You are on page 1of 12

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT,berkat Rahmat dan HidayahNya penulis akhirnya
dapat menyelesaikan asuhan kebidanan yang berjudul “ASUHAN KEBIDANAN PADA NY.’J’
GIP0000Ab000 A/T/H dengan CPD ( Cephalus Pelvis Disproporposional / panggul sempit ) di RSUD
Waluyo Jati“.Tugas Akhir ini penulis buat untuk memenuhi tugas pada akhir pendidikan di Amanah
Husada.
Penulis membuat Tugas Akhir ini berdasarkan sumber yang relevan yang penulis peroleh dari buku-
buku pustaka dan searching di internet..
Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis banyak mendapatkan kendala dan hambatan baik dalam
memperoleh sumber yang relevan maupun dari segi penulisan.
Namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini tepat pada
waktunya.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Siska eka Chandra selaku
manager di amanah husada , ibu sukristianti Selaku kabag.pendidikan , ibu Dewi selaku pembimbing di
lapangan , ibu puspita selaku dosen pembimbing serta teman-teman dan berbagai pihak yang ikut membantu
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam Tugas Akhir ini banyak terdapat kekurangan,untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kemajuan dimasa mendatang.
Penulis berharap agar Tugas Akhir ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber bacaan dan dapat
dipergunakan sebagaiman mestinya.

Probolinggo,1 Mei 2011


Penulis

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah atas limpahan rahmat dan hidayahNya, sehingga penyusunan Tugas Akhir ini
yang berjudul “Asuhan Kebidanan Pada Ny. “J” G1P0000Ab000 dengan CPD ( Cephalus Pelvix
Disproporsional ) di RSUD Waluyo Jati Kraksaan ” dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Tugas Akhir ini merupakan laporan individu selama melakukan praktik klinik di Ruang Bersalin RSUD
Waluyo Jati Kraksaan pada tanggal 23 April 2011 – 14 Mei 2011
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada :
1. Dr. Slamet Riyadi Yuwono, DTMH. MARS selaku Direktur RSU Dr. Soetomo
Surabaya
2. H. Moch. Muchson, Msc selaku Direktur Politeknik Kesehatan Surabaya
3. Hj. Sitti Arras, SST., S.Pd., M.Pd selaku Kepala Program Studi Kebidanan
Sutomo Surabaya
4. Endang Sulistijani, S.Psi., Amd.Keb., MM.Kes selaku Kepala Unit Rawat Jalan
Hamil II RSU Dr. Soetomo Surabaya
5. Nortje Aswandono, Amd.Keb., Sos selaku Pembimbing Pendidikan Program
Studi Kebidanan Sutomo Surabaya
6. Ny. Fitri yang telah bersedia menjadi responden dalam penyusunan laporan
praktik klinik ini.
7. Semua pihak yang telah membantu penyusunan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna oleh karena itu mohon agar laporan ini menjadi
sempurn. Semoga laporan ini bermanfaat bagi yang terkait.
CPD
( Cephalo Pelvik Disproportion )

A. DEFINISI

CPD adalah tidak ada kesesuaian antara kepala janin dengan bentuk dan ukuran panggul.
(http://rumahkitabro.blogspot.com/2010/11/asuhan-keperawatan-cephalo-pelvik.html)

Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin
dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina.
( http://istanareload.wordpress.com/2009/05/21/cephalopelvic-disproportion-cpd/ )

Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin
dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh
panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.

Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah diagnosa medis digunakan ketika kepala bayi dinyatakan
terlalu besar untuk muat melewati panggul ibu. Sering kali, diagnosis ini dibuat setelah wanita telah bekerja
keras selama beberapa waktu, tetapi lain kali, itu dimasukkan ke dalam catatan medis wanita sebelum ia
bahkan buruh. Sebuah misdiagnosis of CPD account untuk banyak yang tidak perlu dilakukan bedah caesar
di Amerika Utara dan di seluruh dunia setiap tahunnya. Diagnosis ini tidak harus berdampak masa depan
seorang wanita melahirkan keputusan. Banyak tindakan dapat diambil oleh ibu hamil untuk meningkatkan
peluangnya untuk melahirkan melalui vagina.

