You are on page 1of 44

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asma bronkial atau lebih populer dengan sebutan asma atau sesak napas,

telah dikenal luas di masyarakat. Namun pengetahuan tentang asma bronkial

hanya terbatas pada gejala penyakitnya saja, diantaranya dada terasa tertekan,

sesak napas, batuk berdahak, dan napas berbunyi (mengi). (Medicastore, 2008).

Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang ditandai oleh

inflamasi, peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus, dan sumbatan

saluran napas yang bisa kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai.

Meskipun pengobatan efektif telah dilakukan untuk menurunkan morbiditas

karena asma, keefektifan hanya tercapai jika penggunaan obat telah sesuai.

Berbagai upaya juga telah dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi asma

di masyarakat, namun tanpa peran serta masyarakat tentunya tidak akan dicapai

hasil yang optimal. (Rialita, 2007).

Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan

penyakit) asma, terutama di negara-negara maju dan berkembang. di Asia seperti

Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan kenaikan prevalensi asma sangat

mencolok. Kasus asma ini meningkat insidennya secara dramatis selama lebih

dari dua puluh tahun, Beban global dari dampak buruk penyakit asma juga

semakin meningkat yang meliputi, penurunan kualitas hidup, produktivitas yang

menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko

1
2

perawatan di rumah sakit dan bahkan bias menyebabkan kematian. (Rialita,

2007).

WHO memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia adalah penyandang

asma dan diperkirakan akan terus bertambah sekitar 180.000 orang setiap tahun.

Asma termasuk kedalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di

Indonesia, hal ini tergambar dari data Studi Survei Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. Survey Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) tahun 2000 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab

kesakitan (morbiditas) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada

SKRT 2002, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke-

4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. (Umar, 2009).

Data Departemen Kesehatan menunjukkan, pada 2005 prevalensi asma

2,1%. Pada 2007, prevalensinya meningkat menjadi 5,2%. Sedangkan hasil survei

pada anak sekolah di Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang,

Yogyakarta, Malang dan Denpasar pada 2008, menunjukkan prevalensi asma

anak berusia 6-12 sebesar 3,7-16,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta 5,8%.

Saat ini diprediksi 2,5 % penduduk Indonesia menderita asma. (Umar, 2009).

Dari Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat diperoleh data bahwa

asma bronkial berada di urutan ke 8 dari 10 penyakit terbanyak, yaitu sebanyak

14.043 orang penderita atau sekitar 4,03%. (Badan Pusat Statistik, 2009).

Kunjungan penderita asma dari tahun ke tahun terus mengalami

peningkatan. Kunjungan penderita asma bronkial pada tahun 2008 di enam


3

puskesmas yang berada di wilayah Kota Pariaman berjumlah 399 kali kunjungan.

Dan kunjungan penderita asma terbanyak adalah di Puskesmas Padusunan yaitu

126 kali kunjungan dengan jumlah penderita asma bronkial sebanyak 68 orang.

(Dinas Kesehatan, 2009).

Sampai saat ini, pemahaman masyarakat tentang penyakit asma belum

memadai. Akibatnya, berkembang mitos dan pengobatan yang aneh-aneh,

semakin anehnya cara pengobatannya, malahan semakin dipercaya masyarakat.

Padahal perkembangan diagnosis dan pengobatan asma dalam kurun waktu

terakhir ini sudah sangat pesat dan mampu mengenali secara dini dalam

mengontrol dengan baik serangan asma. (Umar, 2009).

Diagnosis yang tidak tepat, juga dapat menyebabkan pasien asma tidak

mendapatkan tatalaksana penanganan penyakit yang cukup, selain itu pentingnya

informasi tentang penyakit asma juga belum sepenuhnya disadari oleh penderita

asma. Banyak pasien atau orang tua pasien asma yang belum memahami bahwa

asma adalah penyakit konik yang perlu dikontrol secara teratur oleh dokter agar

memperoleh pengobatan yang tepat. Padahal bila memiliki pengetahuan yang

cukup tentang asma masyarakat bisa menghindari serangan asma. Penggunaan

obat asma dapat mengendalikan gangguan akibat penyakit tersebut. (Umar, 2009).
4

Dari survey awal penulis pada bulan Januari 2009 yang diperoleh dari

hasil wawancara melalui 5 orang pengunjung Puskesmas yang menderita asma di

Puskesmas Padusunan Kota Padusunan, 3 orang penderita masih kurang

memahami tentang asma bronkial dan 2 orang lagi sudah memahami tapi kurang

mengetahui tentang cara mengatasi kekambuhan asma bronkial.

