You are on page 1of 25

KATA PENGANTAR

Puji syukur, sudah sepantasnya dipanjatkan ke hadirat Tuhan


Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rahmat dan ridho-Nya,
kepada penulis sehingga makalah ini dapat diselesaikan.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Ujian Akhir


Semester mata kuliah Hukum Dagang lanjutan. Penulis yakin bahwa
makalah ini masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan penulis
kekurangan data, sementara data-data yang ada pada penulis
kurang menyinggung teori-teori baru.

Segala saran dan kritik dari manapun datangnya akan penulis


terima dengan segala senang hati demi kesempurnaan makalah ini
guna memenuhi harapan sebagai penerus bangsa.

Penulis

1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
Kata pengantar………………………………………………………………..1

Daftar isi…………………………………………………………………..........2
BAB I Pendahuluan……………………………………………………………3
a.permasalahan…………………………………………………………….5

Bab II Pembahasan……………………………………………………………..7
Kesimpulan……………………………………………………………………..22
Saran…………………………………………………………………………….23
Bab III penutup
Daftar Pustaka

2
PENDAHULUAN

Timbulnya hubungan internasional secara umum tersebut pada hakikatnya


merupakan proses perkembangan hubungan antar Negara, karena kepentingan dua
Negara tidak dapat menampung kehendak banyak Negara. Dalam membentuk organisasi
internasional, negara – negara melalui organisasi itu akan berusaha untuk mencapai
tujuan yang menjadi kepentingan bersama, dan kepentingan itu menyangkut bidang
kehidupan internasional.
Di bidang perhubungan misalnya, negara – negara Eropa dalam tahun 1815 telah
mengatur hubungan pelayaran melalui Sungai Rhine ( Cenral Commission for Navigation
of the Rhine ), dan di dalam Kongres Paris 1856 juga telah disepakati suatu persetujuan
pelayaran melalui Sungai Danube bagi negara –negara yang dilalui oleh sungai ini
( Danube Commission ). Di bidang perdagangan, dalam tahun 1933 telah ada
International Wheat Agreement yang mangatur produksi dan pemasaran gandum
internasional, dan dalam tahun 1934 beberapa negara telah menyetujui tentang
pengaturan produksi dan eksport karet melalui Regulation of the Production and Export
of Rubber, sampai kepada Havana Charter 1948 untuk membentuk International Trade
Organization khususnya yang mengatur tentang komoditi. Demikian juga di bidang
moneter ketika negara – negara Amerika Selatan dalam tahun 1865 mengadakan
peraturan bersama melalui Latin Monetary Union.
Sejak pertengahan abad – 17 perkembangan organisasi internasional tidak saja
diwujudkan dalam berbagai konferensi internasional yang kemudian melahirkan
persetujuan – persetujuan, tetapi lebih dari itu telah melembaga dalam berbagai variasi
dari komisi ( commission ), perserikatan bangsa – bangsa ( united nations ),
persemakmuran ( commonwealth ), masyarakat ( community ), kerjasama ( cooperation ),
dan lain – lain.
Dengan proses perkembangan organisasi internasional tersebut sekaligus telah
menciptakan norma – norma hukum yang berkaitan dengan organisasi itu, yang

3
kemudian membentuk suatu perjanjian yang disebut instrument dasar atau instrument
pokok ( constituent instrument
Pembahasan hukum organisasi internasional ini hanya menyangkut pada
organisasi – organisasi internasional tingkat pemerintahan karena lebih melibatkan pada
pemerintah negara –negara anggotanya sebagai pihak, oleh sebab itu organisasi
internasional dalam pengertian ini dapat disebut sebagai organisasi internasional public
( public international organization ). Sebaliknya ada pula organisasi internasional yang
bersifat non pemerintah yang melibatkan badan – badan atau lembaga – lembaga swasta
di dalam berbagai negara ( private international organization ).
Agar sesuatu organisasi internasional mempunyai status pemerintahan ( public ),
organisasi itu harus dibentuk dengan suatu persetujuan internasional, mempunyai badan –
badan, dan arena mempunyai persetujuan internasional maka pembentukkan itu di bawah
hukum internasional. Organisasi – organisasi internasional yang tidak memenuhi syarat –
syarat bagi organisasi internasional dimasukkan dalam jenis organisasi internasional
privat. Hal itu menunjukkan bahwa organisasi – organisasi internasional privat di cakup
oleh hukum privat dan bukan hukum public. Karena hukum privat merupakan hukum
privat dari suatu negara, maka organisasi internasional privat tersebut dicakup oleh
hukum nasional, sedangkan organisasi internasional public dicakup oleh hukum
internasional.

4
PERMASALAHAN

1. Bagaimanakah aspek umum dari status Hukum Organisasi Internasional?


2. Bagaimanakah kaitan Personalitas Hukum dengan Hukum Internasional ?
3. Bagaimanakah Personalitas Hukum dari Organisasi Internasional ?
4. Apakah Fungsi pembuat Hukum dari Organisasi Internasional ?

