Professional Documents
Culture Documents
Model Kelembagaan
Struktur-struktur dan lembaga-lembaga pemerintah telah lama merupakan
fokus yang penting dari ilmu politik. Lembaga-lembaga pemerintahan ataupun
lembaga-lembaga yang berurusan dengan pemerintahan mencakup parlemen,
pemerintah pusat, pemerintah daerah, kehakiman, kejaksaan kepolisian, birokrasi sipil
dan militer termasuk partai-partai politik. Model studi kelembagaan menelaah peran
lembaga-lembaga di atas. Kebijakan publik dibuat oleh parlemen serta kemudian
diterapkan oleh lembaga-lembaga yang berfungsi menerapkannya.
Thomas R Dye menggambarkan bahwa lembaga-lembaga pemerintah
berfungsi menjalankan kebijakan-kebijakan publik. Kebijakan publik bersifat wajib
untuk dipatuhi oleh rakyat, dan pemerintah bertugas untuk menjamin pelaksanaannya.
Kebijakan yang dibuat oleh lembaga keagamaan, organisasi profesi atau apapun
mungkin sangat penting untuk diperhatikan, namun tidak mengandung kewajiban
secara paksa padanya. Dengan demikian, keunggulan dari kebijakan yang dikeluarkan
oleh pemerintah adalah bahwa kebijakan tersebut dapat menuntut loyalitas dari semua
warga negaranya dan mempunyai kemampuan membuat kebijakan yang mengatur
seluruh masyarakat dan memonopoli penggunaan kekuatan secara sah yang
mendorong individu-individu dan kelompok membentik pilihan-pilihan mereka dalam
kebijakan.
Kelemahan dari model ini yakni model lembaga dalam ilmu politik tidak
mencurahkan perhatian yang banyak pada hubungan antar struktur lembaga-lembaga
pemerintah dan substansi kebijakan publik. Sebaliknya, studi-studi lembaga biasanya
lebih berusaha menjelaskan lembaga-lembaga pemerintah secara khusus, seperti
struktur, organisasi, kewajiban, dan fungsi-fungsi tanpa secara otomatis menyelidiki
dampak dari karakteristik-karakteristik lembaga-lembaga tersebut pada hasil-hasil
kebijakan. Aturan-aturan konstitusi dan undang-undang dijelaskan secara terperinci
sebagaimana kantor-kantor dan badan-badan pemerintah yang banyak sekali
jumlahnya, baik di pusat maupun di daerah-daerah. Kebijakan-kebijakan publik
seringkali dijelaskan, tetapi jarang dianalisis dan hubungan antara struktur dan
kebijkan publik secara luas tidak diselidiki.
Model Proses
Model ini menunjukkan bahwa terciptanya kebijakan-kebijakan publik adalah
merupakan hasil dari suatu aktifitas politik. Rangkaian yang diamati di dalam proses
pembentukan kebijakan publik adalah proses formulasi masalah, legitimasi atas
kebijakan, implementasi kebijakan dalam arti setelah disahkannya suatu kebijakan,
serta kemudian evaluasi atas pelaksanaan kebijakan publik.
Model ini mengutamakan perhatian pada bagaimana proses pembentukan
kebijakan publik itu berlangsung, dan bukan pada apa yang menjadi isi dari suatu
kebijakan publik tersebut. Namun demikian, dengan model ini kita akan memperoleh
pemahaman bahwa proses-proses sangat berpotensi memengaruhi isi dari suatu
kebijakan publik tertentu.
Model elite-massa
Di sebagian besar negara berkembang atau negara-negara Dunia Ketiga yang
mendasarkan pada sistem otoriter, seperti misalnya Kuba, Korea Utara, dan Indonesia
pada era Orde Baru, model elite merupakan model yang cukup baik untuk
menjelaskan pembentukan kebijakan publik yang berlangsung di negara-negara itu.
Teori elite mengatakan bahwa semua lembaga politik dan lembaga-lembaga
masyarakat lainnya tidak bisa dielakkan, didominasi oleh sekelompok individu yang
sangat kuat, yang memanipulasi instrumen-instrumen kekuasaan bagi kepentingan
mereka. Intinya, kebijakan publik merupakan produk elite, yang merefleksikan nilai-
nilai mereka untuk penguatan kepentingan-kepentingan mereka.
Model elite-massa bertolak dari asumsi bahwa masyarakat dilihat dalam wujud
struktur vertikal dan hanya berlapis dua. Lapisan atas disebut sebagai elit dan lapisan
bawah disebut lapisan massa. Model elite-massa menggambarkan bahwa masyarakat
terdiri dari kategori elite dan massa.
Cara pandang yang melihat proses pembuatan kebijakan demikian ini bertolak
dari asumsi bahwa kebijakan-kebijakan publik mengalir begitu saja dari elite yang
selalu berusaha mempertahankan status quo. Mengapa kelompok elite ini berusaha
memengaruhi setiap kebijakan publik ialah karena kepentingan-kepentingan
(interests) kelompok elit akan terganggu, atau situasi yang sudah mapan akan
terguncang.
Dari sisi massa sendiri, model analisis ini menjelaskan bahwa rakyat atau
massa tidak memiliki akses terhadap informasi. Jadi model ini menyimpulkan bahwa
kebijakan-kebijakan yang kemudian mengatur dan mengikat perilaku rakyat
merupakan keinginan elit untuk mempertahankan status quo.
Model Kelompok
Menurut kontributor utama teoritik kelompok seperti Arthur Bentley, David
Truman, Earl Latham memandang bahwa konsep kelompok disebut the ultimate
”real” of politics. Secara garis besar model ini menjelaskan pembentukan kebijakan
pada dasarnya merupakan hasil dari perjuangan antara kelompok-kelompok dalam
masyarakat. Suatu kelompok merupakan kumpulan individu-individu yang diikat oleh
tingkah laku atau keperntingan yang sama. Bila suatu kelompok gagal dalam
mencapai tujuan-tujuannya melalui tindakan-tindakannya sendiri, maka kelompok itu
biasanya menggunakan politik dan pembentukan kebijakan publik untuk
mempertahankan kepentingan kelompok.
Dalam rangka mempengaruhi kebijakan publik kelompok-kelompok
kepentingan barangkali akan menggunakan berbagai macam sumber untuk
mempengaruhi pembuatan kebijakan tersebut, seperti misalnnya uang, prestise,
informasi, perhatian media massa, kepemimpinan dan keahlian-keahlian pengelolaan
politik. Dengan demikian, kebijakan-kebijakan publik akan mengrah kepada
kepentingan kelompok besar yang berpengaruh baik secara ekonomis maupun non-
ekonomis dan semakin jauh dari kepentingan kelompok-kelompok kecil.
Dalam konteks proses terwujudnya suatu keputusan tertentu dalam Anggaran
Pendapatan Belanja Negara dapat dianalis dari hal bagaimana kelompok-kelompok
yang memiliki kepentingan bermain dengan lobby-lobby politik mereka.
Teori pluralis merupakan salah satu teori yang bertujuan untuk mengenal lebih
jauh perilaku kekuasaan (power) dan ditribusinya. Kerangka teori pluralis dibagi
menjadi dua, yakni teori pluralis klassik (classic pluralism) dan teori pluralis modern
(modern Pluralism).