Professional Documents
Culture Documents
Urtikaria adalah suatu reaksi vaskuler di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya
ditandai dengan edema setempat yang cepat timbul dan menghilang perlahan-lahan,
berwarna pucat dan kemerahan, meninggi di permukaan kulit, sekitarnya dapat dikelilingi
halo. Umumnya ukuran lesi dan bentuknya bervariasi dari beberapa millimeter sampai
plakat. Lesi dapat timbul pada kulit atau membrane mukosa. Keluhan subyektif biasanya
gatal, rasa tersengat atau tertusuk
Terdapat tiga jenis obat yang cukup baik untuk mengontrol gejala pada urtikaria,
yakni agen simpatomimetik, antihistamin, dan kortikosteroid.
1. Agen simpatomimetik, seperti epinefrin dan efedrin, mempunyai efek yang berlawanan
dengan histamine, yaitu menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah kulit superfisial
dan permukaan mukosa. Umumnya obat ini digunakan untuk urtikaria akut dan dapat
dikombinasi dengan histamin.
2. Antihistamin
Diklasifikasikan menjadi H1, H2, dan H3 berdasarkan kemampuan menghambat
aksi spesifik reseptor histamine dalam jaringan. Hampir pada semua urtikaria, terutama
urtikaria kronik yang penyebabnya sulit diketahui, pemberian antihistamin H1
merupakan pilihan pertama. Antihistamin golongan pertama diklasifikasikan dalam 6
kelompok berdasarkan struktur kimianya. Antihistamin H1 generasi pertama memiliki
efek samping sedasi. Efek depresi terhadap susunan saraf pusat dapat terjadi bila
antihistamin AH1 ditelan bersama dengan alkohol. Efek pada saluran pencernaan
meliputi anoreksia, mual, muntah, epigastric distress dan diare. Beberapa AH1
mempunyai efek antikolinergik berupa membrane mukosa kering, sulit buang air kecil,
retensi urin atau sering kencing dan impotensi.
Saat ini telah dikembangkan antihistamin generasi kedua yang efek sedasinya
rendah. Derivate terfenadin (Fexofenadine), astemizole, cetirizin, dan loratadin sudah
mulai sering digunakan dalam pengobatan urtikaria. Golongan ini diabsorbsi lebih cepat
dan mencapai kadar puncak dalam waktu 1-4 jam. Masa awitan lebih lambat dan
mencapai efek maksimal dalam waktu 4 jam (terfenadin), sedangkan astemizol dalam
waktu 96 jam setelah pemberian oral. Apabila penggunaan satu obat tidak efektif, obat
lain dari kelas farmakologikal yang berbeda dapat digunakan. Apabila masih gagal,
kombinasi 2 obat dari kelas farmakologikal yang berbeda dapat digunakan, kombinasi
AH1 dan AH2 mungkin dapat memberikan hasil yang lebih baik pada kasus pasien yang
sulit. Antagonis H2 sebaiknya tidak digunakan sendiri, karena efeknya yang minimal
pada pruritus. Contoh obat antihistamin H2 adalah cimetidin, ranitidine, nizatadin, dan
famotidin.
3. Kortikosteroid
Dalam beberapa kasus urtikaria akut atau kronik, antihistamin mungkin gagal,
bahkan pada dosis tinggi, atau mungkin efek samping bermasalah. Dalam situasi seperti
itu, terapi urtikaria seharusnya respon dengan menggunakan kortikosteroid. Jika tidak
berespon, maka pertimbangkan kemungkinan proses penyakit lain (misalnya,
keganasan, mastocytosis, vaskulitis). Kortikosteroid juga dapat digunakan dalam
urticarial vasculitis, yang biasanya tidak respon dengan antihistamin. Kortikosteroid
harus dihindari pada penggunaan jangka panjang pengobatan urtikaria kronis karena
efek samping kortikosteroid seperti hiperglikemia, osteoporosis, ulkus peptikum, dan
hipertensi.
