You are on page 1of 16

Definisi

Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal yang dapat berupa sinusitis maksilaris,
sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid.1-3 Bila yang terkena lebih dari satu sinus
disebut multisinusitis, dan bila semua sinus terkena disebut pansinusitis.1
2.2. Anatomi
Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung.
Anatominya dapat dijelaskan sebagai berikut:6

sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior),
sinus maksila kanan dan kiri (antrium highmore) dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua
sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan
semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing.

Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka
inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris yakni muara
dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior.

Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV dan
tetap berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada foto rontgen anak-
anak belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk.

Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka
media terdapat muara sinus ethmoid posterior dan sinus sfenoid.

Fungsi sinus paranasal adalah :

 Membentuk pertumbuhan wajah karena di dalam sinus terdapat rongga udara


sehingga bisa untuk perluasan. Jika tidak terdapat sinus maka pertumbuhan tulang
akan terdesak.

 Sebagai pengatur udara (air conditioning).

 Peringan cranium.

 Resonansi suara.

 Membantu produksi mukus.

A. Sinus Maksilaris

 Terbentuk pada usia fetus bulan IV yang terbentuk dari prosesus maksilaris arcus I.

 Bentuknya piramid, dasar piramid pada dinding lateral hidung, sedang apexnya pada
pars zygomaticus maxillae.
 Merupakan sinus terbesar dengan volume kurang lebih 15 cc pada orang dewasa.

 Berhubungan dengan :

a. Cavum orbita, dibatasi oleh dinding tipis (berisi n. infra orbitalis) sehingga jika
dindingnya rusak maka dapat menjalar ke mata.

b. Gigi, dibatasi dinding tipis atau mukosa pada daerah P2 Mo1ar.

c. Ductus nasolakrimalis, terdapat di dinding cavum nasi.

B. Sinus Ethmoidalis

 Terbentuk pada usia fetus bulan IV.

 Saat lahir, berupa 2-3 cellulae (ruang-ruang kecil), saat dewasa terdiri dari 7-15
cellulae, dindingnya tipis.

 Bentuknya berupa rongga tulang seperti sarang tawon, terletak antara hidung dan
mata

 Berhubungan dengan :

a. Fossa cranii anterior yang dibatasi oleh dinding tipis yaitu lamina cribrosa. Jika
terjadi infeksi pada daerah sinus mudah menjalar ke daerah cranial
(meningitis, encefalitis dsb).

b. Orbita, dilapisi dinding tipis yakni lamina papiracea. Jika melakukan operasi
pada sinus ini kemudian dindingnya pecah maka darah masuk ke daerah orbita
sehingga terjadi Brill Hematoma.

c. Nervus Optikus.

d. Nervus, arteri dan vena ethmoidalis anterior dan pasterior.

C. Sinus Frontalis

 Sinus ini dapat terbentuk atau tidak.

 Tidak simetri kanan dan kiri, terletak di os frontalis.

 Volume pada orang dewasa ± 7cc.

 Bermuara ke infundibulum (meatus nasi media).

 Berhubungan dengan :

a. Fossa cranii anterior, dibatasi oleh tulang compacta.

b. Orbita, dibatasi oleh tulang compacta.


c. Dibatasi oleh Periosteum, kulit, tulang diploic.

D. Sinus Sfenoidalis

 Terbentuk pada fetus usia bulan III

 Terletak pada corpus, alas dan Processus os sfenoidalis.

 Volume pada orang dewasa ± 7 cc.

 Berhubungan dengan :

a. Sinus cavernosus pada dasar cavum cranii.

b. Glandula pituitari, chiasma n.opticum.

c. Tranctus olfactorius.

d. Arteri basillaris brain stem (batang otak)(6).

2.3. Etiologi
Terjadinya sinusitis dapat merupakan perluasan infeksi dari hidung (rinogen), gigi dan gusi
(dentogen), faring, tonsil serta penyebaran hematogen walaupun jarang. Sinusitis juga dapat
terjadi akibat trauma langsung, barotrauma, berenang atau menyelam.
Faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya sinusitis adalah kelainan anatomi
hidung, hipertrofi konka, polip hidung, dan rinitis alergi.Rinosinusitis ini sering bermula dari
infeksi virus pada selesma, yang kemudian karena keadaan tertentu berkembang menjadi infeksi
bakterial dengan penyebab bakteri patogen yang terdapat di saluran napas bagian atas. Penyebab
lain adalah infeksi jamur, infeksi gigi, dan yang lebih jarang lagi fraktur dan tumor.2
2.4. Klasifikasi
Secara klinis sinusitis dibagia atas5
1. Sinusitis akut
2. Sinusitis subakut
3. Sinusitis Kronis
Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis5
 Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang
menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis
 Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering menyebabkan
sinusitis infeksi pada gigi geraham atas (pre molar dan molar)
2.5. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari
mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung
substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang
masuk bersama udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang
berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga
menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus
yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang
ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang
dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini
akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah
menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. Jika
terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan
semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi,
polipoid atau pembentukan polip dan kista.1
Patofisiologi dari sinusitis diatas akan lebih jelas ditampilkan dalam skema dibawah ini

