Professional Documents
Culture Documents
BAB 1
APAKAH SINTAKSIS?
Sintaksis adalah cabang linguistik yang membicarakan hubungan antarkata dalam tuturan
(speech). Unsur bahasa yang termasuk dalam lingkup sintaksis adalah frasa, klausa dan
kalimat. Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonprediktif, misalnya
rumah mewah. Klausa adalah satuan gramatikal yang berupa kelompok kata, yang
sekurang-kurangnya memiliki sebuah predikat, dam berpotensi menjadi kalimat. Kalimat
adalah satuan bahasa yang relatif berdiri sendiri, yang sekurang-kurangnya memiliki
sebuah subjek dan predikat.
Kata dapat dilihat dari berbagai segi. Pertama,kata dilihat dari pemakai bahasa. Menurut
pemakai bahasa salah satuan gramatikal yang diujarkan, bersifat berulang-ulang, dan
secara potensial ujaran itu dapat berdiri sendiri. Kedua, kata dilihat secara bahasa. Secara
linguistis kata dapat dibedakan atas satuan pembentuknya. Oleh karena itu, kata dapat
dibedakan atas:
Menurut Lyons(1971) dan Dik (1976), secara gramatikal kata bebas bergerak, dapat
dipindah-pindahkan letaknya, tetapi identitasnya tetap.
Secara ortografis, kata ditentukanoleh sistem aksara yang berlaku dalam bahasa itu.
Bahasa Indonesia misalnya menggunakan aksara latin jadi sebuah kata dituliskan
terpisah dari kata lainnya, misalnya terima kasih dan kerja sama.
Frasa dalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonprediktif
(Rusyana dan Samsuri, 1976) atau satu kata konstruksi ketatabahasaan yang terdiri atas
dua kata atau lebih.
Klausa dalah satuan gramatikal yang setidak-tidaknya terdiri atas subjek dan predikat.
Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relative berdiri sendiri, mempunyai intonasi
final (kalimat lisan), dan secara actual ataupun potensial terdiri atas klausa. Dilihat dari
fungsinya, unsur kalimat berupa subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan.
Menurut bentuknya, kalimat dibedakan menjadi kalimat tunggal, kalimat tunggal dan
perluasannya, serta kalimat majemuk.
Hubungan sintagmatis adalah hubungan linier antara unsur bahasa yang satu dan unsur
bahasa yang lain dalam tataran tertentu. Hubungan itu dapat diuji dengan permutasi atau
perubahan urutan satuan unsur-unsur bahasa. Contoh:
1) Tataran Fonemis
Fonem /s/ pada kata sarang mempunyai hubungan paradigmatis dengan fonem yang
dapat menggantikannya asalkan penggantian itu menghasilkan kata dalam kategori
dan fungsi yang sama, misalnya fonem /s/, /b/, /p/, dan /k/ pada kata /s/arang,
/b/arang, /p/arang, dan /k/arang karena kata-kata itu berkelas nomina dan sama-sama
dapat mengisi fungsi subjek atau objek.
2) Tataran Morfologis
Pada umumnya, urutan morfem dalam sebuah kata tidak dapat diubah-ubah menurut
keinginan seseorang, misalnya sebagai pembentuk kata kerja, awalan meng- dan di-
selalu terletak pada awal kata, seperti pada menulis dan melancong serta ditempuh
dan dijual.
3) Tataran Sintaksis
Ada kalanya kata di dalam sebuah kalimat dapat diubah-ubah letaknya tanpa
mengubah arti. Yang berubah akaibat perubahan letak itu hanya pengutamaan
informasi, sepaerti
a. Saya dan adik pergi kemarin
b. Kemarin saya dan adik pergi
c. Saya dan adik kemarin pergi
Beberapa jenis kategori yang dapat menjadi unsur kalimat adalah nomina (kata benda),
adjektiva(kata sifat), numeralia(kata bilangan), adverbial, dan kata tugas, seperti
preposisi(kata depan), konjungsi(kata penghubung), dan partikel, seperti kah, lah, tah,
pun.
Berdasarkan fungsinya, unsur-unsur kalimat ada yang disebut subjek, predikat, objek,
pelengkap, serta keterangan.
Peran semantis yang lazim terdapat dalam suatu kalimat adalah pengalam atau penanggap
(experiencer), pelaku (agent), pokok,cirri, sasaran, hasil, peruntung atau
pemaslahatbeneficiary), ukuran(measure), alat(instrument), tempat(place),
sumber(source), jangkauan(range), penyerta, waktu dan asal (Kridalaksana 1991; Alwi
dkk.1998)
1.7 Parafrasa
Parafrasa berarti (1) pengungkapan kembali suatu tuturan dari sebuah tingkatan atau
macam bahasa menjadi yang lain dengan tidak mengubah arti; (2) penguraian kembali
suatu teks (karangan dalam bentuk (susunan kata-kata) yang lain dengan maksud untuk
dapat menjelaskan makna yang tersembunyi. Contohnya:
1.8 Permutasi
Misalnya, kalimat pada hari Senin minggu depan Menteri Pembangunan Daerah
Tertinngal akan mengumumkan jumlah desa tertinggal di Indonesia dapat dipermutasi
menjadi Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal akan mengumumkan jumlah desa
tertinggal di Indonesia Senin minggu depan.
