You are on page 1of 25

ASPEK SOSIAL DAN BUDAYA

DI SUMENEP - MADURA
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah : ANTROPOLOGI
Dosen Pengampu: Bapak Nana Sudiana

Di susun oleh :
Nama : Fiki Ari Siswadi
Nim : 010701036
Psik :A

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
STIKES NGUDI WALUYO
UNGARAN
2011
BAB I
PENDAHULUAN

Pada umumnya orang – orang yang diluar Pulau Madura atau orang yang
belum mengenal Pulau Madura cenderung mempunyai anggapan bahwa Madura
itu gersang, tandus dan orang – orangnya keras serta sulit untuk diajak konpromi.
Pokoknya hal – hal yang negatif banyak diarahkan pada masyarakat Madura,
utamanya bagi orang Madura yang diperantauan.
Kenyataannya hal itu tidak semuanya benar, panjang sekali masalah tersebut
kalau penulis uraikan dalam kesempatan ini.
Untuk waktu yang relatif singkat dan mendesak, melalui tulisan ini, penulis
hanya ingin mencoba mengenalkan aspek – aspek budaya Madura yang sangat
perlu diketahui oleh generasi Madura saat ini, yang menurut pengamatan penulis
sudah tidak lagi difahami anak muda Madura, yang tinggal di Madura, apalagi
yang sudah diluar Madura dan tidak lagi berkomunikasi dengan komunitas
Madura.
Mudah – mudahan melalui tulisan yang sederhana ini, dapat kembali
menggugah mereka, mengenal lebih banyak Madura yang kita cintai ini.
Tulisan ini memang sengaja penulis susun sangat sederhana dengan
kekurangan – kekurangan, agar dari kekurang itu, pembaca akan berusaha
menambah, mencari, dan menggali tentang budaya Madura.
• Letak Dan Keadaan Alam Pulau Madura
Pulau Madura terdiri dari 4 ( Empat ) Kabupaten, yaitu : Bangkalan,
Sampang, Pamekasan, dan Sumenep.
Letaknya, ditimur laut pulau jawa dengan koordinat 7o lintang selatan dan
antara 112o dan 114o bujur timur.
Panjang pulau Madura, ±190 Km jarak terlebar ±40 Km, luasnya keseluruhan
±5.304 Km.
Tingginya dari permukaan laut antara 2 meter sampai dengan 350 meter,
ketinggian yang paling rendah ada di daerah – daerah pantai (Barat – Utara –
Timur – dan Selatan).
Daerah – daerah yang tersebar di bagian tengah pulau, berupa deretan
pegunungan – pegunungan kecil.
Pulau – pulau kecil yang berada di kepulauan Madura jumlahnya mencapai
lebih dari 100. Diantara Pulau tersebut ada yang tidak berpenduduk.

• Stratifikasi Sosial / Pelapisan Sosial Masyarakat Madura


1. Oreng Kene’ / Dume’ = Sebagai Lapisan Terbawah, Yaitu :
masyarakat yang biasanya kebanyakan bekerja sebagai petani – nelayan
– pengrajin dan orang yang tidak mpunya mata pencaharian tetap.
2. Ponggaba, Yaitu : orang yang bekerja di Instansi normal terutama di
Kantor Pemerintah.
3. Parjaji, Yaitu : Lapisan masyarakat yang berada paling atas.
Parjaji ada 2 macam pengertiannya :
 Orang – orang yang masih keturunan raja di Madura pada saat
itu. Biasanya tingkatan Gelar Ke Bangsawanan nya seperti RA-RP-
RB-R.mas-R ( Untuk laki – laki ) R.Ayu / R.Ajeng, R.Roro ( Untuk
wanita ).
 Orang – orang berpangkat menengah sampai dengan tinggi
pada saat Pemerintahan Belanda, seperti Asisten Wedana (Camat)
– Wedana Patih – Kanjeng / Bupati, dsb.
• Stratifikasi di lingkungan masyarakat agama / pesantren

Stratifikasi di lingkungan masyarakat agama / pesantren yang kita kenal ada 4


Tingkatan, Yaitu ( Dari yang ter-atas ) :

KEYAE
Adalah seseorang yang dikenal sebagai pemuka Agama (Ulama) karena
menguasai banyak Ilmu Agama Islam. Selain berfungsi sebagai pembina
ummat juga sebagai penerus / pengajar ajaran para Nabi pada santri –
santrinya.

BINDARAH
Adalah orang – orang yang telah mendapatkan / men-tamatkan
pendidikannya di Pondok Pesantren, dan mereka telah memiliki
pengetahuan keagamaan yang cukup banyak tetapi belum setara dengan
pengetahuan Keyae.
Ada Pula Bindarah yang sudah banyak didatangi orang untuk NYABIS
terutama di Desa / Dusun yang agak jauh dari seorang Keyae.

SANTRE
Adalah orang – orang yang masih sedang menuntut Ilmu keagamaan di
sebuah Pondok Pesantren.

