You are on page 1of 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Herakleitos, seorang filsuf yang berasal dari Yunani, ruang dan waktu
adalah bingkai, di dalamnya seluruh realitas kehidupan kita hadapi. Kita tidak bisa
mengerti benda-benda nyata apapun tanpa meletakkannya pada bingkai ruang waktu.
Lingkungan kita terbatas dan ruang itu ternyata penuh dengan hal-hal abstrak dan konkret
yang ditemui dan dialami oleh manusia. Disamping hal tersebut, ada juga unsur dan
wujud yang diwarisi serta dipelajari dari nenek moyang.
Peradaban selalu dinamis dan mudah bereaksi terhadap kegiatan yang ada di
lingkungan pada waktu tertentu. Kelompok manusia atau masyarakat dan individu
pribadi menginterpretasikan suatu peristiwa berbeda dengan kelompok atau individu
yang berlatar belakang lain atau yang berpola pikir berbeda. Maksudnya, kita hidup
dalam suatu lingkungan yang membentuk sikap individu, kebudayaan masyarakat, dan
lingkungan alam. Pada saat seseorang lahir di dunia, dia memiliki kesempatan memilih
ribuan jalan kehidupan. Namun pada akhirnya dia hanya bisa memilih satu jalan hidup
saja. Pengalaman hidup manusia adalah sumber utama dalam filsafat manusia. Menurut
Comte, filsuf modern: “Kondisi-kondisi sosial ternyata memodifikasi bekerjanya hukum-
hukum fisiologis, maka fisika sosial harus menyelenggarakan observasi-observasinya
sendiri”.
Pembangunan kesehatan di Indonesia dewasa masih diwarnai oleh rawannya
derajat kesehatan ibu dan anak, terutama pada kelompok yang paling rentan yaitu ibu
hamil, ibu bersalin dan nifas, serta bayi pada masa perinata, yang ditandai dengan masih
tingginya Angka Kematian Ibu ( AKI ) dan Angka Kematian Perinata ( AKP ).
Salah satu upaya yang mempunyai dampak relatif cepat terhadap penurunan AKI
dan AKP adalah dengan penyediaan pelayanan kebidanan berkualitas yang dekat dengan
masyarakat dan didukung dengan peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan rujukan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bidan mempunyai peran besar dalam
memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak di masyarakat.
1.2 Tujuan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Ilmu Sosial dan Budaya
Budaya adalah keyakinan dan perilaku yang diaturkan atau diajarkan manusia
kepada generasi berikutnya (taylor 1989), sedangkan menurut sir Eduarel taylor (1871)
dalam Andrew dan boyle (1995), budaya adalah sesuatu yang kompleks yang
mengandung pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, kebiasaan dan kecakapan lain
yang merupakan kebiasaan manusia sebagai anggota komunikasi setempat. Menurut
pandangan antopologi tradisional, budaya dibagi menjadi dua yaitu :
1) Budaya material
Dapat beruapa objek, seperti makanan, pakaian, seni dan benda - benda kepercayaan
(jimat).
2) Budaya non material
Yang mencakup kepercayaan, kebiasaan, bahasa dan intitusi sosial .

Menurut konsep budaya lainingen (1978, 1984) karakteristik budaya dapat digambarkan
sebagai berikut :
1) Budaya adalah pengalaman yang bersifat univerbal sehingga tidak ad dua budaya
yang sama persis.
2) Budaya bersifat stabil, tetapi juga dinamis karena budaya tersebut diturunkan
kepada generasi berikutnya sehingga mengalami perubahan.
3) Budaya diisi dan tentukan oleh kehidupan manusia sendiri tanpa disadari

Menurut leininger (1991), terdapat 2 jenis budaya, yaitu :


1) Budaya yang diturunkan oleh orang tuanya yang disebut ETNO CARING.
2) Budaya yang di pelajari melalui kegiatan formal yang disebut PROFFESIONAL
CARING.

Nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan yang pantas , berharga yang
mempengarui prilaku sosial dari orang yang memliki nilai itu ( DS. Robert m .2 lawang ).
Nilai itu erat hubungannya dengan kehidupan dan masyarakat, karena setiap masyarakat
atau setiap kehidupan memiliki nilai-nilai tertentu .
Menurut Koenijaraningrat ada 5 masalah pokok dimana semua sistem nilai dari semua
kebudayaan di dunia ini berhubungan dengan masalah-masalah yaitu :
a) Hakekat hidup.
b) Hakekat karya manusia.
c) Hakekat kedudukan manusia dalam ruang dan waktu.
d) Hakekat manusia dengan alam sekitarnya.
e) Hakekat hubungan manusia dengan sesamanya.
Secara sederhana Ilmu Sosial dan Budaya adalah pengetahuan yang diharapkan
dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang
diekembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan. Istilah ISBD
dikembangkan petama kali di Indonesia sebagai pengganti istilah basic humanitiesm yang
berasal dari istilah bahasa Inggris “the Humanities”.
Adapun istilah humanities itu sendiri berasal dari bahasa latin humnus yang
astinya manusia, berbudaya dan halus. Dengan mempelajari Ilmu Sosial dan Budaya
diandaikan seseorang akan bisa menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih
halus, dengan mempelajari Ilmu Sosial dan Budaya diandaikan seseorang akan bisa
menjadi lebih manusiawi, lebih berbudaya dan lebih halus, dengan demikian bisa
dikatakan bahwa ilmu Sosial dan Budaya berkaitan dengan nilai-nilai manusia sebagai
homo humanus atau manusia berbudaya. Agar manusia menjadi humanus, mereka harus
mempelajari ilmu yaitu the humanities disamping tidak meninggalkan tanggungjawabnya
yang lain sebagai manusia itu sendiri.
Untuk mengetahui bahwa ilmu budaya dasar termasuk kelompok pengetahuan
budaya lebih dahulu perlu diketahui pengelompokan ilmu pengetahuan. Prof Dr.Harsya
Bactiar mengemukakan bahwa ilmu dan pengetahuan dikelompokkan dalam tiga
kelompok besar yaitu :
1. Ilmu-ilmu Alamiah (natural scince). Ilmu-ilmu alamiah bertujuan mengetahui
keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam alam semesta. Untuk mengkaji hal ini
digunakan metode ilmiah. Caranya ialah dengan menentukan hukum yang berlaku
mengenai keteraturan-keteraturan itu, lalu dibuat analisis untuk menentukan suatu
kualitas. Hasil analisis ini kemudian digeneralisasikan. Atas dasar ini lalu dibuat
prediksi.
2. Ilmu-ilmu sosial (social scince). Ilmu-ilmu sosial bertujuan untuk mengkaji
keteraturan-keteraturan yang terdapat dalam hubungan antara manusia. Untuk
mengkaji hal ini digunakan metode ilmiah sebagai pinjaman dari ilmu-ilmu
alamiah.
3. Pengetahuan budaya (the humanities) bertujuan untuk memahami dan mencari arti
kenyataan-kenyataan yang bersifat manusiawi. Untuk mengkaji hal ini digunakan
metode pengungkapan peristiwa-peristiwa dan kenyataan-kenyataan yang bersifat
unik, kemudian diberi arti.
Pengetahuan budaya (the humanities) dibatasi sebagai pengetahuan yang mencakup
keahlian (disilpin) seni dan filsafat. Keahlian inipun dapat dibagi-bagi lagi ke dalam
berbagai hiding keahlian lain, seperti seni tari, seni rupa, seni musik dan lain-lain,
sedangkan ilmu budaya dasar (Basic Humanities) adalah usaha yang diharapkan
dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep
yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah manusia dan kebudayaan,
dengan perkataan lain Ilmu Sosial dan Budaya menggunakan pengertian-pengertian
yang berasal dari berbagai bidang pengetahuan budaya untuk mengembangkan
wawasan pemikiran serta kepekaan mahasiswa dalam mengkaji masalah masalah
manusia dan kebudayaan.
Ilmu budaya dasar berbeda dengan pengetahuan budaya. Ilmu budaya dasar dalam
bahasa Ingngris disebut basic humanities. Pengetahuan budaya dalam bahas inggris
disebut dengan istilah the humanities. Pengetahuan budaya mengkaji masalah nilai-nilai
manusia sebagai mahluk berbudaya (homo humanus). Sedangkan ilmu budaya dasar
bukan ilmu tentang budaya, melainkan mengenai pengetahuan dasar dan pengertian
umum tentang konsep-konsep yang dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah
manusia dan budaya.