5
PEMBAHASAN

Aspek Umum
Siapakah yang merupakan pihak – pihak dalam organisasi internasional ? Bagi
organisasi – organisasi internasional yang dibentuk atau didirikan melalui perjanjian,
diperlukan negara – negara sebagai pihak dan bukan pemerintah, karena pemerintah
hanya bertindak atas nama negara. Setelah menjadi pihak dari suatu perjanjian untuk
membentuk suatu organisasi internasional, sesuatu negara menerima kewajiban –
kewajiban yang pelaksanaannya akan dilakukan oleh pemerintah negara itu dan bukan
negara sebagai keseluruhan. Atas dasar itu maka tidaklah tepat dikatakan sebagai
organisasi antar pemerintah ( inter – governmental organization ).
Perjanjian untuk membentuk suatu organisasi internasional pada hakikatnya
merupakan instrument pokok pada organisasi tersebut, yang juga merupakan sumber
hukum pokok bagi organisasi itu. Sejak organisasi internasional diciptakan, maka
organisasi itu berlaku sejak ditetapkan dan berlangsung terus sampai perjanjian itu
menyatakan berakhir. Namun jarang sekali terjadi perjanjian itu untuk membentuk
organisasi: menyatakan secara tegas berakhirnya organisasi itu ( express act ). Baik Liga
Bangsa – Bangsa maupun PBB tidak memuat keterangan tentang berakhirnya organisasi
itu karena memang mempunyai tujuan yang permanent. Walaupun demikian, tanpa ada
rekomendasi Dewan, Majelis Liga telah membubarkan Liga dengan resolusi pada tanggal
18 April 1946. Di samping itu juga membentuk Board of Liquidation yang diberi tugas
mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan pembubaran Liga Bangsa – Bangsa.
Dengan bubarnya Liga Bangsa – bangsa dalam tahun 1946 maka PBB menjadi
satu – satunya organisasi internasional yang merupakan penggantinya, walaupun Piagam
Atlantic maupun Dumberton Oaks sama sekali tidak menyinggung masalah Liga Bangsa
– Bangsa. Bagaimana dengan pembubaran Liga Bangsa – Bangsa dan penjelmaannya
dalam bentuk organisasi Internasional yang baru? Mengenai pelimpahan tugas, Komisi
Persiapan PBB dalam menanggapi laporan dari Komite Eksekutif Liga pada mulanya
tidak begitu dapat menerima gagasan mengenai pelimpahan tugas – tugas tersebut secara
en bloc. Tetapi kemungkinan Komite Persiapan PBB mengadakan tinjauan seperlunya

6
dalam berbagai tugas yang dikehendaki oleh PBB sendiri maupun badan – badan khusus,
seperti :
(i). Tinjauan mengenai tugas politik Majelis Umum; dan
(ii). Tinjauan mengenai tugas teknik dan non politik Dewan Ekonomi dan
Sosial.
Pelimpahan tugas – tugas tertentu ini kemudian disahkan oleh Majelis Umum
PBB . Namun ternyata tidak ada tugas – tugas politik yang dibebankan kecuali masalah –
masalah politik selama itu yang telah menjadi wewenang Liga. Adapun mengenai sistem
mandate, pelimpahan mengenai sistem perwalian yang baru, hanya menyangkut
mengenai wewenang administrasi saja untuk memutuskan, demikian juga biro - biro
dalam kaitannya dengan Liga seperti termuat dalam Pasal 22 Covenant, yang perlu
dirundingkan dengan PBB. Dalam perjanjian – perjanjian yang ada, Liga Bangsa –
Bangsa atau organisasi – organisasi yang ada hubungannya dengan Liga telah
melaksanakan tugas administrasi yang pelimpahannya memerlukan permufakatan dari
pihak perjanjian – perjanjian tersebut. Karena itu dalam hal persetujuan mengenai
narkotik misalnya, perlu adanya protokol tersendiri dari tiap – tiap pihak untuk
menggantikan ketentuan – ketentuan yang diperlukan oleh PBB maupun WHO terhadap
ketentuan – ketentuan yang sudah ada, baik di Liga maupun di Internasional Office of
Public Hygiene. Mengenai tugas untuk menerima penyerahan instrumen seperti perjanjian
– perjanjian, secara mudah dapat disetujui dengan Resolusi Majelis Umum PBB yang
mencantumkan secara jelas kesediaan PBB menerima tugas semacam itu.
Pada waktu dibubarkannya Permanent Court of International Justice agar
yurisdiksi Mahkamah tetap dapat diterima, ketentuan mengenai hal itu dimasukkan dalam
Pasal 36 (5) dan 37 Mahkamah Internasional yang baru ( international Court of Justice ),
termasuk program pensiun para hakimnya yang kemudian dipercayakan kepada ILO. ILO
sendiri kemudian sudah barang tentu menampungnya, sedangkan masalah – masalah
yang menyangkut keuangan telah dilimpahkan juga kepada ILO melalui suatu badan
yang disebut Working Capital Fund. Untuk ini Liga Bangsa – Bangsa mengambil
langkah – langkah dalam rangka menyerahkan tanah dan gedung – gedung,
perlengkapan, arsip perpustakaan dan lain – lain di atur melalui Common Plan yang
pembayarannya dilakukan oleh PBB. Pembentukan Common Plan ini telah disetujui

7
dengan resolusi oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 12 Pebruari 1946. Semua staf
diberhentikan meskipun beberapa orang di antara mereka membuat kontrak baru untuk
bekerja pada PBB.
Kasus penjelmaan dalam organisasi internasional lainnya dapat dilihat pada
Organization for European Cooperation yang kemudian berubah menjadi Organization
for Economic Cooperation and Development ( EOCD ) dengan masuknya negara –
negara di luar Eropa seperti Canada, Jepang dan Amerika Serikat. Di samping
pelimpahan milik seperti yang terjadi dalam kasus antara Liga Bangsa – bangsa dan PBB,
ada pula pelimpahan wewenang dari sebuah organisasi internasional ke organisasi
internasional lainnya ( transfer of competence ) sebagaimana terjadi dalam tahun 1959
ketika Western European Union melimpahkan sebagian wewenangnya kepada Council of
Europe yaitu wewenang dalam bidang kegiatan sosial dan kesehatan saja, sedangkan
wewenang di bidang kegiatan politik dan militer tetap diteruskan oleh Western Europe
Union. Hal ini dimungkinkan karena keanggotaan dua organisasi tersebut sama.
Pelimpahan semacam itu hanya diatur melalui persetujuan terpisah ( partial agreement ).
Organisasi internasional dapat membentuk organisasi internasional yang lebih
baru dalam rangka melaksanakan beberapa kegiatan yang lebih aktif lagi. Dengan di
bentuknya organisasi internasional yang baru yang merupakan organisasi internasional “
generasi kedua” ini maka organisasi itu secara terpisah dapat menjalankan fungsinya
secara bebas, apalagi mempunyai anggaran dasar dan aturan tata cara tersendiri. Kasus ini
terjadi pula dalam sistem PBB dan Dewan Eropa ( Council of Europe ). Dalam rangka
PBB, Majelis Umum PBB dalam tahun 1965 membentuk United Nations Institute for
Training and Research ( UNITAR ) sebagai lembaga otonom dalam kerangka PBB
khususnya, untuk melaksanakan kegiatan latihan dan riset agar dalam mencapai tujuan
pokoknya PBB dapat berfungsi secara efektif. Sedangkan dalam tahun 1967 PBB juga
telah membentuk organisasi baru lainnya yang disebut dengan United Nations Industrial
Development Organization ( UNIDO ). Organisasi ini juga bersifat otonom dengan tugas
memajukan dan meningkatkan industrialisasi negara – negara berkembang dan untuk
mempersatukan kegiatan pengembangan industri dalam sistem PBB.
Dalam lingkungan dewan Eropa, Komite Menteri ( Committee of Ministers) telah
membentuk Dana Pemukiman ( Resettlement Fund ) untuk menangani masalah – masalah

8
pengungsian. Tindakan untuk membentuk organisasi secara terpisah ini dilakukan agar
dapat menjamin adanya dana tersendiri bagi organisasi baru tersebut, di samping akan
dapat meningkatkan kapasitas bantuan dari luar maupun dalam mengajukan tuntutan –
tuntutan secara terpisah.