Dari uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap Penderita Asma

Bronkial di Wilayah Kerja Puskesmas Padusunan Kota Pariaman Tahun

2009 .

1.2 Rumusan Masalah

Atas dasar latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan

dalam penelitian ini adalah bagaimana Tingkat Pengetahuan dan Sikap Penderita

tentang Asma Bronkial di Wilayah Kerja Puskesmas Padusunan Kota Pariaman

Tahun 2009.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Gambaran

Tingkat Pengetahuan dan Sikap Penderita tentang Asma Bronkial di

Wilayah Kerja Puskesmas Padusunan Kota Pariaman Tahun 2009.


5

1.3.2 Tujuan Khusus

Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk mendapatkan informasi

mengenai :

1.3.2.1 Diketahuinya distribusi frekuensi tingkat pengetahuan

penderita tentang pengertian asma bronkial

1.3.2.2 Diketahuinya distribusi frekuensi tingkat pengetahuan

penderita tentang penyebab asma bronkial

1.3.2.3 Diketahuinya distribusi frekuensi tingkat pengetahuan

penderita tentang klasifikasi asma bronkial

1.3.2.4 Diketahuinya distribusi frekuensi tingkat pengetahuan

penderita tentang tanda dan gejala asma bronkial

1.3.2.5 Diketahuinya distribusi frekuensi tingkat pengetahuan

penderita tentang pola serangan asma bronkial

1.3.2.6 Diketahuinya distribusi frekuensi tingkat pengetahuan

penderita tentang pencegahan asma bronkial

1.3.2.7 Diketahuinya distribusi frekuensi tingkat pengetahuan

penderita tentang perawatan asma bronkial

1.3.2.8 Diketahuinya distribusi frekuensi sikap penderita tentang

asma bronkial

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti


6

Merupakan kesempatan bagi penulis untuk menerapkan pengetahuan

yang diperoleh di bangku kuliah serta menambah wawasan,

pengalaman dan pengetahuan dalam penelitian.

1.4.2 Bagi Pelayanan Keperawatan

Memberikan masukan bagi petugas kesehatan untuk dapat

meningkatkan pengetahuan tentang asma bronkial.

1.4.3 Bagi Peneliti Lainnya

Sebagai bahan dasar peneliti selanjutnya dan bidang pelayanan

perawatan khususnya yang terkait dengan perawatan penderita asma

bronkial.

1.4.4 Bagi Penderita Asma Bronkial

Untuk menambah pengetahuan penderita tentang asma bronkial

tersebut dan diharapkan penderita bisa mengatasi jika terjadi serangan

mendadak
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1 Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dari manusia, dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan,


8

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar manusia diperoleh

melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

Sebagian besar pengetahuan manusia bersumber dari hal yang dilihat dan

didengar. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang

disampaikan pada seseorang. Selain itu dapat diperoleh dari kegiatan yang

menyangkut dengan kebutuhan masyarakat (Community Organization) atau

melalui metode komunikasi seperti: konsultasi, poster, dan sebagainya.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (Overt Behaviour).

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam

tingkatan yakni:

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya.termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

7
kembali (Recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang

dipelajari atau ransangan yang telah diterima. Oleh sebab itu merupakan

tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja antara lain menyebutkan,

menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.


9

2. Memahami

Memahami diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan

sebagian besar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan

materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau

materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi real atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi

disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip dan sebagainya dalam kontek atau situasi yang lain.

4. Analisis

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam struktur organisasi

tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini

dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti: dapat menggambarkan

(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan

sebagainya.
10

5. Sintesis

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis ini adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat

merencanakan, dapat meringkaskan dan dapat menyesuaikan terhadap suatu

teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini berdasarkan suatu

kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.

(Notoatmodjo, 2003).