BAB 2
KLASIFIKASI FRASA
2.1 Pengantar
Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonprediktif
(Rusyana dan samsuri 1976) atau satu konstruksi ketatabahasaan yang terdiri atas dua
kata atau lebih.
Frasa eksosentris adalah frasa yang sebagian atau seluruhnya tidak memiliki perilaku
sintaksis yang sama dengan semua komponennya, baik dengan sumbu maupun dengan
preposisi.
Frasa preposisional pada umumnya berfungsi sebagai keterangan. Pada dasarnya, frasa
preposisional menunjukkkan makna berikut:
Frasa eksosentris nondirektif dapat dibedakan menjadi (a) frasa yang sebagian atau
seluruhnya memiliki perilaku yang samadengan bagian-bagiannya, seperti si kancil, si
terdakwa, para hakim’ (b)frasa yang seluruhnya berperilaku sama dengan salah satu
unsurnya. Artinya, terdakwa dan kekasih memiliki perilaku sama dengan si terdakwa dan
sang kekasih.
Frasa endosentris adalah frasa yang seluruhnya memiliki perilaku sintaksis yang sama
dengan perilaku salah satu komponennya.
Frasa endosentris berinduk tunggal terdiri atas induk yang menjadi penanda kategorinya
dan modifikaror yang menjadi pemerinya.
1) Frasa nominal adalah frasa yang terdiri atas nomina (sebagai pusat) dan unsur lain
yang berupa adjektiva, verba, numeralia, demonstrativa, pronominal, frasa
preposisional, frasa dengan yang, konstruksi dengan yang…-nya, atau frasa lain.
Contoh:meja batu, teman separtai, hadiah untuk ibuku, hati yang luka, orang yang
dicintainya, politisi yang ditinngal di Jakarta itu, anak manis, kulit kuning langsat,
kolam yang jernih, nasi berbakul-bakul, uang itu, sang raja, anak mereka, banyak
mahasiswa, dua buah rumah, batu bertulis, peristiwa yang amat penting yang terjadi
kemarin.
2) Frasa Pronominal
Frasa pronominal adalah frasa yang terdiri atas gabungan pronominal dan pronominal
atau gabungan pronimina dan adjektiva, adverbial, numeralia, dan demonstrativa.
Contoh: kami berdua, mereka itu, lagi-lagi saya, kamu dengan dia.
3) Frasa Verbal
Frasa verbal adalah frasa yang tediri atas gabungan verba dan verba atau gabungan
verba dengan adverbial atau gabungan verba dan preposisi gabungan.
Contoh: pergi kerja, pulang pergi, makan dengan lahap, masuk ke dalam, jalan tanpa
arah, coba baca buku, mati kartu, beristri dua, dapat diketahui, dating ke, masuk desa.
4) Frasa Adjektival
Frasa adjektival adalah frasa yang terdiri atas gabungan beberapa kata atau yang
terdiri atas induk berkategori apa pun, asalkan seluruhnya berperilaku sebagai
adjektiva.
Contohnya: sedikit masam, cantik benar, gagah berani, panas terik, kuat iman, masih
belum pasti, agak nakal juga.
5) Frasa Numeral
Frasa numeral adalah frasa yang terdiri atas numeralia sebagai induk dan unsur
perluasan lain yang mempunyai hubungan subordinatif dengan nomina penggolong
bilangan, dan nomina ukuran.
Contoh: sembilan belas, dua lusin, dua atau tiga, cetakan pertama, ribuan penduduk.
1) Frasa Koordinatif
Frasa kooordinatif adalah frasa endosentris berinduk banyak, yang secara potensial
komponennya dapat dihubungkan dengan partikel.
Contoh: kaya atau miskin, untuk dan atas nama klien, baik merah maupun biru, entah
suka entah tidak, makin tua makin bermutu.
2) Frasa Apositif
Frasa apositif adalah frasa endosentris berinduk banyak yang secara luar bahasa
komponennya menunjuk pada maujud yang sama.
Contohnya:
Kolokasi disebut juga sanding kata. Kolokasi dibedakan dengan idiom, kata
majemuk, dan frasa karena sanding kata dilihat dari kemungkinan adanya beberapa
kata dalam lingkungan yang sama atau perasosiasian yang tetap antara kata dan kata-
kata tertentu (Kridalaksaan, 1982). Idiom merupakan konstruksi dari unsur-unsur kata
yang saling memilih atau konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan
makna anggota-anggotanya, misalnya panjang tangan berarti pencopet atu pencuri.