2.6.Diagnosis6
Penegakan diagnosis sinusitis secara umum:
1.Kriteria Mayor :

 Sekret nasal yang purulen

 Drenase faring yang purulen

 Purulent Post Nasaldrip

 Batuk

 Foto rontgen (Water’sradiograph atau air fluid level) : Penebalan lebih 50% dari antrum

 Coronal CT Scan : Penebalan atau opaksifikasi dari mukosa sinus


2.Kriteria Minor :

 Edem periorbital

 Sakit kepala

 Nyeri di wajah
 Sakit gigi

 Nyeri telinga

 Sakit tenggorok

 Nafas berbau

 Bersin-bersin bertambah sering

 Demam

 Tes sitologi nasal (smear) : neutrofil dan bakteri

 Ultrasound
Kemungkinan terjadinya sinusitis jika :
Gejala dan tanda : 2 mayor, 1 minor dan ≥ 2 kriteria minor
 Pemeriksaan Penunjang
1.Laboratorium

 Tes sedimentasi, leukosit, dan C-reaktif protein dapat membantu diagnosis sinusitis akut

 Kultur merupakan pemeriksaan yang tidak rutin pada sinusitis akut, tapi harus dilakukan
pada pasien immunocompromise dengan perawatan intensif dan pada anak-anak yang
tidak respon dengan pengobatan yang tidak adekuat, dan pasien dengan komplikasi yang
disebabkan sinusitis.
2.Imaging

 Rontgen sinus, dapat menunjukan suatu penebalan mukosa, air-fluid level, dan
perselubungan.Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan rontgen gigi untuk
mengetahui adanya abses gigi.

 CT-Scan, memiliki spesifisitas yang jelek untuk diagnosis sinusitis akut, menunjukan suatu
air-fluid level pada 87% pasien yang mengalami infeksi pernafasan atas dan 40% pada
pasien yang asimtomatik. Pemeriksaan ini dilakukan untuk luas dan beratnya sinusitis.

 MRI sangat bagus untuk mengevaluasi kelainan pada jaringan lunak yang menyertai
sinusitis, tapi memiliki nilai yang kecil untuk mendiagnosis sinusitis akut
Sedangkan untuk menegakkan diagnosis sinusitis menurut klasifikasinya adalah sebagai
berikut:

SINUSITIS AKUT
A. Gejala Subyektif

Dari anamnesis biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan atas (terutama
pada anak kecil), berupa pilek dan batuk yang lama, lebih dari 7 hari.

Gejala subyektif terbagi atas gejala sistemik yaitu demam dan rasa lesu, serta gejala
lokal yaitu hidung tersumbat, ingus kental yang kadang berbau dan mengalir ke
nasofaring (post nasal drip), halitosis, sakit kepala yang lebih berat pada pagi hari, nyeri di
daerah sinus yang terkena, serta kadang nyeri alih ke tempat lain7

1. Sinusitis Maksilaris

Sinus maksila disebut juga Antrum Highmore, merupakan sinus yang sering
terinfeksi oleh karena (1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, (2) letak ostiumnya
lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus maksila hanya tergantung
dari gerakan silia, (3) dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris),
sehingga infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, (4) ostium sinus maksila
terletak di meatus medius di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah
tersumbat8

Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai dengan
daerah yang terkena. Pada sinusitis maksila nyeri terasa di bawah kelopak mata dan kadang
menyebar ke alveolus hingga terasa di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan depan telinga7

Wajah terasa bengkak, penuh dan gigi nyeri pada gerakan kepala mendadak,
misalnya sewaktu naik atau turun tangga. Seringkali terdapat nyeri pipi khas yang tumpul
dan menusuk. Sekret mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk.
Batuk iritatif non produktif seringkali ada9

2. Sinusitis Ethmoidalis

Sinusitus ethmoidalis akut terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi
sebagai selulitis orbita. Karena dinding leteral labirin ethmoidalis (lamina papirasea)
seringkali merekah dan karena itu cenderung lebih sering menimbulkan selulitis orbita.

