You are on page 1of 9

Civic Education

Siaran TV dan Hak Pendidikan Anak

Ichwan Zuanto
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2007
Pendahuluan
Saat ini, kita semua sedang berada dalam sebuah revolusi yang berkaitan dengan
teknologi dan budaya. Pengertian revolusi ini sesungguhnya lebih cocok bagi mereka yang saat
ini sudah dewasa. Namun bagi anak-anak dan remaja, dunia mereka adalah betul-betul dunia
yang tumbuh dalam era digital. Media interaktif, bagi anak-anak dan remaja bukanlah hal yang
baru karena hal itu sudah mereka kenal sejak mereka lahir. Semenjak video game mulai populer
pada tahun 1980an, maka perkembangan industri digital menjadi semakin cepat yang didukung
dengan semakin populernya internet di kalangan masyarakat.

Perkembangan industri digital yang sangat cepat itu menjadi tantangan berat bagi dunia
pendidikan dan orangtua dalam menyiapkan anak didik untuk dapat menghadapi ‘banjir
informasi' yang dibawa oleh media digital melalui beraneka ragam bentuk dan format. Tanpa ada
penyiapan yang sistematis dan sungguh-sungguh, maka bisa diperikirakan bahwa anak-anak dan
remaja akan menjadi korban dari perkembangan teknologi media yang didominasi dengan
hiburan yang cenderung tidak sehat dengan muatan bisnis yang kental.