Secara garis besar kolokasi dalam bahasa Indonesia dibedakan diklasifikasi menjadi
dua, yaitu:
a. Kolokasi tipe I A dibentuk oleh nomina yang berciri semantis +insani, +konkret,
+terbilang, sedangkan adjektiva mempunyai ciri semantik +watak atau
+perbuatan.
a. Kolokasi tipe I B dibentuk oleh nomina yang berciri semantis -insani, -konkret,
+terbilang, -bernyawa, +waktu, sedangkan adjektiva mempunyai ciri semantis
+keadaan.
Contoh: iklan penting, malam aman, hari panas.
a. Kolokasi tipe I C dibentuk oleh nomina yang berciri semantis -insani, -konkret,
+terbilang, -bernyawa, +kelompok, sedangkan adjektiva mempunyai ciri semantis
+keadaan.
a. Kolokasi tipe I D dibentuk oleh nomina yang berciri semantis -insani, +konkret,
+terbilang, -bernyawa, +bagian tubuh, sedangkan adjektiva mempunyai ciri
semantis +keadaan.
a. Kolokasi tipe I E dibentuk oleh nomina yang berciri semantis -insani, -konkret,
-terbilang, -bernyawa, sedangkan adjektiva mempunyai ciri semantis +kualitas.
a. Kolokasi tipe I F dibentuk oleh nomina yang berciri semantis +insani, +konkret,
+terbilang, sedangkan adjektiva mempunyai ciri semantis +keadaan diri.
a. Kolokasi tipe I G dibentuk oleh nomina yang berciri semantis +insani, +konkret,
+terbilang, sedangkan adjektiva mempunyai ciri semantis +usia.
a. Kolokasi tipe I H dibentuk oleh nomina yang berciri semantis -insani, +konkret,
+terbilang, sedangkan adjektiva mempunyai ciri semantis +warna.
a. Kolokasi tipe I I dibentuk oleh nomina yang berciri semantis -insani, +konkret,
+terbilang, -bernyawa, sedangkan adjektiva mempunyai ciri semantis +ukuran.
a. Kolokasi tipe I J dibentuk oleh nomina yang berciri semantis -insani, +konkret,
+terbilang, -bernyawa, sedangkan adjektiva mempunyai ciri semantis +keadaan.
Contoh: bibir sumbing, dada bidang, jari lentik.
a. Kolokasi tipe I K dibentuk oleh nomina yang berciri semantis -insani, -konkret,
-terbilang, bernyawa, sedangkan adjektiva mempunyai ciri semantis +keadaan.
a. Kolokasi tipe I L dibentuk oleh nomina yang berciri semantis -insani, +konkret,
+terbilang, -bernyawa, sedangkan adjektiva mempunyai ciri semantis
+lingkungan.
Hangat-hangat kuku
Kuning langsat
Merah darah
bab3
KLASIaFIKASI KLAUSA
3.1 Pengantar
Berdasarkan potensinya untuk dibentuk menjadi kalimat, klausa dapat dibagi menjadi
klausa bebas dan klausa terikat.
3.3 Klausa Berdasarkan Fungsi
3.3.1 Subjek
Subjek adalah bagian klausa yang berwujud nomina atau frasa nominal yang
menandai apa yang dinyatakan oleh pembicara.
3.3.2 Objek
Objek adalah bagian klausa yang berwujud nomona atau frasa nomina yang
melengkapi verba transitif. Objek dapat dibagi menjadi dua yaitu objek langsung dan
objek tak langsung.
Contoh objek tak langsung : bibi sedang menanak nasi untuk kita semua.
Klausa keterangan adalah klausa yang menjadi bagian luar inti, yang berfungsi
meluaskan atau membatasi makna subjek atau makna predikat.
Contoh:
Klausa verbal terdiri atas klausa verbal aktif transitif dan klausa verbal aktif
taktransitif.
Klausa verbal aktif transitif adalah klausa yang predikat verbalnya mempunyai
sasaran dan atau mempunyai objek.Contoh:
Klausa verbal aktif transitif resiprokal adalah klausa yang subjeknya melakukan
pekerjaan yang disebutkan predikat verbalnya, tetapi secara berbalasan atau klausa
yang subjeknya saling melakukan pekerjaan yang disebutkan predikat verbalnya.
Contoh: Ia berpandangan dengan ibunya.
Klusa verbal pasif adalah klausa yang menunjukkan bahwa subjek dikenai pekerjaan
atau sasaran perbuatan seperti yang disebutkan dalam predikat verbalnya.
Klausa verbal aktif taktransitif adalah klausa yang predikat verbalnya tidak
mempunyai sasaran dan tidak mempunyai onjek.