Pada dewasa seringkali bersama-sama dengan sinusitis maksilaris serta dianggap


sebagai penyerta sinusitis frontalis yang tidak dapat dielakkan.

Gejala berupa nyeri yang dirasakan di pangkal hidung dan kantus medius, kadang-
kadang nyeri dibola mata atau belakangnya, terutama bila mata digerakkan. Nyeri alih di
pelipis7,post nasal dripdan sumbatan hidung9

3. Sinusitis Frontalis

Sinusitis frontalis akut hampir selalu bersama-sama dengan infeksi sinus etmoidalis
anterior.
Gejala subyektif terdapat nyeri kepala yang khas, nyeri berlokasi di atas alis mata,
biasanya pada pagi hari dan memburuk menjelang tengah hari, kemudian perlahan-lahan
mereda hingga menjelang malam.

Pasien biasanya menyatakan bahwa dahi terasa nyeri bila disentuh dan mungkin
terdapat pembengkakan supra orbita.

4. Sinusitis Sfenoidalis

Pada sinusitis sfenodalis rasa nyeri terlokalisasi di vertex, oksipital, di belakang bola mata
dan di daerah mastoid. Namun penyakit ini lebih lazim menjadi bagian dari pansinusitis,
sehingga gejalanya sering menjadi satu dengan gejala infeksi sinus lainnya8

B. Gejala Obyektif

Jika sinus yang berbatasan dengan kulit (frontal, maksila dan ethmoid anterior)
terkena secara akut dapat terjadi pembengkakan dan edema kulit yang ringan akibat
periostitis. Palpasi dengan jari mendapati sensasi seperti ada penebalan ringan atau seperti
meraba beludru.

Pembengkakan pada sinus maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada
sinusitis frontal terlihat di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis ethmoid jarang timbul
pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.

Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis
maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di
meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah
tampak keluar dari meatus superior. Pada sinusitis akut tidak ditemukan polip,tumor
maupun komplikasi sinusitis.Jika ditemukan maka kita harus melakukan penatalaksanaan
yang sesuai.

Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).

Pada posisional test yakni pasien mengambil posisi sujud selama kurang lebih 5
menit dan provokasi test yakni suction dimasukkan pada hidung, pemeriksa memencet
hidung pasien kemudian pasien disuruh menelan ludah dan menutup mulut dengan rapat,
jika positif sinusitis maksilaris maka akan keluar pus dari hidung.

Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak
lebih suram dibanding sisi yang normal.

Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah posisi waters, PA dan lateral. Akan tampak
perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) pada sinus
yang sakit.
Pemeriksaan mikrobiologik sebaiknya diambil sekret dari meatus medius atau
meatus superior. Mungkin ditemukan bermacam-macam bakteri yang merupakan flora
normal di hidung atau kuman patogen, seperti pneumococcus, streptococcus,
staphylococcus dan haemophylus influensa. Selain itu mungkin juga ditemukan virus atau
jamur8.

SINUSITIS SUBAKUT

Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut hanya tanda-tanda radang akutnya
(demam, sakit kepala hebat, nyeri tekan) sudah reda.8

Pada rinoskopi anterior tampak sekret di meatus medius atau superior. Pada
rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring. Pada pemeriksaan transiluminasi
tampak sinus yang sakit, suram atau gelap.

SINUSITIS KRONIS

Sinusitis kronis berbeda dengan sinusitis akut dalam berbagai aspek, umumnya
sukar disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus dicari faktor penyebab
dan faktor predisposisinya.

Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa
hidung. Perubahan tersebut juga dapat disebabkan oleh alergi dan defisiensi imunologik,
sehingga mempermudah terjadinya infeksi, dan infeksi menjadi kronis apabila pengobatan
sinusitis akut tidak sempurna.

A. Gejala Subjektif

Bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari :

 Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret pada hidung dan sekret pasca nasal (post
nasal drip) yang seringkali mukopurulen dan hidung biasanya sedikit tersumbat.

 Gejala laring dan faring yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorokan.

 Gejala telinga berupa pendengaran terganggu oleh karena terjadi sumbatan tuba
eustachius.

 Ada nyeri atau sakit kepala.

