Professional Documents
Culture Documents
ACARA : KONOSKOP
Disusun Oleh
M. Alfons Ilmi Hayatussalam
211001100141051
MEI 2011
1
BAB I
IDENTIFIKASI MINERAL DENGAN MENGGUNAKAN
PENGAMATAN KONOSKOP
Kita tidak langsung mengamati dalam suatu peraga, akan tetapi yang kita lihat
dalam suatu mikroskop adalah kenampakan dari suatu gambar interferensi
(isogire,isofase, dan melatope).
Urutan cara pengamatan secara konoskop pada mikroskop polarisasi :
1. Lensa perbesaran diatur menggunakan perbesaran maksimal
2. Memasangkan kondensor ,aperture diafragma terbuka maksimal, posisi nikol
silang
3. Pasang lensa tambahan kondensor
4. Masukkan lensa amici – bertrand atau lepas lensa okuler dan langsung lihat ke
tubus mikroskop
2
Dimana kecepatan sinar ordiner dan extra ordiner pada kristal sumbu satu
( Uniaxial ) adalah tidak sama.Pada mineral tertentu sinar ekstra ordiner lebih
cepat dari sinar ordiner. Tanda Optik Negatif (-) terdapat pada mineral uniaxial
yang mempunyai sinar ekstra ordiner lebih cepat dari sinar ordiner. Sebaliknya
untuk mineral Uniaxial yang mempunyai sinar ordiner lebih cepat dari sinar ekstra
ordiner diberi Tanda Optik positif.
3
1. Komponen sinar luar biasa selalu bergetar didalam bidang yang memotong
bidang pandangan sebagai jari - jari
2. Untuk mengetahui apakah sinar luar biasa merupakan sinar lambat ataupun
cepat, maka dipergunakan komparator.
3. Jika kwadran 1 dan 3 menunjukkan gejala addisi, sedang kwadran 2 dan 4
menunjukkan gejala substraksi berarti sinar luar biasa merupakan sinar
lambat, maka Kristal mempunyai tanda optik positif. Sebaliknya jika
Kwadran 1 dan 3 menunjukkan gejala substraksi, kwadran 2 dan 4
menunjukkan gejala adisi, mineral mempunyai tanda optik negatif
4
mata manusia, dimana sifat cahaya masih belum dapat dipahami secara
sempurna.
Menurut sifat optik semua zat dapat dibagi menjadi 2 gelombang, yakni
zat isotropik dan anisotropic.
· Zat isotropik merupakan gelombang cahaya yang berjalan ke setiap
cahaya dengan arah dan kecepatan yang sama sehingga permukaan
kecepatan sinar (indikatriks optik) selalu berupa bola.
· Zat anisotropik merupakan gelombang cahaya yang berjalan ke arah dan
kecepatan yang berbeda sehingga kenampakan permukaan sinar
(indikatriks optik) selalu berupa ellipsoida.
Tujuan
· Menentukan bias ganda
· Menentukan tanda optik.
· Mencari arah sayatan pada mineral
· Menentukan karakter optic anuxial dan biaxial
Jenis gambar Interferensi
Pada pengamatan konoskop terjadi beberapa kenampakan yaitu:
· Gelang warna
Gelang-gelang warna merupakan kenampakan akibat dari harga beda
lintasan/retardasi yang berbeda-beda pada daerah medan pandangan yang
berlain-lainan.Jumlah warna pada suatu gambar tergantung pada:
· Ketebalan sayatan
· Harga dwibias.