Contoh: kelakuannya menjadi-jadi, pengetahuan kita bertambah, dan lain-lain.
Contoh: adik ke Bandung, ayahku nelayan, dia sedang sakit, dan lain-lain.
Contoh:
Contoh:
Contoh: Ia tidak hanya rajin dan pandai, tetapi juga teliti dan rendah hati.
Contoh: Budaya daerah harus dijaga, tetapi budaya luar baik jangan ditolak.
Aku harus bersekolah dengan sengsara atau berhenti, lalu mencari uang.
Dia duduk merenungkan masa lalu ataukah sedang merancang masa depan?
Kata hubung yang digunakan adalah sebab, karena, dan oleh karena.
Contoh:
b. Saya tidak tahu apa sebab dia tidak mau datang ke pertemuan itu.
Kata hubung yang digunakan adalah untuk, demi, agar, supaya, dan biar.
Kata hubung yang digunakan adalah jika, kalau, jikalau, dan asalkan.
Contoh: Saya mau datang ke pertemuan penting itu jika anda datang juga.
Contoh: Kami terbiasa hidup sederhana sedari kami masih baru saja menikah.
2) Waktu Bersamaan
Ditandai dengan kata hubung ketika, pada waktu, (se)waktu, seraya, serta, sambil,
semantara, selagi, selam, dan tatkala.
Contoh: Mereka datang ketika kami sedang duduk-duduk di teras rumah sore hari.
3) Waktu Berurutan
Ditandai dengan kata hubung sebelum, sehabis, setelah, sesudah, seusai, dan begitu.
Contoh: Sesudah pulang sekolah, dia membantu orang tuanya bekerja di ladang.
Contoh: Aku harus belajar dan berjuang keras sampai cita-citaku tercapai.
Ditandai dengan kata hubung sungguh (pun), sekalipun, dan kendati (pun).
Contoh: Dia rela anaknya pergi belajar walaupun harus jauh dari kampung halaman.
Contoh:
Petinju itu menang dengan cara mengelakkan setiap pukulan yang datang.
Contoh: Sekarang aku baru tahu (bahwa) anak itu ternyata sangat rajin.
Ditandai dengan kata hubung dengan, tidak dengan, memakai, dan menggunakan.
Hubungan komparatif mempersyaratkan perbedaan taraf antara klausa utama dan klausa
subordinatif. Bentuk persamaan yang digunakan adalah lebih/kurang +dari atau
lebih/kurang + adjektiva +daripada, seperti:
Contoh: Semburan Lumpur panas itu makin lama makin besar sehingga kami hampir
tidak mampu lagi mengatasinya.
Klausa subordinatif pada hubungan pengandaian berisikan andaian atas sesuatu yang
terdapat pada klausa utama.
Contoh: Andaikata saya merpati, tentu sudah aku terbangi laut yang luas itu.
Andaian jenis ini menggunakan kata penghubung jika, kalau, ikalau, apabila, dan
bilamana.
Contoh: Mengapa ayah diam saja sejak tadi? Jangan-jangan ayah marah kepada kita.
Contoh: Kita berdoa sajalah, kalau-kalau ia juga datang pada hari ini.
Kata hubung yang digunakan adalah agar, semoga, moga-moga, dan mudah-mudahan.
Contoh: Kami memohon semoga bapak mau memaafkannya.
BAB 4
KLASIFIKASI KALIMAT
Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai intonasi
final (kalimat lisan), dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa.
Kalimat dasar adalah kalimat yang terdiri atas unsur-unsur pokok. Jadi kalimat dasar
adalah kalimat yang belum mengalami perluasan.
Untuk mengetahui subjek sebuah kalimat, kita dapat mengajukan pertanyaan dengan
menggunakan unsur predikat sebagai tumpuan. Misal, apa yang……..? atau siapa
yang…….?
Kalimat tunggal adalah kalimat yang mempunyai satu subjek dan satu predikat, Semua
kalimat dasar adalah kalimat tunggal. Kalimat tunggal sapat diperoleh dari beberapa segi.
b) Kalimat tunggal adalah kalimat dasar yang diperluas dengan berbagai keterangan.
3) Subjek (KB) + Predikat (KK) +Objek (KB) +Objek (KB) osen membawakan
saya buku Biologi
Untuk menciptakan beragam kalimat tunggal, enam pola kalimat dasar di atas dapat
diperluas atau dipermutasikan unsur-unsurnya.
Pola 1 adalah pola kalimat yang hanya mengandung unsur subjek nomina dan unsur
predikat verba.
Pola 2 adalah pola kalimat yang bersubjekkan nomina dan berpredikat verba, dan
berobjek nomina.
Pola 3 adalah pola kalimat yang bersubjekkan nomina dan berpredikat verba, dan
berobjek kedua nomina.
