You are on page 1of 21

1

PENDEKATAN SISTEM DALAM PENGELOLAAN


SUMBERDAYA

1. Pendahuluan
Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup merupakan
hal yang mengandung banyak tantangan. Hal ini mencakup sumberdaya
lahan, air, udara, vegetasi, dan enerji yang sangat berpe ngaruh terhadap
aktivitas dan sikap manusia. Suatu masalah pokok adalah bahwa setiap
komponen dari lingkungan saling berkaitan dan dapat menghasilkan
kejadian-kejadian yang tidak dikehendaki. Misalnya pencemran perairan
sungai berhubungan dengan keluaran limbah cair yang berkaitan dengan
berbagai faktor, seperti sumber limbah, karakteristik limbah, akumulasi
limbah, proses penanganan limbah, cara dan lokasi pembuangannya,
trans-portyasi limbah pada aliran sungai, serta pengaruh limbah terhadap
bioa akuatik, dan penggunaan air oleh manusia. Pada umumnya setiap
komponen tersebut dapat dianalisis secara terpisah, namun
permasalahan pencemaran perairan sungai sebenarnya merupakan hasil
interaksi dan pengaruh kolektif dari suatu sistem pencemaran limbah
cair.
Permasalahan lingkungan apabila dikaji secra sistem akan
banyak memberikan kegunaan. Problematik dapat diper-hitungkan
secara totalitas dimana kerja pengendalian yang paling efektif dapat
diketemukan. Dalam teladan pence-maran perairan sungai, pende-katan
sistem akan mampu menghasilkan kombinasi dari pengu-rangan sumber
limbah, metode penanganan, dan lokasi buangan yang lebih efektif serta
memungkinkan biaya lebih rendah melalui perbaikan penanganan saja.
Suatu konsekwensi dari perspektif sistem pada mutu lingkungan adalah
memperlebar kemungkinan alternatif pengendalian serta kesempatan
penerapan strategi menejerial yang efisien dan terpadu.

2. Elemen analisis
Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan membutuh- kan
tujuan atau kriteria untuk mengukur keberhasilan atau manfaat dari
alternatif-alternatif solusi permasalahan. Salah satu tujuan yang lazim
adalah maksimisasi dari manfaat tersebut dalam terminologi moneter,
seperti misalnya dalam analisis rasio manfaat dan biaya. Analisis ini
mempunyai dua komponen utama, yaitu (i) alokasi sumberdaya dimana
2

komponen lingkungan (lahan, air, udara, dan enerji) dipandang sebagai


sumberdaya yang mampu me-ningkatkan kesejahteraan masyarakat;
dan (ii) perhitungan sosial yang mencakup manfaat da biaya dari
seluruh pengguna dari sumberdaya yang dipengaruhi oleh perma-salahan
lingkungan.
Suatu aktivitas industri mengeluarkan limbah yang mencemari
perairan sungai dimana airnya digunakan untuk usaha perikanan. Limbah
dengan dampaknya adalah suatu teladan dari eksternalitas ekonomi,
yang didefinisikan sebagai manfaat atau beban biaya yang dihasilkan
oleh satu unit ekonomi yang mempengaruhi unit ekonomi lainnya. Dalam
hal ini, limbah industri mempunyai beban biaya dimana biaya tersebut
ditanggung oleh usaha perikanan dan bukan oleh industri itu sendiri.
Biaya tersebut adalah "eksternal" untuk anggaran dan pendapatan
industri.
3

Gambar 1. Skematik Pencemaran Perairan Sungai.


4

Implisit dari konsep eksternalitas adalah ide adanya ketidak-


adilan (unfairness). Adalah tidak adil bahwa usaha perikanan harus
dibebani biaya penanganan limbah dari industri. Namun demikian
mencari titik keadilan merupakan kebijakan yang amat rumit. Penye-
derhanaan kebijakan bisa dilakukan dengan dua alternatif. Alter-natif
pertama adalah membiarkan pencemaran buangan industri sebagaimana
adanya; dengan anggapan bahwa buangan industri adalah suatu hal yang
tidak dapat dicegah sebagai konsek wensi aktivitas manusia.