Untuk media televisi misalnya, dampak negatif dari tayangan-tayangan yang tidak aman
tentunya perlu diwaspadai. Dewasa ini, media televisi sangat memengaruhi anak-anak dengan
program-programnya yang banyak menampilkan adegan kekerasan, hal-hal yang terkait dengan
seks, mistis, dan penggambaran moral yang menyimpang. Tayangan televisi yang sangat liberal
membuat tidak ada lagi jarak pemisah antara dunia orang dewasa dan anak-anak. Fenomena
seperti ini tidak hanya terjadi di negara-negara liberal, namun juga di negara-negara berbudaya
timur, karena besarnya infiltrasi media televisi di berbagai penjuru dunia. Dengan kata lain,
anak-anak zaman sekarang memiliki kebebasan untuk melihat apa yang seharusnya hanya
ditonton oleh orang dewasa.
Pembahasan
Undang-Undang Penyiaran
Segala hal yang menyangkut siaran dan penyiaran di negeri ini telah diatur dalam
Undang-Undang Republik Indonesia No.32/2002. Dalam penjelasan umum Undang-Undang ini
dikatakan bahwa kemerdekaan menyatakan pendapat, menyampaikan, dan memperoleh
informasi, bersumber dari kedaulatan rakyat dan merupakan hak asasi manusia dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang demokratis dan dengan demikian, kemerdekaan
atau kebebasan dalam penyiaran harus dijamin oleh negara. Dalam kaitan ini Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengakui, menjamin dan melindungi hal tersebut.
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi dewasa ini telah membawa implikasi
terhadap dunia penyiaran, termasuk penyiaran di Indonesia. Penyiaran sebagai penyalur
informasi dan pembentuk pendapat umum, perannya makin sangat strategis, terutama dalam
mengembangkan alam demokrasi di negara kita. Penyiaran telah menjadi salah satu sarana
berkomunikasi bagi masyarakat, lembaga penyiaran, dunia bisnis, dan pemerintah.
Undang-undang penyiaran ini disusun berdasarkan pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
1. Penyiaran harus mampu menjamin dan melindungi kebebasan berekspresi atau
mengeluarkan pikiran secara lisan dan tertulis, termasuk menjamin kebebasan berkreasi
dengan bertumpu pada asas keadilan, demokrasi, dan supremasi hukum;
2. Penyiaran harus mencerminkan keadilan dan demokrasi dengan menyeimbangkan antara
hak dan kewajiban masyarakat ataupun pemerintah, termasuk hak asasi setiap
individu/orang dengan menghormati dan tidak mengganggu hak individu/orang lain;
3. Memperhatikan seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, juga harus
mempertimbangkan penyiaran sebagai lembaga ekonomi yang penting dan strategis, baik
dalam skala nasional maupun internasional;
4. Mengantisipasi perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, khususnya di bidang
penyiaran, seperti teknologi digital, kompresi, komputerisasi, televisi kabel, satelit,
internet, dan bentuk-bentuk khusus lain dalam penyelenggaraan siaran;
5. Lebih memberdayakan masyarakat untuk melakukan kontrol sosial dan berpartisipasi
dalam memajukan penyiaran nasional; untuk itu, dibentuk Komisi Penyiaran Indonesia
yang menampung aspirasi masyarakat dan mewakili kepentingan publik akan penyiaran;
6. Penyiaran mempunyai kaitan erat dengan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit
geostasioner yang merupakan sumber daya alam yang terbatas sehingga pemanfaatannya
perlu diatur secara efektif dan efisien;
7. Pengembangan penyiaran diarahkan pada terciptanya siaran yang berkualitas,
bermartabat, mampu menyerap, dan merefleksikan aspirasi masyarakat yang beraneka
ragam, untuk meningkatkan daya tangkal masyarakat terhadap pengaruh buruk nilai
budaya asing.
Penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum,
keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab.
Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional,
terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan
bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri,
demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.
Penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media
informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. Selain itu, penyiaran juga
mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan.
Penyiaran diarahkan untuk :menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menjaga dan meningkatkan moralitas
dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa, meningkatkan kualitas sumber daya manusia,
menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesadaran ketaatan
hukum dan disiplin nasional, menyalurkan pendapat umum serta mendorong peran aktif
masyarakat dalam pembangunan nasional dan daerah serta melestarikan lingkungan hidup,
mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat di bidang penyiaran,
mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat, mewujudkan pemerataan, dan
memperkuat daya saing bangsa dalam era globalisasi, memberikan informasi yang benar,
seimbang, dan bertanggung jawab, serta memajukan kebudayaan nasional.
Siaran dan Penyiaran Televisi
Dalam ketentuan umum pasal 1 undang-undang penyiaran, menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau
suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun
tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.
Sedangkan yang dimaksud dengan penyiaran televisi adalah media komunikasi massa
dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar
secara umum, baik terbuka maupun tertutup, berupa program yang teratur dan
berkesinambungan.
Hak Pendidikan Anak
Seorang anak seperti halnya manusia pada umumnya mempunyai hak-hak yang wajib
dipenuhi. Hak-hak anak itu melekat dalam diri setiap anak dan merupakan Hak Asasi Manusia,
oleh karena itu hak-hak anak tersebut dijamin dalam Hak Asasi Anak.
Hak-hak anak diatur oleh PBB dalam Konvensi Hak Anak yang disahkan pada tahun
1989 dan secara yuridis Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak tersebut,
yang menegaskan bahwa pemerintah bertanggung jawab melindungi hak-hak anak baik
pendidikan, kesehatan dan moralitas. Di samping itu, terdapat optional protocol UNICEF di
bidang larangan jual beli anak, protitusi anak dan pornografi yang juga memberikan tambahan
perlindungan hak anak. Kemudian ada pula regulasi nasional dengan adanya UU No. 4 Tahun
