You are on page 1of 6

Art

Lokasi dan Pembuatan


Candi Borobudur merupakan nama sebuah candi Buddha yang terletak di Desa
Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Lokasi candi adalah kurang
lebih 100 km di sebelah baratdaya Semarang dan 40 km di sebelah baratlaut
Yogyakarta, dan berada pada ketinggian kira- kira 265,4 m di atas permukaan
laut.
Candi ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun
800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Candi ini diduga
dibangun oleh Raja Samaratungga, salah satu raja Kerajaan Mataram Kuno.
Pembangunan candi itu diduga selesai pada 847 M. Menurut Prasasti Klurak
(784 M) pembuatan candi ini dibantu oleh seorang guru dari Ghandadwipa
(Bengalore) bernama Kumaragacya yang sangat dihormati, dan seorang
pangeran dari Kashmir bernama Visvawarman sebagai penasihat yang ahli
dalam ajaran Buddha Tantra Vajrayana. Pembangunan candi ini dimulai pada
masa Maha Raja Dananjaya yang bergelar Sri Sanggramadananjaya, dilanjutkan
oleh putranya, Samaratthungga, dan oleh cucu perempuannya, Dyah Ayu
Pramodhawardhani.

Asal dan Jejak Kata “Borobudur”


Nama Borobudur sendiri masih mengandung banyak penafsiran dan banyak
teori yang berusaha menjelaskan nama candi ini. Salah satunya menyatakan
bahwa nama ini kemungkinan berasal dari kata Sambharabhudhara, artinya
“gunung” (bhudara) di mana di lereng-lerengnya terletak teras-teras. Selain itu
terdapat beberapa etimologi rakyat lainnya. Misalnya, kata borobudur berasal
dari ucapan “para Buddha” yang karena pergeseran bunyi menjadi borobudur.
Penjelasan lain ialah bahwa nama ini berasal dari dua kata “bara” dan “beduhur”.
Kata bara berasal dari kata vihara (Sansekerta) yang artinya kompleks candi
atau biara dan budur yang berasal dari kata beduhur yang berarti di atas.
Dengan demikian, Borobudur berarti “biara di atas bukit” yang mungkin
diidentifikasikan dengan sebuah gunung yang berteras-teras (budhara). Sumber
lain mengatakan Borobudur berarti “biara yang terletak di tempat tinggi”.
Nama Borobudur diketahui terdapat dalam naskah Nagarakretagama karya Mpu
Prapanca pada tahun 1365 Masehi, di mana disebutkan “biara di Budur”.
Kemudian pada naskah Babad Tanah Jawi (1709-1710) ada berita tentang Mas
Dana, seorang pemberontak terhadap Raja Paku Buwono I, yang tertangkap di
Redi Borobudur dan dijatuhi hukuman mati. Kemudian pada 1758, tercetus berita
tentang seorang pangeran dari Yogyakarta, yakni Pangeran Monconagoro, yang
berminat melihat arca seorang ksatria yang terkurung dalam sangkar.

Arsitektur
Candi Borobudur merupakan candi terbesar kedua setelah Candi Ankor Wat di
Kamboja. Luas bangunan Candi Borobudur 15.129 m2 yang tersusun dari
55.000 m3 batu, dari dua juta potongan batu-batuan. Ukuran batu rata-rata 25
cm X 10 cm X 15 cm. Panjang potongan batu secara keseluruhan 500 km
dengan berat keseluruhan batu 1,3 juta ton.
Dinding-dinding Candi Borobudur dikelilingi oleh gambar-gambar atau relief yang
merupakan satu rangkaian cerita yang terususun dalam 1.460 panel. Panjang
panel masing-masing 2 meter. Jika rangkaian relief itu dibentangkan maka
kurang lebih panjang relief seluruhnya 3 km. Jumlah tingkat ada sepuluh, tingkat
1-6 berbentuk bujur sangkar, sedangkan tingkat 7-10 berbentuk bundar.
Arca yang terdapat di seluruh bangunan candi berjumlah 504 buah. Tinggi candi
dari permukaan tanah sampai ujung stupa induk dulunya 42 meter, namun
sekarang tinggal 34,5 meter setelah tersambar petir.
Candi Borobudur terdiri dari 10 tingkat: enam tingkat berbentuk bujur sangkar,
tiga tingkat berbentuk bundar melingkar, dan sebuah stupa utama sebagai
puncaknya. Tersebar pula di semua tingkat-tingkatannya beberapa stupa.