Secara logis maka limbah industri tersebut disalurkan ke dalam


aliran sungai dimana telah menjadi pengetahuan umum bahwa ling-
kungan mempunyai kemampuan yang impresif untuk mengasimilasi
limbah buangan. Kapasitas asimilasi ini menjadi per-timbangan penting
dalam upaya pendaya-gunaan lingkungan. Kesulitan pada alternatif ini
adalah kapasitas asimilasi dari sumberdaya alam dan lingkungan hidup
adalah terbatas. Limbah yang berlebihan tidak mungkin dapat diasimilasi
sehingga apabila oksigen yang larut dalam air sungai habis, maka
perairan akan menjadi kotor dan berbau busuk. Dampak lanjutannya
adalah pemus-nahan ikan serta membahayakan pemakaian air untuk
konsumsi domestik rumah tangga, seperti untuk mandi, masak, air
minum, mencuci, dan lainnya. Alternatif sebaliknya adalah larangan untuk
pembuangan limbah dengan asumsi tertentu. Hal ini akan
mengambalikan status sungai menjadi kondisi alamiah tidak tercemar.
Alternatif ini sangat logis ditinjau dari preferensi dan citarasa masyarakat
yang selalu mengingin-kan air bersih, kebersihan alamiah, perlindungan
marga-satwa, dan lainnya. Namun demikian alternatif ini mencegah
pendayagunaan sungai untuk maksud lainnya seperti tempat buangan
limbah industri.
Kedua macam eksremitas alternatif tersebut di atas dapat diako-
modasikan melalui analisis manfaat/biaya. Pendekatan ini berdasarkan
pada konsep bahwa sungai merupakan sumberdaya yang dapat diman-
faatkan melalui tatacara yang menguntungkan. Hal ini membutuhkan
penelitian tentang konsekwensi moneter dari pembuangan limbah pada
kedua belah pihak pengguna sungai. Oleh karena masing-masing
pengguna mempunyai tatacara yang spesifik dalam perhitungan
manfaat/biaya, maka diperlukan suatu ukuran , yaitu Indeks Mutu
5

Lingkungan, environmental quality index. Indeks ini merupakan


pembakuan dari peraturan tentang baku mutu lingkungan minimum yang
diperbolehkan dalam bentuk parameter yang terukur dari sumberdaya
alam dan lingkungan. Indeks ini juga dapat merupakan mekanisme untuk
menangani preferensi sosial untuk distribusi manfaat dan biaya.
Misalnya, kalau pemerintah menganggap bahwa usaha perikanan harus
berjalan maka diperlukan baku mutu air minimum agar ikan tidak mati.
Setelah baku mutu ditetapkan maka alternatif solusi yang terbaik baru
dapat diselesaikan secara sistematis.

4.3. Teladan Model Pengelolaan


Dalam setiap konteks perencanaan lingkungan maka pe-
ngaruhnya terhadap sistem lingkungan, sumberdaya alam, dan juga
manusia sebagai penghuninya harus dapat diperkirakan. Analisis
pendugaan dan evaluasi pengaruh yang mungkin terjadi dapat dilakukan
dengan menggunakan alat bantu model-model yang sederhana atau
model yang sangat kompleks. Pada umumnya, berbagai faktor
lingkungan akan menentukan ruang lingkup dan tipe analisis yang
digunakan. Oleh karena itu penentuan analisis terhadap sistem
lingkungan dan sumberdaya alam membutuhkan pertim bangan yang
menyangkut proses analisis dan perencanaan ling-kungan, termasuk
analisis aktivitas.
Dengan mengasumsikan bahwa analisis awal dari perihal yang
dipertimbangkan tersebut di atas sudah dilakukan, maka langkah
berikutnya adalah menentukan secara terinci tingkat kompleksitas yang
dibutuhkan untuk membangkitkan informasi yang diperlukan mengenai
setiap elemen sistem lingkungan yang diana lisis, termasuk komponen
sumberdaya alamnya seperti lahan, air, udara, dan vegetasi. Tingkat
kompleksitas tersebut didefinsiikan pada selang waktu analisis dan ruang
lingkup sistem. Langkah berikutnya adalah menentukan apakah analisis
pada tingkat kom-pleksitas tertentu layak dilakukan berdasarkan
pertimbangan : (i) ketersediaan data, (ii) ketersediaan personil, (iii)
ketersediaan waktu dan dana, (iv) ketersediaan fasilitas komputer, dan (v)
ketersediaan perangkat lunak.
Beberapa teladan model pengelolaan sumberdaya alam dan ling-
kungan adalah sebagai berikut:
6

(1). Model Indeks Mutu Lingkungan (IML)