2.1 Perilaku Masyarakat sebagai Akibat Adanya Perubahan Sosial Budaya


a. Akibat Positif.
Perubahan dapat terjadi jika masyarakat dengan kebudayaan mampu
menyesuaikan diri dengan perubahan. Keadaan masyarakat yang memiliki
kemampuan dalam menyesuaikan disebut adjusment, sedangkan bentuk
penyesuaian dengan gerak perubahan disebut integrasi.

b. Akibat Negatif.
Akibat negatif terjadi apabila masyarakat dengan kebudayaannya tidak
mampu menyesuaikan diri dengan gerak perubahan. Ketidakmampuan dalam
menyesuaikan diri dengan perubahan disebut maladjusment. Maladjusment
akan menimbulkan disintegrasi. Penerimaan masyarakat terhadap perubahan
sosial budaya dapat dilihat dari perilaku masyarakat yang bersangkutan.
Apabila perubahan sosial budaya tersebut tidak berpengaruh pada keberadaan
atau pelaksanaan nilai dan norma maka perilaku masyarakat akan positif.
Namun, jika perubahan sosial budaya tersebut menyimpang atau berpengaruh
pada nilai dan norma maka perilaku masyarakat akan negatif.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Aspek Sosial Budaya yang Berhubungan dengan Kesehatan Anak


Salah satu faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi kondisi kesehatan
bayi adalah makanan yang diberikan. Dalam setiap masyarakat ada aturan-aturan yang
menentukan kuantitas, kualitas dan jenis-jenis makanan yang seharusnya dan tidak
seharusnya dikonsumsi oleh anggota-anggota suatu rumah tangga, sesuai dengan
kedudukan, usia, jenis kelamin dan situasi-situasi tertentu. Misalnya, ibu yang sedang
hamil tidak diperbolehkan atau di anjurkan untuk mengkonsumsi makanan tertentu ; ayah
yang bekerja sebagai pencari nafkah berhak mendapat jumlah makanan yang lebih
banyak dan bagian yang lebih baik. Daripada anggota keluarga yang lain ; atau anak laki-
laki diberi makan lebih dulu daripada anak perempuan. Walaupun pola makan ini sudah
menjadi tradisi ataupun kebiasaan, namun yang paling berperan mengatur menu setiap
hari dan mendistrubusikan makanan kepada keluarga adalah ibu; dengan kata lain ibu
mempunyai peran sebagai gate-keeper dari keluarga.
Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi
budaya yang terwujud dalam prilaku yang berkaitan dengan pola pemberian makanan
pada bayi yang berbeda, dnegan konsepsi kesehatan modern. Sebagai contoh, pemberian
ASI menurut konsep kesehatan modern ataupun medis dianjurkan selama 2 (dua) tahun
dan pemberian makanan tambahan berupa makanan padat sebaiknya dimulai sesudah
bayi berumur 4 tahun.
Pada masyarakat tradisional pemberian ASI bukan merupakn permasalahan yang
besar karena pada umumnya ibu memberikan bayinya ASI, namun yang menjadi
permasalahan adalah pola pemberian ASI yang tidak sesuai dengan konsep medis
sehingga menimbulkan dampak negatif pada kesehatan dan pertumbuhan bayi.
Disamping pola pemberian yang salah, kualitas ASI juga kurang. Hal ini disebabkan
banyaknya pantangan terhadap makanan yang dikonsumsi si ibu baik pada saat hamil
maupun sesudah melahirkan.
Masalah kesehatan selalu berkaitan dengan 2 hal yaitu sistem teori penyakit dan
sistem perawatan penyakit. Sistem teori penyakit lebih menekankan pada penyebab sakit,
teknik-teknik pengobatan penyakit. Sementara, sistem perawatan penyakit merupakan
suatu institusi sosial yang melibatkan interaksi beberapa orang. Persepsi terhadap
penyebab penyakit akan menentukan cara pengobatannya. Penyebab penyakit dapat
dikategorikan kedalam 2 golongan yaitu personalistik dan naturalistik.