Contoh obat kortikosteroid adalah prednison, prednisolone, methylprednisolone,
dan triamcinolone. Prednisone harus diubah menjadi prednisolone untuk menghasilkan
efek, dapat diberikan dengan dosis dewasa 40-60 mg/hari PO dibagi dalam 1-2
dosis/hari dan dosis anak-anak 0.5-2 mg/kgBB/hari PO dibagi menjadi 1-4 dosis/hari.
Prednisolone dapat mengurangi permeabilitas kapiler, diberikan dengan dosis dewasa
40-60 mg/hari PO (4 kali sehari atau dibagi menjadi 2 kali sehari) dan dosis anak-anak
0.5-2 mg/kgBB/hari PO (dibagi dalam 4 dosis atau 2 dosis). Methylprednisolone dapat
membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler, diberikan dengan dosis dewasa 4-48
mg/hari PO dan dosis anak-anak 0.16-0.8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis dan 4 dosis.
Pada urtikaria, agen terapetik yang diberikan antara lain:
1. Penghambat H1
a. Hidroksizin hidroklorida 10-50 mg setiap 4-8 jam. Bila serangan sering, tujuannya
adalah mencegah serangan melalui pemberian obat yang teratur, bukan
diberikan bilamana perlu.
b. Penghambat H1 non sedatif: Astemizol 10 mg 2-3 kali PO dalam keadaan
lambung kosong; atau terfenadin 60 mg PO setiap 12 jam.
c. Bila pengobatan di atas tidak apat mengendalikan urtikaria, pertimbangkan
untuk menambahkan penghambat H1 dari golongan kimia lainnya, misalnya:
i. Tablet klemastin fumarat 1,34 mg atau 2,68 mg, tidak melebihi 8,04 mg/hari
atau lebih dari tiga tablet 2,68 mg tiga kali sehari.
ii. Siproheptadin hidroklorida 4 mg PO setiap 8 jam.
iii. Timeprazin tartrat spansul 5 mg, 1 setiap 12 jam, atau tablet 2,5 mg empat
kali sehari.
iv. Klorfeniramin maleat 4 mg tiga kali sehari
2. Penghambat H2: simetidin 300 mg empat kali sehari, atau ranitidin 150 mg dua kali
sehari.
3. Prednison 0,5-1,0 mg/kg/hari, dikurangi setiap 10-15 hari untuk mengendalikan
kasus yang tidak memberikan respon terhadap antihistamin pada urtikaria akut.
Kortikosteroid oral tidak diindikasikan pada penanganan urtikaria kronik.
TUJUAN TERAPI
1. Menghindari faktor pencetus
2. Mengurangi rasa gatal dan edema
3. Menurunkan respon imun
TERAPI
A. Non medikamentosa
1. Menghindari faktor pencetus.
B. Medikamentosa :
1. Penghambat H1
a. Hidroksizin hidroklorida 10-50 mg setiap 4-8 jam. Bila serangan sering, tujuannya
adalah mencegah serangan melalui pemberian obat yang teratur, bukan diberikan
bilamana perlu.
b. Penghambat H1 non sedatif: Astemizol 10 mg 2-3 kali PO dalam keadaan lambung
kosong; atau terfenadin 60 mg PO setiap 12 jam; atau cetirizin 10 mg PO / hari.
c. Bila pengobatan di atas tidak dapat mengendalikan urtikaria, pertimbangkan untuk
menambahkan penghambat H1 dari golongan kimia lainnya, misalnya:
1) Tablet klemastin fumarat 1,34 mg atau 2,68 mg, tidak melebihi 8,04 mg/hari atau
lebih dari tiga tablet 2,68 mg tiga kali sehari.
2) Siproheptadin hidroklorida 4 mg PO setiap 8 jam.
3) Timeprazin tartrat spansul 5 mg, 1 setiap 12 jam, atau tablet 2,5 mg empat kali
sehari.
4) Klorfeniramin maleat 4 mg tiga kali sehari
2. Prednisone 0,5-1,0 mg/kg/hari, dikurangi setiap 10-15 hari untuk
mengendalikan kasus yang tidak memberikan respon terhadap antihistamin pada
urtikaria akut. Kortikosteroid oral tidak diindikasikan pada penanganan urtikaria kronik.