( http://iqvita.wordpress.com/2010/06/08/makalah-cpd/ )

Panggul sempit dapat didefinisikan secara anatomi dan secara obstetri. Secara anatomi berarti
panggul yang satu atau lebih ukuran diameternya berada di bawah angka normal sebanyak 1 cm atau lebih.
Pengertian secara obstetri adalah panggul yang satu atau lebih diameternya kurang sehingga mengganggu
mekanisme persalinan normal.

( http://somelus.wordpress.com/2010/05/14/panggul-sempit/

B. UKURAN PANGGUL DAN PENYEBAB TERJADINYA CPD

ANATOMI PANGGUL

Tulang – tulang panggul terdiri dari os koksa, os sakrum, dan os koksigis. Os koksa dapat dibagi
menjadi os ilium, os iskium, dan os pubis. Tulang – tulang ini satu dengan lainnya berhubungan. Di depan
terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri, disebut simfisis. Dibelakang terdapat artikulasio
sakro- iliaka yang menghubungkan os sakrum dengan os ilium.Dibawah terdapat artikulasio sakro-koksigea
yang menghubungkan os sakrum (tl panggul)dan os koksigis(tl.tungging).
Pada wanita, di luar kehamilan artikulasio ini hanya memungkinkan pergeseran sedikit, tetapi pada
kehamilan dan waktu persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih longgar,misalnya ujung koksigis dapat
bergerak kebelakang sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm.Hal ini dapat dilakukan bila ujung os koksigis
menonjol ke depan pada saat partus, dan pada pengeluaran kepala janin dengan cunam ujung os koksigis itu
dapat ditekan ke belakang.

Secara fungsional, panggul terdiri dari dua bagian yaitu pelvis mayor dan pelvis minor. Pelvis mayor
adalah bagian pelvis yang terletak diatas linea terminalis, disebut juga dengan false pelvis. Bagian yang
terletak dibawah linea terminalis disebut pelvis minor atau true pelvis.

Pada ruang yang dibentuk oleh pelvis mayor terdapat organ –organ abdominal selain itu pelvis
mayor merupakan tempat perlekatan otot – otot dan ligamen ke dinding tubuh. Sedangkan pada ruang yang
dibentuk oleh pelvis minor terdapat bagian dari kolon, rektum, kandung kemih, dan pada wanita terdapat
uterus dan ovarium. Pada ruang pelvis juga kita temui diafragma pelvis yang dibentuk oleh muskulus levator
ani dan muskulus koksigeus.

a. Ukuran Panggul

1. Pintu Atas Panggul

Pintu atas panggul dibentuk oleh promontorium corpus vertebra sacrum, linea innominata, serta
pinggir atas simfisis. Konjugata diagonalis adalah jarak dari pinggir bawah simfisis ke promontorium,
Secara klinis, konjugata diagonalis dapat diukur dengan memasukkan jari telunjuk dan jari tengah yang
dirapatkan menyusur naik ke seluruh permukaan anterior sacrum, promontorium teraba sebagai penonjolan
tulang. Dengan jari tetap menempel pada promontorium, tangan di vagina diangkat sampai menyentuh arcus
pubis dan ditandai dengan jari telunjuk tangan kiri.

Jarak antara ujung jari pada promontorium sampai titik yang ditandai oleh jari telunjuk merupakan
panjang konjugata diagonalis.

Konjugata vera yaitu jarak dari pinggir atas simfisis ke promontorium yang dihitung dengan
mengurangi konjugata diagonalis 1,5 cm, panjangnya lebih kurang 11 cm. Konjugata obstetrika merupakan
konjugata yang paling penting yaitu jarak antara bagian tengah dalam simfisis dengan promontorium, Selisih
antara konjugata vera dengan konjugata obstetrika sedikit sekali.

2. Panggul Tengah (Pelvic Cavity)

Ruang panggul ini memiliki ukuran yang paling luas. Pengukuran klinis panggul tengah tidak dapat
diperoleh secara langsung. Terdapat penyempitan setinggi spina isciadika, sehingga bermakna penting pada
distosia setelah kepala engagement. Jarak antara kedua spina ini yang biasa disebut distansia interspinarum
merupakan jarak panggul terkecil yaitu sebesar 10,5 cm. Diameter anteroposterior setinggi spina isciadica
berukuran 11,5 cm. Diameter sagital posterior, jarak antara sacrum dengan garis diameter interspinarum
berukuran 4,5 cm.3,4 .