Model ini dirancang dengan harapan dapat dijadikan sebagai
early warning system dan alternatif penanganan dengan biaya yang
optimal oleh para pengambil keputusan (Eriyatno dan Ma'arif, 1989).
Sebagai suatu indeks, model ini harus memberikan indikator yang dapat
menyatakan mutu dan kualitas dari suatu sumberdaya alam dan/atau
lingkungan. Oleh karena itu dalam model ini indeks tersebut dapat
dinyatakan dengan kisaran nilai 0 hingga 100, dimana pada nilai indeks
100 menunjukkan mutu dan kualitas sumberdaya alam dan/atau kondisi
lingkungan yang diharapkan.
Penetapan model ini ditentukan oleh maksud dan kegunaan dari
pemakaian indeks itu sendiri. Indeks pada dasarnya adalah ukuran
kuantitatif untuk pembandingan menurut skala. Mengingat indeks mutu
lingkungan merupakan bagian dari sistem pemantauan dan evaluasi
lingkungan, maka model IML ini dapat dibedakan menurut fungsinya sbb:

(2). Model Ukuran Keragaan (Appearance Index)


Model ukuran ini dapat dirancang untuk tujuan analisis lingkungan
dan sumberdaya alam yang dikaitkan dengan karakteristik dan kualitas
sumberdaya alam dan mutu lingkungan (Eriyatno dan Ma'arif, 1989).

UK = A. ( ∑ Wj. ( ∑ Zi. Iij)B )C

dimana:
Zi : Pembobot obyektif/empiris bagi parameter (I) yang ke-i dalam
kelompok indikator lingkungan yang ke-j
Wj : Pembobot subyektif/logik untuk kelompok indikator lingkungan yang
ke-j, dimana Wj = 0

Dalam perhitungan pembobotan disarankan untuk Zi meng guna-


kan konversi secara fisik atau moneter, Wj menggunakan metode Delphi
atau Bayes dengan hitungan peluang, sedangkan A,B, dan C adalah
koefisien penormalan matematis untuk kesesuaian indeks, misalnya
bilangan integer non-negatif.

(3). Indeks Pengendalian


7

Indeks pengendalian ini harus dapat dirancang untuk tujuan


pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang dikaitkan dengan
program-program tertentu. Karena aplikasinya yang erat dengan
kerangka menejerial, maka IP bukan merupakan formula baku, namun
lebih merupakan model simulasi agar dapat digunakan untuk keperluan
pengkajian alternatif-alternatif kebijakan. Model yang berupa diagram blok
dapat dilukiskan seperti berikut.

I(t): input sistem berupa kondisi lingkungan yang diinginkan sesuai


dengan peruntukan seperti: air minum, pertanian dan per ikanan,
nilai ambang batas sungai.
O(t):output sistem berupa kondisi aktual
Gp :fungsi alih (transfer function) dari input-output
Ge :fungsi pengendali yang menguasai faktor teknologi dan biaya
8

U(t):input buangan/polutan
H : informasi umpan balik

Dalam proses perhitungann dan kuantifikasinya, maka:


UP = O(t) dan
I(t) adalah indeks mutu lingkungan yang diinginkan.

Metodologi yang disarankan untuk membentuk model simu lasi


adalah Descrete Time Model dengan Feed-back Control System.
Estimasi peubah acak dapat dilakukan dengan simulasi Montecarlo
dengan pembangkit bilangan acak sesuai dengan sebaran peluangnya.

(4). Model Optimasi


Pengelolaan sumberdaya lahan merupakan program berke-
sinambungan jangka panjang yang mempunyai karakteristik sasaran
ganda (multiple goals) dan tujuan ganda (multiple objectives).
Program tersebut dapat dilaksanakan semenjak inventarisasi dan eval-
uasi sumberdaya hingga arahan penggunaan dan pelestariannya. Untuk
melihat dan mengendalikan kondisi lingkungan pada berbagai proses
konversi sumberdaya, maka dapat digunakan model IML. Sedangkan
untuk mengoptimumkan proses konversi tersebut yang mempunyai
sasaran dan tujuan ganda, maka dapat digunakan "Model Optimasi
Multi-kriteria".
Salah satu model optimasi seperti ini yang dapat digunakan
adalah Pemrograman Sasaran ("Goal Programming"). Program
sasaran ini merupakan salah satu program mate-matika dalam penelitian
operasioanl yang diusulkan sebagai salah satu pendekatan untuk
menganalisis persoalan-persoalan yang berkenaan dengan tujuan dan
sasaran ganda dan di antara tujuan tersebut terdapat kondisi
bertentangan (tidak saling menenggang) serta mempunyai susunan
prioritas.
Dalam proses pengelolaan sumberdaya dan lingkungan maka
kedua model tersebut dapat digunakan untuk melihat berbagai kondisi
seperti, (i) penampilan/keragaan sistem lingkungan, (ii) pengendalian
sistem lingkungan, dan (iii) pengoptimalan pengelolaan lingkungan.
Dalam banyak perihal dan kasus, para pengambil ke-putusan seringkali
9

