa tidak adanya sel B matang karena adanya mutasi gen tirosin-kinase
yang diekspresikan pada sel B muda. Pra-sel B ditemukan dalam jumlah normal
dalam sumsum, tetapi sentrum germimanivum kelenjar limfe dan limpa tidak
ditemukan pada semua jaringan.

- Jumlah sel T dan fungsinya normal.

• Common Variabel Immunodeficiency

Merupakan kelainan heterogen, congenital atau didapat, sporadic atau familial. Gambaran
umum berupa hipogammaglobulinemia, umumnya seluruh kelas Ig. Tetapi kadang-kadang
hanya IgG.

Ditemukan infeksi bakteri berulang dengan kecendrungan mengalami kelainan autoimun


dengan keganasan limfoid. Ada beberapa subvarium;

- Pada sebagian besar kasus ditemukan defek sel B intrinsic. Sel B menunjukkan
jumlah normal dan kemampuan proliferasi terhadap antigen yang juga normal, tetapi
tidak terjadi diferensiasi menjadi sel plsma. Folikel limfoid menunjukkan hiperplasi.

- Sering ditemukan kelainan multiorgan dengan granuloma no-kaseosa, tanpa penyebab


yang jelas.
- Pada beberapa kasus ditemuakn defek pengaturan sel T; berupa defisiensi sel T helper
atau hiperaktivitas T supresor.

- Beberapa penderita menunukkan keterkaitan dengan gen komplemen dalam kompleks


HLA, seperti terlihat pada defisiensi IgA, yang mengarahkan kepada defek
diferensiasi sel B yang di bawah pengaruh genetic.

• Defisiensi IgA terisolasi (isolated IgA Deficiency)

Merupakan imunodefisiensi yang sering ditemukan (1 diantara 600 individu) dengan


tidak ditemukan IgA dan kadang-kadang subkelas IgG2 dan IgG4 dalam serum dan secret.
Dapat berupa kelainan familial atau didapat setelah toksoplasmosis, campak, atau infeksi
virus lain.

- Meskipun umumnya tanpa gejala, dapat juga menunjukkan infeksi sinopulmoner dan
gastrointestinal serta mudah terkena aleri saluran pernapasan atau kelainan autoimun
(SLE, arthritis reumatoid).

- Defek yang mendasari adalah kegagalan pematangan sel B positip-IgA. Bentuk


imatur ditemukan dalam jumlah normal.

- 40% penderita mempunyai antibody terhadap IgA. Transfuse dengan produk darah
yang mengandung IgA dapat memicu anafilaksis.

• Sever Combined Immunodeficiency Disease (SCID)

Kelompok heterogen dengan kelainan autosomal atau resesif X-linked. Ditandai oleh
limfopenia dan defek fungsi sel T dan sel B.

Secara pathogenesis dapat dibagi menjadi;

- Defek sel induk sel T dan/atau B pada sebagian kecil kasus

- Defek pematangan/diferensiasi sel T normal, dengan defisiensi fungsi sel B sekunder.


Defek pada diferensiasi sel T adalah heterogen. Pada bentuk resesif X-linked
ditemukan mutasi gen reseptor sitokin; IL-2, IL-4, dan IL-7.

50% dari penderita dengan bentuk resesif autosomal SCID tidak mempuyai enzim
adenosis deaminase (ADA) pada limfosit dan eritrosit, mengakibatkan akumulasi metabolit
seperti deoksiadenosin dan deoksi-ATP, yang toksin untuk limfosit.
Pada penderita SCID X-Linked dan defesiensi ADA, timus berhenti berkembang pada
stadium dini fetus, dan kelenjar limfe, limpa, tonsil, dan appendiks tidak mengandung
jaringan limfoid. Penderita bayi ini tidak membentuk antibody dan gagal menolak tandur
kulit atau terbentuk hipersensitivitas tipe lambat. Kematian terjadi dalam waktu 1 tahun
karena infeksi oportunistik.

• Defesiensi Genetik Sistem Komplemen

Telah cukup diketahui tentang kelainan semua komponen komplemen dan dua inhibitor.
Defesiensi C3 menyebabkan naiknya kerentanan terhadap infeksi bakteri. Defesiensi C1q,
C2, dan C4 diturunkan, merusak kemampuan pembersihan komlpleks imun dan karenanya
meningkatkan risiko penyakit yang diperantarai kompleks imun (misalnya, SLE). Tidak
ditemukannya esterase inhibitor C1 terkait dengan angioedema herediter disebabkan
terbentuknya kinin vasoaktif C2. Defek pada komponen yang aktif (C5-C6) mengakibatkan
infeksi neisseria berulang.

You might also like