Pola 5 adalah pola kalimat yang bersubjekkan nomina dan berpredikat numeralia.
Keenam pola kalimat dasar itu dapat diperluas dengan unsure keterangan.
Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang terdiri atas dua kalimat tunggal
atau lebih yang digabungkan dengan kata hubung yang menunjukkan kesetaraan, seperti
dan, atau, sedangkan, dan tetapi.
Kalimat majemuk taksetara terdiri atas unsur anak kalimat dan induk kalimat.
Contoh: Saya akan sulit sampai di kantor jika pagi-pagi sekali hari sudah hujan.
Kalimat majemuk taksetara atau kalinat majemuk bertingkat dapat juga dirapatkan jika
terdapat unsure subjek yang sama.
Dapat dirapatkan menjadi Karena mereka sudah menyelesaikan tugas, mereka boleh
mengambil tanda terima.
Jika dibandingkan dengan pendapatan pegawai negeri, pendapatan pegawai swasta jauh
lebih besar.(benar)
Contoh: Karena pembicaraan mengenai pemecahan atom belum rampung, kami terpaksa
bekerja sampai malam dan melakukan pembagian kerja dengan lebih baik lagi.
Jika kalimat majemuk diawali oleh unsure utama, lalu diikuti oleh unsur tambahan (induk
kalimat diikuti anak kalimat), gaya penyajian tersebut disebut gaya penyajian melepas.
Jika kalimat majemuk diawali anak kalimat dan didikuti induk kalimat, gaya penyajian
tersebut disebut gaya penyajian berklimaks.
Contoh: Karena penjarah berbaju hitam, petugas keamanan tidak dapat mengenali para
penjarah tersebut.
Contoh: Stabilitas nasional mantap, masyarakat dapat bekerja dengan leluasa, dan
masyarakat dapat beribadah dengan tenang.
Dipakai jika penutur ingin menyatakan sesuatu dengan lengkap ketika ia ingin
menyampaikan informasi kepada lawan bicaranya.
Dipakai jika penutur ingin memperoleh informasi atau reaksi yang diharapkan.
Dipakai jika penutur ingin menyuruh atau melarang orang melakukan perbuatan.
e.Kalimat Seruan
Dipakai jika penutur ingin mengungkapkan perasaan yang kuat atau yang mendadak.
Adalah kalimat yang memiliki kemampuan untuk memunculkan gagasan pada pemikiran
pendengar atau pembaca seperti apa yang ada dalam pikiran penulis.
Contoh: Kejaksaan Agung akan menayangkan wajah para koruptor yang menjadi
buronan di televisi.
Kalimat tersebut tidak efektif karena yang dimaksudkan adalah menayangkan di televisi
wajah koruptor yang menjadi buronan.
Yang dimaksudkan kesepadanan struktur adalah kesepadanan antara pikiran dan struktur
bahasa yang digunakan.
Contoh: Bagi mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang kuliah pada akhir
bulan September. (salah)
Mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang kuliah pada akhir bulan
September.(benar)
Contoh: Kami datang agak terlambat. Sehingga kami tidak dapat mengikuti acara
pertama. (salah)
Kami datang agak terlambat sehingga kami tidak dapat mengikuti acara pertama.(benar)
Yang dimaksud adalah kesejajaran atau kesamaan bentuk kata yang digunakan dalam
kalimat itu. Kalau bentuk pertama menggunakan nomina, bentuk kedua dan seterusnya
juga harus menggunakan nomona.
Contoh: Kebobrokan perusahaan itu tersembunyi dengan rapat dan penutupannya dengan
sangat cermat. (salah)
Kebobrokan perusahaan itu tersembunyi dengan rapat dan tertutup dengan cermat.
Contoh: Harapan Presiden ialah agar kita semua membangun bangsa dan negara ini
dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab. Unsur yang ditegaskan dalam
kalimat itu aslah harapan Presiden.
Yang dimaksud dengan penghematan kata adalah hemat dalam menggunakan kata, frasa,
atau bentuk lain dan tidak menggunakan apa pun yang dianggap tidak perlu.
Contoh: karena dia tidak diundang, dia tidak dating ke pesta itu.(salah)
BAB 5
SYARAT-SYARAT PARAGRAF
Sebuah paragraph harus memiliki sebuah gagasan utama. Gagasan utama adalah gagasan
dasar tentang sesuatu, yang menjadi tumpuan berpikir bagi penulis untuk memunculkan
gagasan berikutnya.
Sebuah paragraf harus merupakan satu gagasan yang utuh, artinya jika dilepaskan dari
teks, sebuah paragraf sudah memiliki satu gagasan yang utuh dan jelas. Paragraf yang
disusun dengan runtut (kohesif) ditandai oleh berpautnya kalimat yang satu dengan
kalimat yang lain yamg ada di dalamnya. Paragraf yang disusun dengan padu
(koherensif) ditandai oleh berpadunya gagasan yang tedapat dalam setiap kalimat yang
membangunnya.