3. Pintu Bawah Panggul

Pintu bawah panggul bukanlah suatu bidang datar namun terdiri dari dua segitiga dengan dasar yang
sama yaitu garis yang menghubungkan tuber isciadikum kiri dan kanan. Pintu bawah panggul yang dapat
diperoleh melalui pengukuran klinis adalah jarak antara kedua tuberositas iscii atau distansia tuberum (10,5
cm), jarak dari ujung sacrum ke tengah-tengah distensia tuberum atau diameter sagitalis posterior (7,5 cm),
dan jarak antara pinggir bawah simpisis ke ujung sacrum (11,5 cm).

b. Etiologi CPD (Cephalus Pelvix Disproporsional )

Distosia adalah persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan persalinan.
Distosia dapat disebabkan oleh kelainan pada servik, uterus, janin, tulang panggul ibu atau obstruksi lain di
jalan lahir. Kelainan ini oleh ACOG dibagi menjadi tiga yaitu:

1. Kelainan kekuatan (power) yaitu kontraktilitas uterus dan upaya ekspulsif ibu.

a. Kelainan his : inersia uteri / kelemahan his


b. kekuatan mengejan yang kurang misalnya pada hernia atau sesak nafas.

2. Kelainan yang melibatkan janin (passenger), misalnya letak lintang, letak dahi, hidrosefalus.

3. Kelainan jalan lahir (passage), misalnya panggul sempit, tumor yang mempersempit jalan lahir. Pola
Kelainan Persalinan, Diagnostik, Kriteria dan Metode Penanganannya

Pola Persalinan Kriteria Diagnostik Penanganan yang dianjurkan Penanganan Khusus

Panggul dengan ukuran normal tidak akan mengalami kesukaran kelahiran pervaginam pada janin
dengan berat badan yang normal. Ukuran panggul dapat menjadi lebih kecil karena pengaruh gizi,
lingkungan atau hal lain sehingga menimbulkan kesulitan pada persalinan pervaginam. Panggul sempit yang
penting pada obstetric bukan sempit secara anatomis namun panggul sempit secara fungsional artinya
perbandingan antara kepala dan panggul. Selain panggul sempit dengan ukuran yang kurang dari normal,
juga terdapat panggul sempit lainnya. Panggul ini digolongkan menjadi empat, yaitu:

1. Kelainan karena gangguan pertumbuhan intrauterine: panggul Naegele, panggul Robert, split pelvis,
panggul asimilasi.

2. Kelainan karena kelainan tulang dan/ sendi: rakitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur, atrofi, nekrosis,
penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.

3. Kelainan panggul karena kelainan tulang belakang: kifosis, skoliosis, spondilolistesis.

4. Kelainan panggul karena kelainan pada kaki: koksitis, luksasio koksa, atrofi atau kelumpuhan satu kaki.4

Setiap penyempitan pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul dapat menyebabkan
distosia saat persalinan. penyempitan dapat terjadi pada pintu atas panggul, pintu tengah panggul, pintu
bawah panggul, atau panggul yang menyempit seluruhnya.

a. Penyempitan pintu atas panggul

Pintu atas panggul dianggap sempit apabila diameter anterioposterior terpendeknya (konjugata vera)
kurang dari 10 cm atau apabila diameter transversal terbesarnya kurang dari 12 cm. Diameter
anteroposterior pintu atas panggul sering diperkirakan dengan mengukur konjugata diagonal secara manual
yang biasanya lebih panjang 1,5 cm. Dengan demikian, penyempitan pintu atas panggul biasanya
didefinisikan sebagai konjugata diagonal yang kurang dari 11,5 cm.Mengert (1948) dan Kaltreider (1952)
membuktikan bahwa kesulitan persalinan meningkat pada diameter anteroposterior kurang dari 10 cm atau
diameter transversal kurang dari 12 cm. Distosia akan lebih berat pada kesempitan kedua diameter
dibandingkan sempit hanya pada salah satu diameter.