BANNE SANTRE
Seseorang yang tidak pernah Mondok / tidak pernah menuntut Ilmu
keagamaan di sebuah Pondok Pesantren.
• TINGKAT BAHASA ( Dag ondagga basa )
Dalam Bahasa Madura kita kenal 5 tinggkatan Bahasa :
1. Bahasa Kraton = Abdi Dalem – Junan Dalem
 Biasa digunakan di lingkungan keluarga Kraton
2. Bahasa Tinggi = Abdina – Panjennengan
 Biasa digunakan oleh ponggawa / bawahan pada atasan, baik
di Lingkungan Kraton maupun di Lingkungan Pemerintahan, atau
Santre pada Keyae.
3. Bahasa Halus = Kaula – Sampeyan
 Biasa digunakan oleh yang lebih muda pada yang lebih tua /
pada yang dihormati.
4. Bahasa Menengah = Bula – Dika
 Biasa digunakan oleh yang lebih tua pada yang lebih muda
tetapi di hormati.
Misal : Mertua pada menantunya.
5. Bahasa Mapas / Kasar = Sengko’ – Ba’na – Kakeh – Sedeh
 Biasa digunakan oleh yang lebih tua pada yang lebih muda,
orang yang mempunyai posisi yang lebih tinggi pada bawahannya,
dan orang yang seumur / sebaya (teman).
BAB II
ISI

Wilayah   Sumenep   telah   dikenal   semasa   kerajaan   Singosari.   Dulu   disebut 


Sungenep, lalu Songennep, dan akhirnya Sumenep. "Sri Ranggawuni atinggal putra 
lanang, aran Sri Kertanagara; sira Mahisacampaka atinggal putra lanang, aran Raden 
Wijaya. Siraji Kertanegara sira anjeneng prabhu, abhiseka bhatara Siwabudha. Hana 
ta   wongira,   babatanganira   buyuting   Nangka,   aran   Babak   Wide   sinungan 
pasenggahan Arya Wiraraja,  arupa tan kandel denira, dinohaken, kinon adhipatia 
ring Sungenep, anger ing Madura Wetan." 
Artinya, Sri Ranggawuni meninggalkan seorang putra laki­laki, bernama Sri 
Kertanagara, beliau Mahisacampaka meninggalkan putra laki­laki, bernama Raden 
Wijaya. Beliau raja (aji) Kertanagara menaiki tahta, dengan gelar penobatan betara 
Siwabudha. Ada orang beliau, juru terka/penasehat buyut di desa Nangka, bernama 
Babak   wide,   diberi   nama   Arya   Wirarajaya,   dan   tidak   dipercaya   oleh   beliau 
(Kertanagara), dijauhkan dan diperintahkan supaya menjadi adhipati di Sungeneb, 
bertempat tinggal di Madura Timur.
Menjadi   jelas   bahwa   sebelum   Kertanagara   memimpin   Singosari,   wilayah 
Sungenep   telah   dikenal.   Karenanya   banyak   pakar   berpendapat   bahwa   kata 
''Sungenep'' berasal dari bahasa Jawa Kuno.
Dari segi asal kata atau etimologi, perkataan Sungeneb berasal dari ''sung'' 
dan ''eneb''. Dalam bahasa Jawa Kuno sung (song) berarti rongga, lobang, teluk atau 
semacam  tempat  berlabuh. Perkataan  eneb berkaitan dengan endap (mengendap), 
tenang, tutup. Jadi Sungeneb berarti tempat berlabuh, tempat mengendap, berteduh, 
dan tenteram. 
Namun   menurut   pendapat   Sukarto   Atmodjo,   Sungenep   dapat   berarti   pula 
sebagai tempat berlabuh yang baik. Sebab ''su'' menurut bahasa Jawa Kuno berarti 
baik.
Argumen semacam ini didukung fakta, yakni lokasi Sumenep yang sekarang 
terletak hanya 5 km dari pantai Kertasada, Marengan Kecamatan Kalianget. Menurut 
Drs Abdurahman, mantan bupati Sumenep, meyakini bahwa pelabuhan Kalianget 
dan   Sumenep   dahulu   kala   merupakan   pelabuhan   yang   penting   dan   ramai,   dan 
banyak   perahu   berlayar   hilir   mudik   yang   menghubungkan   Tuban,   Surabaya, 
Madura, dan Bali. 
Pada   waktu   itu   perahu­perahu   masih   dapat   berlayar   masuk   ke   dalam   sampai 
berlabuh di Kalianget, tepatnya di Desa Marengan. Sedangkan kantor bea cukainya 
ada di Desa Pabian yang sekarang masuk wilayah Kecamatan Kota Sumenep.
Masih menurut Edi Setiawan SH, ia juga sependapat dengan argumen bahwa 
Sungenep mengacu pada arti tempat berlabuh, sebab menurutnya, dulunya kawasan 
Sungenep ini banyak berupa rawa­rawa. Ia mengutip penelitian antropolog Dr Adi 
Sukadana,   bahwa   pemukiman   awal   di   Madura   terdapat   di   bagian   tengah   atau 
punggung pulau Madura, yang umumnya terdiri dari pegunungan atau bukit­bukit 
kecil. Sedang di daerah­daerah yang terletak di dataran rendah, termasuk Sumenep, 
pada masa lalu sebelum abad XIII masih tergenang air rawa.
Lalu   sesuai   dengan   lidah   orang   Madura,   Kota   Songennep   lebih   dikenal 
daripada  Sungenep.   Menurut  Edi,   dalam   bahasa  madura   huruf  "O"  lebih   banyak 
digunakan daripada huruf "U". Bahkan menurutnya, pengarang buku sejarah Madura 
juga menyebut Songennep dan bukan Sungeneb.
Perkembangan berikutnya sebutan Songennep menjadi Sumenep. Kitab kuno 
seperti Kidung Ranggalawe dalam nyanyian 1 telah menyebut Sumenep dan bukan 
Sungeneb. 
"Mungge ing Sumenep pernah Madhura Wetan, lawasipun anganti, patang 
puluh tiga, duk andon balanabrang,  sira Wiraraja  dadi arasa­rasa, denen dinohan 
apti" yang kalau diindonesiakan, bertempat di Sumenep di Madura Timur, lamanya 
menanti  empat puluh tiga, sewaktu berangkat bala menyeberang,  beliau Wiraraja 
berfikir mengapa dijauhkan kehendaknya.
Sumenep   kota   paling   ujung   di   Pulau   Madura   ternyata   sampai   saat   ini 
memiliki potensi wisata yang perlu untuk terus dilestarikan. Misalnya saja terdapat 
banyak gedung peninggalan Belanda yang memiliki potensi wisata. Salah satunya 
adalah benteng dan makam belanda yang banyak dijumpai. Adanya banteng tersebut 
sebagai salah satu saksi kalau jejak Belanda di Sumenep. Namun, riwayat benteng 
tersebut sampai saat masih terabaikan .
Sebagai   bukti   bahwa   kolonial   Belanda   pernah   menginjakkan   kakinya   di 
Sumenep adalah banyaknya peninggalan  kolonial Belanda yang masih dapat kita 
jumpai di kota Sumenep, hanya saja semua situasi yang memberikan goresan sejarah 
itu lapuk ditelan zaman.
Yang masih cukup baik adalah bangunan Belanda berupa Dam Air di Desa 
Kebunagung, 1 km ke arah barat Kota Sumenep. Lainnya hampir dalam kondisi 
yang memprihatinkan.
Bahkan, kalau kita dapat melihat perkampungan Belanda di kota Sumenep, di Desa 
Marengan,   Kecmaatan   Kalianget,   yang   sepanjang   jalan   raya   berjajar   bangunan 
peninggalan Belanda, namun nampak tidak terpelihara dan sebagian lain diabadikan 
sebagai   tempat   sarang   burung   walet.   Penghuninya   pun   lebih   banyak   bersifat 
keturunan.
Kini,   benteng   itu   teronggok   lesu.   Pohon­pohon   tumbuh   liar   disela­sela 
tembok. Akar pohon itu menerobos bebatuan tembok, menambah kerusakan yang 
tampak pada benteng Kalimo'ok.
Benteng tersebut merupakan simbol heroisme bagi rakyat Sumenep, jika saja 
kekayaan ini dapat di pelihara, dilestarikan keindahan dan keagungan bangunannya 
maka secara pasti akan menjadi potensi wisata dan banyak generasi muda di Belanda 
yang ingin tahu sepak terjang para leluhurnya di bumi Indonesia. 
Sebenarnya mereka dapat bernostalgia di Benteng Kalimo'ok. Mereka dapat 
berandai­andai waktu leluhurnya datang ke Kota Sumenep. Ini adalah potensi wisata 
sejarah bangsa Indonesia khusunya rakyat Sumenep. Mengapa kita tidak mencoba 
menggarapnya, meski bukan tanpa makna untuk merawatnya kembali.* 