Stupa
Setiap tingkatan melambangkan tahapan kehidupan manusia. Sesuai mahzab
Buddha Mahayana, setiap orang yang ingin mencapai tingkat sebagai Buddha
mesti melalui setiap tingkatan kehidupan tersebut. Candi Borobudur memiliki 504
stupa Buddha di kompleksnya.
Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih
dikuasai oleh kama atau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup oleh
tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada
bagian yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 120 panel cerita
Kammawibhangga. Sebagian kecil struktur tambahan itu disisihkan sehingga
orang masih dapat melihat relief pada bagian ini.
Empat lantai dengan dinding berelief di atasnya oleh para ahli dinamakan
Rupadhatu. Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu adalah dunia yang sudah
dapat membebaskan diri dari nafsu, tetapi masih terikat oleh rupa dan bentuk.
Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antara alam bawah dan alam
atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk-
ceruk dinding di atas ballustrade atau selasar.
Mulai lantai kelima hingga ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini
dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak berupa atau tidak berwujud). Denah
lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan alam atas, di mana
manusia sudah bebas dari segala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa, namun
belum mencapai nirwana. Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupa
yang ditutup berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung
itu masih tampak samar-samar.
Tingkatan tertinggi yang menggambarkan ketiadaan wujud dilambangkan berupa
stupa yang terbesar dan tertinggi. Stupa digambarkan polos tanpa lubang-
lubang. Di dalam stupa terbesar ini pernah ditemukan patung Buddha yang tidak
sempurna atau disebut juga “unfinished Buddha”, yang disalahsangkakan
sebagai patung Adibuddha—padahal melalui penelitian lebih lanjut tidak pernah
ada patung pada stupa utama. Patung yang tidak selesai itu merupakan
kesalahan pemahatnya pada zaman dahulu. Menurut kepercayaan, patung yang
salah dalam proses pembuatannya memang tidak boleh dirusak. Penggalian
arkeologi yang dilakukan di halaman candi ini menemukan banyak patung
seperti ini.
Borobudur tidak memiliki ruang-ruang pemujaan seperti candi-candi lain. Yang
ada ialah lorong-lorong panjang yang merupakan jalan sempit. Lorong-lorong
dibatasi dinding mengelilingi candi tingkat demi tingkat. Di lorong-lorong inilah
umat Buddha diperkirakan melakukan upacara berjalan kaki mengelilingi candi
ke arah kanan. Bentuk bangunan tanpa ruangan dan struktur bertingkat-tingkat
ini diduga merupakan perkembangan dari bentuk punden berundak, yang
merupakan bentuk arsitektur asli dari masa prasejarah Indonesia.
Struktur Borobudur bila dilihat dari atas membentuk struktur mandala. Struktur
Borobudur tidak memakai semen sama sekali, melainkan sistem interlock yaitu
seperti balok-balok lego yang bisa menempel tanpa lem.

Relief
Candi Buddha ini memiliki 1.460 relief, di setiap tingkatan dipahat relief-relief
pada dinding candi. Relief-relief ini dibaca sesuai arah jarum jam atau disebut
mapradaksina dalam bahasa Jawa Kuno yang berasal dari bahasa Sansekerta
daksina yang artinya timur. Relief-relief ini bermacam-macam isi ceritanya,
antara lain relief-relief cerita Jātaka.
Pembacaan cerita-cerita relief ini senantiasa dimulai dan berakhir pada pintu
gerbang sisi timur di setiap tingkatnya; mulainya di sebelah kiri dan berakhir di
sebelah kanan pintu gerbang itu. Maka secara nyata bahwa sebelah timur
adalah tangga naik yang sesungguhnya (utama) dan menuju puncak candi,
artinya bahwa candi menghadap ke timur meski sisi-sisi lainnya serupa benar.
Secara runtutan, maka cerita pada relief candi secara singkat bermakna sebagai
berikut:

Karmawibhangga
Salah satu ukiran Karmawibhangga di dinding candi Borobudur (lantai 0 sudut
tenggara). Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi
dinding batur yang terselubung tersebut menggambarkan hukum karma. Deretan
relief tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), tetapi pada setiap pigura
menggambarkan suatu cerita yang memunyai korelasi sebab akibat. Relief
tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia
disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, tetapi juga perbuatan baik
manusia dan pahala. Secara keseluruhan ukiran ini merupakan penggambaran
kehidupan manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati (samsara) yang tidak
pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri
untuk menuju kesempurnaan.