Diameter biparietal janin berukuran 9,5-9,8 cm, sehingga sangat sulit bagi janin bila melewati pintu
atas panggul dengan diameter anteroposterior kurang dari 10 cm. Wanita dengan tubuh kecil kemungkinan
memiliki ukuran panggul yang kecil, namun juga memiliki kemungkinan janin kecil. Dari penelitian Thoms
pada 362 nullipara diperoleh rerata berat badan anak lebih rendah (280 gram) pada wanita dengan panggul
sempit dibandingkan wanita dengan panggul sedang atau luas.

Pada panggul sempit ada kemungkinan kepala tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga gaya yang
ditimbulkan oleh kontraksi uterus secara langsung menekan bagian selaput ketuban yang menutupi serviks.
Akibatnya ketuban dapat pecah pada pembukaan kecil dan terdapat resiko prolapsus funikuli. Setelah
selaput ketuban pecah, tidak terdapat tekanan kepala terhadap serviks dan segmen bawah rahim sehingga
kontraksi menjadi inefektif dan pembukaan berjalan lambat atau tidak sama sekali. Jadi, pembukaan yang
berlangsung lambat dapat menjadi prognosa buruk pada wanita dengan pintu atas panggul sempit.3,4
Pada nulipara normal aterm, bagian terbawah janin biasanya sudah masuk dalam rongga panggul
sebelum persalinan. Adanya penyempitan pintu atas panggul menyebabkan kepala janin megapung bebas di
atas pintu panggul sehingga dapat menyebabkan presentasi janin berubah. Pada wanita dengan panggul
sempit terdapat presentasi wajah dan bahu tiga kali lebih sering dan prolaps tali pusat empat sampai enam
kali lebih sering dibandingkan wanita dengan panggul normal atau luas.

b. Penyempitan panggul tengah

Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-dinding panggul tidak berkonvergensi, foramen


isciadikum cukup luas, dan spina isciadika tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul
tengah tidak akan menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Penyempitan pintu tengah panggul
lebih sering dibandingkan pintu atas panggul.Hal ini menyebabkan terhentunya kepala janin pada bidang
transversal sehingga perlu tindakan forceps tengah atau seksio sesarea.

Penyempitan pintu tengah panggul belum dapat didefinisikan secara pasti seperti penyempitan pada
pintu atas panggul. Kemungkinan penyempitan pintu tengah panggul apabila diameter interspinarum
ditambah diameter sagitalis posterior panggul tangah adalah 13,5 cm atau kurang. Ukuran terpenting yang
hanya dapat ditetapkan secara pasti dengan pelvimetri roentgenologik ialah distansia interspinarum. Apabila
ukuran ini kurang dari 9,5 cm, perlu diwaspadai kemungkinan kesukaran persalinan apalagi bila diikuti
dengan ukuran diameter sagitalis posterior pendek.

c. Penyempitan Pintu Bawah Panggul

Pintu bawah panggul bukan suatu bidang datar melainkan dua segitiga dengan diameter
intertuberosum sebagai dasar keduanya. Penyempitan pintu bawah panggul terjadi bila diameter distantia
intertuberosum berjarak 8 cm atau kurang. Penyempitan pintu bawah panggul biasanya disertai oleh
penyempitan pintu tengah panggul.

Disproporsi kepala janin dengan pintu bawah panggul tidak terlalu besar dalam menimbulkan
distosia berat. Hal ini berperan penting dalam menimbulkan robekan perineum. Hal ini disebabkan arkus
pubis yang sempit, kurang dari 900 sehingga oksiput tidak dapat keluar tepat di bawah simfisis pubis,
melainkan menuju ramus iskiopubik sehingga perineum teregang dan mudah terjadi robekan.

d. Perkiraan Kapasitas Panggul Sempit

Perkiraan panggul sempit dapat diperoleh dari pemeriksaan umum dan anamnesa. Misalnya pada
tuberculosis vertebra, poliomyelitis, kifosis. Pada wanita dengan tinggi badan yang kurang dari normal ada
kemungkinan memiliki kapasitas panggul sempit, namun bukan berarti seorang wanita dengan tinggi badan
yang normal tidak dapat memiliki panggul sempit. Dari anamnesa persalinan terdahulu juga dapat
diperkirakan kapasitas panggul.

Apabila pada persalinan terdahulu berjalan lancar dengan bayi berat badan normal, kemungkinan
panggul sempit adalah kecil.

Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan salah satu cara untuk memperoleh keterangan tentang
keadaan panggul. Melalui pelvimetri dalama dengan tangan dapat diperoleh ukuran kasar pintu atas dan
tengah panggul serta memberi gambaran jelas pintu bawah panggul. Adapun pelvimetri luar tidak memiliki
banyak arti.

Pelvimetri radiologis dapat memberi gambaran yang jelas dan mempunyai tingkat ketelitian yang
tidak dapat dicapai secara klinis. Pemeriksaan ini dapat memberikan pengukuran yang tepat dua diameter
penting yang tidak mungkin didapatkan dengan pemeriksaan klinis yaitu diameter transversal pintu atas dan
diameter antar spina iskhiadika. Tetapi pemeriksaan ini memiliki bahaya pajanan radiasi terutama bagi janin
sehingga jarang dilakukan. Pelvimetri dengan CT scan dapat mengurangi pajanan radiasi, tingkat keakuratan
lebih baik dibandingkan radiologis, lebih mudah, namun biayanya mahal. Selain itu juga dapat dilakukan
pemeriksaan dengan MRI dengan keuntungan antara lain tidak ada radiasi, pengukuran panggul akurat,
pencitraan janin yang lengkap. Pemeriksaan ini jarang dilakukan karena biaya yang mahal.

Dari pelvimetri dengan pencitraan dapat ditentukan jenis panggul, ukuran pangul yang sebenarnya,
luas bidang panggul, kapasitas panggul, serta daya akomodasi yaitu volume dari bayi yang terbesar yang
masih dapat dilahirkan spontan.

Pada kehamilan yang aterm dengan presentasi kepala dapat dilakukan pemeriksaan dengan metode
Osborn dan metode Muller Munro Kerr. Pada metode Osborn, satu tangan menekan kepala janin dari atas
kearah rongga panggul dan tangan yang lain diletakkan pada kepala untuk menentukan apakah kepala
menonjol di atas simfisis atau tidak. Metode Muller Munro Kerr dilakukan dengan satu tangan memegang
kepala janin dan menekan kepala ke arah rongga panggul, sedang dua jari tangan yang lain masuk ke vagina
untuk menentukan seberapa jauh kepala mengikuti tekanan tersebut dan ibu jari yang masuk ke vagina
memeriksa dari luar hubungan antara kepala dan simfisis.

e. Janin yang besar

Normal berat neonatus pada umumnya 4000gram dan jarang ada yang melebihi 5000gram. Berat
badan neonatus lebih dari 4000gram dinamakan bayi besar. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000gram
adalah 5,3%, dan berat badan lahir yang melihi 4500gram adalah 0,4%. Biasanya untuk berat janin 4000-
5000 gram pada panggul normal tidak terdapat kesulitan dalam proses melahirkan. Factor keturunan
memegang peranan penting sehingga dapat terjadi bayi besar. Janin besar biasanya juga dapat dijumpai pada
ibu yang mengalami diabetes mellitus, postmaturitas, dan pada grande multipara. Selain itu, yang dapat
menyebabkan bayi besar adalah ibu hamil yang makan banyak, hal tersebut masih diragukan.

Untuk menentukan besarnya janin secara klinis bukanlah merupakan suatu hal yang mudah. Kadang-
kadang bayi besar baru dapat kita ketahui apabila selama proses melahirkan tidak terdapat kemajuan sama
sekali pada proses persalinan normal dan biasanya disertai oleh keadaan his yang tidak kuat. Untuk kasus
seperti ini sangat dibutuhkan pemeriksaan yang teliti untuk mengetahui apakah terjadi sefalopelvik
disproporsi. Selain itu, penggunaan alat ultrasonic juga dapat mengukur secara teliti apabila terdapat bayi
dengan tubuh besar dan kepala besar.

Pada panggul normal, biasanya tidak menimbulkan terjadinya kesulitan dalam proses melahirkan
janin yang beratnya kurang dari 4500gram. Kesulitan dalam persalinan biasanya terjadi karena kepala janin
besar atau kepala keras yang biasanya terjadi pada postmaturitas tidak dapat memasuki pntu atas panggul,
atau karena bahu yang lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain dapat ditemukan pada
janin yang memiliki berat badan lebih juga dapat dijumpai pada anensefalus.