• Pembangunan Kepulauan Masih Diskriminatif 
Di antara kabupaten di Madura, mungkin Sumenep yang memiliki potensi 
sumber daya alam (SDA) laut yang melimpah. Misalnya, pengeboran Migas lepas 
pantai di Pagerungan, Kecamatan Sapeken, rumput laut, minyak mentah, ikan kelas 
ekspor,   dan   lain   sebagainya.   Sayangnya,   eksplorasi   minyak   tersebut   masih 
menyisakan sejumlah persoalan. 
MISALNYA,   ketidakjelasan   penerimaan   PBB   untuk   daerah   Sumenep, 
kontrak kerja, produksi, luas area, dan lain sebagainya. Meski begitu, pihak Arco 
­sekarang   berganti   BP   (Beyond   petrolium)­   tetap   memperhatikan   lingkungan 
masyarakat setempat. 
Salah satunya dengan meningkatkan sumber pendapatan subsektor perikanan 
yang merupakan mata pencaharain utama penduduk Pagerungan Besar. Selain itu, 
sekaligus   juga   melestarikan   terumbu   karang   melalui   program   community 
development telah dipasang 30 buah rumpon piramida dan I buah rumpon horizontal 
dari 200 buah ban truk di 3 lokasi terpilih. 
Di lain pihak, guna meningkatkan mutu hasil tangkapan ikan, juga dibangun 
fasilitas cold storge dan pabrik es untuk penduduk lokal, yang kemudian dikelola 
melalui Kelompok Usaha Bersama Ekonomi (KUBE). KUBE ini kelak diharapkan 
menjadi   cikal   bakal   kegiatan   perekonomian   desa,   terutama   dalam   menghadapi 
permasalahan peralihan tenaga kerja dari tenaga proyek.
Padahal untuk memasuki otonomi daerah (Otda) Januari 2001, SDA tersebut 
dapat menjadi primadona Sumenep untuk meningkatkan PAD­nya.
Seandainya saja ada kepastian dan kejelasan informasi tentang eksplorasi minyak 
tersebut, ini dapat berhasil untuk mengangkat potensi yang ada di kepulauan. Ini 
pula   berarti   juga   dapat   meningkatkan   kesejahteraan   masyarakat   Sumenep   secara 
keseluruhan.
Herannya   lagi,   kepulauan   juga   dijadikan   tempat   "pembuangan"   bagi   para 
pejabat   nakal.   Padahal,   tindakan   tersebut   berakibat   pada   pelayanan   publik   yang 
sangat merugikan masyarakat.
Sebenarnya   masyarakat   kepulauan   berharap   sekali   keterlibatan   Pemkab 
dalam   membantu   beban   transportasi.   Karena   selama   ini   dari   pemerinatah   hanya 
menggunakan   perintis   seminggu   sekali   dari   Kangean   ­   Kalianget   ­   Masalembu. 
Sementara   yang   sejenis   dengan   itu.   Kalau   pejabat   tersebut   tetap   dipertahankan, 
hanya   akan   menjadi   parasit   bagi   pemerintahan.   Demikian   harapan   Ketua   DPR 
Sumenep   Drs   KH   Busyro   Karim   dalam   sambutannya   dalam   sidang   paripurna 
istimewa di gedung DPR Sumenep 
''Untuk itu, menuju Suemnep baru yang dicita­citakan bersama, dimensi yang sama 
sekali   tidak   boleh   dilupakan   adalah   reformasi   mental   aparat   pemerintah   dan 
masyarakat,'' ujarnya.
A. Upacara adat pengantin dan busana 
• Dl kabupaten sumenep madura 
Perkawinan merupakan Upacara paling sakral dalam perjalanan kehidupan 
manusia. Suatu kenyataan bahwa Indonesia terdiri atas beberapa Suku Bangsa, 
Agama, Adat Istiadat yang berbeda, dengan latar belakang sosial budaya yang 
beraneka   ragam.   Masing­masing   daerah   mempunyai   tata   cara   tersendiri   .tak 
terkecuali dalam adat prosesi perkawinannya, baik Jawa, Sumatera, Kalimantan, 
dan   Madura   pada   umumnya.   Pada   Upacara   Perkawinan   biasanya   kedua 
mempelai dirias berbusana secara khusus. Berbeda apa yang mereka pakai pada 
pesta­pesta resepsi sehari­hari. Tata rias dan busana pengantin menjadi pusat 
perhatian. Masyarakat dan khususnya menarik perhatian para tamu yang hadir 
dalam pesta itu. Oleh karena itu, hal yang demikian itu ternyata juga dilakukan 
oleh suku bangsa Madura pada umumnya dan khususnya Sumenep sendiri. 
Pakaian   pengantin   dan   alat­alat   rias   disediakan   secara   khusus   serta 
pemakainya   mempunyai   tata   cara   dan   aturan­aturan   tertentu   yang   harus 
dipatuhi,   maka   diharapkan   salah   satu   tujuan   tata   rias   akan   berhasil   yaitu 
pengantin akan kelihatan ( benne bahasa madura ) atau pengantin putri akan 
tampak   lebih   cantik   dan   anggun,   pengantin   pria   nampak   tampan.   Tata   rias 
pengantin   kecuali   mengandung   arti   keindahan   (   estetis   )   relegius   dan   ada 
kalanya mengandung arti simbolis serta fungsi dalam kehidupan masyarakat. 

