Professional Documents
Culture Documents
POKJA – I
TATA RUANG DAN PERTANAHAN
I. LATAR BELAKANG
Kehadiran gempa bumi yang diikuti dengan badai tsunami dahsyat yang
terjadi akhir tahun lalu telah menimbulkan berbagai macam kerusakan di
kawasan pesisir barat Nanggroe Aceh Darussalam, seperti di Kabupaten Aceh
Besar, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Pidie, Kabupaten Bireuen, Kota Banda
Aceh, dan Kabupaten Aceh Utara.
Musibah itu telah menimbulkan kerugian jiwa, harta benda, serta sarana
dan prasarana, yang sangat penting bagi kehidupan manusia, seperti jalan,
jembatan, pelabuhan, dsb. Rumah-rumah banyak yang hancur dan rusak,
yang mengakibatkan banyak warga yang kehilangan tempat tinggal. Mereka
umumnya mengungsi ke tempat-tempat yang tidak mempunyai dampak
langsung terhadap bencana.
Kerusakan yang terjadi umumnya diakibatkan oleh besarnya energi
yang menghantam kawasan pesisir, sehingga bangunan-bangunan yang
umumnya tahan gempa ikut ambruk akibat hempasan itu. Puing-puing
bangunan yang ikut serta dalam gelombang itu pun menjadi sangat berbahaya
bagi objek-objek yang dilaluinya. Keleluasaan gelombang itulah yang membuat
banyak kerusakan dan kerugian yang ditimbulkan.
Berpijak dari model dan banyaknya kerusakan yang terjadi, nampak
sekali bahwa sistem pengamanan kawasan pantai masih belum optimal.
Kawasan pesisir, yang umumnya disabuki oleh tanaman-tanaman pantai
seperti bakau, kelapa, dsb, keberadaannya sudah berkurang. Padahal
tanaman-tanaman tersebut memiliki manfaat yang cukup spesifik dalam
mengurangi energi hantaman tsunami.
1
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
1.1 Tujuan
Berkaitan dengan latar belakang yang telah diuraikan di atas, ada
beberapa tujuan yang diharapkan sebagai produk dari Pokja I UAR+ ini, yaitu :
1. Memberikan gambaran terhadap kerusakan kawasan dan kondisi
sebenarnya pasca tsunami.
2. Memberikan penilaian dan pertimbangan kelayakan terhadap program tata
ruang yang akan dijalankan.
3. Menyusun strategi dan usulan program tata ruang untuk menata ulang
kehidupan masyarakat Aceh.
1.2 Sasaran
1. Menghasilkan program tata ruang yang dapat memperbaiki tatanan
kehidupan warga.
2. Menghasilkan langkah-langkah strategis untuk merehabilitasi kawasan
terkena bencana.
2
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
1.4 Tantangan
1. Terbatasnya data-data yang representif yang digunakan dalam menilai
kebutuhan dan pertimbangan kelayakan.
2. Terbatasnya waktu dalam melakukan survey-survey.
II. RONA
Untuk memahami kondisi real suatu wilayah diperlukan adanya
gambaran diskripsi wilayah tersebut untuk menjelaskan penampakan yang ada.
Penjelasan tersebut akan terkait dengan kondisi sebelum tsunami, pasca
tsunami dan kemungkinan akan terjaid pada masa akan datang. Disamping itu
3
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
4
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
5
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Zona ini yang memisahkan antara perkampungan dengan garis pantai. Saat
tsunami, zona ini sebagian besar rusak, dan pohon bakau umumnya
terbongkar akarnya sehingga bertumbangan, bahkan terbawa air dan
menghantam perkampungan penduduk. Namun setelah tsunami, zona ini tidak
mengalami penurunan muka tanah, bahkan semakin meninggi oleh pasir laut.
Di Pantai Barat, zona ini umumnya berupa rawa-rawa (Daerah Gambut dengan
tanaman sejenis pohon nipah, bakau, sejenis pandan besar. Luas wilayah ke
darat terkadang hanya 500m dan secara lingkungan sering membentuk
Laguna. Saat tsunami, laguna hamper menyatu dengan laut, akibat terkikis
pantai. Sedang di pesisir yang kering dan air pasang laut sangat jarang naik
kecuali musim Barat, sering ditanami penduduk berupa perkebunan pohon
kelapa, yang luas wilayah ke arah darat sekitar 20-30 baris pohon kelapa. Saat
Tsunami, air laut melewati kawasan perkebunan kelapa dan hampir tidak ada
pohon kelapa yang rusak, namun tanaman lainnya hancur bersamaan
terbongkarnya permukaan tanah.
Di kawasan perkotaan sebelum tsunami, zona pasang surut hampir tertutupi
oleh pembangunan bangunan kota (lihat kota Banda Aceh: kawasan Uleleue,
Kp. Pande, Lampaseh, Lambaro Skep, Tibang, Lingke;), sehingga saat tsunami
kawasan ini hancur dan meninggalkan genangan air. Namun setelah 2 bulan
tsunami, kawasan tersebut sebagian menjadi tempat pembuangan bengkalai
yang menutup pertapakan rumah maupun tambak. Disamping itu beberapa
kawasan menampakkan kesuburan permukaan tanah yang ditandai
tumbuhnya rerumputan.
6
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
secara zonase dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu: kawasan kota Rusak
Berat, Rusak Sedang dan Rusak Ringan.
Kota Banda Aceh merupakan ibukota Propinsi NAD, mengalami ketiga
tingkatan kerusakan yang meliputi luasan cukup signifikan. Secara meruang
tsunami hanya melanda kawasan Utara kota yang dibatasi oleh poros jalan
Timur –Barat Kota Banda Aceh. Terdapat 3 tipe kerusakan yang dapat
diidentifikasi, yaitu:
• Kerusakan Berat ditandai dengan terbongkarnya pondasi bangunan dan
terjadi perubahan topografi kawasan. Hal tersebut terjadi pada kawasan yang
dekat dengan pantai, terdapat permukiman penduduk yang padat dan
sebagian bagian dari wilayah bersejarah kota Banda Aceh (masa Kesultanan
Aceh). Banyak terdapat peninggalan bersejarah berupa makam tua (masa
Kesultanan). Sebelum tsunami, perkampungan terbentuk umumnya secara
organic dan merupakan tanah turun menurun yang ditandai oleh adanya
perkuburan keluarga. Setelah tsunami kawasan ini hancur. Saat ini kawasan
tersebut telah dibersihkan (dilakukan Land Clearing). Kondisi tersebut telah
mengaburkan batas pemilikan lahan, pola-pola perkampungan, pusat kampong,
perkuburan, bahkan objek penting lainnya. Wilayah ini meliputi kawasan
Uleuleue, Pande. Namun beberapa bangunan mesjid selamat.
Sedang kawasan lainnya merupakan kawasan pertambakan/rawa-rawa yang
sekitar tahun 1980-an terjadi pertumbuhan permukiman dengan sistem
reklamasi mengikuti perkembangan kota Banda Aceh. Kawasan Lampaseh
(akibat pertumbuhan permukiman kota dan pertumbuhan Uleuleue), Kawasan
Kajhu (akibat perkembangan yang terkait dengan Unsyiah). Saat ini kawasan
tersebut menjadi daerah berair dan tempat pebuangan bengkalai.
• Kerusakan Sedang, ditandai dengan rusaknya sebagian konstruksi
bangunan, kondisi tanah secara umum tidak rusak. Kawasan ini umumnya
7
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
perumahan kota, padat. Secara fisik, lingkungan yang ada tidak berubah.
Contoh kawasan tersebut: Punge, Pelanggahan, Kp. Mulya, Lingke.
• Kerusakan Ringan, ditandai dengan rusaknya kualitas bangunan tanpa
kerusakan struktur bangunan (kerusakan arsitektural). Bangunan yang ada di
kawasan ini cepat mengalami normalisasi oleh pemilik bangunannya, sehingga
tidak ada kendala bagi dimulainya kehidupan perkotaan. Kawasan tersebut
berada di pusat Kota dan sepanjang koridor jalan utama kota
Kerusakan Kota Banda Aceh menyebabkan lumpuhnya kegiatan ekonomi,
social, budaya, masyarakat kota, sehingga terjadi perpindahan sementara
aktivitas kota ketempat yang lain. Untuk kegiatan Ekonomi berpindah ke arah
Lambaro, Kegiatan perkantoran berpindah ke arah Kawasan Geuce, Jl.
Sudirman. Sedang kegiatan budaya ke agamaan berkembang di setiap mesjid
yang ada. Bahkan beberapa mesjid yang selamat dari tsunami, menjadi pusat
kegiatan masyarakat.
Pusat Kota berfungsi kembali setelah sekitar 3 minggu setelah tsunami yang
ditandai dengan berfungsinya mesjid Raya Baiturrahman. Kota Meulaboh
sebagai ibukota Aceh Barat, mengalami kerusakan total dikawasan kota
lama(Ujung Karang, Kp. Belakang, Ujung Kalak, Padang Sirahet, Pesisir
Meireubo) dan sepanjang pesisir sejauh 500m-1500m. Namun secara
fungsional, fasilitas kota tidak mengalami kerusakan yang berarti, sehingga
kota Meulaboh tidak mengalami kelumpuhan karena fasilitas, namun lebih
karena factor manusianya.
Pusat Kota Meulaboh yang baru (RUTRK 1991) berada sekitar 3-4 Km dari
pantai yang ditandai oleh mesjid Agung (bangunan baru) yang berada pada
daerah Sineubok. Fasilitas pemerintahan baru, kesehatan, perumahan baru
berada di sekitar kawasan tersebut. Kawasan ini tidak mengalami kerusakan
sama sekali.
8
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
9
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
10
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
11
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
ditata kembali sistem sirkulasi lalu lintas dan jalan, sehingga aman
dilalui ketika keadaan tiba-tiba menjadi darurat. Ini bisa dilakukan
dengan membuat sistem jalan grid pada bagian-bagian tertentu dan
meninjau kembali hirarki jalan yang ada.
d. Penempatan fasilitas penunjang
Fasilitas penunjang, seperti TPA, perlu mendapat perhatian. Karena
keadaannya akan mempengaruhi kawasan sekitar. Hal ini perlu
dilakukan untuk menghindari terjadinya pencemaran lingkungan
yang pada akhirnya membahayakan penduduk yang bermukim di
sekitar tempat tersebut.
12
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
13
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
14
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
15
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
mengurangi energi tsunami, seperti beberapa jenis bakau, kelapa, dsb, yang
juga bermanfaat untuk tujuan konservasi lingkungan hidup.
Dengan demikian maka kebutuhan untuk menata permukiman ini layak
dilakukan.
5.1 Strategi
Ada beberapa strategi yang dilakukan dalam kaitannya dengan tata ruang ini,
yaitu :
1. Menyiapkan rencana atau program-porgram untuk memfungsikan kembali
permukiman kota beserta lingkungannya yang terkena bencana.
2. Menyiapkan lahan cadangan untuk pengembangan kawasan-kawasan
perkotaan baru.
3. Menyiapkan areal yang akan dimanfaatkan untuk daerah konservasi dan
zona penyangga.
16
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
2. Penataan Kawasan
Pembuatan rencana detail zona
Pembuatan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) pada kawasan-
kawasan khusus (bangunan, taman, dsb).
Pembuatan Detail Engineering Design (konstruksi bangunan, buffer zone, dan
escape fasilities).
Pembuatan building code untuk bangunan tahan gempa dan tsunami.
3. Penataan Permukiman
Kajian konstruksi tahan gempa dan tsunami
Kajian bentuk rumah yang sesuai karakter pemilik, misalnya rumah nelayan,
petani, dsb.
Pembuatan site plan untuk buffer dan escape facilities
Penataan kembali hirarki jalan dan akses untu escape.
Kajian struktur tanah untuk permukiman
Perbaikan permukiman yang mengalami kerusakan
17
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
HASIL REVIEW
Secara umum Draft Rencana Tata Ruang Kota Banda Aceh Pasca Tsunami
telah memenuhi beberapa pertimbangan, khususnya dari aspek geografis (lingkungan
Fisik). Berdasarkan hal di atas terdapat beberapa hal yang perlu dicermati:
1. Perencanaan Kota Banda Aceh yang dikerjakan oleh pusat, memiliki visi dan misi
yang kurang jelas. Produk yang dihasilkan adalah sebuah perencanaan yang
menghindari bahaya laut dan tidak bersahabat dengan kondisi alam yang telah
ada. Selain itu, kurang memfokuskan pada aspek Masyarakat Aceh yang islami)
2. Konsep Ruang Kota sangat teknis dan hanya pertimbangan efek dari Tsunami
3. Kota Banda Aceh terbagi dalam 3 zona yang peruntukannya sangat bernuansa
geografis (perhatikan dasar pertimbangannya)
4. Kawasan Buffer yang tidak jelas karakter pengembangannya,
18
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
PEMBAHASAN
1. Pengembangan Kota Banda Aceh yang direncanakan terkesan tidak memiliki
visi yang jelas, seperti membangun kota baru yang takut dengan laut (laut hanya
dilihat sebagai ancaman). (Lihat latar belakang pada point 1.2. yang tidak
menyinggung aspek masyarakat Aceh yang Islami)
Kota Banda Aceh saat ini merupakan kota yang telah diletakkan dasar-
dasarnya sejak masa awal kerajaan kesultanan Aceh (abad XIII). Konsep kota yang
Islami (mungkin juga hasil percampuran dengan konsep kota Hindu), telah
menempatkan posisi strategis bagi: Mesjid Raya, Pendopo (dahulu Istana Sultan),
dan kawasan Bandar di sekitar sungai Kreung Aceh. Peran sentral Mesjid dan
pendopo bagi masyarakat kota Banda Aceh, terus berkembang hingga kini. Nilai
Islami terlihat bahwa tidak ada pemisahan antara kehidupan agama dan dunia yang
terlihat dalam zona kegiatan keduanya.
Hasil Studi tentang peran mesjid Raya (Elysa, 2000), masyarakat Aceh masih
sangat menghormati dan mengorientasikan diri bagi mesjid Raya ini, kemudian
kegiatan lainnya mengikuti.
Jika ingin membangun Kota Banda Aceh (Aceh secara umum), nilai yang
diemban mesjid harus menjadi focus utama. Pilihan tempat harus dimulai dari:
19
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
dimana dan bagaimana meletakkan Mesjid Raya (note bene: harus mampu menyaingi
Mesjid Raya Yang Ada). Hal ini tidak perlu menjadikan kita pesimis, karena Sultan
awal Aceh, mampu memindahkan keseluruhan aktivitas dari kota Lamuri ke Kota
banda Aceh setelah 2 abad.
Di sisi lain, masyarakat Aceh sejak dahulu terkenal sebagai masyarakat bahari
yang sangat demokrasi, mandiri dan religi. Perdagangan antar pulau sudah
membentuk masyarakat Aceh sebagai pedagang antar pulau, dan budaya yang
berkembang adalah budaya kelautan. Sehingga laut bukan menjadi daerah belakang.
Laut merupakan harapan hidup. Artinya banyak kegiatan ekonomi dimulai dari
kawasan laut.
2. Konsep Ruang Kota sangat teknis dan hanya pertimbangan efek dari Tsunami.
Secara konsepsi ruang, tidak terlihat aspek Islami, karakter masyarakat dan
sejarah kota, demikian karena terkait dengan visi (lihat point 1.3).
Beberapa pemikiran yang memuat 3 aspek di atas, yaitu konsep:
• Mengembalikan kawasan jejak-jejak perjalanan sejarah kota Banda Aceh
• Pantai merupakan bagian “depan/ terpenting” dari kota.