1979 tentang Kesejahteraan Anak dan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Salah satu hak yang melekat dalam diri setiap anak adalah hak untuk memperoleh
pendidikan yang layak, baik, dan benar. Dalam Islam, Hak-hak yang harus dipenuhi supaya
seorang anak muslim berada pada keadaan yang cocok untuk pendidikan Islam yang benar antara
lain:
1. Memilih calon ibu yang baik;
2. Hendaknya kedua orang tua berdo’a dan merendahkan diri kepada Allah agar berkenan
memberi rezeki anak yang sholeh kepada keduanya;
3. Memberi nama baik;
4. Hendaknya anak melihat dari orang tuanya dan dari masyarakatnya akhlak yang bersih,
jauh dari hal yang merubah fitrah dan menghiasi kebatilan, baik akhlak yang dibenci itu
berupa kekafiran atau bid’ah atau perbuatan dosa besar;
5. Hendaknya seorang anak tumbuh bersih, suci, ikhlas dan menepati janji;
6. Hendaknya orang tua memerintahkannya untuk shalat di saat berumur 7 tahun, dan
memukulnya lantarannya tidak mengerjakan shalat di saat berumur 10 tahun, serta
memisahkan tempat tidur anak-anak mereka;
7. Hendaknya orang tua mengajari anak-anaknya untuk berenang, memanah dan
menunggang kuda;
8. Hendaknya orang tua membiasakannya berlaku jujur, menepati janji dan berakhlak mulia
9. Hendaknya orang tua mecegahnya dari menonton televisi khususnya acara-acara yang
haram;
10. Hendaknya orang tua bersikap adil dalam mendidik anak untuk melaksanakan amar
ma’ruf nahi mungkar.
Penyimpangan Penyiaran TV Terhadap Hak Pendidikan Anak
Tidak bisa dipungkiri bahwa TV telah menjadi referensi anak-anak dalam berinteraksi,
bersikap, dan berperilaku dalam kelompok bermain; yang kadang bertentangan dengan hal-hal
yang bersifat normatif yang berasal dari otangtua, sekolah dan budaya. Anak-anak adalah salah
satu target utama berbagai tayangan televisi, setelah remaja.
Diakui atau tidak pengaruh media massa sebagai alat komunikasi dalam masyarakat
mempunyai andil dalam mengubah tingkah laku maupun psikologi manusia seperti dikemukakan
Carl I Hovland. Hal ini bukannya tanpa alasan, kehadiran televisi sebagai sebuah jarum suntik,
Hypodermilk needle maupun peluru ajaib (magic bullet)-mempunyai peran penting dalam
mengubah perilaku masyarakat secara luas dalam satu waktu penayangan.
Sebenarnya dalam Pasal 36 UU No 32 Ayat 1 Tahun 2002 tentang penyiaran disebutkan,
dalam setiap isi siaran di media massa wajib mengandung informasi, pendidikan dan hiburan.
Selain itu juga disebutkan isi siaran harus bermanfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak
dan moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kersatuan, serta mengamalkan
nilai-nilai agama dan budaya Indonesia. Juga dalam Ayat 3 disebutkan, isi siaran wajib
memberikan perlindungan dan pemberdayaan kepada khalayak khusus, yaitu anak-anak dan
remaja. Masih dalam ayat ini disebutkan dalam menyiarkan mata acara diwajibkan oleh stasiun
televisi agar menyiarkan tayangan pada waktu yang tepat serta lembaga penyiaran wajib
mencantumkan atau menyebutkan klasifikasi khalayak sesuai dengan isi siaran.
Namun pada kenyataannya dari kurang lebih 220 juta penduduk Indonesia saat ini, 1/3-
nya adalah anakanak usia 0-18 tahun. Rata-rata anak Indonesia menonton TV jauh lebih lama
dibanding jam belajar mereka di sekolah. Mereka menghabiskan sekitar 1.600 jam untuk
menonton TV dan hanya sekitar 740 jam untuk belajar di sekolah (Penelitian Yayasan
Pengembangan Media Anak). Yang lebih mengejutkan adalah bagaimana anak-anak kita
mengakses pornografi. Hasil penelitian Yayasan Kita dan Buah Hati (YKBH) pada 1.403 anak
sekolah dasar di 21 sekolah di Jakarta periode Januari 2006-Juni 2007 menunjukkan bahwa akses
pornografi terbesar anak-anak setelah komik (21 persen) adalah melalui film/sinetron di TV yaitu
sebesar 20 persen.
Di samping itu, Banyak stasiun televisi swasta melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran
dan Standar Program Siaran (P3-SPS) yang telah disusun oleh Komisi Penyiaran Indonesia
(KPI). Pelanggaran oleh televisi swasta tersebut terkait Pasal 57 dan 58 P3-SPS tentang tayangan
supranatural baik jam tayang maupun isi tayangan itu sendiri. Miskinnya keragaman tayangan
yang disajikan oleh televisi di Indonesia, diikuti pula oleh minimnya kualitas. Hal ini terlihat
dengan bagaimana unsur VHS; violence (kekerasan), horror (horor), dan sex (seks) selalu
mewarnai isi tayangan.
Media kita, khususnya elektronik, dari waktu ke waktu semakin vulgar menampilkan
program-program yang tidak lagi mendidik moral anak-anak kita. Seperti survei yang dilakukan
oleh lembaga Kritis Media untuk Anak (Kidia) (Kompas 23/5/05) bahwa 84 persen tayangan
film kartun anak yang sebagian besar di antaranya tidak layak dikonsumsi anak usia sekolah
telah mendominasi siaran televisi di Indonesia saat ini.
Solusi dan Rekomendasi
Kerja sama antara publik dan pemerintah sangat diperlukan dalam memecahkan masalah
ini. Kepedulian dan ketegasan pemerintah dalam kebijakannya untuk menjamin keberlangsungan
penyelenggaraan penyiaran yang sesuai dengan asas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran menjadi
modal yang mengikat. Kemudian partisipasi publik mulai dari pengasuhan dan pengawasan
orang tua terhadap anaknya sampai dengan kontrol dan seleksi masyarakat terhadap tayangan-
tayangan yang ada. Dengan demikian, diharapkan, anak-anak pun akan menjadi penonton yang
aktif, cerdas dan dewasa.
Selain daripada itu, peran aktif industri dan instansi terkait juga menentukan keberhasilan
dalam memecahkan masalah ini. Peran industri pertelevisian Indonesia dalam menetukan
program-program tayangan yang sesuai dengan asas, fungsi, tujuan dan arah penyiaran harus
dapat menjamin hak-hak masyarakat pada umumnya dan anak-anak pada khususnya untuk
mendapatkan informasi yang bermutu, akurat, serta tayangan yang sehat dan mencerdaskan.
Dewasa ini, telah dikembangkan sebuah metode pendidikan yang diharapkan mampu
mengatasi masalah ketergantungan anak-anak terhadap media elektronik khususnya televisi.
Pendidikan dengan istilah melek media ini diproyeksikan dapat membantu para siswa dalam
memahami dan mengapresiasi program yang ditonton, menyeleksi jenis acara yang ditonton,
tidak mudah terkena dampak negatif acara televisi, dapat mengambil manfaat dari acara yang
ditonton, dan pembatasan jumlah jam menonton.