dihadapkan pada masalah-masalah yang sifatnya tidak-saling-


menenggang sehingga sulit untuk segera diputuskan. Program sasaran
dapat membantu memecahkan permasalahan tersebut, yaitu dengan cara
menyusun sasaran-sasaran ke dalam bentuk urutan prioritas. Urutan
prioritas tersebut dapat disusun berdasarkan tingkat kepentingan
sasaran-sasaran dari pengelolaan lingkungan.
Model umum dari program sasaran adalah:

Meminimumkan: a= Wi (di- + di+)


(terhadap/dengan aij Xj + di- - di+ = bi
pembatas)
Xj, di-, di+ >= 0

dimana: Xj = peubah keputusan ke-j; Wi = Faktor pembobot


fungsi sasaran ke-i (ditentukan berdasarkan urutan prioritas); di- :
peubah simpangan negatif fungsi sasaran ke-i; di+ : peubah simpangan
positif fungsi sasaran ke-i; aij : parameter (koef. teknologi) dari fungsi
sasaran ke-i dan peubah keputusan ke-j; bi : nilai target sasaran ke-i.
Teladan aplikasi model program sasaran ganda tersebut dalam
program pengendalian erosi adalah sbb. :
(a). Sasaran : tingkat erosi minimum, kesuburan tanah maksimum, dan
teknik pengairan memadai.
(b). Peubah keputusan : tingkat kemiringan tanah, struktur tanah,
intensitas hujan, dan usahatani.

Berdasarkan urutan prioritas sasaran yang hendak dicapai, suatu


model optimasi multi-kriteria dapat disusun. Dengan demikian para
pengambil keputusan dapat melakukan pengelolaan sumber daya alam
dan lingkungan secara optimal berdasarkan ketersediaan sumberdaya
dan pendanaan.

5. Pemodelan Sistem Daerah Aliran Sungai


10

5.1. Pendahuluan
Daerah aliran sungai merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh
batas-batas topografis yang menyalurkan air hujan melalui suatu sistem
sungai. DAS ini merupakan unit hidrologis yang telah digunakan sebagai
unit biofisik dan sebagai unit sosial-ekonomi serta sebagai unit sosial
politik dalam perencanaan dan implementasi aktivitas-aktivitas
pengelolaan sumberdaya (Easter dan Hufschmidt, 1985). Selanjutnya
dikemukakan bahwa pengelolaan DAS merupakan suatu proses
memformulasikan dan megimplementasikan aktivitas-aktivitas yang
melibatkan sumberdaya alam dan manusia dalam suatu DAS, dengan
mempertimbangkan faktor-faktor sosial, politik, ekonomi dan institusional
yang ada, dengan maksud untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah
ditentukan .

5.2. Identifikasi Sistem DAS


Teknik diagramatis sangat membantu dalam identifikasi sistem
DAS yang kompleks. Beberapa macam diagram dapat dikemukakan
berikut ini:

(1). Diagram Lingkar Sebab-Akibat (causal-loop)


Pengabstraksian beberapa fenomena pokok yang terjadi dalam
sistem DAS dapat dilukiskan seperti Gambar 4.
11

Gambar 4. Diagram lingkar sebab-akibat sistem DAS (Soemarno, 1991).

Pemanfaatan
Sumberdaya:
Lahan,
+
Air
+ + +
Dayadukung
Lahan Pendapatan
+
Penduduk
+
Hasil :
Air, sedimen,
Limbah, dll
+ - +
-
Kelestarian Kesejahtera-
Sumberdaya:
an penduduk
Lahan, air
Hutan setempat
+
+ Teknologi
Industri
Pertanian

SDA Air
SDA Tanah + +
SDA Vegetasi
+
SDA Fauna
Investasi:
Privat, Publik:
Subsidi
Bantuan

(2). Diagram kotak-hitam I/O Sistem DAS


Berdasarkan informasi yang diperoleh dari diagram lingkar dapat
disusun diagram input/output sistem DAS (Gambar 5).
12