• Ditambahkan membangun kota yang Islami dan Bersejarah (catt: Sejarah Kota
Banda Aceh terkait dengan sejarah pertama sekali Islam masuk ke Indonesia,
sehingga eksistensi Indonsesia juga nampak dari adanya peninggalan yang
terbuktikan).
3. Kota Banda Aceh terbagi dalam 3 zona yang peruntukannya sangat bernuansa
geografis (perhatikan dasar pertimbangannya).
Tampak sangat kasat mata, zona dibuat hampir mempertimbangkan jarak
jangkau tsunami. Pendekatan mengamankan asset pembangunan memang ada
20
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
21
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
6. Letak CBD Baru, hanya mengikuti gerak pasar (kegiatan ekonomi utama) yang
ada saat ini, (cermati kegiatan pasar ini sebelum Tsunami)
Lambaro menggeliat karena pasar Aceh dan Peunayong tidak berfungsi secara
fisik, namun sebagai “pasar” yang terkait dengan peran kota Banda Aceh dengan
Mesjid Raya Sebagai central kehidupan, maka kawasan Lambaro, akan sulit
berkembang. Kecuali akan ada mesjid Raya sekaliber yang sekarang di sekitarnya.
Kalaupun lokasi kawasan pemerintahan akan dikembangkan di sekitar lambaro,
namun kegiatan pemerintahan tidak menjadi orientasi masyarakat Aceh secara umum,
kecuali pegawai negeri. Aktivitas harian masyarakat termasuk rekreasi adalah di
sekitar mesjid raya, sehingga secara logika di mana banyak terdapat penumpukan
massa maka akan muncul kegiatan ekonomi dalam arti yang sebenarnya.
22
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
23
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
BAB II
POKJA – 2
LINGKUNGAN DAN SUBER DAYA MANUSIA
I. LATAR BELAKANG
Gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada hari minggu, 26 Desember
2004 di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara
(Sumut), telah meluluh lantakkan kehidupan masyarakat, struktur
perekonomian, dan infrastruktur. Gempa yang berkekuata 9.0 pada skala
richter dan berpusat di dasar laut dengan kedalaman antara 20 sampai dengan
530 km ini, diikuti oleh gelombang tsunami yang sangat tinggi, sehingga
menghancurkan lingkungan dan sumber daya alam di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam (NAD) sampai jarak 5 km dari garis pantai.
Gempa bumi dan tsunami tersebut yang telah melanda sebagian besar wilayah
pesisir Provinsi NAD dan sebagian Provinsi Sumatera Utara (Sumut), perlu
ditanggapi secara cepat, positif, konkret, konstruktif, dan terkoordinasi,
sehingga perencanaan dan pelaksanaan pembangunan kembali wilayah
terlanda bencana dapat berjalan dengan baik. Bencana ini telah membawa
dampak semakin meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengevaluasi
dan memformulasikan konsep penataan ruang yang terintegrasi, baik di
tingkat nasional maupun di tingkat di bawahnya, dengan memperhatikan
unsur lingkungan dan sumber daya alam.
Penyusunan rencana induk tata ruang selayaknya mengikuti
pendekatan ekologi lingkungan dengan memperhatikan potensi bencana dan
potensi dayadukung pada suatu wilayah. Aspek lingkungan dan sumber daya
alam perlu mendapatkan prioritas dalam penyusunan kerangka rehabilitasi dan
rekonstruksi kawasan yang terlanda bencana di NAD dan sebagian Sumut.
Perubahan garis pantai akibat tsunami telah menyebabkan pergeseran
tataruang pemukiman dan meningkatkan kebutuhan ruang baru untuk
24
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
25
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
26
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
27
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
1
Data pada bagian ini dikutip dari Makalah POKJA II Bappenas, yang disampaikan dalam Lokakarya
Penjaringan Aspirasi Masyarakat, pada tanggal 4 Maret 2005, di Banda Aceh.
28
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
29
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
30
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
2.2. Kerusakan/Kehilangan
31
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
32
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
33
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Data kerusakan tersebut diatas mungkin lebih besar dari yang sebenarnya,
karena dipastikan adanya kerusakan yang terjadi sebelum bencana tsunami.
Mangrove termasuk jenis tanaman yang sulit mengatasi tantangan alam serta
rentan terhadap pencemaran. Selain itu, mangrove termasuk tanaman yang
tumbuhnya sangat lambat. Untuk mencapai ukuran yang relatif besar,
tanaman mangrove membutuhkan waktu kurang lebih 10 tahun. Saat ini
terdapat 6 juta hektar hutan mangrove di Indonesia dan
600.000 hektar diantaranya rusak parah. Kawasan terparah kerusakannya
adalah di Pantai Utara Jawa serta Pantai Barat dan Timur NAD. Daerah-
daerah yang hutan mangrovenya terpelihara merasakan dampak tsunami
yang lebih ringan. Dengan demikian dipastikan bahwa kerusakan hutan
mangrove di NAD telah terjadi sebelum terjadi bencana tsunami.
34
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
35
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
36
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
saran kerja lingkup instansi pertanian di Banda Aceh yang mengalami rusak
berat dan perlu rehabilitasi total atau pembangunan kembali sebanyak 5 buah,
yang terdiri dari : (i) kantor Kimbun Dinas Perkebunan, (ii) Kantor Dinas
Peternakan, (iii) Balai Karantina Tumbuhan dan Hewan di pelabuhan laut, (iv)
kantor Badan Ketahanan Pangan, dan (v) Balai Proteksi Tanaman Pangan
dan Hortikultura. Selain bangunan gedung yang rusak, juga sarana penting
untuk menunjang fungsi pelayanan kantor tersebut mengalami kerusakan
seperti sarana furniture, pengolahan data, peralatan laboratorium dan
telekomunikasi. Selanjutnya gedung/kantor yang mengalami kerusakan
ringan meliputi kantor Dinas Pertanian Propinsi, dan kantor Balai
Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura
(BPSBTPH) beserta perumahannya. Sedangkan untuk kantor Dinas
Pertanian di kabupaten Meulaboh Aceh Barat diduga kuat mengalami
kerusakan total. Berdasarkan hasil assessment sementara oleh Departemen
Pertanian, lahan sawah milik masyarakat yang mengalami kerusakan berat
(puso) diperkirakan mencapai 23.330 Ha dan ladang 24.345 Ha. Lahan
ladang yang mengalami puso sebagian besar biasanya digunakan untuk
membudidayakan tanaman palawija dan hortikultura dan sedikit perkebunan
kelapa. Tercatat 9 kabupaten/ kota yang terkena tsunami dan mengalami
kerusakan lahan pertanian cukup besar yaitu di: di kabupaten Aceh Besar,
Aceh Barat Daya, Aceh Jaya, Aceh Barat, Bireun, Piddie, Bireun. Sedangkan
jumlah ternak yang mati atau hilang diperkirakan mencapai 1,9 juta ekor yang
sebagian besar adalah ternak unggas, dan sisanya ternak ruminansia seperti
sapi, kerbau, kambing/domba. Kerusakan pada lahan usaha tani tersebut
terjadi juga kerusakan pada antara lain jaringan irigasi, bangunan irigasi,
jaringan saluran di tingkat usaha tani, jalan usaha tani, pematang (sawah),
terasering (lahan kering), serta bangunan petakan lahan usaha tani.
Kerusakan pada lahan akibat gempa dan gelombang tsunami , menyebabkan
masuknya air laut (salinitas) dan tebalnya sendimen, berdasarkan survey FAO
37
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
38
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
20 Aceh Singkil
Jumlah 23,330 102,461 24,345 1,904,587
Sumber : Tim Penanggulangan Bencana Nasional Departemen Pertanian
39
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
40
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
a. Sampel air: pH, suhu, salinitas, oksigen terlarut (DO), DHL, warna, BOD,
COD, TSS, NH3, PO4, NO3, NO2, As, Hg, Sulfida, Fenol, Cu, Cd, Total
coliform, E.coli.
c. Sampel sedimen/lumpur: pH, uji karakteristik dan logam berat (Pb, Cu, Cd,
Mn, Zn, As, Hg)
41
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
42
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
a. Tidak berfungsinya aliran air , drainase dan septic tank, sehingga terjadi
pencemaran pada sumber-sumber air oleh air laut ,lumpur,E-coli dan limbah
berbahaya.
b. Banyak genangan air yang menjadi sarang nyamuk dan bibit penyakit.
43
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Pencemaran Udara
44
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
pabrik PT. Semen Andalas Indonesia, serta sekitar 1.300 industri kecil dan
menengah di Banda Aceh.
45
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Keadaan lingkungan dan Sumber Daya Alam di Provinsi NAD pasca tsunami
dapat di paparkan sebagai berikut:
46
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
47
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
48
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
dangkal, serta pembersihan pantai dan tambak dari sampah serta material
buangan.
10. Masalah utama dibidang lingkungan dan sumberdaya alam yang
memerlukan penanganan segera pasca Tsunami adalah sampah Tsunami
dan Domestik, persediaan sumber air bersih dan sanitasi, kerusakan
ekosistem, dampak pembangunan konstruksi terhadap lingkungan dan
sumberdaya alam serta keterbatasan sarana dan sumberdaya manusia.
11. Sampah tsunami yang relatif cukup banyak perlu ditangani dengan baik
melalui pengurangan volume dengan cara daur ulang, pemanfaatan dan
penggunaan kembali material yang masih baik, serta pemilahan menjadi
material pengolahan lainnya.
12. Sampah tsunami yang terlanjur dibuang pada lahan masyarakat seperti
sawah, tambak, pantai dan tanah rumah harus segera diselesaikan secara
arif sehingga tidak menimbulkan sengketa dikemudian hari, dan perlu
segera dilakukan suvey lebih lanjut untuk mencari tempat pembuangan
akhir (TPA) sampah tsunami dan sampah domestik yang ramah lingkungan.
13. Selain penempatan TPA perlu dipertimbangkan pula kelengkapan Instalasi
Pengolah Limbah Tinja (IPLT) , Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) dan
limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) serta Insinerator bagi limbah
rumah sakit.
14. Penanganan dan pembersihan sampah tsunami mengakibatkan sejumlah
saluran pembuangan tersumbat, sehingga sistim drainase kota dan
pemukiman penduduk tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu perlu
penanggulangan segera, baik pembersihan, maupun pemeliharaan atau
perbaikan sistem, agar tidak memicu bahaya banjir dan menimbulkan
berbagai penyakit pada masyarakat di sekitarnya.
15. Pencemaran air, udara dan tanah pasca Tsunami di beberapa wilayah telah
menimbulkan pencemaran diatas baku mutu, sehingga perlu dilakukan
49
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
50
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Hasil suvey yang dilakukan dibeberapa lokasi bencana beberapa waktu lalu
menunjukkan bahwa masyarakat Aceh mengharapkan kepada pemerintah
dalam hal-hal sebagai berikut:
51
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
52
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
a. Air tanah
b. Persampahan
a) Barang hancur dalam jumlah yang besar dan tersebar pada area yang luas
b) terlalu cepatnya operasi pembersihan limbah dari satu lokasi ke lokasi yang
lain (termasuk ada yang dibuang kesungai atau laut).
Salah satu rekomendasi adalah pembuatan pengolahan sampah akhir (TPA) yang
fixed (tidak berpindah-pindah) untuk jangka waktu yang lama (minimal 30
tahun) dan hal tsb ditetapkan dalam rencana tata ruang, dimana penentuan
lokasinya harus berdasarkan studi kelayakan yang dilakukan dengan mengacu
pada standar SNI, dan mempertimbangkan aspek kerentanan kawasan terhadap
bencana. Diusulkan untuk menggunakan teknologi sanitary landfill (bukan open
dumping), tempat pengolahannya selain fixed juga bersifat dapat diguna ulang
(reusable) dan proses pengolahannya menggunakan pendekatan 3R (reduce,
reuse, recycle). Selanjutnya analisa sebab dan implikasi serta rekomendasi dalam
aspek persampahan secara singkat dapat dilihat di tabel berikut ini
Perlu direncanakan lokasi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Terpadu untuk
limbah cair domestik dan rumah sakit skala kota yang fixed dan sesuai dengan
standar, yang didukung oleh jaringan saluran air limbah yang melayani seoptimal
53
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
mungkin pemukiman yang ada. Pembangunan IPAL Terpadu tersebut juga harus
didukung oleh disain sistem proses dan teknologi pengolahan air limbah yang
sesuai standard. ( sumber BPPT)
d. Pengadaan Kayu
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, perlu adanya sumber kayu dalam negeri,
sehingga tidak menganggu keberadaan hutan lindung dan daerah konservasi.
Beberapa sumber yang tersedia adalah : a) kayu sitaan/temuan, b) sumbangan
propinsi sekitar, c) hasil landclearing, dan d) pelepasan hutan.
54
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
2
Dikutip sesuai dengan makalah yang disampaikan oleh POKJA II Bapenas, dalam Lokakarya Penjaringan
Aspirasi Masyarakat, tanggal 4 Maret di Banda Aceh.
55
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
56
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
erosi, serta pemeliharaan tanah Kawasan memiliki skor > 175 menurut SK
Menteri Pertanian No. 837/Um/11/1980
Guna keperluan khusus ditentukan oleh
Menteri Kehutanan.
Kawasan Pertanian Tanaman Kawasan yang sesuai untuk pertanian
Pangan Lahan Basah : kawasan tanaman pangan lahan basah : Mempunyai
yang diperuntukkan bagi sistem dan atau Pengembangan Perairan
pertanian tanaman pangan yang meliputi :
lahan basah di mana -Ketinggian < 1000 m.
pengairannya dapat diperoleh - Kelerengan < 40
secara alami atau teknis. -Kedalaman efektif lapisan tanah > 30 cm -
Curah hutan antara 1500-4000 mm per
tahunan
Kawasan Tertanian Tanaman Kriteria Kawasan Yang Sesuai Untuk
Pangan Lahan Kering : kawasan Pertanian Tanaman Pangan Lahan Kering :
yang diperuntukkan bagi tidak mempunyai sistem dan atau
pertanian tanaman pangan Pengembangan Perairan yang meliputi: -
lahan kering, seperti palawija, Ketinggian < 1000 m
holtikultura atau tanaman - Kelerengan < 40
pangan lainnya. -Kedalaman efektif lapisan tanah > 30 cm -
Curah hutan antara 1500-4000 mm per
tahunan
Kawasan Perikanan : kawasan Kawasan yang sesuai untuk perikanan
yang diperuntukkan bagi secara fisik ditentukan oleh faktor utama
budidaya perikanan, baik adalah
berupa pertambakan (kolam) - Kelerengan < 8
atau perikanan darat lainnya - Persediaan air cukup
dan perikanan laut.
57
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
58
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
59
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Untuk buffer zone yang akan Tipe vegetasi hutan pantai yang dapat digunakan
dikembangkan, khususnya untuk antara lain adalah: bakau-bakauan, tancang
wilayah coastal forest buffer zone, (Broguiera spp.), dan ketapang.
Pada daerah berpasir sepanjang garis pantai dapat digunakan tumbuhan antara
lain: cemara laut (Casuarina equasitifolia), waru laut (Hibiscus tiliaceus) dan
pandan (Pandanus spp.).
Untuk zoning code, perlu dilakukan pembatasan alih fungsi lahan pada daerah
buffer zone, misalnya setidaknya 60% dari kawasan buffer zone sama sekali
tidak boleh dialihfungsikan.