1) Hubungan Ensoforis
Unit Konteks kalimat dinilai dengan UKBI yang terbatas. Begitu pula halnya dengan
penilaian unit kerja lapangan.
Hasil yang optimum itu memerlukan proses yang panjang dan waktu yang lama serta
ketelitian yan tinggi. Hasil yang begitu (bagus) itu………
Setiap orang dilarang membunuh gajah, kura-kura, dan burung. Kalau ada yang
melanggar laranga tersebut, pelanggar dapat dihukum.
Untuk menjaga kelestarian hidup gajah dan kura-kuara hijau, setip orang dilarang
membunuh gajah dan kura-kura tersebut itu.
b) Hubungan Eksoforis
Contoh: Hafid melihat ada makanan di atas meja makan, lalu ia bertanya, “Makanan
siapa ini? Boleh saya makan , Bu?”
2) Hubungan Penggantian
Ria dan Eka kemarin siang bersama-sama pulang ke Bogor. Mereka berdua naik
kereta api.
3) Hubungan Pelesapan
Ditandai oleh lesapnya unsur kalimat karena tidak dinyatakan secara tesurat atau
tidak diucapkan pada kalimat berikutnya.
“Sudah dua hari saya sakit dan sudah dua hari pula (saya) tidak masuk kerja.
Sementara itu, bahan makanan di rumah sudah tidak ada lagi. Saya tidak tahu entah
dari mana (saya) akan dapat makan.
6) Pengulangan
Misalnya: Ketentuan untuk menggunakan baju seragam putih-putih pada hari Senin
hanya berlaku bagi anak-anak sekolah dasar di Kecamatan Ciluer. Anak-anak itu
harus segera diberi tahu mengenai ketentuan itu agar mereka bias menyiapkan segala
sesuatu yang diperlukan anak itu.
(b) Penominalan
(a) Sebelum memangku jabatannya, setiap calon terpilih harus mengucapkan sumpah
dan janji setia. (b) Pengucapan sumpah dan janji setia tersebut…….
Contoh: Jika terjadi kematian warga Negara, instansi yang ditunjuk wajib mencatat
kematian warga Negara itu.
Contoh: Catatan peristiwa itu amat penting untuk penyelidikan. Untuk itu, diperlukan
keseriusan dan kecermatan yang tinngi dari pihak-pihak yang berkepentingan.
a. Hubungan sebab akibat: oleh karena itu, dengan demikian, jadi, akibatnya.
b. Hubungan pertentangan: sebaliknya, akan tetapi, namun, padahal, meskipun
demikian dsb;
c. Hubungan syarat: kalu begitu, kalau demikian, jika begitu dsb;
d. Hubungan penjumlahan: lagi pula, lain dari itu, di samping itu, dsb;
e. Hubungan urutan waktu: kemudian, setelah itu, lalu, dsb;
f. Hubungan cara: dengan demikian, dengan itu, dsb;
g. Hubungan lebih: bahkan, malah, lebih-lebih, dsb;
h. Hubungan pertalian untuk menandai manfaat: untuk itu;
i. Hubungan perangkaian: akhirnya, dengan kata lain, berkaitan dengan itu, dsb.
5.3 Simpulan
1. Kalimat yang terdapat di dalam sebuah paragraf dapat berurutan atas kalimat
tunggal, kalimat koordinatif, dan kalimat subordinatif, atu sebaliknya.
2. Pada umumnya, paragraf memiliki kalimat tema, yang biasanya diletakkan pada
bagian awal, tengah, atau akhir paragraf.
3. Kalimat yang diletakkan pada bagian awal, tengah, atau akhir paragraf biasanya
merupakan perincian lebih lanjut atau penjelasan atas tema.
4. Paragraf juga dapat memiliki bagian pengantar.
BAB 6
6.1 Pendahuluan
Banyak orang menduga bahwa satuan bahasa yang terlengkap adalah kalimat.
Dugaan itu salah sebab sebuah kalimat bagaimanapun bentuknya pasti menjadi
bagian dari sebuah wacana, baik wacana lisan maupun wacana tertulis.
ditandai oleh hubungan antara proposisi dan proposisi bagian-bagian wacana itu.
Contoh: “ Dijual. Butuh uang tunai segera. Sebuah rumah tua, luas tanah 1.500 meter
persegi dan luas bangunan 200 meter persegi. Peminat yang serius harap
menghubungi kami. Kami tidak mempunyai waktu untuk melayani perantara.
a. Konjungsi
a. Elipsis (pelesapan)
Biasanya apa yang dilesapkan di dalam salah satu bagian merupakan ulangan dari
bagian yang lain.
a. Paralelisme
Paralelisme atau kesejajaran bentuk dalam wacana mengikuti pola di antara bagian di
dalam wacana itu.
a. Penggantian (substitusi)
Kami pergi berjalan-jalan ke kota bersama sebagian penduduk desa kami. Mereka
banyak yang memang sama sekali belum pernah melihat keramaian kota. Oleh karena
itu, mereka tampak sangat gembira.