Personalitas Hukum Organisasi Internasional


Suatu organisasi internasional yang dibentuk melalui suatu perjanjian dengan
bentuk “ instrument pokok ” apa pun akan memiliki suatu personalitas hukum di dalam
hukum taurat internasional. Personalitas hukum ini mutlak penting guna memungkinkan
organisasi internasional itu dapat berfungsi dalam hubungan internasional, khususnya
kapasitasnya untuk melaksanakan fungsi hukum seperti membuat kontrak, membuat
perjanjian dengan suatu negara atau mengajukan tuntutan dengan negara lainnya. Seperti
juga di singgung oleh Maryan Green .
Di dalam membentuk organisasi internasional semacam itu, negara – negara
anggotanya melalui organisasi tersebut akan berusaha mencapai tujuan bersama dalam
berbagai aspek kehidupan internasional, dan bukan untuk mencapai tujuan masing –
masing negara atau pun suatu tujuan yang tidak dapat disepakati bersama. Guna
mencapai tujuan itu sebagai suatu kesatuan; organisasi internasional harus mempunyai
kemampuan untuk melaksanakannya atas nama semua negara angggotanya.
Tindakan yang dilakukan oleh organisasi internasional semacam itu pada
hakikatnya merupakan hak yang dijamin oleh hukum internasional. Dalam hubungan ini
Weisberg mengemukakan pandangannya mengenai hubungan personalitas hukum dan
kapasitas hokum sebagai berikut :
“An entity wich execises international rights and is bound by international
obligations, in short wich has international legal capacity, is one which is endowed with
international legal personality”.
Mengenai persoalan apakah dengan demikian personalitas hukum itu dengan
sendirinya oleh organisasi internasional ataukah perlu suatu penegasan dalam instrument
pokoknya? Khususnya, sebelum terbentuk PBB masalah personalitas hukum suatu
organisasi internasional ini banyak menimbulkan pertentangan sendiri di kalangan para
ahli hukum organisasi internasional.
Dalam hal organisasi seperti Liga Bangsa – Bangsa yang di dalam Convenant-nya

9
tidak secara khusus memuat masalah personalitas hukum, pada waktu itu pernah timbul
masalah. Namun demikian masalah itu kemudian dapat diselesaikan oleh pemerintah
Swiss dengan Liga Bangsa – Bangsa melalui modus vivendi 1921.
Sekretaris Jenderal PBB menyambut baik pernyataan pemerintah Swiss tersebut
dan menganggap bahwa masalah personalitas hukum itu tidak perlu dirinci dan di atur
secara tuntas hanya atas pernyataan semacam itu saja. Dalam perkembangan selanjutnya
pemerintah Swiss kemudian menegaskan lagi sikapnya yang lebih jelas dalam modus
vivendi 1926, yang didalam pasal I dinyatakan sebagai berikut :
The Swiss Federal Government recognizes that League of Nations, which
possesses international personality and legal capacity, cannot in principle, according to
the rules of international law, be sued before the Swiss Courts without its express conset .
Dengan demikian walaupun personalitas hukum bagi sesuatu organisasi
internasional itu tidak tercantumkan dalam instrument pokoknya, sebagai subjek hukum
internasional, Organisasi Internasional tersebut tidak perlu akan kehilangan personalitas
hukum, karena Organisasi Internasional itu akan mempunyai kapasitas untuk melakukan
prestasi hukum sesuai dengan aturan dan prinsip – prinsip hukum internasional.Dengan
adanya personalitas hukum itu maka Organisasi Internasional akan dapat mengembang
dan memperluas fungsinya dalam rangka mencapai tujuan – tujuan utamanya.
Dalam hal pembentukan organisasi internasional seperti PBB pada waktu
merumuskan Piagam dalam Komperensi Internasional mengenai Organisasi internasional
di San Fransisco pada bulan April 1945, tidak secara khusus dicantumkan masalah
personalitas hukum kecuali yang termuat dalam Pasal 104 Piagam, yaitu bahwa badan
PBB jika perlu dapat memiliki kapasitas hukum di wilayah setiap negara anggotanya
dalam rangka melaksanakan fungsi dan mencapai tujuan badan tersebut.
Kapasitas hukum yang diartikan dalam pasal 104 tersebut kemudian diberi
batasan dalam kaitannya dengan Juridical Personality dalam General Convention on
Privileges and Immunities of The United Nations sebagaimana tersebut dalam Pasal I
ayat I :
The United Nations shall possess juridical personality. It shall have the capacity :
(a) to contract
(b) to acquire and dispose of immovable and moveable property

10
(c) to institute legal proceedings
Dari uraian tersebut maka personalitas hukum organisasi internasional dapat
dibedakan dalam dua pengertian, yaitu personalitas hukum dalam kaitannya dengan
hukum negara di mana negara itu menjadi tuan rumah atau markas besar organisasi
internasional ( personalitas hukum dalam kaitannya dengan hubungan internasional ), dan
personalitas hukum dalam kaitannya dengan negara – negara atau subjek hukum
internasional lainnya ( personalitas hukum dalam kaitannya dengan hukum internasional )