60
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
(iii) Keterikatan masyarakat setempat terhadap sejarah dan tanah NAD dan
SUMUT menjadi pertimbangan dalam penataan ruang.
b. Pembangunan kembali prasarana dan sarana perdesaan, perkotaan dan
regional tidak mengganggu wilayah/ kawasan dengan fungsi lindung;
c. Konversi lahan khususnya wilayah pertanian dan perikanan sedapat mungkin
tidak di lakukan, kecuali dengan selalu mempertimbang-kan unsur kapasitas
teknologi dan aspirasi masyarakat setempat;
d. Dalam penyusunan perencanaan tata ruang kota harus mengalokasikan ruang
terbuka hijau dengan selalu mempertimbangan aspirasi masyarakat setempat
e. Pemantauan kualitas udara dan variabilitas iklim di daerah yang terkena
bencana harus dilakukan secara kontinu sebagai bagian integral dari upaya
penataan ruang
61
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
(ii) Dalam fase rehabilitasi, Pengeboran air tanah dilakukan lebih dari 25 meter
c. Upaya pembersihan Lumpur, sampah dan puing dilaksankan melalui
pengelolaan (pengumpulan, pembuangan, dan pengolahan) yang
memperhatikan dampak terhadap kesehatan serta fungsi ekologis termasuk
upaya daur ulang.
d. Penanganan limbah B3 menjadi prioritas utama, dengan didahului oleh
identifikasi dan perkiraan tumpahan, baik jenis maupun kuantitas, yang
terpaparkan ke dalam ekosistem. Hal tersebut dilakukan dengan mengacu
kepada peraturan pemerintah yang mengatur pengelolaan B3.
e. Penetapan garis sepadan pantai yang aman terhadap bencana alam untuk
pemanfaatan kegiatan ekonomi;
a. Early warning system di NAD dan SUMUT yang akan dibangun harus
terintegrasi dengan early warning system pada tingkat nasional dan regional;
b. Pemanfaatan nilai kearifan local sebagai bagian yang melengkapi sistem
peringatan dini;
c. Standar, operasi dan prosedur (SOP) untuk respon darurat bencana alam
harus dikembangkan di NAD dan Sumut serta menjadi bahan pertimbangan
dalam penyusunan rencana tata ruang;
d. Pengetahuan umum tentang bencana alam dan SOP bagi respon darurat
bencana alam menjadi bagian dari kurikulum pendidikan dasar dan menengah;
62
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
a. Melengkapi dan mengisi kembali formasi pegawai (tenaga ahli dan tenaga
pendukung) agar lembaga pengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup
berfungsi kembali;
b. Memulihkan sarana dan prasarana kantor pengelola sumber daya alam dan
lingkungan daerah agar segera dapat beroperasi kembali;
63
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
a. Ekosistem mangrove
b. Tanaman pantai
c. Perikanan/ Tambak
Mengingat bahwa kawasan peisir di Prop. NAD memiliki tipologi yang beragam,
mulai dari bertipologi berawa, berlumpur, bermeander, pedataran aluvial,
berpasir, berbatu dan bergunung, dan setiap tipologi pantai tersebut mengalami
tingkat kerusakan akibat gelombang tsunami yang berbeda-beda pula, maka
penataan zona pantai dan zona perikanan / tambak harus berdasarkan pada
analisa kesesuaian lahan yang memasukkan faktor tipologi pantai, dinamika
gelombang, dan kondisi bathymetri.
Dalam rangka rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana tsunami maka perlu
64
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
dilakukan terlebih dahulu penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Pesisir Laut
dan Pulau-Pulau Kecil, dengan mengacu pada pertimbangan eko sistem
lingkungan dan ancaman tsunami. Pertimbangan tingkat kerawanan tsunami,
yakni kawasan rawan bahaya limpasan tsunami pada pesisir, baik yang
berbentuk terbuka maupun teluk.
a. Pada kawasan pesisir berbentuk terbuka dng topografi landai diindikasi sbb :
(i) Pada kawasan yang mempunyai hutan mangrove (dengan ketebalan lebih
kurang 400m), maka kawasan bahaya hanya kurang lebih 400m.
(ii) Pada kawasan tanaman keras tanpa hutan mangrove, maka kawasan
bahaya dapat mencapai minimal 200m.
(iii) Pada kawasan semak belukar, tanpa mangrove dan tanaman keras, maka
kawasan bahaya dapat mencapai minimal 3,5 km.
b. Pada kawasan pesisir berbentuk teluk dengan topografi landai diindikasi sbb :
(i) Pada kawasan yang memiliki hutan mangrove (dng ketebalan 400m),
maka kawasan bahaya hanya 1000m
(ii) Pada kawasan tanaman keras, bangunan gedung tanpa hutan mangrove,
maka kawasan bahaya dapat mencapai minimal 3500m.
(iii) Pada kawasan semak belukar, tanpa mangrove dan tanaman keras,
maka kawasan bahaya dapat mencapai 550meter.
Belajar dari kasus tsunami di Banda Aceh dan Simeuleu, diperoleh fakta-fakta
berikut :
a. Gelombang tsunami akan semakin jauh ke daratan jika tipe pantai teluk. Pada
pantai terbuka dampaknya lebih kecil. (Aceh merupakan pantai teluk,
sedangkan Simeuleu merupakan pantai terbuka).
b. Gelombang tsunami akan semakin jauh ke daratan jika tipe pantai datar. Hal
sebaliknya pada pantai curam. (Aceh merupakan pantai datar, sedangkan
65
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
2
5.4.2 Pertimbangan penetapan zonasi kawasan pesisir
a. Seberapa jauh batas minimal zona konservasi pada kawasan pesisir rawan
tsunami.
b. Seberapa jauh batas minimal zona penyangga pada kawasan pesisir rawan
tsunami.
c. Bagaimana menentukan pola dan struktur tata ruang pada kawasan pesisir
rawan tsunami dengan meminimasi kemungkinan bahayanya.
66
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
(i) Fungsi kegiatan langsung berhubungan dengan laut atau ekosistem pesisir
dan laut, contoh : hutan mangrove, pertambakan, prasarana kelautan dan
perikanan.
(ii) Kegiatan tidak menciptakan munculnya perkembangan penduduk secara
besar-besaran, contoh : tempat latihan militer, pos keamanan, jalan dan
perkebunan.
(iii) Kegiatan tidak berperanan berperanan vital bagi wilayah yang lebih luas,
artinya jika terjadi kehancuran akan menyebabkan kelumpuhan total.
Misalnya tidak menempatkan fasilitas ; kelistrikan, telekomunikasi,
pemerintahan, keuangan, logistik, dan lain-lain.
b. Zona II, yaitu zona penyangga kawasan pesisir rawan tsunami.
(i) Fungsi kegiatan tidak langsung berhubungan dengan laut tetapi berkaitan
dengan produksi hasil laut dan perikanan, contoh : permukiman nelayan,
industri hasil perikanan, wisata bahari.
(ii) Kegiatan tidak menciptakan munculnya perkembangan penduduk secara
besar-besaran dalam 24 jam, contoh : perkebunan, perhotelan, pasar iakan,
fasilitas lingkungan.
(iii) Kegiatan tidak berperanan vital bagi wilayah yang lebih luas, artinya jika
terjadi kehancuran akan menyebabkan kelumpuhan total. Misalnya tidak
menempatkan fasilitas ; kelistrikan, telekomunikasi, pemerintahan,
keuangan, logistik, dan lain-lain.
c. Zona III, yaitu zona bebas bahaya tsunami.
(i) Fungsi kegiatan tidak langsung berhubungan dengan laut. Contoh :
perkotaan, perindustrian, pemerintahan, perdagangan dan jasa.
(ii) Kegiatan menciptakan munculnya perkembangan penduduk perkotaan,
contoh : fasilitas pendidikan, perdagangan dan jasa.
(iii) Kegiatan berperanan vital bagi wilayah yang lebih luas, contoh ;
kelistrikan, telekomunikasi, pemerintahan, keuangan, logistik, dan lain-
67
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
lain.
5.4.4 Kriteria Penataan Kawasan Pesisir sebagai Buffer Zone (usulan BPPT)
a. Berdasarkan hasil ekspedisi Tim KMNRT BPPT ke Propinsi NAD pada tanggal
16 Januari – 4 Februari 2005, diperoleh masukkan bahwa kerusakan pada
zona dengan pengaruh energi gelombang yang besar terjadi lebih parah pada
kawasan dengan jalur mangrove (lebar + 250 m), sedangkan kawasan dengan
jalur kelapa yang rapat (lebar 100-200 m) mengalami kerusakan yang lebih
ringan. Contoh: Jalur kelapa dan kelapa sawit yang rapat mampu melindungi
kawasan di belakangnya sejauh 0,5-1 km dari garis pantai. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan potensi gempa hingga 9 Skala Richter, fungsi
buffer zone tidak akan optimal bila tanaman maupun bangunan pelindung
pantai yang dibangun tidak mampu mereduksi intensitas dampak bencana.
68
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
3
5.4.5 Konsep pengembangan Agro Ecopolitan bagi Rehabilitasi Kawasan Pesisir
3
Disampaikan oleh Prof Hadi S Aliqodra dalam diskusi “pembangunan sector
pertanian pd wilayah terkena bencana gempa dan tsunami di Aceh dan Sumut,
tgl 3 Februari 2005
69
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Beberapa jenis mangrove yang dapat mendukung fungsi pesisir sebagai zona
penyangga adalah:
(i) Greenbelt buatan mangrove selebar 100-500 meter dengan jarak tanam
1x1 meter
(ii) Wana mina (silvo fishery) : empang, parit, kakao, kemplayan.
Sesuai dengan paradigma baru pengelolaan sampah saat ini, maka tempat
pembuangan sampah tidak hanya berfungsi sebagai tempat untuk membuang,
tetapi harus dapat menjadi tempat pengolahan sampah, dimana dapat dihasilkan
kembali produk-produk yang berguna seperti energi dan kompos. Dengan
70
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
71
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
72
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
73
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Prinsip ini bertolak dari suatu gagasan bahwa generasi masyarakat Aceh
sekarang menguasai sumberdaya alamnya sendiri yang ada di bumi Aceh
sebagai titipan atau warisan untuk dipergunakan generasi masyarakat Aceh
yang akan datang. Setiap generasi merupakan penjaga atau pengelola untuk
kemanfaatan generasi berikutnya, dan sekaligus sebagai penerima manfaat
dari generasi sebelumnya.
74
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
75
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
76
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
c. Mitra
• PEMDA
• Personil TNI
• Lembaga NGO
• Masyarakat Lokal
f. Perkiraan Biaya
77
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
b. Program
- Kajian dampak lingkungan akibat rehabilitasi dan rekonstruksi
c. Mitra
• Lembaga perencanaan,
• Lembaga pemerintahan,
• NGO
• Perguruan tinggi
78
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
a. Tujuan :
Untuk menjamin bahwa implementasi rencana rekonstruksi adalah
berdasarkan kepada rencana tata ruang yang terpadu dan berwawasan
lingkungan
b. Program
• Perencanaan penggunaan lahan sesuai dengan fungsinya
• Perencanaan system zonasi untuk pencegahan bencana kemanusiaan
dan kerusakan yang sangat besar
• Review rencana tata ruang oleh ahli lingkungan
c. Mitra
• Masyarakat local
• Pihak penguasa terkait
• Lembaga nasional dan internasional
• Perguruan tinggi
d. Dampak
• Perbaikan rencana tata ruang
• Diketahuinya faktor-faktor pencegahan bencana dan kerusakan
lingkungan yang terukur.
• Adanya framework untuk menyediakan input bagi proses tata
ruang
e. Waktu pelaksanaan : 0 - 2 tahun (2005-2007)
f. Perkiraan Biaya : US $ 2.000.000
79
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
d. Dampak
80
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
b. Program
c. Mitra
• Lembaga pemerintah
• Perguruan Tinggi
• Lembaga Ilmiah
• LSM
• Organisasi Nasional dan Internasional
b. Program
• Penyediaan infestasi produktif dan penyedian infrastruktur yang berbasis
pendekatan masyarakat.
• Membangun dan memberdayakan kelompok masyarakat yang
representatif
• Mengidentifikasi prioritas dan rencana pembangunan dengan bantuan
teknis dan proyek pengelolaan.
• Pemberian kredit kecil beserta bantuan teknis untuk individu bagi
pembangunan kehidupan berkelanjutan.
c. Mitra
81
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
b. Program
• Penyediaan basis bagi rencana pembangunan jalan, rel kereta api,
jembatan, dan daerah perumahan
• Perencanaan dan relokasi dialamatkan di dalam framework Pengelolaan
Kawasan Pantai Terpadu (PKPT)
c. Mitra
82
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
g. Perkiraan Biaya
Pembangunan PKPT: 12-15 juta dolar (20 orang staf ahli internasional, 30
orang staf ahli lokal, peralatan dsb.
b. Program:
• Pelatihan tentang bagaimana mengorganisasi dan mengelola dampak
lingkungan, terutama di dalam screening dan analisis dampak lingkungan
(Eia-Andal)
• Pengumpulan data yang mendukung analisis dampak lingkungan
• Pengelolaan dampak dan monitoring dampak lingkungan akibat
rehabilitasi dan rekonstruksi.
c. Mitra:
• Lembaga pemerintahan,
• Lembaga akademik dan ilmiah,
• LSM,
• NGO nasional dan internasional
d. Waktu pelaksanaan : setelah 6 bulan- 5 tahun
83
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
84
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
85
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
• COFISH
• Pengelolaan rehabilitasi terumbu karang
f. Perkiraan Biaya : 147.8 juta dollar
86
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
• Pemerintah Lokal
• Masyarakat lokal
• Organisasi nasional dan internasional
d. Dampak yang diharapkan
• Terpeliharanya nilai keanekaragaman hayati di dalam ekosistem yang
kritis
• Tersdianya bahan pemuliaan untuk menghasilkan tanaman baru
produktif
e. Waktu Pelaksanaan 0.5 – 5 tahun
f. Perkiraan Biaya yang dibutuhkan: 500 ribu dolar
87
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
BAB III
POKJA – 3
PRASARANA DAN SARANA UMUM
I. LATAR BELAKANG
Tujuan laporan ini adalah untuk melahirkan rekomendasi dan kebijakan yang
berkenaan dengan pembangunan gedung dan perumahan dalam rangka
rehabilitasi dan rekonstruksi prasarana dan sarana umum yang rusak di
Nanggroe Aceh Darussalam. Output lain secara langsung adalah pengusulan
program-program dan kebutuhan dana untuk kedua tahapan kegiatan yaitu
rehabilitasi dan rekonstruksi.
88
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Lingkup dan sasaran laporan disini adalah terbatas pada fisik gedung saja
seperti, perkantoran, rumah sekolah, rumah sakit, pertokoan, rumah penduduk
dalam Nanggroe Aceh Darussalam, walaupun belum semua data dapat
dikumpulkan baik kondisi gedung dan perumahan sebelum maupun setelah
tsunami.
__________________________________________________________________
89
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Dalam bagian ini dipaparkan fakta keruntuhan dan kerusakan bangunan gedung
dalam lingkup NAD sesuai dengan data yang tersedia. Sesuai dengan data yang
telah terkumpul, maka kondisi gedung dan perumahan yang rusak akibat
gempa dan tsunami, jumlah unit masing-masing katagori rusak berat adalah
sebagai berikut:
***)
1. Gedung Kantor Pemerintah: 10
***)
2. Gedung Hotel/Super Market/Kantor swasta: 20
***)
3. Perguruan Tinggi:5
***)
4. Rumah Sakit/Puskesmas: 10
5. Sekolah SD/MIN; SMP/MTs; SMA/MA:639; 145; 358
6. Perumahan Permanen: 132.625
7. Perumahan Nonpermanen: 328.484.
***) Data belum lengkap
Wilayah kehancuran gedung dan perumahan diatas 90% akibat tsunami rata-
rata mencapai 2 km dari garis pantai untuk wilayah datar dan 0.5 -1 km untuk
daerah berbukit atau gunung, tergantung jaraknya bukit/kaki gunung dari tepi
pantai. Wilayah genangan tsunami daerah datar umum berkisar 3 – 5 km.