3.2 Aspek Sosial Budaya yang Berhubungan dengan Kesehatan Ibu


Permasalahan utama yang saat ini masih dihadapi berkaitan dengan kesehatan ibu
di Indonesia adalah masih tingginya angka kematian ibu yang berhubungan dengan
persalinan. Menghadapi masalah ini maka pada bulan Mei 1988 dicanangkan program
Safe Motherhood yang mempunyai prioritas pada peningkatan pelayanan kesehatan
wanita terutama pada masa kehamilan, persalinan dan pasca persalinan.
Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan
untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu
juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan
kehamilan ( ante natal care ) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi
dan si ibu sendiri. Pacta berbagai kalangan masyarakat Indonesia, masih banyak ibu-ibu
yang menganggap kehamilan sebagai hal yang bisa, alamiah dan kodrati. Mereka tidak
perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan ataupun dokter.
Masih banyak ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan
menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh
mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang sering kali, karena kasusnya
sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya informasi.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah
gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaaan-kepercayaan dan pantangan-
pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak
berkurang ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang
sebenarnya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif
terhadap kesehatan ibu dan janin. Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita
hamil cukup tinggi terutama didaerah pedesaan.
Di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena
akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan
pendarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang
kehamilannya memasuku 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi yang
dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Di masyarakat Betawi berlaku pantangan
makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat menyebabkan ASI menjadi
asin. Contoh lain di daerah Subang, ibu hamil pantang makan dengan menggunakan
piring yang besar karena khawatir bayinya akan besar sehingga akan mempersulit
persalinan. Dan memang, selain ibunya kurang gizi, berat badan bayi yang dilahirkan
juga rendah. Tentunya hal ini sangat mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi.
Selain itu, larangan untuk memakan buah-buahan seperti pisang, nanas, ketimun dan lain-
lainbagi wanita hamil juga ih dianut oleh beberapa kalangan masyarakat terutama
masyarakat di daerah pedesaan. ( Wibowo, 1993).
Memasuki masa persalinan merupakan suatu periode yang kritis bagi para ibu
hamil karena segala kemungkinan dapat terjadi sebelum berakhir dengan selamat atau
dengan kematian. Sejumlah faktor memandirikan peranan dalam proses ini, mulai dari
ada tidaknya faktor resiko kesehatan ibu, pemilihan penolong persalinan, keterjangkauan
dan ketersediaan pelayanan kesehatan., kemampuan penolong persalinan sampai sikap
keluarga dalam menghadapi keadaan gawat.
Di aderah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak
untuk menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Data Survei Kesehatan
Rumah Tangga tahun 1992 menunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun
beranak. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih
terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu.
Selain pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan
juga pada masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuran ini biasanya berkaitan
dengan proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya
dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI ; ada pula makanan tertentu yang
dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional, ada
praktek-praktek yang dilakukan dukun beranak untuk mengembalikan kondisi fisik dan
kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang bertujuan untuk mengembalikan rahim
ke posisi semula ; memasukkan ramuan seperti daun-daunan kedalam vagina dengan
maksud untuk membersihkan darah dan cairan yang keluar karena proses persalinan ;
atau memberi jamu tertentu untuk memperkuat tubuh( Iskandar et al., 1996).

3.3 Hubungan Aspek Sosial Terhadap Pembangunan


Uraian sebelumnya telah memperlihatkan bahwa dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan ibu dan anak melalui program-program pembangunan kesehatan perlu
memperhatikan aspek-aspek sosial-budaya masyarakat. Menempatkan petugas kesehatan
dan membangun fasilitas kesehatan semata, tidaklah cukup untuk mengatasi masalah-
masalah KIA di suatu daerah. Seperti diketahui ternyata perilaku-perilaku kesehatan di
masyarakat baik yang menguntungkan atau merugikan kesehatan banyak sekali
dipengaruhi oleh faktor sosial-budaya.
Pada dasarnya, peran kebudayan terhadap kesehatan masyarakat adalah dalam
membentuk, mengatur dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu
kelompok sosial untuk memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan. Memeng tidak semua
praktek/perilaku masyarakat yang pada awalnya bertujuan untuk menjaga kesehatan
dirinya adalah merupakan praktek yang sesuai dengan ketentuan medis /kesehatan.
Apalagi kalau persepsi tentang kesehatan ataupun penyebab sakit sudah berbeda sekali
dengan konsep medis, tentunya upaya mengatasinya juga berbeda disesuaikan dengan
keyakinan ataupun kepercayaan-kepercayaan yang sudah dianut secara turun-temurun
sehingga lebih banyak menimbulkan dampak-dampak yang merugikan bagi kesehatan.
Dan untuk merubah perilaku ini sangat membutuhkan waktu dan cara yang strateris.
Dengan alasan ini pula dalam hal penempatan petugas kesehatan dimana selain memberi
pelayanan kesehatan pada masyarakat juga berfungsi sebagai agen perubah ( change
agent ) maka pengetahuan dan kemampuan berkomunikasi dari petugas kesehatan sangat
diperlukan disamping kemampuan dan ketrampilan memberi pelayanan kesehatan.
Ada tujuh prioritas pembangunan yakni menginternalisasi perubahan paradigma
pembangunan seluruh stakeholders pembangunan, rehabilitasi dan pembangunan segera
sarana dan prasarana, perluasan lapangan kerja dan menurunkan angka kemiskinan/
pengangguran, meningkatkan mutu pendidikan, layanan kesehatan dan pemberdayaan
perempuan, konkritisasi keadilan, menghindari kebocoran pembangunan, dan revitalisasi
agama dan kerukunan umat beragama serta kearifan lokal. ” Pembangunan Sumut
diarahkan kepada dua hal secara simultan yakni pemulihan ( recovery ) sungguh-sungguh
segenap masalah pembangunan, dan melakukan percepatan pembangunan di segala
bidang,” katanya.