Penutup
Penanggulangan dampak negatif dari media televisi terhadap anak-anak dalam bidang
pendidikan baik itu intelektual maupun mental spiritual merupakan upaya yang sudah semestinya
terintegrasi antara pemerintah melalui lembaga independennya (KPI) dengan orang tua, sekolah,
masyarakat dan industri atau instansi terkait.

Masyarakat pun hendaknya mulai membangun self sensor awareness, terhadap tayangan
televisi dan media lainnya. Orang tua harus mulai membuat peraturan mengenai kapan dan
berapa lama anak-anak boleh mengakses media dan materi apa yang boleh diakses. Sebisa
mungkin, orangtua juga diharapkan untuk mendampingi anak-anaknya ketika menonton televisi
dan memberikan penjelasan mengenai isi acara yang ditonton.
Daftar Pustaka
http://www.unicef.org/indonesia/id/01_mengenal_hak_hak_anak.pdf

http://www.suara-islam.com/index.php?option=com_content&task=view&id=1627&Itemid=86

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2007/072007/24/0901.htm

http://www.wawasandigital.com/index.php?option=com_content&task=view&id=6296&Itemid=62

http://www.kidia.org/banner/go/10/

http://www.almanhaj.or.id/content/2157/slash/0

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1205/05/0803.htm

http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/072006/10/teropong/lainnya04.htm

http://www.kompas.com/kompas-cetak/0408/03/opini/1183468.htm

http://www.arrnet.or.id/download.asp?id=424

http://www.suaramerdeka.com/harian/0507/30/opi03.htm

http://www.wirantaprawira.net/law/2002/uu32'02.htm

You might also like