Kerusakan yang disebabkan oleh tsunami umumnya adalah gedung/rumah
hancur rata tanah atau tidak berbekas hanya terlihat pasangan keramik lantai
dasar dan sebagian kecil gedung/rumah yang masih berdiri dimana dindingnya
dibawa oleh tsunami.
Studi khasus dalam Kota Banda Aceh, kerusakan gedung yang disebabkan oleh
gempa, fakta menunjukkan tiga ragam (mode) keruntuhan yang sejalan
dengan tiga katagori kerusakan diatas yaitu:
a. Keruntuhan salah satu lantai atau lebih, termasuk keruntuhan total
(collapse) yang diawali dengan keruntuhan geser pada kolom-kolom lantai
lemah (weak story) akibat “open frame” yang dimulai dari lantai I dan
90
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
91
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
92
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
93
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Dari kondisi gedung dan perumahan diatas maka usulan program dibagi dua:
94
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
a. Rehabilitasi gedung sekolah sebanyak 503 gedung sekolah, yaitu 145 rusak
sedang dan 358 rusak ringan.
b. Rekonstruksi gedung sekolah 639 unit, rumah permanen 132.625 unit dan
rumah non permanen 328.484 unit.
b. ESTIMASI PENDANAAN
Berpedoman kepada data yang ada program rehabilitasi dan rekonstruksi
diatas (Bagian 5), maka estimasi pendanaan gedung dan perumahan dalam
rupiah adalah sebagai berikut:
a. Rehabilitasi gedung sekolah 145 rusak sedang @ 100.000.000 sejumlah
14,5 milyar;
b. Rehabilitasi gedung sekolah 358 rusak ringan @ 50.000.000 sejumlah
17,9 milyar;
c. Rekonstruksi gedung sekolah 639 unit @ 200.000.000 sejumlah 127.8
milyar;
d. Rekonstruksi rumah permanen 132.625 unit @ 100.000.000 sejumlah
13 triliyun;
e. Rekonstruksi rumah non permanen 328.484 unit @ 50.000.000
sejumlah 16.4 triliyun.
1. LATAR BELAKANG
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terdiri dari 21 Kabupaten/kota
dengan total luas daerah 57.365 km2, dilayani fasilitas transportasi darat, laut
dan udara. Panjang jalan yang melayani berjumlah 3.484,6 km, yang terdiri dari
jalan Nasional 1.782,78 km dan jalan Provinsi 1.701,82 km. terdapat 9
95
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
96
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
97
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Tabel 5.1
Kondisi Sarana Dan Prasarana
Sub-Bidang Transportasi
98
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Sedangkan kerusakan jalan kereta api yang telah dipasang tubuh jalan
sepanjang 33,806 km dari perbatasan Sumatera Utara ke Seuneubuk Punti
di Aceh Timur, belum dilaporkan kondisinya.
Akibat kerusakan-kerusakan tersebut lalu lintas terputus, banyak
masyarakat yang terkurung dan tak dapat dijangkau oleh tim penyelamat
apalagi untuk memberikan bantuan berupa bahan makanan, obat-obatan
dan sebagainya.
Untuk itu perlu dilakukan penanganan dalam tiga tahap sebagai berikut :
Tahap Pertama adalah :
1. Penanganan darurat dengan membuka “Entry Point” dan jalur jalan
utama;
2. Rehabilitasi prasarana dan sarana perhubungan yang rusak;
3. Perencanaan dan pembangunan kembali prasarana dan sarana
perhubungan hingga dapat berfungsi optimal dan meminimalisir gangguan
bencana alam tiap penggantian musim.
99
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
100
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
101
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
3. RONA
Akibat bencana gempa dan gelombang Tsunami 26 Desember 2004,
prasarana dan sarana perhubungan yang berlokasi di lintasan pantai Barat –
Selatan, khususnya dari Banda Aceh – Lamno – Calang – Meulaboh – Nagan
Raya mengalami kerusakan yang sangat parah. Jalan nasional sepanjang
245 km, mengalami kerusakan sepanjang 214 km, atau 88% rusak. Fasilitas
102
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
103
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
5. PERTIMBANGAN KELAYAKAN
Prinsip dasar usulan program rehabilitasi dan rekonstruksi sebagai berikut :
a. Memantapkan pelayanan fasilitas pengganti (Lintasan alternatif) sambil
menunggu pekerjaan rekonstruksi yang memerlukan tahap – tahap
survey, perencanaan dan konstruksi sendiri;
b. Dalam hal penanganan hubungan jalan darat Banda Aceh – Meulaboh,
diupayakan memantapkan pelayanan jalan alternatif : Beureunun –
Tangse – Geumpang – Tutut – Meulaboh. Lintasan tidak terkendala
dengan penyesuaian tata ruang baru, hanya meningkatkan konstruksi
jalan yang sudah ada;
c. Rehabilitasi dan rekonstruksi jalan Banda Aceh – Meulaboh, pelabuhan
laut dan bandara yang rusak berat, dilakukan setelah ada penetapan
tentang tata ruang baru;
d. Melakukan peningkatan jalan – jalan lintas Tengah Nanggroe Aceh
Darussalam seperti jalan Ladia Galaska dan jalan – jalan di kawasan
kepulauan Nanggroe Aceh Darussalam.
104
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
105
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
106
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
7. ESTIMASI PENDANAAN
Perkiraan dana yang diperlukan untuk program sektoral, rehabilitasi dan
rekonstruksi infra struktur perhubungan adalah sebagai berikut :
a. Perhubungan Darat
1. Program pengembangan transportasi sungai, danau dan penyeberangan.
107
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
b. Perhubungan Laut
1. Program Pengembangan Pelayanan Transportasi Laut
A. Pembangunan/Peningkatan Prasarana dan Sarana Transportasi Laut
Rp. 335.483.221.000,-
B. Rehabilitasi Pelabuhan Rakyat (PELRA) Rp . 2.272.170.000,-
c. Perhubungan Udara
1. Program Pengembangan Pelayanan Transportasi Udara
A. Rehabilitasi Banda Udara Rp. 17.012.648.000,-
B. Pengembangan/Pembangunan Banda Udara Rp. 710.660.179.270,-
Secara Rinci Perkiraan (Tentative) dana yang diperlukan tersebut dicantumkan pada
Tabel 5.10.
108
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
109
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
110
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
111
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
112
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
113
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
114
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Bangunan Rekonstruksi
Jaringan
12 SWS 01.03 DI Krueng Tuan Jaringan Utama Rehabilitasi
13 SWS 01.03 DI Krueng Pase Jaringan Utama Rehabilitasi
Bangunan Rekonstruksi
Jaringan
14 SWS 01.03 DI Jembosei Jaringan Utama Rehabilitasi
115
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
116
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
117
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
118
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
119
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Breakwater Rekonstruksi
15 SWS 01.05 Calang Revetment / Rehabilitasi
Breakwater Rekonstruksi
16 SWS 01.05 Babah Nipah Revetment / Rehabilitasi
Breakwater Rekonstruksi
17 SWS 01.05 Teunom Revetment / Rehabilitasi
Breakwater Rekonstruksi
18 SWS 01.06 Ujong Kareung Revetment / Rehabilitasi
Breakwater Rekonstruksi
19 SWS 01.06 Lhok Timun Revetment / Rehabilitasi
Breakwater Rekonstruksi
20 SWS 01.06 Batu Putih Revetment / Rehabilitasi
Breakwater Rekonstruksi
21 SWS 01.06 Sama Tiga Revetment / Rehabilitasi
Breakwater Rekonstruksi
22 SWS 01.06 Kuala Tuha Revetment / Rehabilitasi
Breakwater Rekonstruksi
23 SWS 01.06 Pantai Kota Revetment / Rehabilitasi
Tapaktuan Breakwater Rekonstruksi
120
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
121
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
122
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
123
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
BAB I
POKJA – IV
EKONOMI DAN KETENAGAKERJAAN
I. PENDAHULUAN
Gempa bumi dan tsunami yang dahsyat terjadi di NAD pada ahad,
26 Desember 2004 mengakibatkan sebagian besar masyarakat
hilang/meninggal dunia dan sekaligus mengalami kegoncangan berbagai
aspek sosial, ekonomi, budaya, dan infrastruktur publik dan non publik.
Penduduk kehilangan mata pencaharian yang berdampak pada pendapatan
mereka nol. Rusaknya infrastruktur publik seperti pasar, sarana produksi,
dan transportasi telah mengakibatkan tingkat harga melambung tinggi dan
sejumlah barang menjadi langka. Terhentinya kegiatan industri karena
kerusakan berat pada fasilitas kerja yang kemudian menyebabkan
bertambahnya pengangguran. Terjadinya salinasi lahan sehingga lahan yang
tadinya produktif menjadi tidak produktif. Hancurnya ekonomi masyarakat
pesisir di mana terhentinya kegiatan rutin nelayan dan sektor perikanan.
Matinya kegiatan UMKM khususnya sektor perdagangan dan jasa di daerah-
daerah pusat perbelanjaan. Lumpuhnya sistem perbankan dan lembaga
keuangan non bank, dan sejumlah permasalahan lainnya (pendidikan,
pemerintahan, budaya, kegoncangan jiwa, dan lainnya). Taksiran kerugian
semua material akibat bencana ini mencapai Rp. 41,4 triliun, dan sebagian
besar (78 persen) merupakan milik masyarakat (Bappenas).
Penderitaan masyarakat Aceh yang demikian lama akibat konflik bersenjata
yang panjang, ditambah lagi dengan bencana gempa dan tsunami, telah
menempatkan mereka pada posisi yang semakin terpuruk. Sisi lain,
administrasi pemerintahan belum optimal, KKN masih berlangsung,
kemampuan (skill) SDM rendah, dukungan perbankan dan lembaga
keuangan non-bank masih rendah, mengakibatkan semakin beratnya
pemulihan dan pembangunan kembali Aceh yang baru.
124
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Namun di sisi lain, ada hikmah besar yang muncul secara spontan, yaitu
solidaritas yang luar biasa dari masyarakat Indonesia dan masyarakat
internasional terhadap masyarakat Aceh yang menjadi korban. Solidaritas ini
menjadi modal yang kuat untuk masyarakat Aceh untuk bangkit dan
menyongsong masa depan mereka yang lebih cerah. Ini merupakan suatu
energi besar yang dapat mengantarkan masyarakat Aceh ke era baru
kemajuan di berbagai bidang. Aceh harus bangkit, semangat Iskandar Muda
harus tegak dan Roh Islam harus jalan di bumi serambi Mekkah. Untuk itu
perlu dibuat satu Cetak Biru (Blue Print) Provinsi NAD, sehingga Aceh dapat
tumbuh dan berkembang sebagai pemenuhan tuntutan globalisasi dengan
bantuan dari berbagai pihak.
1.1 Tujuan
1.2 Sasaran
Sasaran rehabilitasi dan rekontruksi Aceh diutamakan kepada korban
tsunami baik langsung maupun tidak langsung serta kepada masyarakat
Aceh yang tidak terkena tsunami untuk merubah corak perekonomian Aceh
yang maju dan baru di masa depan secara bersama-sama dan komprehensif.
Dampak yang paling parah (43 persen dari nilai kerusakan sektor
produktif) dirasakan oleh para nelayan dan sektor perikanan. Diperkirakan,
sekitar 85 persen perumahan permanen dan non-permanen mengalami
kerusakan. Sebanyak 220.907 orang diperkirakan kehilangan pekerjaan.
Jumlah penduduk yang terkena Tsunami sebanyak 584.559 jiwa (14,42
125
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
persen), desa yang terkena Tsunami sebanyak 654 desa (11,4 persen).
Persentase keluarga miskin terkena Tsunami sebesar 15,16 persen (63.977
KK). UMKM yang terkena Tsunami sebanyak 20,88 persen (5.176 unit), hotel
30,41persen (59 unit), restoran 17,20 persen (1.119 unit), pasar 1,29 persen
(195 unit), dan warung sebanyak 16,71 persen (7.529 unit). Khusus
disektor perikanan, terdapat 19 unit (0,37 persen) TPI (tempat pelelangan
ikan) yang rusak dan PPI (pangkalan pendaratan ikan) 63 unit (1,24 persen).
Jumlah Bank Umum terkena Tsunami 17,61 persen (25 unit) dan BPR
sebanyak 8,89 persen (4 unit). Dari keseluruhan kredit yang diberikan sektor
perbankan sebesar Rp 3.9 triliun, sekitar Rp 2 triliun diperkirakan menjadi
kredit bermasalah (IDB, Januari 2005).
III. RONA
126
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
V. PERTIMBANGAN KELAYAKAN
127
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
128
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
129
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
130
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
131
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
peternakan, dan
pariwisata. Juga
menumbuhkan
kegiatan-kegiatan
produktif yang
quick-yielding dan
menciptakan
pekerjaan agar
terjamin
penghidupan
(livelihood)
normal
penduduk.
132
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
memberi beban
pada biaya
ekonomi, untuk
menjamin
berlangsungnya
momentum
pemulihan
ekonomi.
133
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
134
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
135
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
136
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Menjadikan
Pelabuhan
Krueng Geukuh
sebagai
pelabuhan
container untuk
ekspor, dan ada
kawasan industri
sebagai
pengganti
industri gas dan
pupuk di masa
depan
Membangun
pelabuhan-
pelabuhan lain
(Kuala Langsa,
Sabang, dll.)
Listrik
(meneruskan
proyek
Peusangan)
Air Bersih di tiap
kota
Telekomunikasi
Prasarana
Pendidikan dan
Kesehatan
Prasarana yang
mendukung
137
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
industri,
termasuk
industri
pariwisata
Dll.
HDI meningkat
4. Jaring Pengaman Meningkatkan Tidak ada penduduk yang tidak
Sosial pelayanan yang murah mendapat pelayanan pendidikan,
dan menjangkau kesehatan, dan jaminan hari tua
seluruh lapisan
masyarakat dan di
semua tempat
138
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
BAB V
POKJA – V
SISTEM KELEMBAGAAN
I. PENDAHULUAN
139
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
140
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
a. Kota Banda Aceh. Berdasarkan data yang masuk hingga saat ini, dari
6.292 pegawai Kota Banda Aceh terdapat 140 orang meninggal dunia
dan 1408 orang hilang;
b. Kabupaten Aceh Besar, dari 7.150 pegawai, 703 orang diantaranya
dilaporkan meninggal dan 230 orang hilang;
c. Kabupaten Aceh Barat, dari 3.986 pegawai, 165 orang meninggal dunia;
d. Kabupaten Aceh Jaya, dari 1.190 pegawai, 186 orang meninggal dunia.
Untuk instansi vertikal, kondisi kepegawaian yang berhasil dikumpulkan
adalah dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kejaksaan Agung, TNI dan
Polri.
141
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
142
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
143
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
i. Kantor Polri yang tidak berfungsi sebanyak 34 gedung dari jumlah total
174 gedung.
144
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
145
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
146
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
147
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
148
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
3. Perbaikan Prosedur
Upaya perbaikan prosedur ini menyangkut tiga pihak, yaitu pembuat
kebijakan, pelaksana dan masyarakat. Sebuah kebijakan akan menjadi baik
apabila pembuatan kebijakan itu berdasarkan data dan informasi yang
akurat. Kebijakan ini baik yang merupakan kebijakan pelayanan umum
maupun kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan rehabilitasi dan
rekonstruksi.