Medikamentosa
A. TERAPI
Tujuan dari pengobatan ISK adalah: 5
1. Menghilangkan kuman dan koloni kuman (membuat urin steril)
2. Menghilangkan gejala
3. Mencegah dan mengobati sepsis
4. Mencegah gejala sisa
Terapi farmakologis:
1. Antimikroba berdasarkan pola kuman yang ada. Bila hasil tes resistensi kuman sudah
ada, pemberian antimikroba disesuaikan.
2. Simtomatik
Pengobatan ISK yang disebabkan oleh jamur diberikan flukonazol 200-400 mg/hari.
Pengobatan ISK pada wanita hamil diberikan golongan nitrofurantoin, ampisilin, dan
sefalosporin.
Medikamentosa
R/ Bactrim tab 480 No.XX
S 2 dd tab II
R/ Paracetamol tab mg 500 no X
S prn
Pro: Ny. S (32 tahun)
MIGREN
I. TUJUAN PENGOBATAN
Menghilangkan nyeri kepala
Menghilangkan mual
II. PENGOBATAN
R/ Dihydergot tab mg 2,5 No VI
S 2 dd tab 1
R/ Primperan tab mg 10 No X
S 3 dd tab 1 ac
Pembahasan Obat
A. Penatalaksanaan.
Jenis-jenis obat migrain antara lain :
1. Anti Migrain – digunakan untuk menghentikan serangan migrain, meliputi :
a. Anti-Inflamasi Non Steroid (NSAID), misalnya aspirin, ibuprofen, yang merupakan
obat lini pertama untuk mengurangi gejala migrain.
b. Triptan (agonis reseptor serotonin). Obat ini diberikan untuk menghentikan
serangan migrain akut secara cepat. Triptan juga digunakan untk mencegah
migrain haid.
c. Ergotamin, misalnya Cafegot, obat ini tidak seefektif triptan dalam mengobati
migrain.
d. Midrin, merupakan obat yang terdiri dari isometheptana, asetaminofen, dan
dikloralfenazon. Kalau di Indonesia dijumpai kombinasi antara asetaminofen
(parasetamol) dan profenazon.
2. Pencegah Migrain – digunakan untuk mencegah serangan migrain, meliputi :
a. Beta bloker, misalnya propanolol
b. Penghambat Kanal Kalsium, yang mengurangi jumlah penyempitan pembuluh
(konstriksi) darah.
c. Antidepresan, misalnya amitriptilin, antidepresan trisiklik, yang terbukti efektif
untuk mencegah timbulnya migrain.
d. Antikonvulsan
3. Terapi non medikamentosa
Terapi non medika mentosa yang dapat dilakukan untuk terapi migraine adalah:
a. Akupuntur, yaitu dengan menusukkan jarum yang sangat halus ke kulit pada titik
tertentu untuk menimbulkan aliran energi di sekujur tubuh. Tindakan ini dapat
membantu relaksasi otot dan mengurangi nyeri kepala.
b. Teknik Relaksasi, yang dapat membantu mengurangi stres dalam kehidupan
sehari-hari.
c. Mengurangi stres dan mengenali pencetus migrain, kemudian menghindarinya.
Obat :
Resep :
GLAUKOMA
Glaukoma sudut terbuka
Pengobatan dengan obat-obatan : (Perdami)
1. Miotik :
Pilokarpin 2-4%, 3-6x 1 tetes sehari (membesarkan pengeluaran cairan mata-outflow)
Eserin ¼-1%, 3-6x 1 tetes sehari (membesarkan pengeluaran cairan mata-outflow)
2. Simpatomimetik
Epinefrin 0,5-2%, 1-2 x 1 tetes sehari (menghambat produksi akuos humor)
3. Beta blocker
Timolol maleate 0,25-0,50%, 1-2x tetes sehari (menghambat produksi akuos humor)
4. Carbonik anhidrase inhibitor
Asetazolamid 250 mg, 4 kali 1 tablet (menghambat produksi akuos humor)
Pengobatan biasanya dimulai dengan obat penghambat adrenergic-beta topikal
kecuali apabila terdapat kontraindikasi pemakainya. Epinefrin dan pilokarpin merupakan
pilihan utama. Manfaat kombinasi masih diperdebatkan. Kombinasi penghambat beta dan
pilokarpin jelas bermanfaat. Asetazolamid oral biasanya diberikan hanya setelah terapi
topikal dan laser trabekulopasti telah dilakukan atau dalam penatalaksanaaan jangka
panjang, pasien tidak dapat dioperasi. (Oftalmologi Umum).