• Prosesi Adat ( Lamaran ) 
Sebelum dilakukan lamaran biasanya di Madura didahului dengan adanya : 
− Ngangini ( memberi angin / memberi kabar ) 
− Arabar pagar ( membabat pagar / perkenalan antar orang tua) 
− Alamar nyaba " Jajan " 
− Ater tolo  ( mengantar bedak perlengk.apan kecantikan, beras, pakaian adat 
untuk lebaran ) 
− Nyeddek temmo ( menentukan tanggal hari H perkawinan ).
Kalau   pelaksanaan   pernikahan   ingin   dipercepat,   biasanya   dilengkapi 
dengan pisang susu yang berarti kesusu, jangan lupa sirih dan pisang. Lalu satu 
perangkat bahan pakaian termasuk ikat pinggang ( stagen ) yang berarti anak 
gadisnya sudah ada yang mengikat. 
Setelah   bawaan   pihak   laki­laki   digelar   diatas   meja   didepan   para   tamu 
sambil tutupya dibuka untuk disaksikan apa isinya oleh para pini sepuh. Tetapi 
semua barang yang dibawa bergantung kepada kemampuan orang tua. Setelah 
ada penyerahan kemudian oleh­oleh tersebut dibawa masuk. Pada pertengahan 
acara   pihak   laki­laki   meminta   supaya   anak   gadisnya   diperkenalkan.   Lalu 
disuruh sungkem kepada calon suami dan para pini sepuhnya yang sudah siap 
dengan   amplop   yang   berisi   uang   untuk   diberikan   kepada   calon   mantunya. 
Setelah tamu pulang maka oleh­oleh dikeluarkan lagi untuk dibagikan kepada 
pini sepuh, sanak famili serta tetangga dekat, untuk memberi tahu bahwa anak 
gadisnya sudah bertunangan. Pada malam harinya calon mantu laki­laki diantar 
oleh kerabat untuk berkenalan dengan calon mertuanya. 
Seminggu   kemudian   pihak   perempuan   mengadakan   kunjungan   balasan 
dengan   membawa   nasi   lengkap   dengan   lauk   pauknya   antara   lain:   hidangan 
nasi : 6 piring karang benaci ( ikan kambing yang dimasak kecap ) ,1 waskom 
gulai kambing , 6 piring ikan kambing masak putih, 6 piring masak ikan ayam 
masak merah, 6 sisir sate yang besar­besar ( 1 sisir 10 tusuk ), 2 sisir pisang 
raja. 
Balasan jajan untuk calon mantu laki­laki terdiri dari satu tenong berisi 
nasi   lengkap   dengan   lauknya.   Setelah   acara   lamaran   ini   maka   resmilah 
hubungan antara anak gadisnya dengan calon mantunya. 
• Acara Sebelum dan Pada Saat Perkawinan
Perawatan untuk calon mempelai wanita, 40 hari sebelum melangsungkan 
pernikahan   biasanya   calon   mempelai   wanita   Madura   sudah   dipingit   artinya 
dilarang   meninggalkan   rumah,   dalam   masa   ini   biasanya   calon   mempelai 
melakukan perawatan­perawatan tubuh dengan: 
− Meminum ramuan jamu Madura. 
Untuk perawatan kulit menggunakan: 
− Bedak penghalus kulit 
− Bedak dingin 
− Bedak mangir wangi 
− Bedak kamoridhan 
− Bedak bida, Yang berkhasiat:
• Menjaga kesehatan kulit 
• Menghaluskan kulit muka 
• Menjadikan kulit langsat kuning 
• Menghilangkan bau badan dll.
Menghindarkan makanan yang banyak mengandung air misalnya buah­
buahan   (   nanas,   mentimun,   pepaya,   )   Perawatan   rambut   wangi­wangian 
menggunakan dupa. 