Pelaksana akan melakukan kegiatan dengan baik apabila ada motivasi
untuk melakukan kegiatan pelayanan atau kegiatan rehabilitasi dan
pengawasan yang baik. Motivasi timbul apabila ada intentif dan rasa
kebersamaan kepentingan atau keprihatinan terhadap masyarakat.
149
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
- Imeum Mukim;
- Tuha Peut;
- Panglima Laot.
Lembaga-lembaga tersebut, meskipun informal tetapi masyarakat
memberikan pengakuan yang sangat tinggi. Orang yang menjadi pimpinan
lembaga ini adalah orang memiliki kharisma dan oleh karena itu masyarakat
menjadikannya sebagai panutan. Mereka dengan efektif dapat menjalankan
roda kepemimpinannya.
Sesungguhnya pemerintah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam telah
memformalkan keberadaan lembaga ini. Usaha itu dibuktikan dangan
mengatur eksistensi dari lembaga ini dalam berbagai peraturan di daerah
(Qanun). Dengan demikian lembaga ini sudah menjadi lembaga yang
memiliki dasar hukum yang jelas (legitimate). Akan tetapi dalam
kenyataanya keberadaan lembaga ini tidak berperan sebagaimana yang
diharapkan. Oleh karena itu, harus didorong oleh pemerintah dengan cara
memberikan tempat dan melibatkan lembaga ini dalam proses rehabilitasi
dan rekonstruksi Aceh pasca Tsunami.
150
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
151
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Tabel 1 : Data Kondisi Aparat Di Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Pasca Bencana Alam Gempa Bumi Dan Tsunami
KORBAN KORBAN KORBAN KORBAN KORBAN KORBAN
PROVINSI APARAT PEMDA PEGAWAI BPN PERSONIL TNI PERSONIL POLRI JAKSA ANGGOTA DPRD
No
KAB./KOTA
M H S JLH M H S JLH M H S JLH M H S JLH M H S JLH M H S JLH
1 KOTA BANDA ACEH 140 1408 4.744 6.292
2 KAB. ACEH SELATAN 14 - 1.303 1.321
3 KAB. BESAR 703 230 6.217 7.150
4 KAB. ACEH UTARA 18 6 6.315 6.339
5 KAB. ACEH BARAT 185 - 3.801 3.986 1
6 KAB. ACEH PIDIE 76 24 7.831 7.931
7 KAB. BIREUN 0 20 6.421 6.441
8 KOTA LHOKSEUMAWE 11 - 1.705 1.716
9 KAB. ACEH JAYA 186 - 1.004 1.190
10 KAB. NAGAN RAYA 7 - 1.909 1.916
11 KAB. ACEH BARAT DAYA 8 - 1.005 1.013
12 KAB. ACEH TIMUR 1 - 5.276 5.277
13 KOTA LANGSA - - 2.131 2.131
14 KAB. ACEH TENGGARA - 1 3.576 3.577
15 KAB. ACEH TENGAH - 7 4.803 4.810
16 KAB. SIMEULUE - 6 1.464 1.470
17 KAB. GAYO LUES 4 - 926 930
18 KAB. ACEH SINGKIL 0 0 1.944 1.944
19 KAB. ACEH TAMIANG 1 - 2.686 2.687
20 KOTA SABANG 48 - 1.399 1.447
21 KAB. BENER MERIAH - 1 1.624 1.625
22 PROVINSI NAD 608 519 5.983 7.110 3
JUMLAH 2.010 2.222 74.071 78.303 40 507 63 303 170 952 105 4
152
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
BAB VI
POKJA – VI
PENDIDIKAN, SOSIAL BUDAYA & SDM SERTA KESEHATAN
I. LATAR BELAKANG
153
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Cara Penyusunan
Secara operasional program kerja yang dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu:
154
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Tantangan:
Tantangan lain yang dihadapi dalam penyusunan draft blue print ini adalah
dalam hal koordinasi. Blue print pembangunan Aceh kembali khususnya
dalam bidang pendidikan melibatkan banyak pihak, waktu yang tersedia
sangat singkat, problematika yang dihadapi beserta harapan yang
digantungkan kepada tim penyusun sangat besar sehingga untuk
menampung semua aspirasi menghadapi kendala koordinatif dan kendala
dalam uji publik.
155
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Gempa bumi dan tsunami yang terjadi pada tanggal 26 desember 2004 telah
menghancur-luluhkan sarana dan prasarana pendidikan di sejumlah daerah
di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Banyak guru dan siswa yang
meninggal, hilang dan mengalami trauma hebat. Sendi-sendi ekonomi
masyarakat hancur, tempat tinggal siswa, guru dan masyarakat hancur,
hilang dan rusak. Semua itu berdampak amat luas dalam bidang pendidikan,
sehingga proses pembelajaran tidak berlangsung sebagai mana mestinya
bahkan dengan terpaksa harus terhenti.
156
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
157
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
• Islami
• Komprehensif
• Sistemik dan Terpadu
• Berkesinambungan
• Fleksibel
• Skala perioritas
• Akuntabel dan transparan
• Berwawasan ke depan
• Kesetaraan (gender)
• Berpusat pada masyarakat
158
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
159
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
160
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Strategi
- merevitalisasi potensi perorangan, keluarga dan masyarakat
- - merevitalisasi nilai-nilai budaya, tradisi, ksenian ke arah yang lebih
positif
- Mengembangkan sistim pewarisan budaya melalui pendidikan yang
islami
- Mengutamakan pendidikan nilai dan moral di samping kecerdasan
dan ketrampilan
- Menempatkan orang-orang, petugas, dan pejabat yang jujur dan
penuh dedikasi untuk menjalankan tugas-tugas di atas
161
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
2. Materil
Hilang dan rusaknya sumber mata pencaharian masyarakat
30.242 unit rumah yang runtuh total atau rusak
34 buah panti asuhan yang rusak
4 buah makam palawan rusak
2700 unit masjid/mushalla/meunasah rusak
169 unit dayah/pesantren rusak/runtuh
8 unit gereja rusak
2 unit vihara/pura rusak
162
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
163
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
yang sangat layak dan mendasar. Kalau itu semua dapat dipenuhi,
maka hasil yang akan diharapkan adalah:
- stabilitas perorangan dan kelompok masyarakat akan cepat
pulih
- fungsi-fungsi sosial akan berjalan normal kembali
- lembaga-lembaga pemerintah dan swasta akan dapat
dimaksimalkan perannya
- peroraangan dan kelompok masyarakat yang selama ini
konsumptif akan produktif kembali
- stabilitas sosial, ekonomi dan politik masyarakat akan
berangsur pulih
164
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
V. ESTIMASI PENDANAAN
Sebagaimana halnya usulan program, maka pendanaan untuk bidang
sosial budaya juga terkait dengan bidang lain, seperti pendidikan,
165
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
166
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
C. SUB BUDAYA
I. LATAR BELAKANG
Pada dasarnya yang dinamakan etnis Aceh itu berasal dari bermacam ras
dan suku bangsa. Artinya yang menjadikan apa yang dikatakan sekarang
orang Aceh adalah campuran sejumlah pendatang baik dari luar Nusantara
maupun dari dalam Nusantara itu sendiri. Percampuran itu tentu saja terjadi
dengan masyarakat asli yang telah berada di bumi Aceh lebih dahulu. 3
Persentase campuran tentu tidah mudah melacaknya. 4 Paling kurang ia
dapat dilihat dari sub-budaya yang masih tersisa dan postur penampilan
kelompok tertentu. Dari segi bahasa (Aceh) dapat dilihat bahwa unsur
Melayu, Arab, Parsi, India, Campa, Cina, bahkan vocabulary Eropa ada di
dalamnya. Dari segi makanan dapat dirasa, adanya unsur, Melayu, Cina,
Keling, Batak, Minang, dll. Dari segi warna kulit ada yang hitam pekat, yang
sawo matang, sampai yang putih. Dari segi rambut, ada yang lurus,
setengah keriting dan yang sangat keriting. Dari postur tubuh ada yang kecil
mungil sampai yang tinggi besar. Dari segi pakaian, senjata, alat dan jenis
kesenian dan lain-lainnya, tutur kata dapat dibedakan dari mana asal
usulnya, tentu dengan pengkajian yang bersahaja.Ini semua menjelaskan
kepada kita bahwa yang disebut dengan orang Aceh berasal dari berbagai
keturunan anak manusia.
3
Sangat mungkin orang Aceh yang telah lebih dahulupun berasal dari pendatang juga.
4
Untuk memproleh data yang lebih sahih tentu perlu kajian antropologis yang memadai.
167
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Budaya ini terbentuk dari unsur-unsur yang paling “primitive” sampai dengan
yang kontemporer. Di dalamnya terakomodir unsur-unsur yang berasal dari
peninggalan leluhur, tradisi, agama, peradatan dan sentuhan dengan orang
luar.
Dari sekian elemen yang menjadikan budaya Aceh: apakah itu yang berasal
dari unsur agama, adat istiadat, hubungan dengan unsure asing, maka
unsur agama Islam telah menjadikan budaya Aceh mencapai kulminasinya.
Artinya unsur primitive, Hindu, Budha, dan persentuhan dengan bangsa-
bangsa dan suku lain menjadi “final” dan mencapai bentuknya yang
sekarang setelah agama Islam mengakar di Aceh. Oleh karena itu apapun
pengaruh yang datang kemudian, baik itu Kristen, Katolik, atau ajaran
apapun tidak menjadikan budaya Aceh berubah bentuk, walau dia
mengalami pasang surut. Pola dan warna budaya itulah yang akan dijelaskan
di bawah ini untuk menjadi bahan pertimbangan perencanaan pembangunan
masyarakat dan negeri Aceh ke depan.
Budaya Aceh pada dasarnya adalah hasil rekayasa para petinggi kerajaan,
elit masyarakat, orang kaya, dan ‘ulama. Prilaku merekalah yang sebenarnya
sebahagian diterima dan kemudian diikuti oleh masyarakat. Namun dalam
perjalanan sejarah telah terjadi pergeseran dari nilai-nilai yang telah berlaku
itu, baik ia bersumber dari agama, kebiasaan, atau interaksi dengan orang
lain. Untuk tetap konsistennya pola kehidupan bersama itu perlu penjagaan
yang kuat. Artinya bahwa langgengnya perjalanan budaya harus ada
orang/orang-orang yang terus bersikap dan memberikan tauladan yang baik
kepada masyarakat. Pembudayaan ini dapat disebut dengan ethos atau
“ethosisasi.” Adanya usaha meng ethoskan ini akan menjadikan anggota
masyarakat sadar akan pola hidup yang “wajar,” atau “baik” yang harus
dijalani. Untuk ethosisasi ini perlu media utama, antara lain:
1. Ketauladanan para pemimpin: eksekutif, legislatif, yudikatif, tokoh,
ulama, guru dan cendekia,
2. penegakan aturan hukum, atau sistim dan kebijakan yang pasti,
168
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Tanpa ini semua maka apa yang dimaksudkan dengan pembinaan sosial
budaya masyarakat untuk menghasilkan sumber daya manusia (sdm) yang
memadai tidak akan pernah tercapai.
I. Pendidikan
Pada dasarnya masyarakat Aceh sangat mementingkan pendidikan.
Lembaga pendidikan yang mulanya bernama dayah kemudian madrasah
dan selanjutnya sekolah itu menjadi bahagian dari kehidupan
masyarakat. Lembaga guru adalah sakral.5 Ini berarti bahwa kehidupan
anak Aceh harus melalui lembaga pendidikan dan peran guru dapat
menggantikan orang tua, bahkan dalam beberapa hal lebih dari itu.6
Ketika lembaga pendidikan tidak ada di kampungnya maka sang anak
akan dikirim untuk “meudagang,” yang berarti merantau ke tempat
yang jauh khusus untuk mencari ilmu, khususnya ilmu agama. Belajar
harus tuntas, artinya selesai sampai “jenjang” tertentu. Bagi yang tidak
5
Banyak sekali pepatah dan pantun yang meng-elu-elukan kemuliaan dan faedah berguru dan guru,
antara lain; Ta’ek u gle tajak koh kayee panyang ta koh lhee paneuk koh dua. Meuhan tapateh nasihat guree
akhee meuteumee apui nuraka.” “Ta‘zhim keu guree meuteumee ijazah, ta ‘zhim keu nangmBah meuteumee
areuta.”
6
Ketika orang tua menyerahkan anaknya untuk dididik pada sang guru maka kalimat yang
diucapkan ketika penyerahan kira-kira: “meunyo mantong udep teungku peurunoe, menyo kam mate teungku
peuleumah jrat.” Artinya ialah bahwa kalau seandainya sang muirid meninggal dunia dalam tangan guru
tidak akan dipersoalkan oleh orang tuanya.
169
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Tidak intimnya hubungan anak dengan orang tua (terutama ayah) telah
menimbulkan dampak tersendiri. Dalam hal begini maka, biasanya
profesi ayah tidak diikuti oleh anak. Kalau ayahnya guru, atau teungku
maka sang anak cendrung melanjutkan hidup dalam profesi lain, atau
kecuali lingkungannya yang tidak memungkinkan berbuat lain seperti
petamnak ikan atau petani. Kalau ayahnya toke (pedagang) maka sang
anak akan berjiwa royal, konsumtif. Makanya sangat jarang dayah di
Aceh yang berusia panjang, atau perusahaan orang Aceh yang tahan
lama, karena keturunan langsung biasanya sudah beralih profesi.
7
Ada kata petuah: ulok-ulok raya badan akai tan ubee pureh, dak na jibeut meu aleuham, hana
jipham meusilapeh.”
170
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
8
“panghulee buet meugoe, pruet troe aneuk na.”
9
“Bek ‘oh trok kapai tapula lada.”
171
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
terbayangkan kalau ada orang Aceh yang bukan Islam.10 Oleh karena
itu orang Aceh akan bersedia mati membela diri kalau ia dikatakan
“kafir,” dan kata sejenisnya, walaupun ia tidak menjalankan ibadat,
seperti salat, puasa, dlsb. sesuai dengan tuntunan fiqh.
Dalam hal ‘amalan ‘ibadat orang Aceh tidak ketat. Mengambil kasus
puasa dan shalat maka dapat diamati bahwa yang meninggalkan ibadah
puasa lebih banyak laki-laki dan yang meninggalkan shalat lebih banyak
perempuan.11 Kalau masa kini di waktu shalat banyak warung masih
buka nampaknya ketekunan amal ‘ubudiyah orang Aceh tambah longgar.
10
Walau mungkin saja sekarang ini ada satu, dua orang Aceh yang berpindah agama.
11
Statemen ini mengikuti sebuah survey di sebuah kabupaten di Aceh lebih sepuiluh tahun yang lalu.
172
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
12
Bahkan kepada anak-anak tidak sangat digalakkan makan ikan secara berlebihan. Bahkan sering
dikatakan, “jangan banyak makan ikan nanti cacingan.”
13
Makan daging tiga kali ini sudah dianggap seperti tradisi “sakral.” Siapapun kepala keluarga akan
berusaha membawa pulang daging ke rumah di pagi hari-hari tersebut. Akan merasa sangat ‘aib bagi yang
tidak mampu melakukannya.
173
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Yang paling utama dari fungsi warung ini adalah untuk minum/makan
pagi para pekerja tersebut.14
Pola makan orang Aceh sangat terikat dengan nasi oriented menu.