Glaukoma sudut tertutup
Terapi pada awalnya ditujukan untuk menurunkan tekanan intraocular.
Asetazolamid intravena dan oral ditambah dengan obat hiperosmotik dan penghambat beta
topikal biasanya akan menurunkan tekanan intraocular. Kemudian dapat digunakan
pilokarpin 4% secara intensif mis 1 tetes setiap 15 menit selama 1-2 jam. Epinefrin jangan
digunakan karena obat ini dapat meningkatkan penutupan sudut. Steroid topikal dalam
dosis tinggi mungkin bermanfaat untuk menurunkan kerusakan iris dan jalinan trabekular.
Mungkin diperlukan analgesic sistemik. (Oftalmologi Umum).
Penulisan resep :
R/ Cendo carpin 4% gtt opht fl No I
S 4 dd gtt I OD et OS
R/ Cendo timolol 0,5% gtt opht fl No I
S 2 dd gtt I OD et OS
R/ Diamox tab mg 250 No XLV
S 3 dd tab I
R/ Aspar K tab mg 300 No XLV
S 3 dd tab I
Pro : Tn A (55 th)
A. PENGOBATAN
1. Glaukoma sudut terbuka
Obat tetes mata biasanya bisa mengendalikan glaukoma sudut terbuka.
Obat yang pertama diberikan adalah beta bloker (misalnya timolol, betaxolol, carteolol,
levobunolol atau metipranolol), yang kemungkinan akan mengurangi pembentukan cairan di
dalam mata. Juga diberikan pilocarpine untuk memperkecil pupil dan meningkatkan pengaliran
cairan dari bilik anterior. Bisa juga diberikan inhibitor karbonik anhidrase (misalnya
acetazolamide). (Anonim, 2006)
Obat lainnya yang juga diberikan adalah epinephrine, dipivephrine dan carbacol (untuk
memperbaiki pengaliran cairan atau mengurangi pembentukan cairan). Jika glaukoma tidak
dapat dikontrol dengan obat-obatan atau efek sampingnya tidak dapat ditolerir oleh penderita,
maka dilakukan pembedahan untuk meningkatkan pengaliran cairan dari bilik anterior.
Digunakan sinar laser untuk membuat lubang di dalam iris atau dilakukan pembedahan untuk
memotong sebagian iris (iridotomi). (Anonim, 2006)
TERAPI
Medikamentosa:
- Beta bloker
- Pilocarpine
Inhibitor karbonik anhidrase
Medikamentosa:
Tujuan
3. Menghilangakan nyeri
Terapi:
3. Menghilangkan nyeri
Pembedahan
Iridektomi perifer dan mata lainnya dilakukan iridektomi pencegahan dengan laser
iridektomi. Dilakukan bilamana peradangan sudah mereda, dan kornea sudah jernih.
Medikamentosa
Topikal beta bloker : Timolol maleate 0,25 – 0,5%, 1-2 kali tetes sehari.
Asetazolamid tab 250 mg, 2 tablet sekaligus, dilanjutkan 1 tablet tiap 4 jam sampai
24 jam
Meningkatkan pengeluaran (outflow) akuos humor :
Pilokarpin 2 % tetes mata, 1 tetes tiap menit selama 5 menit, dilanjutkan 1 tetes tiap
jam sampai 6 jam.
Gliserin 50 % (1cc/kg BB) diminum sekaligus atau infus Manitol 20% 60 tetes per
menit
Mengurangi rasa nyeri (analgesik)
CITO
∫uc
∫imm
∫ 3 dd tab I