 Gejala mata, karena penjalaran infeksi melalui duktus nasolakrimalis.

 Gejala saluran nafas berupa batuk dan komplikasi di paru berupa bronkhitis atau
bronkhiektasis atau asma bronkhial.

 Gejala di saluran cerna mukopus tertelan sehingga terjadi gastroenteritis.

B. Gejala Objektif
Temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat
pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental, purulen
dari meatus medius atau meatus superior, dapat juga ditemukan polip, tumor atau
komplikasi sinusitis. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau
turun ke tenggorok.

Dari pemeriksaan endoskopi fungsional dan CT Scan dapat ditemukan etmoiditis


kronis yang hampir selalu menyertai sinusitis frontalis atau maksilaris. Etmoiditis kronis ini
dapat menyertai poliposis hidung kronis.

C. Pemeriksaan Mikrobiologi

Merupakan infeksi campuran oleh bermacam-macam mikroba, seperti kuman


aerob S. aureus, S. viridans, H. influenzaedan kuman anaerob Pepto streptococcus dan fuso
bakterium.

D. Diagnosis Sinusitis Kronis

Diagnosis sinusitis kronis dapat ditegakkan dengan :

 Anamnesis yang cermat

 Pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior

 Pemeriksaan transiluminasi untuk sinus maksila dan sinus frontal, yakni pada daerah
sinus yang terinfeksi terlihat suram atau gelap.

Transiluminasi menggunakan angka sebagai parameternya


Transiluminasi akan menunjukkan angka 0 atau 1 apabila terjadi sinusitis (sinus penuh
dengan cairan)10
 Pemeriksaan radiologik, posisi rutin yang dipakai adalah posisi Waters, PA dan
Lateral. Posisi Waters, maksud posisi Waters adalah untuk memproyeksikan tulang
petrosus supaya terletak di bawah antrum maksila, yakni dengan cara
menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh
permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya kelainan di sinus
maksila, frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan
posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid.

Sinusitis akan menunjukkan gambaran berupa 10:


1. Penebalan mukosa,
2. Opasifikasi sinus ( berkurangnya pneumatisasi)
3. Gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi pus yang dapat dilihat pada foto
waters.
 Pungsi sinus maksilaris

 Sinoskopi sinus maksilaris, dengan sinoskopi dapat dilihat keadaan dalam sinus,
apakah ada sekret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista dan bagaimana
keadaan mukosa dan apakah osteumnya terbuka. Pada sinusitis kronis akibat
perlengketan akan menyebabkan osteum tertutup sehingga drenase menjadi
terganggu.

 Pemeriksaan histopatologi dari jaringan yang diambil pada waktu dilakukan sinoskopi.

 Pemeriksaan meatus medius dan meatus superior dengan menggunakan naso-


endoskopi.

 Pemeriksaan CT –Scan, merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan


sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan
tampak : penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak
homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan
sklerotik (pada kasus-kasus kronik).

Gambar 3. CT SCAN dan nasoendoskopi10

Hal-hal yang mungkin ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan :

 Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada
pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans. Kadang sukar membedakannya
dengan polip yang terinfeksi, bila kista ini makin lama makin besar dapat
menyebabkan gambaran air-fluid level.

 Polip yang mengisi ruang sinus

 Polip antrokoanal

 Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus

 Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur


oleh massa jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran pada CT Scan
sebagai perluasan yang berdensitas rendah dan kadang-kadang pengapuran
perifer.

 Tumor

2.7.Terapi

SINUSITIS AKUT
 Kuman penyebab sinusitis akut yang tersering adalahStreptococcus
pneumoniae dan Haemophilus influenzae11. Diberikan terapi medikamentosa
berupa antibiotik empirik (2x24 jam). Antibiotik yang diberikan lini I yakni
golongan penisilin atau cotrimoxazol dan terapi tambahan yakni obat
dekongestan oral + topikal, mukolitik untuk memperlancar drenase dan
analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri. Pada pasien atopi, diberikan
antihistamin atau kortikosteroid topikal. Jika ada perbaikan maka pemberian
antibiotik diteruskan sampai mencukupi 10-14 hari. Jika tidak ada perbaikan
maka diberikan terapi antibiotik lini II selama 7 hari yakni amoksisilin
klavulanat/ampisilin sulbaktam, cephalosporin generasi II, makrolid dan terapi
tambahan. Jika ada perbaikan antibiotic diteruskan sampai mencukupi 10-14
hari.