Bahwa tiga kali makan satu hari sangat dipentingkan, dan makanan
pokok nasi. Di ketiga waktu ini kalau belum makan nasi maka dianggap
seperti belum makan. Pada makan pagi ada sedikit variasi. Orang laki-
laki ada yang sarapan di warung kopi, dengan segala variasi
pelengkapnya.
Perihal minum, pada umumnya orang Aceh kurang minum. Artinya di
luar momen tertentu seperti waktu makan pagi, siang, malam, orang
Aceh tidak sering minum. Kebutuhan air minum minimum 2 liter perhari
sangat sedikit terpenuhi. Minuman plus adalah kopi. Orang Aceh sedikit
yang minum teh. Laki-laki diindentikkan dengan minum kopi. Minum teh
umumnya untuk anak-anak dan perempuan. Adanya warung kopi di
pinggir jalan seolah khusus untuk menunjang selera laki-laki untuk
mengopi setiap hari terutama pagi. Banyknya warong kopi telah
menimbulkan dampak baru, waktu senggang laki-laki Aceh terhabiskan
di warung kopi.
Selain itu rokok adalah santapan orang laki-laki Aceh bahkan tidak ada
pantangan masyarakat, asalkan ia sudah dewasa dan sanggup mencari
nafkah sendiri.15 Seolah image kejantanan itu ditandai dengan merokok.
Bagi anak-anak ada larangan merokok (dulunya) dari masyarakat.
Sayangnya selama ini pantangan ini sudah sangat mengendur, bahkan
hampir tidak ada lagi. Larangan orang tua sang anak sangat tidak
berarti, karena kehidupan anak lebih banyak di luar rumah.
14
Misalnya pelaut harus turun ke laut jam 5 pagi. Maka warung kopi dan penganan (biasanya bu
leukat, pulot) yang terbuat dari beras ketan, akan sangat membantu mereka dalam sarapan sebelum berangkat
kerja dan bisa tahan sampai siang.
15
Ketika sang ibu melarang anak laki-lakinya merokok mengatakan: “Hai aneuk bek ka meurukok,
luka cabok tutong ija,” sang anak akan menjawaaab: “pakon hai ma bek lon meurukok, tanoh lon catok
bakong lon pula.”
174
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
16
Takut jangan busung lapar maka sangat ditekankan agar makan nasi banyak-banyak; untuk tidak
kena malaria usahakan jangan digigit nyamuk pasang kelambu atau menghidupkan perapian (sale) di bawah
rumah, rangkang, atau di bawah tempat tidur.
175
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Masalah kakus lebih parah lagi. Fungsi kakus pada mulanya dilakukan di
belukar dekat rumah, sungai/selokan yang air mengalir, dan tepi pantai
(bagi yang tinggalnya dekat pantai. Kalau ada kakus yang dibuat maka
itu berkonotasi darurat dan tidak bersih, karena tidak ada air di situ.
Hanya kakus meunasah atau masjid yang ada sumurnya, tapi hampir
tidak pernah terawat kebersihannya. Ketika program pemerintah
memperkenalkan kakus porselin, kebersihan masih juga terabaikan.
Suasana ini berjalan terus beratus tahun tanpa ada perubahan. Itulah
sifat keluasan budaya masyarakat yang receptive kepada, yang
namanya “luar.” Kapan rasa atau peka “asing” muncul di Aceh adalah
sejak sesudah tahun 50-an, ketika Aceh mulai melihat ke dalam, ketika
17
Menurut pendapat A. Hasjmy.
176
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
177
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
X. Pola khanduri/slametan/hajatan
Khanduri utama masyarakat Aceh adalah khanduri maulud. Ini sangat
erat kaitannya dengan pemahaman agama masyarakat. Sezhalim atau
sebodoh seseorang tapi tetap harus mencintai Nabinya. Realisasi
kecintaan itu adalah dengan berqurban dengan cara khanduri. Seringkali
khanduri mawlud ini dinamakan dengan “khanduri keu panghulee.”18
Semiskin-miskin orang akan ikut serta dalam khanduri maulud ini,
bahkan kalau ia harus mempersiapkannya selama satu tahun, sedikit
demi sedikit. Akan sangat ‘aib rasanya kalau tidak ikut dalam khanduri
ini.
18
Artinya berkhanduri untuk memuliakan dan mencintai Penghulu Segala Nabi, yatu Nabi
Muhammad SAW.
178
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
179
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
180
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
19
Yang fatalis akan mengatakan: “Meunyo ka si kai han jeut si cupak beurangho tajak ka dup nan
kada.” Yang dinamis berpegang pada: “Tapak jak urat nari, na tajak na raseuki.” Meumeot-meot jaroe,
181
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Kedua ethos ini telah menjiwai semangat kerja orang Aceh. Pada saat
tertentu di lingkungan tertentu ethos fatalis lebih dominant, pada saat
yang lain di lingkungan yang lain ethos dinamis yang lebih dominan.
Antara kedua itu etos ini dinamis percaya diri nampaknya lebih dominan,
paling kurang ia diamalkan oleh labih banyak orang dibandingkan
dengan fatalisme.Oleh karena itu pepatah tentang etos kerja ini lebih
banyak dengan pepatah fatalisme. Bukti konkritnya adalah banyak
orang Aceh yang keluar Aceh jadi pedagang dan ketika masa perang
bersedia melawan musuh dengan gigih dan tidak mudah
menyerah.Dalam hal ini peran ulama, pemimpin adat, keuchik, teungku
imum, atau guru pengajian di lingkungan tertentu sangatmenentukan.
B. Kesimpulan
1. Karena budaya masyarakat pada dasarnya berasal dari pemimpin,
orang kaya, ulama, tokoh adat, guru, maka untuk melestarikan dan
merawatnya diperlukan ketauladanan mereka.
2. Untuk menjadikan mereka tetap berperan sebagai tauladan, maka
siapapun yang akan menjadi pemimpin, tokoh, ulama, dsb haruslah
diberikan kompetensi yang memadai.
3. Kompetensi ini dapat dicapai melalui pendidikan, pembinaan,
pelatihan, dan percontohan. Dengan demikian maka lembaga
pendidikan (formal, informal, non formal), pembinaan, pelatihan dan
percontohan harus diadakan dan dimaksimalkan perannya dan
didukung oleh sistim yang baik.
4. Siapapun yang tidak memenuhi syarat dimaksud, maka ia tidak
berhak menempati atau menduduki posisi pemimpin, tokoh, ulama,
guru, dan sebagainya. Sebaliknya bagi siapa saja yang
meu’ek gigoe.” “Ta tangah u langet, langet, ta teukui u bumoe, bumoe.” “Meunyoe tan ta oseuha, pane teuka
rhet di manyang, meunyo na ta oseuha adak han kaya udeep seunang.” “Geutakot keu angkatan, geumalee
keu pakaian.”
182
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
183
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
I. LATAR BELAKANG
Table 1
Health Infrastructure Pre and Post Tsunami
in Province of Nanggroe Aceh Darussalam
184
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Centre 9
Community Health 259 41
Centers 10
Auxiliary Com. H Centers 821 75
10
185
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Tujuan Umum
Tujuan umum kegiatan rehabilitasi dan rekontruksi pembangunan kesehatan
di Nanggroe Aceh Darusslam adalah untuk menata kembali sistem
pembangunan & pelayanan kesehatan di Nanggroe Aceh Darusslam mulai
dari sistem perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
kegiatan-kegiatan pembangunan yang dapat menjamin masyarakat Aceh
untuk hidup lebih sehat dan lebih produktif.
Tujuan Khusus
Sedangkan tujuan khusus kegiatan rehabilitasi dan rekontruksi pembangunan
kesehatan adalah sebagai berikut:
a. untuk membangun infrastruktur kesehatan yang modern mulai dari
fasilitas kesehatan di desa sampai ke fasilitas kesehatan rujukan
tingkat puskesmas, kabupaten/kota dan propinsi dalam wilayah
Nanggroe Aceh Darussalam;
b. untuk membangunan sistem informasi kesehatan dan koordinasi yang
lebih efektif intra dan antar unit/fasilitas kesehatan yang ada dalam
wilayah Nanggroe Aceh Darussalam;
c. untuk membangunan sistem perencanaan dan penganggaran
kesehatan yang terpadu dan efektif;
d. untuk mengembangkan sistem dan mekanisme pembiayaan kesehatan
yang lebih efisien dan efektif;
e. untuk meningkatkan health human capacity building dalam berbagai
aspek keahlian sehingga sistem kesehatan di Nanggroe Aceh
Darussalam dapat berjalan dengan baik;
f. untuk membangunan sistem pemberdayaan, keterlibatan dan
keikutsertaan aktif masyarakat dan stakeholders dalam kegiatan
pembangunan kesehatan di Nanggroe Aceh Darussalam;
186
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
b. RONA
187
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
pranata yang telah dibangun belum begitu kuat dan membudaya (strong
culture). Sehingga dengan mudah system dan tatanan yang baru saja
dibangun tersebut terganggu dan tidak berfungsi lagi sejak tsunami
meluluhlantahkan sebagian besar daerah Aceh. Sehingga rehabilitasi dan
rekonstruksi yang akan dilakukan, tidak hanya membangun fasilitas
kesehatan kembali yang lebih modern, namun juga membangun sistem
kesehatan yang kuat, mampu mendongkrak kinerja sistem kesehatan serta
dapat meningkatkan derajat kesehatan ummat.
Cara pandang dalam membangun Aceh kembali juga perlu dirubah. Rakyat
Aceh yang jumlahnya sekitar 4 juta lebih harus dipandang sebagai asset
utama dalam pembangunan Aceh kembali. Pengalaman (lesson learned)
negara seperti Malaysia, Singapore, dan Korea Selatan yang memandang
manusia sebagai asset dalam membangun telah menunjukan pertumbuhan
ekonomi yang sangat mengesankan dan rakyatnya hidup dengan tingkat
kesejahteraan yang tinggi. Walaupun paradigma ini kurang popular bagi
pihak-pihak yang menginginkan return of investment dalam waktu singkat
(satu-dua tahun), namun pilihan ini merupakan alternatif terbaik bila kita
ingin melihat kemajuan Aceh 15-20 tahun ke depan.
Bila ingin membangunan sumber daya manusia, proses dan fokus
pembangunan harus dimulai sejak dalam kandungan, bahkan sejak akad
nikah. Pembangunan kesehatan harus mengikuti alur siklus hidup manusia.
Tiap phase kehidupan manusia mempunyai special needs terhadap program
dan pelayanan kesehatan. Program tersebut juga harus komprehensif yang
meliputi upaya promosi kesehatan (promotive), pencegahan (preventive),
pengobatan (curative) dan upaya rehabilitasi. Pembangunan kembali Aceh
juga harus mampu melahirkan sistem kesehatan yang kuat, dan mencetak
sumber daya yang mampu melaksanakan program kesehatan secara
komprehensif dan berkesinambungan.
Dengan demikian, arah dan kebijakan rehabilitasi dan rekontruksi kesehatan
juga tidak hanya menfokuskan pada aspek fisik semata, namun juga yang
188
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
lebih penting pada aspek non fisik, dan dilakukan secara komprehensif. Lebih
lanjut, pengembangan program-program kesehatan di Nanggroe Aceh
Darussalam harus mempertimbangkan aspek social cultural dan adat istiadat
masyarakat Aceh sehingga timbul sense of belonging dan sustainability dari
setiap kegiatan pembangunan kesehatan.
Langkah-langkah kegiatan
Phase Rehabilitasi
Beberapa kegiatan yang perlu mendapatkan prioritas pada phase rehabilitasi:
1. Membangun jaringan sistem informasi kesehatan
2. Pengembangan sistem deteksi dini dan rapid response terhadap kejadian
berbagai kejadian penyakit
3. Peningkatan mutu sumber daya manusia
4. Pengembangan sistem perencanaan dan penganggaran kesehatan
Phase Rekonstruksi
Untuk kegiatan rekonstruksi yang perlu mendapatkan prioritas:
1. Pembangunan infrastruktur kesehatan
2. Pengembangan sistem dan mekanisme pembiayaan kesehatan
3. Pengembangan sistem peningkatan mutu dan kualitas pelayanan kesehatan
189
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
No URAIAN PENJELASAN
1 Latar Belakang • Beberapa daerah belum memiliki fasilitas
kesehatan yang memadai
• Banyak fasilitas kesehatan yang rusak akibat
gempa dan gelombang tsunami
2 Tujuan Untuk membangun infrastruktur kesehatan yang
modern mulai dari fasilitas kesehatan di desa
sampai ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat
puskesmas, kabupaten/kota dan propinsi dalam
wilayah Nanggroe Aceh Darussalam;
3 Nama Pembangunan Infrastruktur kesehatan
Program/kegiatan
4 Sasaran Terlaksananya :
1) Pembangunan Rumah Sakit Pendidikan
2) Pembangunan dan rehabilitasi :
1. Rumah Sakit Zainoel Abidin
2. Rumah Sakit Meuraxa
3. Rumah Sakit Calang
3) Pembangunan dan rehabilitasi dan relokasi:
1. Kantor Dinas Kesehatan Provinsi
2. Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh
Jaya.
4) Pembangunan dan Relokasi Puskesmas:
1. Puskesmas Lhong, Aceh Besar
2. Puskesmas Lhok Nga, Aceh Besar
3. Puskesmas Kajhu, Aceh Besar
4. Puskesmas Meuraxa, Kota Banda Aceh
5. Puskesmas Kuala Unga/Kolam Itek,
Cinamprong, Aceh Jaya
6. Puskesmas Lhok Kruet, Aceh Jaya
7. Puskesmas Pateek, Aceh Jaya
8. Puskesmas Lageum*, Aceh Jaya
9. Puskesmas Panga*, Aceh Jaya
10. Puskesmas Teunom, Aceh Jaya
11. Puskesmas Krueng Raya *, Aceh Besar
12. Leupung, Aceh Besar
13. Baitussalam*, Aceh Besar
14. Samatiga, Aceh Barat
15. Arongan Lambalek, Aceh Barat
16. Meurebo, Aceh Barat
190
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
1. Puskesmas Latihan
2. Puskesmas Peukan Bada.
3. Puskesmas Pulau Aceh, Aceh Besar
4. Tanah Pasir, Aceh Utara
5. Seuneudon, Aceh Utara
6. Syiah Kuala, Banda Aceh
7. Kuta Alam, Banda Aceh
8. Trienggadeng, Pidie
9. Pante Raja, Pidie
10. Kuala, Nagan Raya
11. Muara Dua, Lhokseumawe
12. Simpang Jernih, Aceh Timar
13. Puskesmas Calang, Aceh Jaya
191
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
• RS Fakinah
• RS Malahayati
No URAIAN PENJELASAN
Latar Belakang • Belum memiliki fasilitas yang menunjang
Pengembangan Sistem Informasi Manajemen
kesehatan yang memadai baik diseluruh fasilitas
kesehatan.
• Belum dikembangkan system informasi
Kesehatan berbasis GIS diseluruh Daerah
kabupaten Kota dalam Privinsi NAD dalam
menangani akibat gempa dan gelombang tsunami
Tujuan Untuk membangunan sistem informasi kesehatan
dan koordinasi yang lebih efektif intra dan antar
unit/fasilitas kesehatan yang ada dalam wilayah
Nanggroe Aceh Darussalam;
Nama Program/kegiatan Pengembangan Sistem Informasi Kesehatan .
192
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
193
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
No URAIAN PENJELASAN
Latar Belakang Belum adanya Sistem Perencanaan dan
Penganggaran kesehatan yang terpadu baik ditingkat
Kabupaten/Kota maupaun di Tingkat Dinas
Kesehatan Provinsi NAD dalam menangani akibat
gempa dan gelombang tsunami
Tujuan Untuk membangunan sistem perencanaan dan
penganggaran kesehatan yang terpadu dan efektif
Nama Program/kegiatan Pengembangan Sistem Perencanaan dan
Penganggaran Terpadu bidang Kesehatan
Sasaran 1) In house training P2KT untuk tenaga
Perencanaan Kesehatan ditingkat Puskesmas ,
Dinas Kesehatan kabupaten / Kota dan Prov dan
RS.