Dengan kecerdasan yang luar biasa serta dilengkapi dengan kecermatan dan
ketelitiannya yang tinggi, saya yakin kelak Ahmad dapat menjadi seorang peneliti
ulung yang berhasil.
BAB 7
7.1 Pengantar
Pada dasarnya, jika dilihat dari segi teknik analisis suatu kalimat, ada dua macam teori
linguistik yang pernah berkembang di Indonesia, secara garis besarnya, yaitu teori
linguistik tradisional dan teori linguistik modern. Perbedaan yang mendasar di antara
kedua teori tersebut terletak pada titik tolak memandang, cara menganalisis, dan cara
mengajarkan bahasa. Teori linguistik tradisional memulai analisis bahasa dengan kata
dan bentuk kata, kemudian sampai pada struktur kalimat. Teori linguistik tradisional
berangggapan bahwa semua bahasa di dunia ini memiliki struktur kalimat yang sama.
Teori linguistik modern memulai analisis bahasa dari kalimat, kemudian beralih ke
unsur yang lebih kecil, yaitu klausa, frasa, kata, morfem, dan fonem yang mendasari
struktur kalimat tersebut (disebut teori linguistik struktural).
Ciri menonjol dari teori linguistik modern atau teori linguistik struktural adalah (1)
pandangan tentang pentingnya hubungan antarunsur bahasa lebih daripada unsur-unsur
itu sendiri, (2) satu-satunya objek linguistik yang benar adalah sistem bahasa (langue),
dan (3) penelitian bahasa dapat dilakukan secara diakronis ataupun sikronis
(Kridalaksana, 1991:7)
Perintis linguistik pada masa Yunani Kuno, Plato (436-33 SM), telah memberikan
prinsip-prinsip dasar linguistik kemudian, perintis linguistik berikutnya, Socrates (469-
39 SM), melanjutkan ide-ide Plato dan Socrates yang berpandangan tentang bahasa.
Perintis lai pada masa Yunani Kuno adalah aristoteles (384-322 SM), yang banyak
menulis buku tentang logika dan linguistik. Aristoteles dianggap sebagai orang yang
memperkenalkan kategori kata (distinct parts of speech). Pemikiran para perintis
linguistik itu hingga sekarang diyakini kebenarannya oleh para linguis di Indonesia. (cf.
Hani’ah dkk.2006)
Linguis yang tergolong kelompok ini m,isalnya Plato, Socrates, Aristoteles, Panini.
Linguis Indonesia yang menggunakan teori tradisional dalam analisis penelitian mereka
seperti Sutan Takdir Alisjahbana dan J.S. Badudu.
Teori sintaksis struktural dimulai dengan diterbitkannya buku Language oleh Leonard
Bloemfield pada tahun 1933. Pengikut Bloemfield yang brilian adalah Noam Chomsky.
Ia melahirkan suatun teori yang disebut teori linguistik transformasi generatif. Pada
tahun 1957 Chomsky menerbitkan buku yang berasal dari disertasinya yang berjudul
Syntactic Structure. Tahun 1957 itulah dianggap tonggak awal berkembangnya aliran
baru dalam linguistik. Dalam teori linguistik transformasi generatif terdapat struktur
dalam (deep structure) dalam pikiran manusia dan strukrur luar (surface structure)
dalam wujud bahasa.
b. bertujuan menemukan apa yang semesta dan teratur dalam memahami dan
menghasilkan kalimat yang gramatikal;
Teori linguistik stratifikasi dilontarkan dan dikembangkan oleh Sidney Lamb dari
Universitas California. Menerbitkan buku pengantar tatabahasa stratifikasi yang berjudul
Outline of Stratificational Grammar tatabahasa stratifikasi mengambil nama dari aneka
ragam strata ‘lapisan’ yang terdapat dalam suatu bahasa.
a. bersifat fungsionalitas;
b. membedakan satuan etik dan satuan emik;
c. analisis gramatika tidak hanya terbatas pada kalimat, tetapi sampai ke wacana;
d. satuan dasar berupa tagmen.
Tokoh teori linguistik tagmemik adalah K.L. Pike, Evelyn Pike, R. Longacre, dan lain-
lain (Kridalaksana, 1991:13)
a. bersifat generatif;
b. mendapat pengaruh dari Pike;
c. dalam semantik dianggap bahwa nomina berhubungan dengan verba dalam
struktur batin berupa berbagai kasus, seperti kasus pelaku, penderita, penerima,
dan sebagainya.