2.2 Sikap (Attitude)

2.2.1 Pengertian Sikap

Sikap merupakan kesiapan seseorang untuk bertindak, sikap seseorang

terhadap suatu objek adalah perasan mendukung atau memihak pada objek

(Notoatmodjo, 2003).
11

Sikap merupakan keadaan mental dan saraf dari kesiapan yang diatur

melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap

respon individu pada semua objek daan situasi yang berkaitan dengannya

(Widyatun, 1999).

Sikap merupakan pandangan atau perasaan yang disertai kecendrungan

untuk bertindak sesuai dengan sikap, jadi sikap senantiasa terarah terhadap suatu

hal, tidak ada sikap tanpa objek. (Purwanto, 1999).

2.2.2 Komponen Sikap

1. Komponen efektif

Komponen ini dihubungkan dengan perasaan dan emosi tentang

seseorang atau sesuatu.

2. Komponen Kognitif

Sikap tentunya mengandung pemikiran atau keperawatan tentang

seseorang/objek.

3. Komponen prilaku

Sikap terbentuk dari tingkah laku seseorang dan perilakunya.

( Niven,2002 )

2.2.3 Tingkatan Sikap

2.2.3.1 Menerima (Receiving)


12

Menerima diartikan subjek mau memperhatikan stimulus yang

diberikan.

2.2.3.2 Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain mengerjakan dan mendiskusikan dengan

orang lain terhadap suatu masalah.

2.2.3.3 Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan.

2.2.3.4 Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko.

( Notoadmodjo,2003 ).

2.2.4 Ciri-Ciri Sikap

Menurut Purwanto (1999) ciri-ciri adalah sebagai berikut:

1. Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk

berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan individu

dalam hubungan dengan objek.

2. Sikap dapat berubah-rubah dalam situasi yang memenuhi syarat untuk

itu sehingga dapat dipelajari.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan objek

sikap.
13

4. Sikap dapat tertuju pada satu objek ataupun dapat tertuju pada

sekumpulan/banyak objek.

5. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar.

6. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi sehingga

membedakan dengan pengetahuan.

Sikap dapat bersifat positif dan negatif. Dalam sikap positif

kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi dan mengharapkan objek

tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif terhadap kecenderungan untuk menjauhi,

menghindari, membenci dan tidak menyukai objek tertentu. (Purwanto, 1999).

2.2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap

1. Faktor internal

Faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan, seperti

selektifitas.

2. Faktor eksternal

Faktor yang merupakan berasal dari luar manusia yaitu sifat objek

yang dijadikan sasaran sikap, kewibawaan orang yang mengemukakan

sesuatu pendapat.

2.3 Asma Bronkial

2.3.1 Pengertian Asma Bronkial


14

Asma merupakan penyakit saluran nafas yang ditandai oleh penyempitan

bronkus akibat adanya hiperreaksi terhadap sesuatu peransangan langsung / fisik

ataupun tidak langsung (Dahlan, 1998).

Asma merupakan penyakit dengan karakteristik meningkatnya reaksi

trakea dan bronkus oleh berbagai macam pencetus disertai dengan timbulnya

pengempitan luas saluran napas bagian bawah yang dapat berubah-ubah

derajatnya secara spontan atau dengan pengobatannya (Wahidayat, 2008).

Asma merupakan penyakit saluran napas yang ditandai oleh peningkatan

daya responsif percabangan trakea bronkial terhadap berbagai jenis stimulus.

Penyakit mempunyai manifestasi fisiologis berbentuk penyempitan yang meluas

pada saluran udara pernafasan yang dapat sembuh spontan atau sembuh dengan

terapi secara klinis ditandai oleh serangan mendadak dispnea, batuk serta mengi

penyakit ini bersifat episodik dengan eksoserbasi akut yang diselangi oleh periode

tanpa gejala.

2.3.2 Penyebab Terjadinya Asma Bronkial

Penyebab terjadinya Asma Bronkial menurut Widjaja (2002) adalah:

a. Debu di dalam rumah seperti debu dari kasur, kapuk, permadani, sofa,

pakaian yang disimpan lama dalam lemari, langit-langit rumah, dan

rokok.
15

b. Makanan, terutama jenis ikan laut, susu sapi, telur,dan coklat, makanan

pedas, dingin, bergetah, asin atau manis.

c. Bulu binatang yang menempel di sofa, permadani, sprei atau tirai

(kelambu)

d. Perubahan cuaca dan kelembaban udara.