Input Lingkungan

Input tidak Output yg


terkendali diinginkan

SISTEM DAS

Input yang Output yg


terkendali parameter diinginkan

Umpan
balik

Gambar 5. Diagram kotak-hitam I/O sistem DAS (Soemarno, 1991)

Keterangan:
(1). Output yang diinginkan: Tersedianya air sepanjang tahun; Swa-sem-
bada pangan; Tersedianya kesempatan kerja; Terkendalinya degra-
dasi lingkungan
(2). Output yang tidak diinginkan : Kerusakan hutan, Banjir dan
kekeringan; Erosi dan sedimentasi berlebihan; Kemiskinan/pe-n-
gangguran
(3). Input terkendali: Investasi, alokasi lahan, teknologi
(4). Input tak terkendali: harga komoditi,informasi pasar
(5). Input lingkungan : fisik, perundangan, sistem budaya
(6). Umpan balik: Bappeda, Pemda
(7). Parameter DAS: luas, ukuran, lokasi DAS.
(3). Diagram Umpan Balik Pengendalian
Secara umum diagram umpan balik pengendalian dapat dilukis-
kan seperti Gambar 6. Diagram ini menggambarkan suatu sistem yang
tertutup dimana mekanisme umpan balik dapat bekerja dengan lancar.
Gangguan atau disturbansi (D(t)) dalam beberapa subsistem cukup besar
13

sehingga kalau ini terjadi maka fungsi pengendali tidak dapat bekerja
secara efektif.

5.3. Pemodelan Sistem DAS


Lima tahapan yang lazim ditempuh dalam pemodelan sistem
adalah: (i) mengisolasi komponen-komponen atau subsistem-subsistem
yang pokok, (ii) definisi peubah-peubah input ("causal variable"), (iii)
definisi peubah-peubah respons atau status ("response variables"), (iv)
definisi peubah-peubah output ("output variables"), lazimnya ini berkai-
tan langsung dengan peubah status, dan (v) menentukan struktur sistem,
bagaimana peubah-peubah berinteraksi menghasilkan proses.
14

U(t)

I(t)
O(t)
FP FT

D(t)

MI
Information lag

Gambar 6. Diagram Umpan Balik Pengendalian Sistem DAS (Soemarno,


1991).

I(t): Control-index, merupakan input sistem berupa kondisi yang menjadi


sasaran pengelolaan DAS:misalnya laju erosi tanah dan kandungan
sedimen air sungai.
FP: Fungsi pengendali, mengendalikan bekerjanya fungsi transfer (FT).
Fungsi pengendali ini menguasai teknologi, dana, dan otorita:
misalnya petani.
FT: Fungsi transfer, tugasnya mengubah input sistem menjadi output
sistem. Fungsi ini mempunyai struktur dan mekanisme spesifik yang
bisa mendukung fungsinya, misalnya lahan tegalan dengan tanaman
jagung.
U(t):Input sistem DAS: material, kapital, teknologi; misalnya hujan, pupuk,
benih, tenakerja.
D(t):Gangguan terhadap sistem, biasanya tidak dapat dikendalikan oleh
FP dan FT: misalnya gunung meletus
O(t):Output sistem aktual: hasil sedimen
MI : Menejemen informasi: Dinas Pengairan, Pengelola Waduk, BRLKT.

Sebagian dari informasi tentang komponen sistem, peubah-


15

peubah sistem dan dtruktur sistem telah diuraikan dalam bagian


identifikasi sistem. Oleh karena itu tahap pemodelan ini biasanya diawali
dengan menyusun diagram alir yang menya takan rangkaian antara input
sistem, komponen sistem dan output (Gambar 7).
Berdasarkan diagram alir tersebut kemudian dilakukan penja-
baran masing-masing komponen secara lebih mendetail. Misalnya model
usahatani yang dikhususkan untuk menentukan alternatif pola pergiliran
tanaman yang aman erosi dan layak ekonomi. Diagram alir deskriptif
model ini dapat dilukiskan seperti Gambar 9. Untuk mencapai tujuan
seperti yang dilukiskan dalam Gambar 8, maka dapat disusun strategi
bertahap sbb: (1). Penetapan batas toleransi erosi, (2). Evaluasi jenis-
jenis tanaman yang sesuai, (3). Analisis usahatani tanaman yang sesuai,
(4). Pendugaan kehilangan tanah potensial dan aktual , (5). Evaluasi
alternatif pola pergiliran tanaman (B/C-ratio dan faktor C), (6).
Menemukan alternatif pola pergiliran tanaman yang aman, (7).
Menemukan alternatif pola pergiliran tanaman yang layak.
16