Personalitas Hukum dalam Kaitannya dengan Hukum Nasional


Walaupun di dalam Convenant Liga Bangsa – Bangsa masalah personalitas
hukum tidak secara khusus dimuat, namun masalah keistimewaan dan kekebalan badan
tersebut, termasuk keistimewaan dan kekebalan bagi para pejabat sipil internasional serta
para wakil negara – negara anggotanya secara jelas disebutkan :
Representative of the Members of the League and officials of the League when
engaged on the business of the League shall enjoy diplomatic privileges and immunities.
The buildings and other property occupied by the League or its officials or
Representatives attending its meetings shall be inviolable
Adapun Piagam PBB memuat baik personalitas hukum maupun keistimewaan dan
kekebalan badan tersebut, termasuk wakil negara – negara anggotanya dan para pejabat
sipil internasionalnya. Hal itu tercermin pada Pasal 104 dan 105 yang menyangkut aspek
– aspek yang berkaitan dengan status hukum badan PBB yang berada di dalam
lingkungan wilayah dari dan dalam hubungannya dengan negara –negara anggotanya.
Dalam kaitannya dengan keistimewaan dan kekebalan tersebut Sekjen PBB telah
menandatangani suatu perjanjian dengan Pemerintah Swiss mengenai peraturannya
secara rinci.
Lebih dari itu Majelis Umum PBB telah diberi mandat untuk merinci
keistimewaan dan kekebalan melalui suatu konvensi. Untuk itu Komisi Persiapan yang
dibentuk telah merumuskannya dan dalam sidangnya yang pertama Majelis Umum PBB
menyetujui Konvensi mengenai Keistimewaan dan Kekebalan dari PBB dan
menyerahkan kepada semua negara anggotanya untuk aksesi.

11
Dalam kaitannya dengan Pasal 104 Piagam, Konvensi memberikan batasan
mengenai kapasitas hukum sebagai termuat dalam Pasal I ayat 1, yaitu untuk membuat
kontrak, untuk memperoleh dan menghapuskan milik bergerak dan tidak bergerak, serta
untuk mengadukan ke pengadilan. Di samping itu Konvensi juga memuat ketentuan –
ketentuan mengenai kekebalan milik dan aktiva lainnya terhadap proses hukum, tidak
dapat di ganggu gugatnya gedung – gedung dan arsip – arsip, hak untuk menahan dana,
membuka giro dan memindahkan dana secara bebas, pembebasan pajak langsung, bea
cukai dan pembatasan impor serta ekspor barang – barang untuk keperluan dinas,
pelayanan yang paling menguntungkan bagi komunikasi – komunikasi resmi, dan hak
untuk menggunakan kode dan kurir.
Di samping itu terdapat juga beberapa Headquarters Agreement yang dibuat oleh
PBB dengan beberapa negara seperti Amerika Serikat, Negeri Belanda, Switzerland dan
Austria dimana terdapat Markas – Markas besar PBB.
Headquarters Agreement, suatu persetujuan mengenai Markas Besar PBB di New
York antara PBB dan pemerintah Amerika Serikat, ditandatangani oleh Sekjen PBB dan
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat pada tanggal 26 Juni 1947, yang kemudian
disahkan oleh Majelis Umum PBB tanggal 31Oktober 1947. Persetujuan ini merupakan
pelengkap pada General Convention karena kedua instrument tersebut dimaksudkan
untuk memberikan rincian mengenai status PBB di Negara tempat Markas Besar itu
berada.
Headquarters Agreement ini di dalam Pasal V merinci siapa saja yang dapat
dikelompokkan sebagai Resident Representatives to the United Nations, seperti mereka
yang berpangkat Duta Besar atau Menteri Berkuasa Penuh. Namun demikian, persetujuan
tersebut tidak secara khusus merinci keistimewaan dan kekebalan para wakil negara
anggota, kecuali bagi mereka yang bertempat tinggal baik di dalam maupun di luar distrik
tempat Markas Besar PBB dan dapat menikmati keistimewaan serta kekebalan di wilayah
Amerika Serikat, dengan syarat – syarat atau kewajiban yang telah disetujui bagi wakil –
wakil diplomatik yang diakreditasikan di negara itu. Sedangkan bagi negara – negara
yang tidak diakui oleh Amerika Serikat, keistimewaan dan kekebalan hanya diberikan
dalam lingkungan distrik tempat Markas Besar PBB berada, rumah kediaman, kantor
yang berada di luar distrik dan di dalam transit dari dan ke negara lain. Dalam

12
Headquarters Agreement juga tidak memuat ketentuan – ketentuan yang merinci
keistimewaan dan kekebalan bagi pejabat – pejabat sipil internasional.
Persetujuan antara Mahkamah Internasional sebagai salah satu badan utama PBB
di den Haag dengan Pemerintah Belanda, secara khusus mengenai keistimewaan dan
kekebalan serta kemudahan yang dinikmati oleh para hakim internasional dan orang –
orang lainnya yang ada hubungannya dengan pekerjaan dan tugas – tugas Mahkamah. 21
Demikian juga para panitera dan Wakil Panitera yang bertindak sebagai panitera akan
menikmati keistimewaan dan kekebalan diplomatik.
Di samping itu persetujuan – persetujuan lainnya telah dibuat dalam rangka
pelaksanaan ketentuan – ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 104 dan 105 Piagam,
termasuk beberapa persetujuan mengenai pemberian keistimewaan dan kekebalan di
negara – negara bukan anggota, antara lain Interim Arrangement yang disetujui oleh PBB
dan Pemerintah Switzerland pada tanggal 1 juli 1946, bukan saja memuat ketentuan –
ketentuan mengenai pengakuan secara eksplisit tentang personalitas hukum gedung PBB
di Jenewa, termasuk keistimewaan dan kekebalan gedung tersebut, tetapi juga bagi wakil
– wakil negara anggota dan para pejabat sipil internasional yang bekerja sama.
Persetujuan lain ialah antara PBB dan Republik Austria mengenai Markas Besar
PBB UNIDO di Wina yang ditanda tangani di New York pada tanggal 13 April 1967.
Dalam persetujuan ini Pemerintah Austria mengakui ekstra-teritorialitas bagi kedudukan
Markas Besar UNIDO di Wina, termasuk hak badan UNIDO tersebut untuk membuat
peraturan – peraturan dalam rangka melaksanakan fungsinya. Kedudukan Markas Besar
tersebut tidak dapat diganggu gugat, termasuk pengenaan proses hukum atau penyitaan
milik UNIDO kecuali jika ada pernyataan izin dan di dalam kondisi – kondisi yang
disetujui oleh Direktur Eksekutif UNIDO. Persetujuan ini juga memberikan
keistimewaan dan kekebalan bagi para wakil negara – negara anggotanya, termasuk
perwakilan tetap masing – masing.
Personalitas hukum organisasi internasional dalam kaitannya dengan hukum
Nasional pada hakikatnya menyangkut keistimewaan dan kekebalan bagi organisasi
internasional itu sendiri yang berada di wilayah sesuatu nagara anggota, bagi wakil –
wakil dari negara anggotanya dan bagi pejabat – pejabat sipil internasional yang bekarja
pada organisasi internasional tersebut. Hampir semua instrument pokok mencantumkan