2) Pengadaan Modul Pelatihan untuk P2KT
3) Pelatihan Manajemen Keuangan dibidang
Kesehatan
4) Pengembangan model kabupaten/kota P2KT
5) Asistensi Kegiatan Perencanaan dan
Penganggaran
Kelompok Sasaran Petugas Puskesmas, Dinas Kesehatan dan Rumah
Sakit Kabupaten dalam Prov.NAD
Lokasi Seluruh Kabupaten/kota dalam Prov.NAD
Cakupan Kegiatan Pelatihan P2KT untuk tenaga Perencanaan
Kesehatan ditingkat Pukesmas , Dinas Kesehatan
kabupaten / Kota dan Provinsi, Pengadaan Modul
Pelatihan untuk P2KT dan pengembangan model
kabupaten P2KT.
Indikator Keberhasilan 1) Seluruh tenaga perencanaan puskesmas, dinas
pada akhir 2006
2) Perencanaan program Puskesmas, Dinas sudah
menerapkan prinsip P2K
3) MONEV dijalankan secara konsisten
Jadwal Waktu Fase Rehabilitasi : Juni 2005 – Desember 2005
Fase Rekontruksi : Januari 2006- Desember 2008
Keterkaitan dengan Pokja IX (Pendanaan)
Program Lain Poja Kelembangaan
Instansi Pelaksanaan dan Dinas Kesehatas
Penanggung Jawab Dirjen Anggaran
Perkiraan Biaya 500.000.000
Sumber Pembiayaan APBN/APBD, BLN/Hibah, Donor
194
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
No URAIAN PENJELASAN
Latar Belakang Sistem dan mekanisme pembiayaan kesehatan di
Kabupaten, Aceh besar, Pidie dan Aceh Utara masih
belum efektif dan efesien
Tujuan Untuk mengembangkan sistem dan mekanisme
pembiayaan kesehatan yang lebih efisien dan
efektif
Nama Program/kegiatan Pengembangan Sistem dan mekanisme pembiayaan
Kesehatan
Sasaran 1) Penelitian Model Pembiayaan kesehatan
2) Pengembangan model pembiayaan kesehatan
dengan model DRG (Diagnostic Related Group) di
salah satu Rumah Sakit
3) Pembahasan, pengesahan dan sosialisasi Qanun
(peraturan daerah) yang mengatur system dan
mekanisme pembiayaan kesehatan.
Kelompok Sasaran Tenaga dan fasilitas kesehatan
Lokasi Seluruh kabupaten/kota
Cakupan Kegiatan Pengembangan Sistem dan model pembiayaan
Kesehatan
Indikator Keberhasilan 1. Tersedianya rekomendasi model pembiayaan
kesehatan yang efektif
2. Adanya model pembiayaan kesehatan yang
efektif
3. Disahkan dan tersosialisasi Qanun sistem dan
mekanisme pembiayaan kesehatan
Jadwal Waktu Fase Rehabilitasi : Juni – Desember 2005
Fase Rekontruksi : Januari 2006- Desember 2008
Keterkaitan dengan Pokja IX (Pendanaan)
Program Lain Poja Kelembangaan
Instansi Pelaksanaan dan Dinas kesehatan
Penanggung Jawab
Perkiraan Biaya 50.000.000.000
Sumber Pembiayaan APBN/APBD, BLN/Hibah, Donor
195
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
No URAIAN PENJELASAN
Latar Belakang Jumlah dan kualitas SDM tenaga kesehatan
Puskesmas, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit
dan fasilitas kesehatan lainya masih kurang
dan belum memadai
Tujuan Untuk meningkatkan health human capacity
building dalam berbagai aspek keahlian
sehingga sistem kesehatan di Nanggroe Aceh
Darussalam dapat berjalan dengan baik
Nama Program/kegiatan Peningkatan SDM Kesehatan
Sasaran 1) Pelatihan dan pendidikan petugas
kesehatan baik dalam maupun luar negeri
2) Pendidikan Magister Kesehatan
Masyarakat
Kelompok Sasaran Tenaga Kesehatan
Lokasi Seluruh kabupaten/kota
Cakupan Kegiatan 1) Pelatihan dalam bidang kesehatan
lingkungan, kesehatan ibu dan anak, gizi,
P2M, akreditasi, dan lainya
2) Pendidikan bergelar: epidemiologi,
biostatistik, health financing, health
planning, untuk Dinas Kesehatan dan
Rumah sakit Umum Kabupaten/Kota
Indikator Keberhasilan 1) Adanya pelatihan, lokakarya, kursus
singkat dan Pendidikan S2 Kesmas
2) Minimal terdapat seorang tenaga ahli
dalam masing bidang dari seluruh
kab/kota pada akhir fase rekontruksi
Jadwal Waktu Fase Rehabilitasi : Juni – Desember 2005
Fase Rekontruksi : Januari 2006- Desember
2008
Keterkaitan dengan Pokja IV
Program Lain Pokja VI
Pokja X
Instansi Pelaksanaan dan Dinas Kesehatan
Penanggung Jawab
Perkiraan Biaya 300.000.000.000
Sumber Pembiayaan APBN/APBD, BLN/Hibah, Donor
196
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
No URAIAN PENJELASAN
Latar Belakang Keterlibatan dan keikutsertaan Stakeholder
secara aktif dalam pembangunan Kesehatan
diseluruh Daerah kabupaten Kota dalam
Provinsi NAD masih rendah dalam
pembangunan kesehatan
Tujuan untuk membangunan sistem pemberdayaan,
keterlibatan dan keikutsertaan aktif
masyarakat dan stakeholders dalam kegiatan
pembangunan kesehatan di Nanggroe Aceh
Darussalam
Nama Program/kegiatan Peningkatan Peran Serta Masyarakat
(stakeholder)
Sasaran 1) Pembentukan District Health Forum di
setiap Kabupaten / Kota.
2) Pembentukan Hospital Governing
Board/Badan
3) Pertemuan Berkala 3 bulanan..
Kelompok Sasaran Tokoh Masyarakat, LSM, Legislatif dan
stakeholder lainnya dalam Kabupaten /Kota
dalam Prov.NAD
Lokasi Di seluruh kabupaten/kota
Cakupan Kegiatan Peningkatan peran serta masyarakat pada
seluruh lini jajaran kesehatan.
Indikator Keberhasilan Terlibatnya anggota masyarakat dalam
perencanaan, dan monev baik pada tingkat
Puskesmas hingga RS dan Dinas Kesehatan
Jadwal Waktu Fase Rehabilitasi : Juni – Desember 2005
Fase Rekontruksi : Januari 2006- Desember
2008
Keterkaitan dengan Pokja IX (Pendanaan)
Program Lain Poja Kelembangaan
Instansi Pelaksanaan dan Dinas kesehatan
Penanggung Jawab
Perkiraan Biaya 300.000.000.
Sumber Pembiayaan APBN/APBD, BLN/Hibah, Donor
197
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
No URAIAN PENJELASAN
Latar Belakang Belum berjalannya sistem deteksi dini dan
respons cepat terhadap kejadian kegawatan
berbagai jenis penyakit yang berpotensi
untuk wabah
Tujuan mengembangkan sistem deteksi dini dan
rapid response terhadap kejadian berbagai
kejadian penyakit, terutama yang berpotensi
untuk terjadinya wabah
Nama Program/kegiatan Peningkatan dan Pengembangan Surveilens
Epidemiologi
Sasaran 1) Pelatihan Tenaga surveilens Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dalam Provnsi
NAD.
2) Pengadaan peralatan penunjang
surveilans
3) Pengembangan sistem surveilans
4) Pembentukan SAR kesehatan
Kelompok Sasaran Tenaga surveilens puskesmas dan dinas
Kesehatan kabupaten / kota dalam provinsi
NAD
Lokasi Suluruh Puskesmas dan Dinas Kesehatan
Kab/kota di Prop NAD
Cakupan Kegiatan Pelatihan dan monev dan pengadaan
peralatan penunjang surveilans pada seluruh
Kab/kota di Prop NAD
Indikator Keberhasilan 1) Terlaksana pelatihan bagi seluruh petugas
surveilans pada akhir 2007.
2) Adanya mata anggaran dalam APBD
3) Tersedianya informasi mengenai penyakit
dan status gizi yang uptodate
4) Terbentuknya tim SAR
Jadwal Waktu Fase Rehabilitasi : Juni – Desember 2005
Fase Rekontruksi : Januari 2006- Desember
2008
Keterkaitan dengan Pokja IX (Pendanaan)
Program Lain Poja Kelembangaan
Instansi Pelaksanaan dan Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit
Penanggung Jawab
Perkiraan Biaya 50.000.000.000
Sumber Pembiayaan APBN/APBD, BLN/Hibah, Donor
198
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
No URAIAN PENJELASAN
Latar Belakang 1) Belum ada standar mutu pelayanan
kesehatan masyarakat
2) Masih rendahnya kualitas pelayanan
kesehatan
3) Masih rendahnya tingkat kepuasan
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
Tujuan Membangun sistem dan tatanan yang mampu
menjamin mutu dan kualitas pelayanan
kesehatan masyarakat
Nama Program/kegiatan Pengembangan sistem peningkatan mutu dan
kualitas pelayanan kesehatan
Sasaran 1) Sosialisasi peningkatan mutu dan kualitan
pelayanan kesehatan masyarakat
2) Terbentuknya unit kendali mutu diseluruh
unit pelayanan kesehatan masyarakat
3) Pengembangan SOP di semua unit
pelayanan kesehatan masyarakat dan
perorangan
Kelompok Sasaran Seluruh unit pelayanan kesehatan di Prop
NAD.
Lokasi Seluruh Prop NAD
Cakupan Kegiatan Tersosialiasi dan terlakasana pelayanan
bermutu pada semua petugas.
Indikator Keberhasilan 1) Peningkatan tingkat kepuasan masyarakat
terhadap pelayanan
2) Terbentuknya gugus kendali mutu di setiap
unit pelayanan kesehatan
3) Adanya SOP di setiap unit pelayanan
kesehatan
Jadwal Waktu Fase Rekontruksi : Januari 2006- Desember
2008
Keterkaitan dengan Pokja IX (Pendanaan)
Program Lain Poja Kelembangaan
Instansi Pelaksanaan dan Dinas kesehatan dan rumah sakit
Penanggung Jawab
Perkiraan Biaya 1.000.000.000.
Sumber Pembiayaan APBN/APBD, BLN/Hibah, Donor
199
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Pencegahan/pemberantasan Penyakit
Program Tambahan
200
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
201
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
BAB VII
POKJA – VII
HUKUM
I. LATAR BELAKANG
Gempa bumi dan gelombang tsunami yang terjadi di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalalam (NAD) pada tanggal 26 Desember 2004, telah menimbulkan derita
kemanusiaan yang tak terperikan. Bencana alam yang luar biasa tersebut telah
menyebabkan ratusan ribu orang meninggal dunia, kehilangan tempat tinggal dan
harta benda, serta lumpuhnya sektor ekonomi, infra dan suprastruktur bidang
pertanahan. Semua ini mengakibatkan timbulnya keresahan dan kekhawatiran
masyarakat menyangkut status dan hak mereka atas tanah.
Selain dari pada itu telah menimbulkan persoalan pelik serta kompleks di bidang
hukum keluarga, misalnya, hilangnya sebagian atau seluruh ahliwaris, banyaknya
anak yang memerlukan pengasuhan/perwalian, serta hilangnya dokumen identitas
kependudukan, perkawinan, dan harta benda.
Secara kelembagaan, bencana gempa dan tsunami tersebut juga mengakibatkan
rusak/hancurnya pranata yang berfungsi sebagai penentu tegaknya status hukum
keluarga di Aceh, misalnya, rusaknya prasarana dan sarana di lingkungan
mahkamah syar’iyah.
Selain kerusakan terhadap prasarana dan sarana hukum di Provinsi NAD, juga
telah mengakibatkan meninggal/hilangnya sejumlah aparatur penegak hukum dan
tenaga administrasi dan tenaga teknis. Hal ini tentunya berpengaruh pada proses
pelayanan dan penegakan hukum di Provinsi NAD.
202
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
hukum bidang pertanahan yang paling mendesak dan harus segera ditangani
adalah bagaimana hak-hak keperdataan di bidang pertanahan dapat dipulihkan
kembali, dijamin, dan dilindungi, sementara banyak prasarana/sarana, serta
infrastruktur pertanahan yang hancur dan musnah. Rehabilitasi dan rekonstruksi
pertanahan harus segera diwujudkan dengan memperhatikan aspek-aspek
kultural, agama, adat, dan kondisi daerah.
203
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
204
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
D. Bidang SDM
Hingga saat ini, upaya yang telah dilakukan baru bersifat pendataan serta
pelaporan ke induk instansi masing-masing.
205
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
b. Melakukan identifikasi subjek dan objek hak atas tanah baik terhadap tanah
yang telah terdaftar maupun yang belum terdaftar, dan
c. Membuat/mengeluarkan sertifikat pengganti bukti hak baru.
D. Bidang SDM
a. Pendataan,
b. Pelaporan,
206
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
e. Kelompok Sasaran:
1. Badan Pertanahan Nasional (Kanwil BPN dan Kantor Pertanahan).
2. Masyarakat pemilik/pemegang hak atas tanah.
f. Lokasi Kegiatan:
207
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Mencakup seluruh wilayah yang terkena bencana gempa bumi dan gelombang
tsunami, meliputi:
g. Cakupan Kegiatan:
- Meliputi pendaatan objek dan subjek tanah hingga pembuatan sertifikat.
h. Indikator Keberhasilan
1. Tersedianya ruang/tanah sesuai dengan fungsi dan kualitas ruang/tanah,
2. Tersedianya akses semua elemen/kepentingan masyarakat terhadap
ruang/tanah yang memadai,
3. Terlindunginya hak-hak masyarakat pemilik tanah akibat terjadinya
perubahan perencanaan dan penggunaan ruang/tanah,
4. Tersedianya data tentang subjek dan objek tanah yang terkena gempa
dan tsunami,
5. Tersedianya kembali tugu titik dasar teknis yang rusak/hilang,
6. Tersedianya kembali batas-batas bidang tanah,
7. Dimilikinya sertifikat pengganti oleh pemegang hak atas tanah (tanah
yang terdaftar),
8. Tersedianya kembali dokumen pertanahan, dan
9. Tersedianya alat bukti hak atas tanah yang belum terdaftar.
208
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
d. Sasaran
e. Kelompok Sasaran
- Masyarakat yang menjadi korban gempa dan gelombang tsunami.
209
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
f. Lokasi Kegiatan
g. Cakupan Kegiatan
h. Indikator Keberhasilan
210
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
D. Bidang SDM
a. Bidang Pokja : Hukum
b. Nama Program : Penambahan dan Peningkatan Sumber Daya Manusia
c. Nama Kegiatan : Peningkatan SDM
d. Sasaran :
1. Penambahan tenaga hakim dan jaksa,
2. Penambahan tenaga fungsional dan administratif, dan
3. Peningkatan kualitas dan kapasitas hakim, jaksa, dan aparatur hukum
lainnya.
5. MEKANISME PELAKSANAAN:
A. Bidang Hukum Pertanahan
Secara teknis diatur oleh BPN Pusat dan Kanwil BPN Provinsi NAD.