• Upacara Pernikahan 
Pada saat melangsungkan pernikahan calon mempelai pria mengenakan 
BESKAIC BLANGKON, dan KAIN PANJANG dengan diiringi oleh orang tua, 
pini sepuh dan kerabat keluarga. 
Sedangkan untuk calon mempelai wanita menggunakan kebaya dan kain 
panjang dengan dandanan sederhana. Upacara Akad Nikah dilaksanakan oleh 
penghulu dengan dua orang saksi ( Ijab Kabul ) dengan disaksikan oleh para 
undangan   yang   pada   umumnya   dengan   mas   kawin   berupa   Al   Qur'an   dan 
Sajadah ( bentuk apa saja menurut kehendak ) dan selanjutnya dengan syukuran 
bersama. Maka resmilah anak gadisnya menjadi istri dari anak keluarga laki­
lakinya.   Kemudian   mempelai   laki­laki   pulang   dulu   kerumahnya   dilanjutkan 
dengan resepsi pernikahan pada malam harinya. 
• Resepsi Perkawinan 
1. Tata rias penganten Sumenep ada 3 macam: 
2. Penganten malam pertama : Rias Lega 
3. Penganten malam kedua : Rias Kapotren 
4. Penganten malam ketiga : Rias Lilin. 
1.1  Resepsi Malam Pertama 
Pada   malam   resepsi   perkawinan   kedua   mempelai   datang   ketempat 
resepsi dengan diiringi oleh perias dan para pini sepuh beserta kerabatnya 
atau dengan diantar oleh paman mempelai wanita memasuki ruang resepsi. 
Kemudian   dilanjutkan   dengan   upacara   Muter   Duleng   yaitu   penganten 
wanita duduk bersila pada sebuah baki besaf dengan membelakangi arah 
datangnya   penganten   pria.   Penganten   pria   berjalan   jongkok   menuju 
penganten   wanita   dan   memutar   baki   sampai   berhadapan   dengan   artian 
bahwa penganten pria sudah siap memutar roda rumah tangga. 
Sesudah   penganten   pria   memegang   ubun­ubun   penganten   wanita 
dengan   mengucap   "   AKU   ADALAH   SUAMIMU   DAN   ENGKAU 
ADALAH   ISTRIKU   "   kemudian   penganten   wanita   diajak   menuju 
pelaminan   dengan   menggunakan   pakaian   adat   (LEGA).   Sedangkan 
Undangan adalah para pini sepuh, handai taulan dan semua sanak saudara 
serta para kerabat dari kedua belah pihak. 

1.2. Resepsi Malam Kedua
Pada malam kedua busana manten adalah KAPUTREN dan undangan 
terdiri para pini sepuh dan kalangan dekat saja. 

1.3. Resepsi Malam ketiga 
Pada   malam   ketiga   ini   penganten   menggunakan   rias   Lilin   dengan 
kebaya   putih   dengan   hiasan   melati   menandakan   lambang   kesucian   dan 
merupakan   malam   pertama   untuk   penganten.   Pada   hari   yang   ke   empat 
penganten sudah mengadakan kunjungan keluarga kepada mertua dan sanak 
famili,   dan   manten   wanita   setiap   berkunjung   akan   selalu   mendapat 
ONTALAN   yaitu   berupa   pemberian   uang   dengan   ucapan   "   SELAMAT 
MENEMPUH HIDUP BARU ".

B. Karapan Sapi di Madura       
Berawal   dari   sebuah   tradisi   perayaan   keberhasilan   panen.   Sapi­sapi 
pembajak sawah dijajal adu kecepatan ditanah datar. Sangat menarik menambah 
hiburan dalam keceriaan sukses panen. Semakin semarak karena kian banyak 
yang senang. Semakin terkenal setelah menjadi olahraga tradisional. 

Sapi   karapan   adalah   sapi   pilihan.   Saling   memacu   kecepatan,   bersaing 


menjadi yang terdepan. Dalam keunikan tradisi lomba, yang menang dan yang 
kalah sama bisa jadi juara. Keakraban tetap menyatu dalam wadah menjunjung 
tinggi nilai tradisi. 
Lahan   kering   nan   tandus   menjadi   tantangan   untuk   dihadapi.   Bukan 
hambatan bagi pasangan sapi demi terus berlari. Memacu otot, untuk menghibur 
dahaga hati. Demi keinginan berkumpul, dalam kegembiraan yang hangat. Demi 
sebuah bukti kemampuan diri dengan selendang prestasi. 
Tidak   unik   semata,   tapi   mampu   memberi   nilai   tertentu   lebih   banyak 
diminati.   Membangun   karya   bercermin   pada   kolaborasi   fungsi   pada   setiap 
elemen dalam karapan sapi. Secara utuh melaju menuju asa bersama.