Tokoh teori linguistik kasus adalah W. Chafe. Libguis Indonesia yang pernah
menerapkan teori ini dalam penelitian linguistik adalah D.P. Tampubolon dan Soenjono
Dardjowidjojo (Kridalaksana, 1991:16-17;34)
a. teori ini memberi tempat kepada tiga lapisan fungsi, yakni fungsi semantik, fungsi
sintaktis, dan fungsi pragmatis;
b. tidak mengenal transformasi, filter, dekomposisi leksikal;
c. deskripsi ungkapan bahasa dimulai dengan pembebtukan predikasi dasar yang
dilakukan dengan penyisipan ungkapan ke dalam kerangka predikat;
d. pengungkapan bahasa berjalan dari semantik ke sintaksis terus ke pragmatik dan
berakhir pada apa yang disebutnya expression rules.
Teori linguistik fungsional dipelopori oleh Selain oleh simon Dik, juga danes, Halliday,
A. Martinet, dan Susumu Kuno (Kridalaksana, 1991:18, 28, dan 35)
Lyons (1996:72) tergolong ahli semantik yang sangat berpengaruh. Dia, menguraikan
hubungan antara kegramatikalan (grammaticality) dan kebermaknaan (meaningfulness)
serta keberterimaan (acceptability).
Austin (1968) memperkenalkan konsep tindak bahasa (speech act). Ia membedakan tiga
jenis tindakan dalam konsep tindak bahasa, yaitu tindakan lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
Tindakan lokusi adalah tindakan mengatakan sesuatu atau tindakan membuat suatu
tuturan. Ilokusi adalah tindakan yang dilakukan dalam mengatakan sesuatu atau membuat
pernyataan. Secara konvensional, yang dikategorikan sebagai tindakan ilokusi, antaralain,
adalah tindakan (a) menyapa, (b) menuduh, (c) mengakui, (d) meminta maaf, (e)
menantang, (f) mengeluh, (g) berdukacita, (h) mengucapkan selamat, (i) menyesalkan, (j)
mengizinkan, (k) memberi salam, (l) meminta diri, (m) menghina, (n) memberi nama, (o)
menawarkan, (p) memuji, (q) berjanji, (r) memprotes, (s) berterima kasih, (t) bersulang
(Huurfordv dan Heasley, 1994:244; cf. Kaswanti Purwo 1984:19-20)
Perlokusi adalah tindak bahasa yang mengakibatkan kawan bicara melakukan suatu
tindakan dalam mengatakan sesuatu itu.
Metode dalam linguistik, sebagaimana dalam ilmu-ilmu lain, adalah metode ilmiah, yaitu
berupa siklus empiris, yakni proses yang berlangsung dari metode induktif ke metode
deduktif, dan dari metode deduktif kembali ke metode induktif. Metode induktif
mencangkup empat langkah, yaitu pengamatan data, wawasan atas struktur data,
perumusan hipotesis, dan pengujian hipotesis (Kridalaksana: 1991:11)
TINJAUAN PENULIS
Secara umum, ilmu linguistik (ilmu bahasa) memiliki dua tataran, yaitu tataran fonologi
dan tataran gramatika atau tataran bahasa. Dalam tataran bahasa terdapat bahasan tentang
morfologi dan sintaksis. Sintaksis membicarakan hubungan antarkata dalam tuturan
(speech). Unsur bahasa yang termasuk di dalam lingkup sintaksis adalah frasa, klausa,
dan kalimat.
Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat
nenprediktif (Rusyana dan Samsuri, 1976) atau satu konstruksi ketatabahasaan yang
terdiri atas dua kata atu lebih. Klausa adalah satuan gramatikal yang setidak-tidaknya
terdiri atas subjek dan predikat. Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relative berdiri
sendiri, mempunyai intonasi final (kalimat final), dan secara actual ataupun potensial
terdiri atas klausa.
Pada buku ini telah digambarkan secara jelas mengenai pengertian sintaksis dan
hal-hal apa saja yang dipelajari di dalamnya mulai dari pengertian sintaksis, klasifikasi
frasa, klasifikasi klausa, klasifikasi kalimat, syarat-syarat paragraph, satuan-satuan dalam
wacana hingga teori dan pemikiran linguistic yang berkembang di Indonesia.
Buku ini dikemas dalam bahasa yang sederhana dan mudah dipahami sehingga
pembaca memperoleh kemudahan dalam menelaah maksud penulis. Selain itu, buku ini
juga dikemas dalam bentuk pembahasan per bab sehingga memudahkan pembaca dalam
mempelajari isi buku. Untuk keperluan belajar Sintaksis tataran Mahasiswa Strata Satu
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, buku ini bisa dijadikan sebagai salah satu referensi
belajar sintaksis