 Jika tidak ada perbaikan maka dilakukan rontgen-polos atau CT Scan dan atau
naso-endoskopi.Bila dari pemeriksaan tersebut ditemukan kelainan maka
dilakukan terapi sinusitis kronik. Tidak ada kelainan maka dilakukan evaluasi
diagnosis yakni evaluasi komprehensif alergi dan kultur dari fungsi sinus.

 Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi
komplikasi ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat karena ada
sekret tertahan oleh sumbatan.

SINUSITIS SUBAKUT

 Terapinya mula-mula diberikan medikamentosa, bila perlu dibantu dengan


tindakan, yaitu diatermi atau pencucian sinus.

 Obat-obat yang diberikan berupa antibiotika berspektrum luas atau yang sesuai
dengan resistensi kuman selama 10 – 14 hari. Juga diberikan obat-obat
simptomatis berupa dekongestan. Selain itu dapat pula diberikan analgetika, anti
histamin dan mukolitik.

 Tindakan dapat berupa diatermi dengan sinar gelombang pendek (Ultra Short
Wave Diathermy) sebanyak 5 – 6 kali pada daerah yang sakit untuk
memperbaiki vaskularisasi sinus. Kalau belum membaik, maka dilakukan
pencucian sinus.

 Pada sinusitis maksilaris dapat dilakukan pungsi irigasi. Pada sinusitis ethmoid,
frontal atau sphenoid yang letak muaranya dibawah, dapat dilakukan tindakan
pencucian sinus cara Proetz.8

SINUSITIS KRONIS
 Jika ditemukan faktor predisposisinya, maka dilakukan tata laksana yang sesuai dan
diberi terapi tambahan. Jika ada perbaikan maka pemberian antibiotik mencukupi
10-14 hari.

 Jika faktor predisposisi tidak ditemukan maka terapi sesuai pada episode akut lini II +
terapi tambahan. Sambil menunggu ada atau tidaknya perbaikan, diberikan
antibiotik alternative 7 hari atau buat kultur. Jika ada perbaikan teruskan antibiotik
mencukupi 10-14 hari, jika tidak ada perbaikan evaluasi kembali dengan
pemeriksaan naso-endoskopi, sinuskopi (jika irigasi 5 x tidak membaik). Jika ada
obstruksi kompleks osteomeatal maka dilakukan tindakan bedah yaitu BSEF atau
bedah konvensional. Jika tidak ada obstruksi maka evaluasi diagnosis.

 Diatermi gelombang pendek di daerah sinus yang sakit.

 Pada sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedang sinusitis ethmoid,
frontal atau sfenoid dilakukan tindakan pencucian Proetz.

 Pembedahan

Radikal

a. Sinus maksila dengan operasi Cadhwell-luc.

b. Sinus ethmoid dengan ethmoidektomi.

c. Sinus frontal dan sfenoid dengan operasi Killian.

Non Radikal

a. bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF). Prinsipnya dengan membuka dan


membersihkan daerah kompleks ostiomeatal.

SINUSITIS DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM BALON: TEKNIK YANG TERKINI

DALAM PENGOBATAN SINUS12


Sudah lama, operasi sinus dengan menggunakan system kamera ini dan mempunyai
standart operasi dalam penanganan pembedahan sinusitis.Dengan ini mengenali teknologi
sinus dengan system balon,dan ini juga salah satu cara dan mengatur kurangnya infeksi dari
sinus yang tersedia saat ini.

Alat perlengkapan ini sinus ini sangat bersih(steril),pipa kateter,yang dirancang yang
sangat spesifik agar dapat mengikuti anatomi daripada sinus yang berliku-liku.Sistem
Relieva Sinus Ballon pada sinusistis ini digunakan untk membuka jalan yang telah
menyumbat sinus itu sendiri,dan banyak kasus-kasus yang lain.tanpa ada membuang
jaringan atau tulang manapun.Menggunakan system Relieva Sinus Balloon ini dilakukan
dengan sangat hati-hati.

Keuntungan Balloon Sinuplasty


 Aman dan efektif

Melibatkan beberapa resiko juga tetapi dengan system balon ini aman dan efektif
dalam Mengurangi gejala sinusitis karena sudah dibuktikan sebelumnya.

 Sedikit perlengkapan

Teknologi ini menggunakan perlengkapan yang kecil,lembut dan flexible yang masuk
melalui hidung kita.Alat ini dimasukan dengan sangat hati-hati dalam membuka
penyumbatan sinus tersebut.