• Sapi
Bukan semua jenis sapi bisa ikut serta dalam karapan. Sapi pilihan dengan 
jenis dan warna Madura. Kriteria khusus, sehat dan kuat serta pejantan yang 
cukup   tingginya,   diterapkan   dengan   ketat.   Pra   syarat   ditentukan,   semata 
menjaga   keseimbangan   dalam   jalannya   karapan.   Pilihan   bibit   sapi   karapan 
dilakukan secara cermat. Perawatan khusus dilakukan agar mampu membentuk 
tubuh   sapi   yang   kuat.   Menjelang   karapan,   persiapan   fisik,   mental   hingga 
spiritual sapi pun menjadi kewajiban.

• Ambhin dan Obhit 
Sebelum   masuk   ke   arena   balapan,   pasangan   sapi   muncul   dengan 
penampilan   yang   khas.   Ambhin,   pakaian   kebesaran   sapi   karapan   yang 
mempunyai ciri masing­masing daerah. Sebagai unjuk kreativitas sang pemilik 
sapi,   perlengkapan   yang   bernilai   mahal   ini   segera   dilepas   ketika   sapi   siap 
beradu.   Dilengkapi   dengan   obhit   yang   tidak   sekedar   sebagai   hiasan   kepala 
semata. Bebat yang dipasang dikepala sapi ini juga membuat pesan spiritual. 
Ketika sapi memasuki arena balapan, seluruh hiasan ditubuhnya harus dilepas. 
Hingga tinggal kaleles dan obhit yang tersisa. Tak ada sapi karapan yang tidak 
mengenakan bebat ini, ia juga membentuk benteng pecaya diri sapi.

• Kaleles dan Anjar 
Media tunggang dimana panongkok berada. Kalçlçs  harus kuat, terbuat 
dari bambu duri pilihan. Bahannya harus tebal, padat dan relatif kecil. Banyak 
pertimbangan dan perhitungan dalam pendesainannya. Kalçlçs menjadi tumpuan 
dalam   kesatuan   panongkok   (joki)   dan   sapi.   Beberapa   bagian   seperti   jangka, 
somilah,   dan   raçt   berpadu   membentuk   kalçlçs   secara   utuh.   Helai   kain   yang 
menghiasi kalçlçs sebagai hiasan penambah wibawa penampilan sapi karapan. 
Selalu berjumlah ganjil, ada yang tiga ada pula yang hanya satu. Selain fungsi 
dekoratif,   juga   menjadi   tanda   untuk   membedakan   antara   sapi   dalam   ajang 
karapan. Warna selendang yang digunakan joki, senada dengan warna anjar.

• Paraksa dan Pangereng
Paraksa orang paling dekat dengan sapi­sapi karapan. Melayani kebutuhan 
sehari­hari   dari   sang   sapi   mulai   dari   makanan   sampai   jamu­jamuan   untuk 
meningkatkan stamina sapi adalah tugasnya. Menjelang ajang karapan, paraksa 
memijat   setiap   otot­otot   sapi.   Sampai   tiba   waktunya   beradu,   sebuah   tim 
Pangereng siap mendukung. Demikian ketika sapi bersiap didepan garis pacu, 
sekian   orang   pengiring   sapi   bersiap   dibelakang   sapi.   Pecut,   ju­arju   hingga 
kelontongan   merupakan   perlengkapannya.   Dengan   segala   daya   menimbulkan 
bunyi demi sapi segera berlari melesat menuju garis akhir.

• Panongkok 
Nyawa, menjadi taruhan dari kerja joki karapan sapi. Ketika sapi begitu 
bersemangat  berlari,  joki pun semakin  menggebu memacu.  Berbekal  sebelah 
kaki   terkait   dikaleles.   Kedua   tangan   diekor­ekor   sapi.   Keseimbangan   badan 
kecilnya sagnat menentukan. Kaitan emosi antara panongkok dan sapi begitu 
erat. Komunikasi yang terjalin diantara keduanya membentuk kebiasaan bagi 
sapi untuk bepacu lurus nan kencang. Menggunakan raco, merupakan piranti 
penting dalam karapan sapi. Terbuat dari rotan dengan duri­duri, terikat dikedua 
pergelangan tangan sang panongkok. Sebagai alat untuk merangsang sapi agar 
terus berlari kencang tiada henti, hingga digaris finish.

• Saronen
Karapan sapi merupakan luapan kegembiraan. Simbol semarak ditandai 
dengan hadirnya sekelompok orang yang memainkan musik tradisional madura. 
Sembilan   orang   dengan   perlengkapannya   masing­masing   menghibur   dan 
menebar   aroma   khas   pulau   garam.   Sapi­sapi   karapan   turut   menikmati   irama 
yang didominasi suara alat sejenis terompet itu. Kaki­kaki kokohnya melangkah 
seirama dengan musik yang dimainkan pria­pria berseragam warna mencolok. 
Saronen mendukung predikat yang diraih sepasang sapi karapan.