Janin dapat meninggal selama proses persalinan dapat terjadi karena terjadinya asfiksia dikarenakan
selama proses kelahiran kepala anak sudah lahir, akan tetapi karena lebarnya bahu mengakibatkan terjadinya
macet dalam melahirkan bagian janin yang lain. Sedangkan penarikan kepala janin yang terlalu kuat ke
bawah dapat mengakibatkan terjadinya cedera pada nervus brakhialis dan muskulus sternokleidomastoideus.

C. PENATALAKSANAAN CPD (Cephalus Pelvix Disproporsional )

Persalinan Percobaan

Setelah dilakukan penilaian ukuran panggul serta hubungan antara kepala janin dan panggul dapat
diperkirakan bahwa persalinan dapat berlangsung per vaginan dengan selamat dapat dilakukan persalinan
percobaan. Cara ini merupakan tes terhadap kekuatan his, daya akomodasi, termasuk moulage karena faktor
tersebut tidak dapar diketahui sebelum persalinan.

Persalinan percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, tidak bisa pada letak sungsang,
letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya.
Ketentuan lainnya adalah umur keamilan tidak boleh lebih dari 42 mingu karena kepala janin
bertambah besar sehingga sukar terjadi moulage dan ada kemungkinan disfungsi plasenta janin yang akan
menjadi penyulit persalinan percobaan.

Pada janin yang besar kesulitan dalam melahirkan bahu tidak akan selalu dapat diduga sebelumnya.
Apabila dalam proses kelahiran kepala bayi sudah keluar sedangkan dalam melahirkan bahu sulit, sebaiknya
dilakukan episiotomy medioateral yang cukup luas, kemudian hidung dan mulut janin dibersihkan, kepala
ditarik curam kebawah dengan hati-hati dan tentunya dengan kekuatan terukur. Bila hal tersebut tidak
berhasil, dapat dilakukan pemutaran badan bayi di dalam rongga panggul, sehingga menjadi bahu depan
dimana sebelumnya merupakan bahu belakang dan lahir dibawah simfisis. Bila cara tersebut masih juga
belum berhasil, penolong memasukkan tangannya kedalam vagina, dan berusaha melahirkan janin dengan
menggerakkan dimuka dadanya. Untuk melahirkan lengan kiri, penolong menggunakan tangan kanannya,
dan sebaliknya. Kemudian bahu depan diputar ke diameter miring dari panggul untuk melahirkan bahu
depan.

Persalinan percobaan ada dua macam yaitu trial of labour dan test of labour. Trial of labour serupa
dengan persalinan percobaan di atas, sedangkan test of labour sebenarnya adalah fase akhir dari trial of
labour karena baru dimulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam kemudian. Saat ini test of labour
jarang digunakan karena biasanya pembukaan tidak lengkap pada persalinan dengan pangul sempit dan
terdapat kematian anak yang tinggi pada cara ini.

Keberhasilan persalinan percobaan adalah anak dapat lahir sontan per vaginam atau dibantu ekstraksi
dengan keadaan ibu dan anak baik.

Persalinan percobaan dihentikan apabila pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannnya,
keadaan ibu atau anak kurang baik, ada lingkaran bandl, setelah pembukaan lengkap dan ketuban pecah
kepala tidak masuk PAP dalam 2 jam meskipun his baik, serta pada forceps yang gagal. Pada keadaan ini
dilakukan seksio sesarea.

Seksio Sesarea

Seksio sesarea elektif dilakukan pada kesempitan panggul berat dengan kehamilan aterm, atau
disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat dilakukan pada kesempitan panggul ringan apabila
ada komplikasi seperti primigravida tua dan kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki.4

Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu) dilakukan karena peralinan
perobaan dianggap gagal atau ada indikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin sedangkan
syarat persalinan per vaginam belum dipenuhi.

Simfisiotomi

Tindakan ini dilakukan dengan memisahkan panggul kiri dan kanan pada simfisis. Tindakan ini
sudah tidak dilakukan lagi.

Kraniotomi dan Kleidotomi

Kraniotomi adalah suatu tindakan yang memperkecil ukuran kepala janin dengan cara melubangi
tengkorak janin dan mengeluarkan isi tengkorak, sehingga janin dapat dengan mudah lahir pervaginam.
Kraniotomi, terdiri atas perforasi kepala janin, yang biasanya diikuti oleh kranioklasi.