Lalitawistara
Relief ini merupakan penggambaran riwayat Sang Buddha dalam deretan relief-
relief (tetapi bukan merupakan riwayat yang lengkap ) yang dimulai dari turunnya
Sang Buddha dari surga Tusita, dan berakhir dengan wejangan pertama di
Taman Rusa dekat Kota Banaras. Relief ini berderet dari tangga pada sisi
sebelah selatan, setelah melampui deretan relief sebanyak 27 pigura yang
dimulai dari tangga sisi timur. Ke-27 pigura tersebut menggambarkan kesibukan,
baik di surga mau pun di dunia, sebagai persiapan untuk menyambut hadirnya
penjelmaan terakhir Sang Bodhisattwa selaku calon Buddha. Relief tersebut
menggambarkan lahirnya Sang Buddha di arcapada ini sebagai Pangeran
Siddhartha, putra Raja Suddhodana dan Permaisuri Maya dari Negeri
Kapilawastu. Relief tersebut berjumlah 120 pigura, yang berakhir dengan
wejangan pertama, yang secara simbolis dinyatakan sebagai “Pemutaran Roda
Dharma”, ajaran Sang Buddha di sebut dharma yang juga berarti "hukum",
sedangkan dharma dilambangkan sebagai roda.

Jataka dan Awadana


Jataka adalah cerita tentang Sang Buddha sebelum dilahirkan sebagai Pangeran
Siddharta. Isinya merupakan pokok penonjolan perbuatan baik, yang
membedakan Sang Bodhisattwa dari makhluk lain mana pun. Sesungguhnya,
pengumpulan jasa/perbuatan baik merupakan tahapan persiapan dalam usaha
menuju ketingkat kebuddhaan.

Ada pun Awadana, pada dasarnya, hampir sama dengan Jataka tetapi
pelakunya bukan Sang Bodhisattwa, melainkan orang lain dan ceritanya
dihimpun dalam kitab Diwyawadana yang berarti “perbuatan mulia kedewaan”,
dan kitab Awadanasataka atau “seratus cerita Awadana”. Pada relief Candi
Borobudur, Jataka dan Awadana diperlakukan sama, artinya keduanya terdapat
dalam deretan yang sama tanpa dibedakan. Himpunan yang paling terkenal dari
kehidupan Sang Bodhisattwa adalah Jatakamala atau untaian cerita Jataka,
karya penyair Aryasura yang hidup pada abad ke-4 M.

Gandawyuha
Relief ini menghiasi dinding lorong ke-2, adalah cerita Sudhana yang berkelana
tanpa mengenal lelah dalam usahanya mencari Pengetahuan Tertinggi tentang
Kebenaran Sejati oleh Sudhana. Penggambarannya dalam 460 pigura
didasarkan pada kitab suci Buddha Mahayana yang berjudul Gandawyuha, dan
untuk bagian penutupnya berdasarkan cerita kitab lainnya yaitu Bhadracari.

Pemugaran-pemugaran
Sebelum dipugar, Candi Borobudur hanya berupa reruntuhan seperti halnya
artefak-artefak candi yang baru ditemukan. Pemugaran selanjutnya oleh
Cornelius pada masa Raffles mau pun Residen Hatmann. Periode selanjutnya
pemugaran dilakukan pada 1907-1911 oleh Theodorus van Erp yang
membangun kembali susunan bentuk candi dari reruntuhan karena dimakan
zaman sampai kepada bentuk sekarang.