· Isogyire
bagian dari indicatrix tegak lurus terhadap bidang gambar dengan
jejak sepanjang AB sehingga indeks biasa w AB selalu sejajar
dengan arah angka gangguan. Semua bagian pokok indicatrix
berisi indeks luar biasa e ada pada proyeksi mereka pada gambar
di sepanjang sumbu AB begitu, bersama AB, birefringence adalah
konstan dan sama dengan birefringence material diperiksa tetapi
incrIsogyres keterbelakangan.Ketika sumbu optik adalah colinear
dengan polarizer atau arah analyzer, bidang pandang menjadi
hampir benar-benar gelap, seperti yang disarankan oleh
paralelisme semua indeks gambar 1. Ketika panggung sedikit
diputar, seluruh indeks tidak lebih sejajar dengan polarizer dan
analyzer begitu ringan muncul kembali dan memungkinkan
isochromes angka untuk dilihat. Sebagai tahap memainkan
sedikit, semua indeks tidak lebih selaras dengan polarizer dan
analyzer begitu ringan kembali dan memungkinkan isochromes
nomor untuk dilihat. Selama rotasi, yang isogyres tetap lagi di
kuadran dengan birefringence lebih rendah dan demikian
meninggalkan lapangan dalam arah sumbu optik. Selama rotasi,
yang isogyres tetap lagi di kuadran dengan birefringence lebih
rendah dan dengan demikian meninggalkan lapangan dalam arah
sumbu optic
5
. Sumbu Satu (uniaxial)
Uniaksial anisotropik mineral termasuk kelas yang berisi semua mineral yang
mengkristal dalam sistem tetragonal kristal heksagonal dan isotropik. Mereka
disebut uniaksial karena mereka memiliki sumbu optik tunggal. Cahaya
perjalanan sepanjang arah sumbu optik tunggal menunjukkan sifat yang sama
sebagai bahan dalam arti bahwa arah polarisasi cahaya tidak diubah oleh bagian
melalui kristal,
6
7
BAB II
KRISTAL SUMBU I
Mineral Uniaxial
Mineral uniaxial merupakan salah satu kelas dari mineral anisotropic yang
didalamnya termasuk semua mineral yang mengkristal dalam sistem kristal
tetragonal dan hexagonal.Disebut dengan uniaksial karena memiliki optik axis
yang tunggal.
Cahaya melintas sepanjang arah optik axis tunggal ini,yang menunjukkan
kesamaan sifat material isotropik ,dalam artian arah polarisasi cahaya tidak
diubah oleh melalui lintasan kristal.Optik axis tunggal bertepatan dengan
kristalografi axis c pada mineral tetragonal dan hexagonal.
Mineral uniaksial dapat dibagi kedalam 2 kelas . Jika ώ > ε maka mineral itu
dapat dikatakan memiliki tanda optik negatif atau uniaksial
negatif.Kebalikannya,jika ώ < ε maka mineral itu dapat dikatakan memiliki
tanda optik positif atau uniaksial positif.
Yang terjadi ketika cahaya yang tidak terpolarisasi masuk kedalam kristal dari bawah,maka
cahaya itu akan terbagi menjadi 2 sinar terpolarisasi yang bergetar tegak lurus masing-masing
kedalam kristal.
Satu sinar, (o) pada gambar di bawah,mengikuti hukum Snell,disebut dengan ordinary ray atau o-
ray.Sinar ini memiliki arah getaran yang tegak lurus ke bidang yang terfdapat c-axis dan arah dari
8
cahaya itu.Sinar yang lain, (e) tidak mengikuti hukum Snell,dikenal dengan extraordinary ray
atau e-raySinar e terpolarisasi dengan getaran ringan kedalam bidang yang terdapat c-axis dan
arah perambatan sinar itu.
Semenjak sudut dari timbulnya cahaya adalah 0˚,kedua sinar tidak dapat dibiaskan ketika
memasuki kristal bergantung pada hukum Snell,tetapi e-ray melanggar hukum ini,sebab sudut
biasnya bukan 0˚,tetapi r,seperti yang ditunjukkan pada gambar diatas.Ingat bahwa arah getaran
dari e-ray dan o-ray saling tegak lurus satu sama lain.Arah ini disebut dengan arah istimewa dal
kristal.
Jika satu memisah keluar dari o-ray seperti pada gambar,dapat dilihat bahwa o-ray memiliki arah
getaran yang tegak lurus terhadap arah rambatan.Dengan kata lain,arah geteran dari e-ray tidak
tegak lurus terhadap arah rambatan.Sebuah garis yang ditarik tegak lurus dengan arah getaran e-
ray disebut dengan arah gelombang normal (wave normal).
9
Indikatriks Uniaxial
Cahaya merambat sepanjang arah tegak lurus kearah c-axis atau optik axis
terpecah kedalam 2 sinar yang bergetar tegak lurus satu sama lain. Salah satu dari
cahaya ini ,e-ray bergetar parallel kearah c-axis atau optik axis,lalu merambat
parallel kea rah indeks bias Lalu sebuah vektor dengan panjang proporsional
kearah indeks bias akan lebih besar atau lebih kecil dari vektor yang ditarik
10
tegak lurus kea rah optik axis dan akan menentukan 1 axis lonjong.Seperti sebuah
lonjong dengan arah e sebagai salah satu axisnya dan arah w sebaagai axis
lainnya ,ini biasa disebut dengan Principal section pada indikatriks uniaxial.