Kleidotomi
Tindakan ini dilakukan setelah janin pada presentasi kepala dilahirkan, akan tetapi dialami kesulitan
untuk melahirkan bahu karena terlalu lebar. Setelah janin meninggal, tidak ada keberatan untuk melakukan
kleidotomi (memotong klavikula) pada satu atau kedua klavikula. Dibawah perlindungan spekulum dan
tangan kiri penolong dalam vagina, klavikula dan jika perlu klavikula belakang digunting, dan selanjutnya
kelahiran anak dengan berkurangnya lebar bahu tidak mengalami kesulitan. Apabila tindakan dilakukan
dengan hati-hati, tidak akan timbul luka pada jalan lahir.

Pada janin yang telah mati dapat dilakukan kraniotomi atau kleidotomi. Apabila panggul sangat
sempit sehingga janin tetap tidak dapat dilahirkan, maka dilakukan seksio sesarea.

D. PENATALAKSANAAN

Sebenarnya panggul hanya merupaka salah satu faktor yang menentukan apakah anak dapat lahir
spontan atau tidak, disamping banyak faktor lain yang memegang peranan dalam prognosa persalinan.

Bila konjugata vera 11 cm, dapat dipastikan partus biasa, dan bila ada kesulitan persalinan, pasti
tidak disebabkan oleh faktor panggul. Untuk CV kurang dari 8,5 cm dan anak cukup bulan tidak mungkin
melewati panggul tersebut.

1. CV 8,5 – 10 cm dilakukan partus percobaan yang kemungkinan berakhir dengan partus spontan atau
dengan ekstraksi vakum, atau ditolong dengan secio caesaria sekunder atas indikasi obstetric lainnya
2. CV = 6 -8,5 cm dilakukan SC primer
3. CV = 6 cm dilakukan SC primer mutlak.

Disamping hal-hal tersebut diatas juga tergantung pada :

1. His atau tenaga yang mendorong anak.


2. Besarnya janin, presentasi dan posisi janin
3. Bentuk panggul
4. Umur ibu dan anak berharga
5. Penyakit ibu
PENUTUP

KESIMPULAN

Cephalopelvic Disproportion (CPD) adalah diagnosa medis digunakan ketika kepala bayi dinyatakan
terlalu besar untuk muat melewati panggul ibu. Disproporsi sefalopelvik adalah keadaan yang
menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar
melalui vagina. Disproporsi sefalopelvik disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun
kombinasi keduanya.

Umumnya cephalopelvic Disproportion adalah memutuskan kasus per kasus pada saat melahirkan.
Beberapa wanita dengan kondisi seperti rakhitis, atau yang memiliki anomali panggul mungkin masih
vagina menyampaikan. Jika ini adalah pilihan mereka, mereka harus mencari dokter atau bidan yang
mendukung keputusan ini. Bahkan dengan dukungan dari dokter, pada saat tenaga kerja hal yang dapat
berubah dengan cepat jika tenaga kerja tidak kemajuan dalam periode waktu tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S dkk, Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
Jakarta, 1986 : 102 – 115, 637-647
2. Mochtar R, Sinopsis Obstetri, Edisi Kedua, EGC, Jakarta, 1999: 75-82, 323-328
3. William Obstetrics, 21th ed, Mc Graw-Hill, Singapore, 2001
4. Current Obstetric and Ginecology Diagnosis and Treatment, 8th ed, Appleton and Lange, Norwalk,
1994
5. Disproporsi Sefalo Pelvic, Buku Panduan Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan
Bina Pustaka, Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2002: M-56
6. Radiologi diagnostik, editor R. Sjahrial, K Sukanto, E Iwan, Balai Penerbit FKUI Cetakan ketujuh,
2001
7.

1. Baziad, Ali, Djamaloeddin, Erdjan Akbar, Handaya dkk. Anatomi Panggul dan Isinya dan Haid dan
Siklusnya. Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifuddin dan Trijatmo Rachimhadhi.Ilmu
Kandungan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2007; 6 – 13 dan 113. Putz,Reinhard dan
Reinhard Pabst.Ekstremitas Bawah , Pelvis.Liliana Sugiarto.Sobotta: Atlas Anatomi Manusia edisi 22, jilid
2. Jakarta:EGC.2006;264.

You might also like