 Reduced bleeding

Dibeberapa kasus,selama operasi dengan menggunakan teknik tidak ada tulang atau
jaringan yang dibuang,oleh karena itu dapat mengurangi perdarahan.dengan adanya
cara operasi yang baru ini, tidak perlu menyumbat lubang hidung dengan kain kapas
yang dibuat selepas menggunakan cara operasi yang lama untuk menakung pendarahan
selepas operasi.

 Masa penyembuhan yang cepat

sebagaimana yang kita ketahui bahwa masa pemulihan semua manusia adalah
berbeda.Beberapa pesakit dapat menjalankan kembali aktivitas mereka secara
normal/seperti biasa dalam masa 24 jam

 Tiada batas untuk pemilihan bagi pengobatan ini

teknologi Balloon Sinusplasty adalah pembedahan yang menggunakan alat kamera


dan mungkin dengan menggunakan obat-obatan atau dengan teknik pembedahan biasa.

Ballon Sinuplasti LUMA

Balon Sinuplasti ini adalah satu jalan revolusi dalam menangani sinus. Dengan
menggunakan kawat penunjuk dan balon untuk membesarkan yang menghalangi
sinus.Biasanya posisi dari pada balon ini diikuti dengan menggunakan sinar X(X-RAY)
selama operasi berlangsung.Teknologi ini telah mempunyai perkembangan yang lebih
dimana X-RAY tidak dibutuhkan lagi,malahan kawat penunjuk ini berdempetan dengan
satu sumber lampu yang digunakan untuk memastikan dimana lokasi dari sinus
tersebut.Teknologi yang terbaru in dinamakan system Releiva LUMA.Kini kami telah
berhasil menggunakan system tersebut dalam menjalankan operasi sinus.

II.8 Komplikasi
CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan derajat infeksi di
luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan
pada sinusitis refrakter, kronis atau berkomplikasi.

1. Komplikasi orbita

Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering.


Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus
frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi
isi orbita.

Terdapat lima tahapan :

 Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus
ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina
papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah pada
kelompok umur ini.

 Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita
namun pus belum terbentuk.

 Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita
menyebabkan proptosis dan kemosis.

 Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap
ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih
serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis
konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin
bertambah.

 Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran


vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.

Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari :

a. Oftalmoplegia.

b. Kemosis konjungtiva.

c. Gangguan penglihatan yang berat.

 Kelemahan pasien.

 Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan dengan
saraf kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.

2. Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista
ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi
mukus dan biasanya tidak berbahaya.

Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan
melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai
pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam
sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan
menekan saraf didekatnya.

Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel
meskipun lebih akut dan lebih berat.

Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua
mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.

3. Komplikasi Intra Kranial

 Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut,
infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung
dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui
lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.

 Abses dura, adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali
mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh
nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra
kranial.

Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau
permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.

 Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat
terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.

Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara bedah
pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.

4. Osteomielitis dan abses subperiosteal

Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis


adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik
berupa malaise, demam dan menggigil8,9

DAFTAR PUSTAKA
1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung
tenggorok kepala dan leher. FKUI. Jakarta 2007. Hal 150-3

2. PERHATI. Fungsional endoscopic sinus surgery. HTAIndonesia. 2006. Hal 1-6

3. Ghorayeb B. Sinusitis. Dalam Otolaryngology Houston. Diakses


dari www.ghorayeb.com/AnatomiSinuses.html

4. Damayanti dan Endang. Sinus Paranasal. Dalam : Efiaty, Nurbaiti, editor. Buku Ajar Ilmu
Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta 2002, 115 –
119.

5. Wikipedia. Sinusitis. Diakses dariwww.wikipedia.org/wiki/sinusitis

6. Pletcher SD, Golderg AN. 2003. The Diagnosis and Treatment of Sinusitis. In advanced
Studies in Medicine. Vol 3 no.9. PP. 495-505

7. Anonim, Sinusitis, dalam ; Arif et all, editor. Kapita Selekta Kedokteran, Ed. 3, Penerbit
Media Ausculapius FK UI, Jakarta 2001, 102 – 106

8. Endang Mangunkusumo, Nusjirwan Rifki, Sinusitis, dalam Eviati, nurbaiti, editor, Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Balai Penerbit FK
UI, Jakarta, 2002, 121 – 125

9. http://www.entdoctor.com.sg/articles/pengobatan-sinusitis-sistem-balon.html

10. http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=163

11. http://kedokteran.spot.com/2008/04/referat-kedokteran.html

You might also like