C. Wisata
• Daya Tarik Wisata Religi Di Madura 
Bagi kaum muslimin di 4 kabupaten Pulau Madura, kehadiran hari raya 
seusai menunaikan ibadah puasa sebulan suntuk, tidak hanya disikapi sebagai 
hari "kemenangan akbar melawan hawa nafsu", tetapi juga direfleksikan dalam 
berbagai  bentuk  tradisi  ritual  bermakna  religius.  Tradisi  sakral  ini umumnya 
dilakukan oleh kalangan orang tua, ulama, tokoh masyarakat, sesepuh desa dan 
tokoh panutan lainnya. Sementara para kawula mudanya, terutama mereka yang 
masih   dalam   kisaran   ABG   ("anak   baru   gede"),   lebih   getol   meletupkan 
kegembiraan mereka diberbagai obyek wisata pantai.
 Seperti biasanya, setiap kali hari raya Idul Fitri tiba, 4 kabupaten di Pulau 
Madura yang  mayoritas  dihuni  kaum muslimin,  pasti  dilanda  kesibukan  luar 
biasa. Sejak jam 04.30 seusai Sholat Subuh, sekitar 2,5 juta lebih Umat Islam di 
Kabupaten   Bangkalan,   Sampang,   Pamekasan   dan   Sumenep,   berduyun­duyun 
menuju ribuan mesjid di desa­desa, ibu kota kecamatan dan mesjid agung di 
masing­masing kabupaten. 
Mereka akan menunaikan Sholat Ied pada saat fajar mulai menyingsing, 
sekaligus sebagai perwujudan hari kemenangan bagi mereka dalam memerangi 
hawa nafsu selama bulan suci Ramadhan. Dari sinilah, serbaneka tradisi unik itu 
akan bermula.
Satu pesona yang bisa kita petik pada saat menjelang Sholat Ied dimulai, 
adalah tongkrongan kaum muslimin dan muslimat yang rata­rata tampil beda. 
Mereka, mulai dari kalangan bapak, ibu, pemuda, remaja dan anak­anak, benar­
benar tampil serba wah dan menor. Mulai dari baju, sarung, songkok, sandal, 
sejadah, kerudung, kain panjang, kebaya, mukena dan ragam asesori lainnya, 
semuanya serba baru dan mentereng. Bau parfum­pun mewarnai seputar areal 
mesjid baik di desa, ibu kota kecamatan maupun mesjid agung kabupaten.
Tidak hanya itu, ekosistem lingkungan di mana mereka berdomisili, entah 
itu Kabupaten Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep, juga ikut­ikutan 
berdandan   menterang.   Mesjid,   mushola,   langgar,   rumah­rumah   penduduk 
umumnya dihias dengan warna­warni cat baru. Tak terkecuali, seantero jalan­
jalan perkotaan juga bersih kelimis, bahkan tak jarang dihiasi kelap­kelip lampu 
hias   warna­warni."Yah,   begitulah   cara   Umat   Islam   di   Madura   merayakan 
kemenangan   mereka   melawan   hawa   nafsu   pada   saat   hari   raya   Idul   Fitri," 
komentar seniman asal Kabupaten Pamekasan, Drs H Parso Adyanto. 
• Ke Situs Keramat
Seusai  Sholat  Ied dan ziarah  ke makam leluhur  di pemakaman  umum, 
tradisi   bernuansa   religius   di   Pulau   Madura   masih   berlanjut.   Biasanya,   para 
ulama,   tokoh   masyarakat,   pemuka   desa,   pejabat,   pengusaha   dan   kebanyakan 
orang dewasa lainnya, lalu melanjutkan ziarah mereka ke pelbagai situs keramat 
yang  ada. Umumnya,  obyek yang mereka  kunjungi  adalah  para tokoh  Islam 
terkemuka tempo dulu.     
Hal serupa juga dilakukan kebanyakan Ulama dan tokoh masyarakat di 
Kabupaten   Sumenep,   Pamekasan   dan   Sampang.   Di   Sumenep,   situs   keramat 
yang biasa diziarahi seusai sholat Ied adalam kompleks makam raja­raja Asta 
Tenggi, tempat bersemayamnya Panembahan Bindara Saod alias Tumenggung 
Tirtonegoro I (l750 ­ 1762), Panembahan Somala Asirudin alias Notokusumo I 
(l762   ­   1811),   Sultan   Abdurachman   (1811   ­   1854),   Panembahan   Somala   M 
Saleh alias Notokusumo II (1854 ­ 1879 ) , Panembahan Pakuningrat (1879 ­ 
l901)   dan   Pangeran   Ario   Praningkusumo   (1901   ­   1926).   "Semasa   hidupnya, 
raja­raka itu terkenal sebagai tokoh Islam yang memiliki kesaktian tak lumrah 
manusia,"   kata   budayawan   kondang   Sumenep,   Edy   Setyawan   SH."   Jadi 
wajarlah kalau Asta Tenggi banyak diziarahi Umat Islam di hari raya Idul Fitri," 
tambahnya.
Selain itu, situs keramat di Sumenep yang kaprah pula diziarahi di hari 
raya,   adalah   makam   Sayyid   Yusuf   di   Pulau   Poteran,   kuburan   Jokotole   alias 
Panembahan   Secodiningrat   III   di   Desa   Sah­Asah,   Kecamatan   Manding   dan 
masih banyak lagi.  Sementara  di Kabupaten  Pamekasan, para peziarah  biasa 
sowan   ke   situs   keramat   Batuampar   yang   kesohor,   berikut   di   Kabupaten 
Sampang ziarah ke makam raja­raja di bekas Kraton Madegan.
Umumnya,   para   peziarah   keberbagai   situasi   keramat   itu,   sejenak 
melakukan tirakatan, wiridan dan laok ritual lainnya. Intinya, setelah mereka 
merayakan   kemenangan   akbar   melawan   hawa   nafsu,   lalu   memohon   kepada 
Allah   SWT,   agar   kehidupan   mereka   untuk   satu   tahun   ke   depan,   dimuliakan 
seperti para tokoh Islam terkemuka yang bersemayam di balik kuburan keramat 
itu. 