13
ketentuan bahwa organisasi internasional yang dibentuk itu mempunyai kapasitas hukum
dalam rangka menjalankan fungsinya atau memiliki personalitas hukum. Ada kalanya
ketentuan semacam itu dicantumkan dalam perjanjian secara terpisah bagi beberapa
organisasi internasional. Dalam konstitusi Internasional Atomic Energy Agency ( IAEA )
misalnya mencantumkan, sebagai tambahan, bahwa para anggotanya tidak akan dapat
dikenakan dalam hal pinjaman yang diberikan oleh badan tersebut. Ketentuan ini
menjelaskan bahwa personalitas badan tersebut benar – benar terpisah dari personalitas
negara anggotanya.
Personalitas hukum dalam kaitannya dengan hukum nasional tersebut tidak perlu
dikaitkan kepada kesatuan – kesatuan yang dimiliki personalitas internasional. Beberapa
kasus di mana badan – badan itu termasuk dalam kesatuan internasional memerlukan
personalitas terpisah dalam hukum nasional dari negara –negara yang bersangkutan.
Bank Investasi Eropa merupakan badan dari Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE).
Dalam hubungan internasional MEE bertindak atas namanya. Bank tersebut memiliki
personalitas secara terpisah dalam hubungan nasional. Sama halnya dengan Supply
Agency of Euratom. Lembaga – lembaga MEE seperti Dewan, Komisi, Parlemen Eropa
dan pengadilan tidak mempunyai personalitas hukum secara terpisah. Badan – badan
subsider dari PBB seperti UNICEF dan UNRWA yang telah diberi mandat secara luas
mengenai fungsinya secara langsung telah melaksanakan kontrak – kontrak secara teratur
atas nama mereka sendiri. Ketentuan – ketentuan yang terdapat dalam instrument pokok
organisasi internasional yang memberi organisasi tersebut personalitas hukum dalam
hukum nasional memungkinkan organisasi itu bertindak sebagai kesatuan dalam
lingkungan hukum setiap negara anggotanya.
Dalam hubungan dengan keistimewaan dan kekebalan dari badan PBB, piagam
dan Pasal 105 ( I ) menyatakan bahwa PBB memiliki personalitas secara terpisah.
Keistimewaan dan kekebalan tersebut dinikmati karena benar – benar diperlukan dalam
rangka melaksanakan tujuan – tujuan PBB. Demikian juga ketentuan khusus yang
terdapat dalam General Convention yang menyangkut masalah – masalah yang tercantum
masing – masing dalam Pasal II dan III.

14
Dalam Headquarters Agreement, PBB telah diberi keistimewaan dan kekebalan
tambahan yang diperlukan karena lokasi dari kemudahan – kemudahan PBB beserta para
stafnya yang berada dalam lingkungan wilayah sesuatu negara anggota.
Mengenai keistimewaan dan kekebalan bagi para wakil negara anggota PBB,
Piagam dalam Pasal 105 ( 2 ) mencantumkan bahwa wakil – wakil negara anggota akan
menikmati keistimewaan dan kekebalan semacam itu yang diperlukan guna
melaksanakan fungsi mereka secara bebas dalam hubungannya dengan PBB. Meskipun
Pasal IV General Convention memuat sifat keistimewaan dan kekebalan secara rinci,
hanya semua negara baik anggota maupun bukan anggota dalam perjanjian mereka secara
khusus dengan PBB telah memberikan keistimewaan dan kekebalan diplomatik
sepenuhnya kepada wakil – wakil negara – negara anggotanya yang mengikuti
pertemuan, badan – badan PBB di wilayah mereka. Didalam ayat ( 16 ) telah diberikan
batasan tentang” wakil – wakil negara anggota PBB”, yang meliputi” semua delegasi,
wakil delegasi, penasehat, ahli teknis, dan sekretaris delegasi”.
Mengenai keistimewaan dan kekebalan bagi para pejabat sipil internasional
( international civil sevants ) sesuai dengan ketentuan dalam General Convention ( Pasal
V ayat 16 ), Sekjen PBB akan merinci pengelompokan pejabat – pejabat tersebut secara
khusus sesuai dengan ketentuan dalam Pasal V dan Pasal VII, dan kemudian
menyampaikannya kepada Majelis Umum. Sesudah itu pengelompokan tersebut
diteruskan kepada semua negara anggotanya. Nama para pejabat dalam kelompok ini dari
waktu ke waktu juga akan diberitahukan kepada semua negara anggotanya.
General Convention juga menetapkan untuk mengeluarkan United Nations laissez
- passer kepada para pejabatnya, agar diterima oleh para penguasa di negara anggota
sebagai dokumen yang sah. Pejabat – pejabat itu harus diberi kemudahan untuk
mengadakan perjalanan secepat – cepatnya. Sekjen PBB, para Asisten Sekjen, dan para
Direktur yang mengadakan perjalanan dengan menggunakan United Nations laissez-
passer dalam tugas – tugas PBB berhak atas kemudahan yang dinikmati oleh para utusan
diplomatik. Dalam statuta Mahkamah Internasional dan persetujuan antara Mahkamah
dengan Negeri Belanda, maka para Hakim, Panitera, Wakil Panitera yang bertindak atas
nama Panitera menikmati keistimewaan dan kekebalan diplomati.