Tanda Optik
11
12
BAB III
SIFAT OPTIS SAYATAN TIPIS RFM
1. KUARSA
Sifat Optik Yang Khas :
v Colorless, relief rendah
v Bentuk tak beraturan, dalam batuan umumnya anhedral
v Tidak punya belahan
v Gelapan bergelombang
v Warna interferensi abu2 orde1
v TO sumbu I (+)
v nw = 1.544
ne = 1.553
v Orientasi optik: sumbu optik terletak pada sumbu c, perpanjangan kristal
memotong ujung-ujung sumbu yang berlengan pendek.
v Komposisi: kandungan dasarnya berupa SiO2, meskipun bekas kandungan mineral
dari Ti, Fe, Mn, Al, kemungkinan dapat ditemukan.
v Sifatnya tidak mudah terubah dan sangat stabil pada lingkungan yang mudah
mengalami pelapukan
2. HORNBLENDE
Sifat Optik Yang Khas :
v Warna kehijauan/kecoklatan,
v relief tinggi,
v pleokroisme kuat (dikroik/trikroik),
v belahan 1 arah atau 2 arah 120o,
v bentuk prismatik (biasanya memanjang),
v gelapan miring 12-30o
3. OLIVIN
Sifat Optik Yang Khas :
v Abu2 agak kehijauan-transparan
v Relief tinggi
v Bentuk poligonal/prismatik
v Pecahan tak beraturan, tanpa belahan
v WI orde II
v Pada bidang pecahan/rekahan sering teralterasi menjadi serpentin
v Data Optik : Biaxial (+), a=1.63-1.65, b=1.65-1.67, g=1.67- 1.69,
bire=0.0400,2V(Calc)=88, 2V(Meas)=46- 98.
Dispersi relatif lemah.
13
4. BIOTIT
Sifat Optik Yang Khas :
v Warna coklat, kemerahan, kehitaman
v Bentuk berlembar
v Pleokroisme kuat
v Gelapan sejajar
v Umumnya teralterasi dengan klorit dan mineral – mineral lempung
v Data Optik: Biaxial (-), a=1.565-1.625, b=1.605-1.675, g=1.605-1.675,
bire=0.0400-0.0500, 2V(Calc)=0, 2V(Meas)=0-25.
Dispersion r > v or r < v.
5. ORTOKLAS
Sifat Optik Yang Khas :
v Pada sayatan 001 terlihat kembaran carlsbad
v WI abu2 terang orde I
v TO sumbu 2 (-)
v Colorles tapi agak keruh, relief rendah : nalpha = 1.514 - 1.526, nbeta= 1.518 - 1.530,
ngamma = 1.521 - 1.533
6. SANIDINE
Sifat Optik Yang Khas :
v Warna colorless
v Bentuk tabular
v Relief rendah
v Gelapan miring 5o – 15o
v Tidak terdapat pleokroisme
v Umumnya teralterasi dengan mineral – mineral lempung dan sericite
7. PLAGIOKLAS
Sifat Optik Yang Khas :
v Colorless tapi agak keruh, relief rendah - sedang
v kembaran albit atau carlsbad-albit
v WI abu2 terang orde I
v TO sumbu 2 (-) dan (+)
14
v Terdapat belahan, tidak terdapat pleokroisme
8. MUSCOVIT
Sifat Optik Yang Khas :
v Warna colorless
v Biaxial negatif
v Warna colorless
v Bentuk berlembar
v Pleokroisme kuat
v Gelapan sejajar
v Bentuk dan sifat optik lain mirip biotit
9. DIOPSID
Sifat Optik Yang Khas :
v Warna bening, abu-abu kecoklatan, prismatik, sayatan//c belahan 1arah, sayatan
tegak lurus c belahan 2 arah 90o
v Gelapan miring, diopsid 37-44o
v TO (+) sb2
v Terdapat belahan dan pleokroisme
10. AUGIT
Sifat Optik Yang Khas :
v Warna bening, abu-abu kecoklatan, prismatik, sayatan//c belahan 1arah, sayatan
tegak lurus c belahan 2 arah 90o
v Gelapan miring, augit 45-54o
v TO (+) sb2
v Terdapat belahan, tidak terdapat pleokroisme
15
DAFTAR PUSTAKA
http://www.mpch-mainz.mpg.de/~jesnow/Polmik/Week5.htm
http://www.mineral.edu/konoskop/Polmik/sayatan
http://www.tulane.edu/%7Esanelson/eens211/index.html
16