Tak kalah artistiknya adalah bangunan cukup bagian kiri Asta Tenggi di 
Sumenep, tempat makam Panembahan Somala Asirudin, Sultan Abdurachman, 
Panembahan   Somala   M   Saleh,   Panembahan   Pakuningrat   dan   Pangeran   Ario 
Praningkusumo.   Bedanya,   cungkup   ini   berwujud   perpaduan   seni   asrsitektur 
Islam   Eropa   dan   Tiongkok   Kuno.   Jadi,   tidaklah   berlebihan,   siapapun   yang 
berziarah   keberbagai   situs   keramat   di   Madura   itu,   sama   halnya   dengan 
melakukan perjalanan wisata religius.
  bagi   para   ulama,   tokoh   masyarakat   dan   kalangan   tokoh   panutan 
lainnya,nampaknya   memang   ajeg   pada   kebiasaan   mereka   untuk   berziarah 
keberbagai   situ  keramat  seusai   Sholat  Ied  di   hari  raya   Idul  Fitri.   Lalu,   para 
kawula mudanya melancong ke mana ? Merekapun, terutama muda­muda yang 
masih berusia ABG , kaprah menyerbu berbagai obyek wisata pantai. 
Di lain pihak, para muda­mudi Kabupaten Sumenep, suntuk hingga sore 
hari berleha­leha di kawasan pantai elok Lombang di Kecamatan Batang­Batang 
atau   Pantai   Slopeng   di   Kecamatan   Slopeng   yang   kondang   akan   keajaiban 
gunung   pasirnya.   Umumnya,   sambil   mengenakan   busana   baru,   para   kawula 
muda di Madura itu, amat senang menikmati keelokan laut sambil ikut perahu 
pesiar,  mandi   di  laut,  atau  juga  tak  jarang   yang  keliling   seputar  pantai  naik 
andong atau becak. 
Pantai­pantai yang  banyak dikunjungi dikabupaten  sumenep yaitu yang 
sudah disebutkan diatas yaitu lombang, slopeng, dan masih banyak lagi seperti, 
talang siring pasongsongan, tanjung dan yang lainnya
BAB III
KESIMPULAN 

Wilayah   Sumenep   telah   dikenal   semasa   kerajaan   Singosari.   Dulu   disebut 


Sungenep,lalu Songennep, dan akhirnya Sumenep. "Sri Ranggawuni atinggal putra 
lanang, aran Sri Kertanagara; sira Mahisacampaka atinggal putra lanang, aran Raden 
Wijaya. Siraji Kertanegara sira anjeneng prabhu, abhiseka bhatara Siwabudha. Hana 
ta wongira, babatanganira buyuting Nangka, aran Babak Wide sinungan
pasenggahan Arya Wiraraja,  arupa tan kandel denira, dinohaken, kinon adhipatia 
ring Sungenep, anger ing Madura Wetan." 
Artinya, Sri Ranggawuni meninggalkan seorang putra laki­laki, bernama Sri 
Kertanagara, beliau Mahisacampaka meninggalkan putra laki­laki, bernama Raden 
Wijaya. Beliau raja (aji) Kertanagara menaiki tahta, dengan gelar penobatan betara 
Siwabudha. Ada orang beliau, juru terka/penasehat buyut di desa Nangka, bernama 
Babak   wide,   diberi   nama   Arya   Wirarajaya,   dan   tidak   dipercaya   oleh   beliau 
(Kertanagara), dijauhkan dan diperintahkan supaya menjadi adhipati di Sungeneb, 
bertempat tinggal di Madura Timur.
Di antara kabupaten di Madura, mungkin Sumenep yang memiliki potensi 
sumber daya alam (SDA) laut yang melimpah. Misalnya, pengeboran Migas lepas 
pantai di Pagerungan, Kecamatan Sapeken, rumput laut, minyak mentah, ikan kelas 
ekspor,   dan   lain   sebagainya.   Sayangnya,   eksplorasi   minyak   tersebut   masih 
menyisakan sejumlah persoalan. 
di   samping   itu   budaya   di   kabupaten   sumenep   ini   punya   corak   tersendir 
contoh adat perkawinan sebagai nilai budaya di sumenep.  Perkawinan merupakan 
Upacara paling sakral dalam perjalanan kehidupan manusia. Suatu kenyataan bahwa 
Indonesia terdiri atas beberapa Suku Bangsa, Agama, Adat Istiadat yang berbeda, 
dengan latar belakang sosial budaya yang beraneka ragam. Masing­masing daerah 
mempunyai tata cara tersendiri .tak terkecuali dalam adat prosesi perkawinannya, 
baik   Jawa,   Sumatera,   Kalimantan,   dan   Madura   pada   umumnya.   Pada   Upacara 
Perkawinan biasanya kedua mempelai dirias berbusana secara khusus. Berbeda apa 
yang   mereka   pakai   pada   pesta­pesta   resepsi   sehari­hari.   Tata   rias   dan   busana 
pengantin menjadi  pusat perhatian.  Masyarakat dan khususnya menarik perhatian 
para   tamu   yang   hadir   dalam   pesta   itu.   Oleh   karena   itu,   hal   yang   demikian   itu 
ternyata juga dilakukan oleh suku bangsa Madura pada umumnya dan khususnya 
Sumenep sendiri. 
:
            

Gambar, kerapan sapi

Daftar Pustaka

Kompas.25 November 2010.


Zawawi Imron. 1989. Santra Madura yang hilang belum berganti, dalam
Jonge, Huub de (ed). Agama, kebudayaan dan ekonomi: studi-studi interdisipliner
tentang masyarakat Madura. Jakarta: Rajawali.
www.info-indo.com/java/madura.

You might also like