15
Personalitas Hukum Dalam Kaitannya Dengan Hukum Internasional

Personalitas hukum dari sesuatu organisasi internasional dalam kaitannya dengan


hukum internasional pada hakikatnya menyangkut kelengkapan organisasi internasional
tersebut dalam memiliki suatu kapasitas untuk melakukan prestasi hukum, baik dalam
kaitannya dengan negara lain maupun negara – negara anggotanya, termasuk kesatuan
( entity ) lainnya. Kapasitas itu telah diakui dalam hukum internasional itu sendiri sebagai
subjek hukum internasional, tetapi juga karena organisasi itu harus menjalankan
fungsinya secara efektif sesuai dengan mandat yang telah dipercayakan oleh para
anggotanya.
Dari segi hukum, organisasi internasional sebagai kesatuan ( entity ) yang telah
memiliki kedudukan personalitas tersebut, sudah tentu akan mempunyai wewenangnya
sendiri untuk mengadakan tindakan – tindakan sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dalam instrumen pokoknya maupun keputusan organisasi internasional
tersebut, yang telah disetujui oleh para anggotanya. Namun hal ini banyak menumbuhkan
perselisihan karena secara eksplisit tidak disebutkan di dalam instrumen pokok.
Personalitas hukum di dalam kaitannya dengan hukum nasional lebih banyak
menyangkut masalah keistimewaan dan kekebalan organisasi internasional, termasuk
wakil – wakil negara anggotanya dan para pejabat sipil internasional yang bekerja pada
organisasi internasional tersebut. Dalam rangka perkembangan personalitas hukum,
khususnya dari organisasi internasional seperti PBB, telah terjadi suatu proses evolusi
yang sangat penting, terutama sekali hal – hal yang tidak termuat secara eksplisit di
dalam ketentuan – ketentuan Piagamnya. Perkembangan tersebut menyangkut hak
sesuatu organisasi internasional atau kesatuan lain mengenai kebebasan di dalam kegiatan
– kegiatan yang dilakukan oleh pejabat – pejabatnya, termasuk kewajiban organisasi itu
untuk melindungi mereka. Apakah dengan kata lain PBB mempunyai kapasitas hukum
untuk mengajukan tuntutan internasional terhadap sesuatu negara atau bukan negara
anggota PBB, jika terjadi suatu bencana yang menimpa pejabat – pejabat di dalam
melakukan tugas PBB?
Dalam sejarah pertumbuhan organisasi internasional untuk pertama kalinya terjadi
peristiwa pembunuhan Count Folke Bernadotte, seorang mediator PBB di Palestina dan

16
ajudannya Kolonel Serot dalam perjalanan dinasnya ke Jerusalem dalam rangka tugas
PBB pada tahun 1948. Peristiwa ini oleh Sekjen PBB Trygve Lie dianggap sebagai”
suatu penghinaan yang sangat berat dan belum pernah terjadi terhadap wewenang dan
martabat PBB”. Kejadian yang menyedihkan ini kemudian mengungkapkan seluruh
persoalan yang menyangkut status internasional seluruh organisasi internasional yang
ada.
Dalam mengambil langkah – langkah selanjutnya Sekjen PBB kemudian
mempersiapkan suatu memorandum mengenai persoalan penggantian kerugian atas
musibah yang terjadi dalam rangka tugas PBB dan disampaikan kepada Sidang Majelis
Umum PBB yang ke-3 tahun 1948 dengan mengajukan tiga masalah pokok sebagai
berikut : pertama, suatu pernyataan apakah sesuatu negara mempunyai tanggung jawab
terhadap PBB atas musibah atau kematian dari salah seorang pejabatnya ; kedua,
kebijaksanaan secara umum mengenai kerusakan dan usaha – usaha untuk mendapatkan
ganti rugi; dan ketiga, cara – cara yang akan ditempuh untuk penyampaian dan
penyelesaian mengenai tuntutan – tuntutan.
Sekjen PBB Trygve Lie kemudian juga mengemukakan pandangannya sendiri
mengenai masalah tersebut kepada Majelis Umum PBB, bahwa secara analogis atas dasar
hak negara untuk menuntut ganti rugi terhadap warga negaranya, maka musibah yang
terjadi pada seorang Pejabat utusan PBB dalam menunaikan tugasnya, pada hakikatnya
merupakan musibah atau kerugian pada PBB, sebagai kesatuan ( entity ) yang
mempunyai hak untuk mengajukan kompensasi. Sekjen tidak sangsi lagi bahwa PBB
memiliki kapasitas hukum untuk mengajukan tuntutan di bawah hukum internasional
terhadap suatu negara baik sebagai anggota PBB maupu bukan. Sekjen juga
menggariskan kebijaksanaan umum yang harus diikuti, dan dalam menjawab
pertanyaannya yang ke-3 telah menyarankan bahwa dialah yang merupakan badan paling
sesuai dan tepat untuk menyelesaikan tuntutan internasional.
Masalah tersebut kemudian dimasukkan sebagai mata acara dalam agenda Sidang
Majelis Umum PBB yang ke-3 atas rekomendasi Sekjen, dan selanjutnya diputuskan oleh
Majelis untuk dibahas dalam satu Komite Utamanya yang menangani masalah hukum
( Komite VI ). Pada waktu dibicarakan di Komite VI masalahnya telah berkisar apakah
PBB memiliki personalitas hukum secara internasional ( international legal personality ),