Mulai

Komponen Bio-ekonomi:
Persiapan dan input data: Model-model usahatani
Biofisik, sosek, sosbud, Model-model usahata-ternak
demografis, dan lainnya

Model Alokasi/Optimasi
Sumberdaya air :
Model-model hidrologi
Model-model hujan Output sistem DAS

Sumberdaya lahan: Selesai


Model-model kualitas lahan
Model-model produktivitas
Model-model degradasi

Sumberdaya Manusia:
Model-model demografi
Model-model kependudukan + ---
Model-model dinamika sosial

Gambar 7. Diagram alir deskriptif sistem DAS (Soemarno, 1991)


17

5.4. Implementasi Komputer


Untuk menjabarkan model-model matematik tersebut di atas
menjadi model komputer maka diperlukan dua macam alat bantu, yaitu
block-diagram untuk mengarahkan algoritme perhitungan dan bahasa
pemrograman yang bersifat umum, seperti BASIC, FORTRAN, atau
PASCAL. Sebagai teladan ilustratif adalah perhitungan dugaan kehilan-
gan tanah di suatu lokasi lahan tertentu dengan menggunakan model
Wischmeier dan Smith (1978). Block diagramnya dapat disajikan dalam
Gambar 10.
18

Tujuan: Pola tanam aman erosi


dan layak ekonomi

Jenis tanaman yang sesuai


secara agroekologi dan
sosial-budaya

Pola pergiliran tanaman di


lahan tegalan

¦ B/C ratio Faktor Pengelo-


laan tanaman
(Faktor C) ¦

¦ Evaluasi kelayakan Evaluasi keamanan


¦ ekonomi erosi

Pola pergiliran tanaman


yang aman erosi dan layak Toleransi erosi
ekonomi

Gambar 8. Diagram alir deskriptif penentuan pola pergiliran tanaman


yang aman erosi dan layak ekonomi .
19

Data hujan, tanah, topo


grafi, tanaman, landuse

Evaluasi Erosivitas
Faktor R

Evaluasi erodibilitas
Faktor K Tanaman yg
Kesesuaian lahan
sesuai

Pemetaan dan eva-


Faktor LS
luasi satuan lereng

Pendugaan erosi
Indeks bahaya erosi

RKLS,
Evaluasi neraca le-
IBE
ngas lahan setahun

Evaluasi pola pergi-


liran tanaman Faktor P

EVALUASI AGROTEKNOLOGI

Saran agrotekno-
logi yg sesuai

Gambar 9. Diagram alir formulatif untuk menemukan agro teknologi


yang aman erosi dan layak ekonomi (Soemarno, 1991).
20

C P

R RKLSCP

LS
K

Gambar 10. Diagram kotak perhitungan dugaan kehilangan tanah di


suatu bidang lahan (Soemarno, 1991).
21

Berdasarkan digram di atas maka dapat disusun program


komputer (dalam bahasa BASIC) untuk mengevaluasi 10 macam bidang
lahan sbb:

10 REM ***** MULAI PROGRAM *****


20 DIM R(10),K(10),C(10),P(10),LS(10),A(10)
30 FOR I = 1 TO 10
40 READ R(I)
50 NEXT I
60 FOR I = 1 TO 10
70 READ C(I)
80 NEXT I
90 FOR I = 1 TO 10
100 READ P(I)
110 NEXT I
120 FOR I = 1 TO 10:READ K(I):NEXT I
130 FOR I = 1 TO 10:READ LS(I):NEXT I
140 '...................................... perhitungan
150 FOR I = 1 TO 10
160 A(I) = R(I)*K(I)*LS(I)*C(I)*P(I)
170 PRINT A(I)
180 NEXT I
190 '.................................... Data
200DATA 1200,1300,1100,2100,2200,800,750,800,1100,3200
210 DATA 0.2,0.12,0.32,0.43,0.4,0.6,0.3,0.21,0.4,0.3
220 DATA 0.2,0.3,0.15,0.21,0.23,0.21,0.2,0.18,0.24,0.25
230 DATA 0.23,0.2,0.22,0.24,0.25,0.3,0.21,0.22,0.24,0.18
240 DATA 0.5,0.4,0.3,0.2,0.8,0.4,0.3,0.2,0.3,0.4
250 END

You might also like