Menurut Mietha (2008), faktor penyebab asma diantaranya:

1) Golongan hisapan, seperti debu rumah dengan tugaunya, asap (rokok

dan obat nyamuk), kapuk, bulu binatang, kecoa (kotoran dan

serpihannya) dan minyak wangi

2) Golongan makanan, makanan yang dapat menjadi pencetus asma

seperti: kacang tanah, coklat, es, tomat, makanan dengan MSG

3) Infeksi saluran nafas, misalnya flu

4) Perubahan cuaca

5) Kegiatan jasmani, misalnya olah raga

6) Psikis, misalnya keadaan stress

2.3.3 Klasifikasi Asma Bronkial

Secara etiologi asma bronkial dibagi dalam tiga tipe yaitu:

a . Faktor Atropi atau ekstrinsik


16

Disebut juga asma alergi pada asma dewasa diatas 30 tahun sekitar 50%

yang alergi pada asma tipe alergi, ini jelas faktor alergen yang bertanggung jawab

dan alergen tersebut ada lingkungan penderita dan masuk ke tubuh dengan

berbagai cara dan mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:

a) Timbul pada masa anak

b) Pada famili ada yang menderita asma

c) Ada yang ekstrim pada waktu bayi

d) Sering menderita artritis

b. Asma tipe Non Atopi atau intrinsik

Pada golongan ini keluhan tidak ada hubungan dengan memiliki sifat-sifat

sebagai berikut:

a) Serangan timbul setelah dewasa

b) Pada keluarga tidak ada menderita asma

c) Penyakit infeksi sering menimbulkan serangan

d) Ransangan stimulus psikis mempunyai peran untuk menimbulkan

serangan reaksi asma

e) Ada hubungan dengan pekerjaan atau beban fisik

f) Perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non spesifik

merupakan keadaan yang peka bagi penderita


17

c. Asma Campuran (mixed)

Pada golongan ini keluhan diperberat dari faktor-faktor intrinsik dan

ekstrinsik.

2.3.4 Tanda dan Gejala Asma Bronkial

Tanda dan Gejala Asma Bronkial menurut Widjaja (2002), yaitu:

a. Nafas berbunyi

b. Sesak nafas

c. Batuk

d. Nyeri dada

e. Tekanan nadi meningkat

f. Cemas/gelisah

g. Sianosis

2.3.5 Pola Serangan asma Bronkial

2.3.5.1 Pola selang-berselang

Asma yang terbanyak yaitu asma yang timbulnya jarang dan

serangannya ringan sekitar 75% penderita mempunyai tipe serangan asma

seperti ini. Serangan itu datang sampai tiga kali dalam setahun terutama

disebabkan oleh virus pada saluran pernafasan. Pencetus lain adalah


18

kegiatan jasmani yang berlebihan, polusi dan lain-lain. Tipe serangan ini

dalam istilah kedokteran intermiten yaitu timbul selang berselang. Pada

saat tidak terserang asma, penderita tampak sehat seperti orang normal.

2.3.5.2 Asma Akut

Asma akut adalah asma yang timbul secara tiba-tiba dan sangat

berat. Gejala yang terbanyak ditemukan adalah sesak nafas daripada

mengeluarkan nafas. Beberapa penderita belum mengenal perubahan

obstruksi pada aliran udara dan tidak banyak mengeluh hingga mengalami

asma cukup berat. Mereka ini termasuk golongan yang amat beresiko dan

bila sesak juga tidak juga reda maka serangan asma disebut asmatikus.

2.3.5.3 Asma Kronik

Asma kronik terjadi pada penderita yang sering mendapat

serangan asma seolah-olah setiap minggu selalu ada keluhan seperti batuk

sesak dan terbangun tengah malam. Ada beberapa teori mengatakan tejadi

karena perubahan udara dingin berhubungan yang lama dengan debu


19

rumah dan kamar tidur,. Gejala bisa ringan dan bisa berat. Pada asma ini

perlu mendapat perhatian yang khusus.