17
dan jika demikian halnya apakah PBB juga mempunyai kekuasaan untuk mengajukan
tuntutan pada tingkat internasional. Dari pembicaraan di Komite VI dapat ditarik
beberapa pandangan sebagai berikut :
Pertama, satu kelompok wakil negara tidak menyetujui satu pandangan yang
telah dikemukakan Sekjen. Wakil Yunani, Spiroppulos, menyatakan “ hampir yakin
bahwa PBB tidak mempunyai kapasitas de lege lata” dalam mengambil tindakan untuk
mempertahankan pejabat utusannya. Juga wakil Syria, Tarazi, menanggapi bahwa PBB
tidak menikmati hak semacam itu, “ karena tidak ada ketentuan dalam hukum yang
memberikan untuk itu dan belum pernah juga terjadi sebelumnya” yang dapat dijadikan
contoh. “ Yang ada hanya hukum yang mengakui personalitas internasional sesuatu
negara tetapi bukan personalitas hukum secara internasional dari PBB itu sendiri.”
Kedua, menurut anggapan wakil Inggeris, Sir Gerald Fitzmaurice”, ada peluang
untuk menyangsikan mengenai kedudukan yang tepat bagi PBB dan haknya untuk
mengajukan suatu tuntutan dalam taraf internasional”. Ia juga menyatakan bahwa selama
kapasitas di bawah hukum nasional telah diberikan kepada suatu kesatuan ( entity ) di
bawah Piagam,“maka tidak diberikan lagi kapasitasnya di bawah hukum internasional”.
Sedangkan wakil Belgia, Kaeckenbeeck, menyatakan bahwa di Konperensi San
Fransisco negaranya telah mengusulkan bahwa Piagam memuat suatu Pasal terpisah
mengenai personalitas hukum secara internasional ( international legal personality ). Ia
juga mengakui dokumen tersebut sudah merupakan secara khusus bahwa PBB dapat
mengajukan tuntutan dalam taraf internasional. Tetapi ia menyarankan bahwa kesimpulan
yang dapat ditarik bahwa “ tidak ada ketentuan bagi PBB secara tersendiri, mengenai
personalitas hukum secara internasional.” Karena itu ia menganggap bahwa hal itu “
tidak pasti bahwa para perancang Piagam telah menghilangkan ketentuan semacam itu
tidak memasukkan personalitas yang dimaksudkan atau memang untuk menyebutnya”.
Ketiga, ada juga kelompok wakil negara – negara lainnya seperti Maktos dari
Amerika Serikat yang tetap beranggapan bahwa PBB dapat mengajukan tuntutan
internasional.
Namun ia membatasi hak PBB pada kerugian – kerugian yang dideritanya akibat
pelanggaran hukum internasional. Ia juga berpendapat, hak untuk memprakarsai suatu
tuntutan atas nama korban merupakan hak negaranya, dan PBB tidak dapat “ mengambil

18
alih kekuasaan dari suatu negara untuk mengajukan tuntutan atas nama warga
negaranya.”
Keempat, kelompok negara – negara lainnya justru mempunyai doktrin yang
paling maju, dan yakin bahwa PBB mempunyai kemampuan untuk mengajukan suatu
tuntutan internasional untuk dua jenis kerugian. Seperti halnya Chaumont dan Abdoh,
masing – masing wakil dari Perancis dan Iran, yang menyatakan bahwa yang penting
ialah mengikuti semangat Piagam bukan secara harfiah, karena kesatuan mempunyai
personalitas hukum dalam hukum internasional. Chaumont menegaskan bahwa
personalitas internasional diatur dalam Pasal 104 Piagam dan diakui dalam Pasal 1
Convention on Privileges anf Immunities. Di samping itu ia berpendapat bahwa menurut
Pasal 105, Majelis Umum PBB dapat menentukan status internasional para pejabatnya. Ia
menunjukkan pada Pasal 100 Piagam yang menyebutkan kapasitas internasional suatu
kesatuan untuk mempertahankan kepentingan – kepentingan dari wakil yang diakui
secara implisit. Kemudian Raafat, wakil Mesir menambahkan bahwa personalitas hukum
PBB secara internasional telah diberlakukan, dan selanjutnya menyarankan, “ hukum
internasional telah berkembang secara berlahan – lahan ke arah pengakuan terhadap hak
personalitas hukum secara internasional ( international legal capacity ) untuk
mengajukan tuntutan secara bebas oleh negara – negara atas para korban yang merupakan
warga negaranya.”
Kelima, wakil Uni Soviet, Morozov, menganggap bahwa setelah PBB
memberikan konpensasi kepada wakilnya, maka Sekjen telah berkonsultasi dengan
negara yang warga negaranya menjadi korban, haruslah mengajukan tuntutan kepada
pengadilan dari negara bertanggung jawab untuk menutupi kerugian, atau dengan kata
lain untuk mendapatkan “ pembayaran ganti rugi” Pandangan Morozov ini kemudian oleh
wakil Mesir dianggap sebagai amandemen dari resolusi yang dimajukannya, yaitu
mengenai kapasitas hukum yang dimiliki oleh PBB untuk mengajukan tuntutan
internasional.
Rancangan resolusi Mesir – Uni Soviet tersebut setelah dilakukan pemungutan
suara dalam komite VI, hanya memperoleh 9 suara saja sehingga Komite gagal
mengambil keputusan.

19
Sehubungan dengan hal itu Wakil Sekjen PBB memberikan tanggapan penafsiran
sebagai berikut : Pertama, hasil pembahasan dalam Komite VI tersebut tidak perlu
berpengaruh terhadap wewenang untuk mengadakan cara kerja dalam pengadilan masing
– masing negara. Kedua, penolakan resolusi dalam Komite VI juga tidak perlu diartikan
sebagai keputusan yang negatif terhadap hak untuk memajukan tuntutan dalam taraf
internasional.

Fungsi Pembuat Hukum dari Organisasi Internasional


Organisasi internasional yang dibentuk oleh negara – negara anggotanya melalui
instrument pokok yang telah disetujui bersama pada hakikatnya merupakan suatu
mekanisme untuk mengadakan kerjasama dalam suatu kegiatan di berbagai sektor
kehidupan internasional yang menjadi kepentingan bersama. Di dalam mencapai tujuan
organisasi internasional tersebut dan untuk menghadapi berbagai tantangan akan adanya
perkembangan dan kemajuan sektor – sektor dalam kehidupan internasional, kadang –
kadang ketentuan – ketentuan yang tercermin dalam instrument pokok kurang atau
bahkan tidak dapat menampungnya.
Untuk menjawab tantangan – tantangan semacam itu, organisasi internasional
tersebut haruslah menciptakan aturan – aturan baru melalui suatu proses pembuatan
hukum ( lawmaking process ), apakah berbentuk persetujuan, perjanjian, konvensi atau
dalam bentuk instrument lainnya, deklarasi dan lain – lain. Dengan melihat sifat
organisasi internasional yang dinamis, maka dalam proses pengembangannya akan
melihat pada dua aspek, yaitu aspek keluar dan aspek kedalam. Keluar, dengan segala
tantangan tersebut organisasi internasional harus dapat mengembangkan kegiatannya di
berbagai bidang, sesuai dengan tujuan – tujuan yang dicapainya. Kedalam, tantangan –
tantangan yang dihadapi meliputi masalah – masalah yang bersifat konstitusional,
termasuk struktur organisasi internasional itu sendiri. Untuk menjawab tantangan –
tantangan baik keluar maupun kedalam haruslah dilakukan dalam kerangka hukum
internasional yang disetujui bersama melalui apa yang disebut proses pembuatan hukum.
Dalam rangka berbagai proses pembuatan hukum oleh sesuai organisasi
internasional, tidaklah terlepas dari klasifikasi secara umum sumber – sumber hukum
internasional. Sebagaimana tersebut dalam Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional,