3.4 Tujuan Pembangunan Kesehatan


Tujuan pembangunan kesehatan antara lain :
1. Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
2. Menciptakan pelayanan masyarakat yang berhasil guna,berdaya guna
dengan mutu optimal.
3. Melakukan pemberdayaan masyarakat maupun keluargga dalam bidang
kesehatan.
4. Melaksanakan pemberantasan penyakit menular, khususnya malaria, TBC
paru.
5. Melaksanakan pencegahan penyakit melalui imunisasi dan penyehatan
lingkungan pemukiman.
6. Membangun dan memperbaiki sarana kesehatan,termasuk melengkapinya
dengan peralatan kesehatan.
7. Mencukupi jumlah serta mutu sumber daya kesehatan.

3.5 Faktor-Faktor Pendorong dan Penghambat Dalam Pembangunan


a. Faktor pendorong
Perubahan dan perkembangan lingkungan internal, regional dan global juga
perlu diantisipasi dengan tepat sehingga dapat menjadi faktor pendorong atau
tidak menjadi faktor penghambat upaya kesehatan. Faktor tersebut antara lain,
perubahan dan tuntutan politik, tuntutan ekonomi pasar seperti industri obat
dan perumah-sakitan, implementasi otonomi dan menguatnya kekuasaan
pemerintah daerah, serta menguatnya tuntutan masyarakat.
Disamping itu, harus disadari bahwa pembangunan kesehatan merupakan
investasi sumberdaya manusia Indonesia. Perbaikan status kesehatan akan
berkontribusi pada pembangunan melalui menurunya tingkat fertilitas,
meningkatnya prestasi belajar, meningkatnya produktifitas kerja, dan
meningkatnya stabilitas ekonomi makro. Perlu penguat pandangan bahwa
pembangunan bidang kesehatan harus di tempatkan pada pusat pengambilan
keputusan dan bukan dianggap sebagai hasil sampingan pembangunan
ekonomi.
b. Faktor penghambat
Sebelum membahas lebih detail apa saja persoalan atau penghambat kemajuan
perempuan Indonesia, ada baiknya kita mengupas terlebih dahulu apa saja
hambatan kemajuan masyarakat Indonesia. Sebab, perempuan Indonesia
sebagai bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat Indonesia, memiliki
saling keterkaitan dalam hambatan dan jalan keluarnya dengan
masyarakatnya.
Indonesia, sebelum menjadi suatu bangsa adalah kepulauan yang di kuasai
oleh suku-suku dan kerajaan-kerajaan, terpisah-pisah dan saling bermusuhan
satu sama lain. Melalui integrasi hubungan ekonomi-politik kapitalisme,
perasaan ketertindasan yang sama dan perkembangan kebudayaan yang sama,
menjadikan penduduk di nusantara ini menjadi suatu bangsa. Bangsa yang
obyektifnya memiliki syarat untuk besar, tetapi pada keyataanya masih
menjadi bangsa kuli.
Faktor paling mendasar yang menyebabkan bangsa ini masih menjadi koeli
adalah rendahnya tenaga produktif . tenaga produktif adalah penggabungan
dari sumber daya manusia yang berkapasitas cukup untuk menghasilkan
barang-barang materil (tenaga kerja) dan alat-alat produksi. Tenaga produktif
merupakan basis penting untuk produksi dan produktifitas. Tinggi atau
rendahnya kualitas tenaga produktif suatu masyarakat, akan menentukan
tingkat produktifitas, kuantitas serta kualitas hasil produksinya.
Menurut Mark, tenaga produktif bisa merubah atau menggerakan revolusi.
Hal itu karena, kemajuan tenaga produktif yang sudah tidak bisa ditampung
dalam hubungan produksi lama, bisa mengakselerasikan perubahan hubungan
produksi yang. Dari sini kita sudah menemukan, hambatan-hambatan
kemajuan masyarakat Indonesia, yakni sisa feudalisme, kapitalisme
(cangkokan) dan Militersme, Yang tidak dapat dilepaskan dari faktor
historisnya yakni rendahnya tenaga produktif. Padahal tenaga produktif
merupakan basis bagi akselerasi (percepatan) perkembangan masyarakat
untuk mencapai tingkat peradaban yang lebih baik.

You might also like