Van Erp sebetulnya seorang ahli teknik bangunan Genie Militer dengan pangkat
letnan satu, tetapi kemudian tertarik untuk meneliti dan mempelajari seluk-beluk
Candi Borobudur, mulai falsafahnya sampai kepada ajaran-ajaran yang
dikandungnya. Untuk itu dia mencoba melakukan studi banding selama
beberapa tahun di India. Ia juga pergi ke Sri Langka untuk melihat susunan
bangunan puncak stupa Sanchi di Kandy, sampai akhirnya menemukan bentuk
Candi Borobudur. Ada pun landasan falsafah dan agamanya ditemukan oleh
Stutterheim dan NJ. Krom, yakni tentang ajaran Buddha Dharma dengan aliran
Mahayana-Yogacara dan ada kecenderungan pula bercampur dengan aliran
Tantrayana-Vajrayana.
Robert von Heine Geldern (antropolog-etnolog Austria,) berdasarkan hasil
penyelidikan yang ia lalukan menyatakan bahwa nenek moyang bangsa
Indonesia sudah mengenal tata budaya pada zaman Neolitik dan Megalitik yang
berasal dari Vietnam Selatan dan Kamboja. Pada zaman Megalitik itu nenek
moyang bangsa Indonesia membuat makam leluhurnya sekaligus tempat
pemujaan berupa bangunan piramida bersusun, semakin ke atas semakin kecil.
Salah satunya yang ditemukan di Lebak Sibedug Leuwiliang Bogor Jawa Barat.
Bangunan serupa juga terdapat di Candi Sukuh di dekat Solo, juga Candi
Borobudur. Kalau kita lihat dari kejauhan, Borobudur akan tampak seperti
susunan bangunan berundak atau semacam piramida dan sebuah stupa.
Berbeda dengan piramida raksasa di Mesir dan Piramida Teotihuacan di
Meksiko, Candi Borobudur merupakan versi lain bangunan piramida. Piramida
Borobudur berupa kepunden berundak yang tidak akan ditemukan di daerah dan
negara mana pun, termasuk di India. Hal tersebut merupakan salah satu
kelebihan Candi Borobudur yang merupakan kekhasan arsitektur Buddhis di
Indonesia.
Monograf Borobudur untuk pertama kalinya diterbitkan dalam bahasa Belanda
dan diterjemahkan ke dalam bahasa Prancis setahun kemudian. Monograf ini
memuat ratusan sketsa dan gambar candi beserta isinya, dibuat atas prakarsa
pemerintah Belanda dengan melibatkan sedikitnya tiga orang ahli: Leeman,
Wilsen, dan Brumund. Sejak diterbitkan monograf ini, akses masyarakat luas
(terutama Eropa) terhadap informasi Borobudur menjadi terbuka lebar. Mulai
Borobudur mengambil tempat dalam “peta sejarah dunia” dan menarik perhatian
para ahli untuk meneliti lebih jauh.
Restorasi pertama dilakukan dibawah pimpinan Theodore van Erp dengan dana
pemerintah Belanda. Selain restorasi, dia membuat dokumentasi foto keadaan
candi sebelum, selama, dan sesudah restorasi, serta melakukan pendataan dan
inventaris jumlah stupa dan relief. Namun yang paling menonjol adalah
keberhasilan van Erp merekonstruksi candi secara utuh hingga menjadi
bentuknya yang kita lihat sekarang. Namun, sampai saat ini ada beberapa hal
yang masih menjadi misteri Candi Borobudur, misalnya dalam hal susunan batu,
cara mengangkut batu dari daerah asal sampai ke tempat tujuan, serta teknologi
yang digunakan dan lagi proses pembuatan relief yang ada pada dinding-dinding
candi, semuanya masih merupakan misteri yang membuat kita takjub.

Kepustakaan:
Soekmono, R. DR. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
_____ . 1978, Candi Borobudur - Pusaka Budaya Umat Manusia. Jakarta:
Pustaka Jaya.
http://id.shvoong.com/tags/candi-borobudur/
http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Borobudur
http://www.borobudur.tv/architecture.htm
http://id.shvoong.com/humanities/1765496-candi-borobudur/

Sumber foto:
http://i37.photobucket.com/albums/e94/cooljogja/sunset-at-borobudur.jpg
http://www.yogyatours.com/images/buddha_of_borobudur.jpg
Koleksi foto "Borobudur Wall Relief" Tim Wacana Nusantara
Sumber Tulisan
http://www.wacananusantara.org/content/view/category/2/id/379

You might also like