211
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
D. Bidang SDM
Secara teknis operasional dilakukan oleh masing-masing instansi. Khusus untuk
rekruitmen tenaga hakim dan jaksa, dilakukan melalui crash program. Sedangkan
untuk tenaga teknis dan administratif dilakukan dengan cara reguler.
212
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
BAB VIII
POKJA – VIII
PEMULIHAN KETERTIBAN, KEAMANAN DAN
REKONSILIASI
I. PENDAHULUAN
213
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
214
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Kondisi keamanan pada masa darurat sipil sedikit lebih membaik, ini dapat
dilihat dari tidak ada lagi pemberlakuan jam malam, dan masyarakat sudah
bisa melakukan beberapa aktivitas di malam hari. Hanya saja menyangkut
dengan keamanan desa/gampong tetap diberlakukan jaga malam seperti di
masa berlakunya darurat militer. Pemberlakuan jaga malam di masa DS
tetap mengacu kepada ketentuan yang berlaku di masa darurat militer,
namun ada beberapa desa/gampong ritme jaga malamnya tidak lagi seperti
di masa darurat militer.
215
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
216
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
217
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
biru NAD setelah gempa dan tsunami. Namun, memang terlihat suasana
yang sangat tidak tertib karena faktor bencana, baik dalam hubungannya
dengan kehidupan masyarakat sehari-hari maupun dalam hubungannya
dengan pelayanan birokrasi.
Satu halyang menarik adalah bahwa kedua pihak yang bertikai, GAM dan
Pemerintah RI secara tiba-tiba meneruskan kembali perundingan yang telah
pernah dilaksanakan oleh kedua pihak sebelumnya pada tahun 2000-2002.
218
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Kedua pihak melakukan pertemuan sebanyak dua kali di Helsinki, dan kali ini
difasilitasi oleh Crisis Management Initiative. Namun, sampai dengan akhir
pertengahan Maret 2005, belum ada hal yang signifikan yang dihasilkan dari
perundingan tersebut.
219
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
• Kebutuhan dalam berbagai aspek ini menyangkut dua hal; kebutuhan atas
strategi yang memungkinkan kondisi menjadi kembali aman dan tertib,
dan kebutuhan terhadap prasarana dan sarana yang akan memberi
dukungan kepada terimplementasinya strategi tersebut, khususnya
menyangkut kebutuhan dana.
220
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
• Konsep aman dan tertib merupakan dua konsep tak terpisahkan, karena
itu dalam kaitannya dengan upaya menciptakan ketertiban dan keamanan,
maka upaya itu harus dilakukan secara paralel, tidak terpisah satu sama
lain. Suasana tertib hanya akan muncul apabila ada rasa aman.
3.2. Program
3.3. Strategi
221
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
• GAM-Masyarakat NAD
• Civil Society perlu diakui sebagai pihak yang berpihak pada perdamaian
dan kemanusiaan, dan oleh karena itu perlu diperkuat dan diberi ruang
222
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
223
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
224
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Prasyarat rekonsiliasi
225
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
226
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
BAB IX
POKJA – IX
AKUNTANBILITAS DAN GOVERNANCE
I. LATAR BELAKANG
Bencana alam gempa dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2005
pada pukul 07.58 WIB terjadi di wilayah pesisir Nanggroe Aceh Darussalam
& Sumatera Utara telah
menghancurkan Banda Aceh, Meulaboh, wilayah pantai Aceh Besar, Aceh
Jaya, Nagan Raya, Simeuleue, Aceh Utara, dan Aceh Timur dan 8 kab/kota
lainnya di NAD dan Kab Nias di Sumut. Wilayah yang rusak mencapai 10.000
km2 di 22 kab/kota. Gempa dan Tsunami tersebut merupakan yang terbesar
keempat setelah yang terjadi pada tahun 1900 dan yang terbesar setelah
Gempa di Prince William Sound, Alaska (1964)
Jika ditinjau dari data inventarisasi kerusakan dan kerugian akibat
musibah ini tercatat 1,3 juta rumah dan bangunan, 8 pelabuhan, 4 depot
BBM, 85% sarana air bersih, 92% sarana sanitasi, 120 km jalan,18 jembatan,
dan 20% jaringan distribusi listrik.
Dari data yang dikemukakan di atas dapat diperkirakan bahwa total
kerugian dan kerusakan adalah ± 4,5 Milyar Dollar (Rp 40 Trilyun). Angka ini
menggambarkan 2,2% dari GNP dan 97% dari GDP Provinsi NAD.
Ditinjau dari sektor yang terkena dampak musibah ini, berdasarkan data
yang diperoleh dari Bank Dunia dapat diperinci sebagai adalah Lingkungan
(11%), Sosial (termasuk perumahan) (34%), Infrastruktur (37%), dan
lainnya (2%).
227
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
228
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Jumlah Bantuan
No. Negara Total
Realiasi
Komitmen
Bantuan (juta)
(juta)
1. Jepang USD 500.00 USD 22.81
2. Amerika Serikat USD 350.00
3. Australia AUS$ 385.00 AUS$ 23.00
4. Kanada CDN$ 80.00
5. Selandia Baru US$ 7.20
6. Swedia US$ 75.00
7. Korea Selatan US$ 50.00 US$ 15.00
8. Uni Emirat Arab US$ 20.00
9. Cina RMB 107.17
10. Spanyol EUR
0.
00
11. Malaysia US$ 3.40
II. PERMASALAHAN
Alokasi APBN dan APBD yang tidak banyak berubah akan berdampak
pada minimnya dana untuk recovery dan reconstruction pembangunan Aceh.
Sumber terbesar APBD Aceh berasal dari transfer Pemerintah Pusat, berupa
dana migas dan DAU, juga tidak mampu meng-backup keperluan ini. Oleh
sebab itu pemaksimalan bantuan asing (foreign finance) perlu mendapat
perhatian serius, karena tingginya komitmen yang diberikan oleh negara
asing melalui forum CGI. Perwujudan komitmen-komitmen yang telah
dinyatakan oleh negara-negara donor perlu ditindaklanjuti dengan
pemenuhan syarat-syarat bantuan dari negara donor.
229
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Informasi yang diekspose dari hasil pertemuan Paris Club (CGI Forum)
menggambarkan estimasi komitmen dari donor berjumlah antara US$ 4
milyar sampai US$ 5 milyar. Pengalaman dari beberapa negara yang
mengalami bencana alam dalam mencairkan komitmen berada pada tingkat
5% - 16% dari plafon, hal ini disebabkan antara lain oleh kendala
perencanaan, prosedural dan ketidakmampuan memenuhi persyaratan yang
ditentukan oleh negara donor.
Dari total komitmen donor tersebut, proporsi untuk penanggulangan
bencana stunami untuk Aceh berada pada angka %0% sampai 60% (US$ 2
milyar sampai US$ 3 milyar) dan kemampuan memenuhi prasyarat untuk
merealiasikan komitmen tersebut berada pada kemampuan, misalnya, 20%
saja, maka dana yang dapat digunakan untuk rekonstruksi Aceh hanya
US$ 0,4 milyar samapi US$ 0,6 milyar (Rp 3,6 Trilyun sampai Rp 5,4 Trilyun)
dari taksiran kebutuhan dana awal untuk rekonstruksi Aceh sebesar Rp 40
Trilyun.
Selain kendala ketidakmampuan negara penerima komitmen memenuhi
prasyarat negara donor, kemungkinan gagalnya realisasi antara lain:
1. Perubahan politik negara dan komitmen, jadi kita harus cepat
merebutnya
2. Berakhirnya periode anggaran negara donor
3. Terjadinya bencana berskala internasional di negara lain
4. Terganggunya mekanisme akuntabilitas sehingga menurunkan
kepercayaan dari negara donor.
Oleh sebab itu usaha-usaha yang mengarah pada terealisasinya
komitmen negara donor harus segera dilakukan, antara lain dengan
membentuk special envoy (duta khusus) guna “me-remind” negara-negara
donor akan janji mereka. Special envoy juga bertugas mensosialilasikan
program-program kerja yang telah disusun oleh masing-masing kelompok
kerja. Output yang didapat dari kelompok kerja akan memberikan hasil
berupa:
o Keandalan data penyusunan program
230
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
231
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
232
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
negara yang paling besar terkena dampak tsunami adalah Indonesia, karena
itu lada logicnya bantuan itu lebih banyak mengalir ke negara kita, tetapi
kita musti kuatir bantuan asing tidak akan masuk kenegara kita karena
lemahnya kepercayaan negara luar terhadap Indonesia. Untuk itu diperlukan
upaya penyusunan suatu mekanisme pendanaan yang akuntable, sehingga
akan dapat memperbaiki citra negara Indonesia sebagai salah satu yang
kurang bersih.
Mekanisme pendanaan yang disusun diharapkan akana memaksimumkan
pencairan dana dari sejumlah komitmen yang telah disampaikan. Mekanisme
ini juga akan merangsang bantuan baru dari negara donor. Mekanisme
pendanaan tersebut melibatkan unsure dari negara donor, pemerintah dan
masyarakat local (local community).
233
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
234
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
235
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Pembentukan Badan Pengawas ini harus dilakukan melalui fit and profer test.
Hambatan-hambatan akuntabilitas pendanaan dapat dihindari dengan
melakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Membentuk executing agency (entitas) dengan stuktur organisasi yang
solid, kredibel, capable, dan acceptable.
2. Menciptakan suatu standar biaya yang baku.
3. Merumuskan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis (manual) guna
memudahkan dalam pengevaluasian dan pertanggungjawaban.
4. Menghindari kebocoran akibat uji coba pekerjaan.
5. menetapkan standar gaji.
6. Memberi peluang sebesar-besarkan bagi prefernsi negara donor.
236
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
BAB X
POKJA – X
SISTEM DAN MEKANISME PENDANAAN
I. PENDAHULUAN
237
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
238
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
bantuan asing sampai dengan tanggal 18 Februari 2005 dapat dilihat pada
Tabel 2.
Jumlah Bantuan
Total Total
Komitmen Realisasi Sisa Komitment
No. Negara (juta) (juta) (juta)
1 Jepang USD 500 22.81 477.19
2 Amerika USD 350
Serikat 350
3 Australia AUS$ 385 23 362
4 Kanada CDN$ 80 80
5 Selandia Baru US$ 7.2 7.2
6 Swedia US$ 75 75
7 Korea Selatan US$ 50 15 35
8 Uni Emirat US$ 20
Arab 20
9 Cina US$ 107.17 107.17
10 Spanyol EUR 50 50
11 Malaysia US$ 3.4 3.4
Alokasi APBN dan APBD yang tidak banyak berubah akan berdampak pada
239
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Sumber terbesar APBD Aceh berasal dari transfer Pemerintah Pusat, berupa
dana migas dan DAU, juga tidak mampu meng-backup keperluan ini. Oleh
240
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
241
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
yang berasal dari luar negeri yang berbentuk kas harus dibentuk dalam
trust fund.
Trust fund yang mungkin dibentuk terbagi dalam Multi Donors
Trust Fund (MDTF) dan Aceh Trust Fund (ATF). MDTF adalah
mekanisme yang telah dikembangkan World Bank yang merupakan
konsensus beberapa negara untuk membentuk trust fund yang dilengkapi
dengan steering committe, yang terdiri dari wakil negara donor, Pemerintah
RI, dan masyarakat lokal. Mekanisme ini akan menjadikan MDTF sebagai
one stop center untuk mengakses dana multidonor. Namun perlu
diperhatikan bahwa MDTF memiliki keterbatasan, antara lain:
• Adanya individu (people) yang ingin langsung memberikan bantuan
tanpa melalui mekanisme MDTF.
• Should we put all eggs in one basket
• Perlu dikaji tentang bottleneck
• Perlu dikaji tentang kelemahan single authority
Untuk mengatasi keterbatasan MDTF di atas perlu dipikirkan alternatif
lain dalam trust fund, maka akan dibentuk Aceh Trust Fund (ATF) yang
juga dilengkapi dengan steering committe yang terdiri dari masyarakat lokal.
ATF dibentuk dengan alasan untuk menampung dana dari individu (people)
yang ingin menyalurkan dananya bagi pembangunan Aceh. Individu (people)
ini dapat berupa individu lokal, nasional, maupun internasional.
Namun prasyarat utama dari dibentuknya trust fund adalah dengan melibat
para negara donatur, wakil pemerintah pusat, dan wakil kumuniti lokal.
Kemudian diperlukan badan yang mengkoordinasikan bantuan, baik bersifat
hibah baik uang maupun bersifat in-kind, loan, dan dana APBN/APBD yang
ditujukan untuk rekontruksikan pembangunan di daerah yang terkena
dampak tsunami. Badan ini mutlak harus ada untuk memangkas hambatan-
hambatan birokrasi guna percepatan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh.
Badan yang dibentuk ini, apapun namanya, apakah Badan Otoritas Khusus
ataupun Badan Pelaksana Pembangunan ini harus dibentuk dengan
ketentuan:
242
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Lembaga Pengawas:
(Public Oversight
Body)
243
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
BAB XI
POKJA – XI
SYARIAT ISLAM
I. LATAR BELAKANG
244
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
245
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Tujuan
Membangun kembali kehidupan masyarakat berdasarkan nilai-nilai
ke Islaman dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia,
dalam semua aspek kehidupan dan pembangunan.
Sasaran
Penduduk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Tantangan
Kondisi umum di Nanggroe Aceh Darussalam adalah rusaknya
tatanan kehidupan masyarakat akibat gempa dan tsunami. Bencana
tersebut memberikan dampak psikologis yang cukup berat karena
masyarakat kehilangan sanak saudara, harta benda dan tempat
tinggal serta kesempatan untuk bekerja, dan ketenangan dalam
beribadah.
246
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
III. RONA
V. PERTIMBANGAN KELAYAKAN
Strategi:
- Melibatkan masyarakat termasuk anak-anak dan perempuan
- Meningkatkan kualitas tokoh dan pimpinan masyarakat
- Pembinaan yang berkesinambungan
Usulan Program:
247
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
248
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
Observasi Rp.
1
hisab rakyat 1.000.000.000
Rp.10.000.000.0
Asrama Haji 1
00.
Gedung MPU:
- Gedung MPU 1 Rp.
Nanggroe 5.000.000.000
Aceh 3
Darussalam Rp.
- Gedung MPU 2.000.000.000
Kab/kota
Dinas Syari’at
1 Rp.
islam:
2 2.000.000.000
- NAD
Rp.
- Kab/Kota
2.000.000.000
Pelayanan:
a. 1 thn
Penggantian
25.000 x 2 x
Dokumen akta Rp. 250.000.000
Rp.50.000
nikah dan
wakaf
1000 Lbr Akta 1000x50x20.00 1 thn
Rp. 100.000.000
wakaf 0
b. 3000 x 2 orang
Rp.
Peningkatan x Rp. 3 thn
6.000.000.000
Kualitas 1.000.000,-
petugas : Rp.
- Masjid 3000 6000 x 1 orang 6.000.000.000
buah x Rp.
- Meunasah 1.000.000,-
6000 buah
c. Iinsentif Rp. 1 thn
6000 x 1 orang
guru agama 6.000.000.000
x Rp.
untuk 6000
1.000.000,-
desa
d. Sosialisasi
dan 3 thn
22 kab/kota x Rp.
pengawasan
Rp.100.000.000 2.200.000.000
pelaksanan
syariat Islam
Pelatihan:
a. Khatib 3000 2 orang x3000x Rp. 3 thn
Masjid Rp. 1.000.000,- 6.000.000.000
249
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
250
Usulan Program Blue Print Aceh – Univ. Syiah Kuala
251