20
sumber utama hukum internasional adalah perjanjian, kebiasaan dan prinsip – prinsip
hukum secara umum, yang masing – masing mempunyai cara yang berbeda – beda dalam
pembuatan hukum internasional. Di satu pihak perjanjian dibuat melalui persetujuan yang
dinyatakan ( express conset ) oleh semua pihak, sedangkan aturan – aturan dalam hukum
yang disepakati secara diam – diam oleh negara – negara. Di lain pihak, prinsip – prinsip
hukum secara umum bukanlah merupakan suatu sumber hukum internasional yang dapat
disepakati.
Mengenai fungsi pembuat hukum sesuatu organisasi internasional telah
dimasukkan di dalam ketentuan – ketentuan instrument pokoknya. Di dalam organisasi
internasional seperti PBB misalnya, dalam tujuan yang terkandung di dalam Pasal I (3)
Piagam tercermin kemungkinannya mengadakan kerjasama internasional dalam
memecahkan masalah – masalah seperti ekonomi, sosial, kebudayaan, pendidikan,
kesehatan, perikemanusiaan dan sebagainya. Lebih jelas lagi fungsi pembuat hukum
badan PBB itu akan terlihat dalam Pasal 13 (1) (a) dan (b) Piagam. Di bidang
pemeliharaan perdamaian dan keamanan Internasional khususnya, Pasal 11 (1) dan Pasal
26 tersebut memberikan dasar bagi PBB untuk menetapkan lebih lanjut prinsip – prinsip
yang mengatur perlucutan senjata serta pengaturan mengenai persenjataan bagi
anggotanya.
Istilah fungsi pembuat hukum dapat ditafsirkan baik secara sempit maupun secara
luas. Fungsi pembuatan hukum dapat mencakup semua bidang dalam organisasi
internasional, termasuk masalah yang bersifat konstitusional maupun bersifat struktural.
Klasifikasi fungsi pembuat hukum dalam lingkungan internasional haruslah mengikuti
klasifikasi secara umum dari sumber Hukum Internasional, sebagaimana telah
dikemukakan di atas. Dalam setiap kasus maka cara pembuatan hukum internasional
adalah berbeda – beda. Badan PBB sendiri melakukan pembuatan hukum melalui
perjanjian dan kebiasaan.

21
KESIMPULAN

Setiap masyarakat, bagaimanapun kecilnya, memerlukan suatu organisasi di


antara para anggota, agar kehidupan mereka berjalan dengan lancar dan tertib. Wujud dan
luas - sempitnya organisasi itu tergantung dari sifat tata hidup dan jumlah kepentingan –
kepentingan para anggota masyarakat.
Di dunia ada banyak kelompok masyarakat yang tergantung dalam suatu
organisasi kemasyarakatan terbesar yang disebut negara, di mana masing – masing
menjadi anggota dari apa yang dinamakan masyarakat internasional.
Organisasi hukum dari masyarakat internasional ini merupakan organisasi yang
luas fungsinya mencakup kepentingan – kepentingan dari semua negara yang menjadi
anggota masyarakat internasional.
Pembahasan Hukum Organisasi internasional tidak dapat terlepas dari aspek –
aspek filosofis maupun administrative dari organisasi internasional itu sendiri, mengingat
dua aspek tersebut merupakan faktor yang penting dalam pembentukan suatu organisasi
internasional. Sebelum memasuki aspek hukum dan organisasi internasional perlu
dibahas kedua aspek tersebut yaitu aspek filosofis yang menyangkut nilai – nilai histories
dan aspek administratif yang lebih banyak menentukan tingkat personalitas dan
kapasitasnya.
Organisasi internasional adalah suatu proses organisasi internasional juga
menyangkut aspek – aspek perwakilan dari tingkat proses tersebut yang telah dicapai
pada waktu tertentu. Organisasi internasional diperlukan dalam rangka kerjasama,
menyesuaikan dan mencari kompromi untuk meningkatkan kesejahteraan serta
memecahkan persoalan bersama, serta mengurangi pertikaian yang timbul. Dari aspek
hukumnya, organisasi internasional lebih menitik beratkan antara lain seperti wewenang
dan pembatasan – pembatasan (restrictions) baik terhadap organisasi internasional itu
sendiri maupun anggotanya sebagaimana termuat di dalam ketentuan – ketentuan
instrumen dasarnya termasuk di dalam perkembangan organisasi secara praktis.

22
Saran
1. Intervensi organisasi internasional jangan sampai menyalahi falsafah dan
pandangan hidup dari negara – negara yang menjadi anggotanya.
2. Sebaiknya hukum dari organisasi internasional dapat mewakili seluruh aspirasi
dari negara –negara yang menjadi anggota organisasi tersebut.
3. Sebaiknya organisasi internasional harus menjalankan fungsinya secara efektif
sesuai dengan mandat yang telah dipercayakan oleh para anggotanya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Starke, J. G., Pengantar Hukum Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 1997.

Batra, T. S., Institusi Internasional, Some Legal Essay, ( New Delhi : Bookhive, 1982 ).

Suryokusumo, Sumaryo, Hukum Organisasi Internasional, UI PRESS, Jakarta, 1990.

Bowett, D. W., Hukum Organisasi Internasional, Sinar Grafika, Jakarta, 1991.

Prodjodikoro Wirjono, S.H., Dr., Asas – Asas Hukum Publik Internasional, PEMMAS,
Jakarta, 1967.

24
HUKUM ORGANISASI INTERNASIONAL
D
I
S
U
S
U
N

OLEH :
IVAN NAJJAR ALAVI
060200232

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2007 / 2008

25

You might also like