2.3.6 Pencegahan Serangan Asma Bronkial

1. Menghindari faktor pencetus

Penderita dan keluarga perlunya mengetahui apa penyebab,

pencegahan, dan perawatan serta bagaimana menghindari pencetus

serangan asma, dan inti dari preventif adalah menghindari alergen.

2. Relaksasi atau Kontrol Emosi

Untuk mencapai ini perlu disiplin yang keras, relaksasi fisik

dalam dan dibantu dengan latihan nafas.

2.3.7 Perawatan Asma Bronkial

Perawatan asma di rumah menurut Haryadi (2001) adalah:

a. Usahakan supaya penderita bertempat di kamar yang baik sirkulasi

udaranya.

b. Usahakan agar penderita menghindari segala sesuatu yang mungkin

menjadi penyebab penyakitnya itu.

c. Usahakan supaya penderita menghindari minuman yang mengandung

alkohol dan makanan yang mengandung lemak dan gula.


20

d. Usahakan agar penderita melatih pernafasan semampunya, minimal

saat pagi dan sore.

e. Usahakan agar penderita dapat berjemur di pagi hari dan mandi air

hangat setiap hari.

f. Berilah air minum yang hangat bila penderita merasa haus.

g. Bila cuaca dingin gunakanlah baju yang tebal dan hangat. Bila perlu

kompres dengan botol yang berisi air panas , terutama pada bagian

dada dan punggungnya.

h. Anjurkan penderita supaya menghindari tekanan emosi dan perasaan

lelah. Usahakan agar tetap tenang dan jangan berlebihan dalam

mengungkapkan perasaan.

i. Penderita harus menghindari rokok.

j. Pada saat terjadi serangan yang lama, penghirupan uap air biasanya

akan membantu meringankan penderitaan, terutama bila diberi

benzoin tinctura.

2.4 Kerangka Konsep

Selama serangan asma mengakibatkan jalan nafas menjadi sempit,

penyempitan tersebut mengganggu keluar masuknya udara, selaput lendir bronkus


21

menjadi bengkak, produksi lendir jadi banyak dan kental sulit untuk dikeluarkan

sehingga penderita menjadi sesak.

Banyak hal yang menjadi penyebab terjadinya serangan asma seperti

faktor alergen, aktifitas fisik yang berlebihan, cuaca dan pencemaran serta faktor

psikologis. Penderita perlu mengetahui penyebab, pencegahan dan perawatan

waktu serangan terjadi faktor pengetahuan ini memegang peranan penting karena

penderita akan dapat melakukan perawatan. Jika memiliki pengetahuan tentang

asma maka penderita dapat melakukan perawatan, apabila terjadi serangan asma

di rumah.

Bagan kerangka konsep Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Sikap


1. Pengetahuan penderita:
Penderita Asma• Bronkial
Pengertian asma Kerja Puskesmas Padusunan Kota Pariaman
di Wilayah
bronkial
• Gejala-gejala asma
dapat dilihat pada bagian berikut ini:
bronkial
• Penyebab asma
bronkial
• Pola serangan asma
bronkial
• Pencegahan asma
bronkial
• Perawatan asma
bronkial

2.Sikap penderita terhadap


asma bronkial
22

Tingkat
pengetahuan:
• Baik
• Sedan
g
• Kuran
g

Tingkat sikap

2.5 Defenisi Operasional


23

Alat
No Variabel Defenisi Operasional Skala Hasil Ukur
Ukur
1. Pengetahuan Hasil dari tahu dan ini Ordinal Kuesioner Baik 76-100%
terjadi setelah orang Sedang 60-75%
melakukan penginderaan Kurang < 60%
terhadap penyakit asma
bronkial yaitu :
1. Pengertian asma
bronkial
2. Penyebab asma
bronkial
3. Klasifikasi asma
bronkial
4. Tanda dan Gejala
asma bronkial
5. Pola serangan asma
bronkial
6. Pencegahan serangan
asma bronkial
7. Perawatan asma
bronkial
2. Sikap Respon penderita Kuisioner Positif
terhadap asma bronkial Ordinal X >mean
Negatif
X ≤ mean

BAB III

METODE PENELITIAN
24

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu suatu metode

penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau

deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif (Notoatmodjo, 2005).

Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang di dalamnya tidak ada

analisis hubungan antar variabel, tidak ada variabel bebas dan terikat, bersifat

umum yang membutuhkan jawaban dimana, kapan, berapa banyak, siapa, dimana,

dan analisis statistik yang digunakan adalah deskriptif (Hidayat, 2007).

Dengan metode deskripsi ini dapat diperoleh Gambaran Tingkat

Pengetahuan dan Sikap Penderita tentang Asma Bronkial di Wilayah Kerja

Puskesmas Padusunan Kota Pariaman Tahun 2009.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Padusunan

Kota Pariaman. Penelitian ini dilakukan karena pada Wilayah Kerja Puskesmas

Padusunan Kota Pariaman tingkat prevalensinya tinggi. Penelitian ini dilakukan

mulai dari tanggal 5 April - 5 Juni 2009.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau keseluruhan

bahan yang diteliti. (Notoatmodjo, 2005).

Yang menjadi populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang

menderita asma di Wilayah Kerja Puskesmas


22 Padusunan Kota Pariaman yang

berjumlah 68 orang.
25

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005).

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007).

Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah secara total sampling

dimana seluruh populasi dapat dijadikan sampel. Adapun pengambilan total

sampling mulai dari bulan 5 April - 5 Juni 2009.

Adapun kriteria sampel yaitu :

1. Menderita asma

2. Bersedia menjadi responden

3. Bisa membaca dan menulis

3.4 Sumber Data

Cara pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh dari beberapa

sumber, diantaranya:

1. Data primer yaitu data yang diperoleh dengan cara menanyakan langsung pada

objek yang diteliti (Responden).

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari petugas kesehatan di Puskesmas

Padusunan dan Dinas Kesehatan Kota Pariaman.

Jadi sesuai dengan jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini maka

sumber data yang diperoleh dari penderita yang mempunyai masalah penyakit

asma bronkial di Wilayah Kerja Puskesmas Padusunan Kota Pariaman.

3.5 Teknik Pengumpulan Data


26

Teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan angket. Alat dalam pengumpulan data ini adalah

kusioner yang disusun berupa daftar pertanyaan. Menurut Arikunto (1993)

mengatakan bahwa angket sejumlah pertanyaan yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan pengetahuan atau hal-hal

yang dapat diketahui. Angket disebarkan paada responden kemudian diisi oleh

responden. Semua angket yang telah diisi dikumpulkan kembali oleh peneliti.

3.6 Teknik Analisa data

3.6.1 Variabel Pengetahuan

Analisa data dilakukan setelah data terkumpul. Data tersebut

diklasifikasikan menurut variabel yang diteliti dan data diolah secara manual.

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden lebih dahulu dibuat kunci

jawaban pada setiap item pertanyaan. Jawaban yang benar diberi nilai 1 dan salah

diberi nilai 0. Kemudian dilakukan analisa data menurut Arikunto (2002) dengan

menggunakan rumus sebagai berikut:

F
P= X 100 %
N

Keterangan :

P = Jumlah persentase yang dicari

F = Jumlah frekuensi nilai jawaban yang benar


27

N = Jumlah seluruh item soal atau nilai

Hasil yang masuk dalam perhitungan persentase, dimasukan ke dalam

kriteria standar obyektif , yaitu berdasarkan kriteria teori dari setiap aspek dan

kriteria standar kualitatif sebagai berikut :

Baik : Bila didapatkan hasil 76 – 100%

Cukup : Bila didapatkan hasil 60 – 75 %

Kurang : Bila didapatkan hasil < 60 %

( Arikunto, 2002)

3.6.2 Variabel Sikap

Variabel sikap diukur dengan menggunakan skala likert yang dijabarkan

menjadi komponen yang dapat diukur. Jawaban setiap item menjadi 4 alternatif,

masing-masing diberi nilai untuk sikap positif adalah Sangat Setuju (SS) nilai 4,

Setuju (S) nilai 3, Tidak Setuju (TS) nilai 2, Sangat Tidak Setuju (STS) nilai 1.

Untuk pernyataan ysng negatif dinyatakan dalam Sangat Setuju (SS) nilai 1,

Setuju (S) nilai 2, Tidak Setuju (TS) nilai 3, Sangat Tidak Setuju (STS) nilai 4.

Dari tiap item pernyataan dianalisa secara Univariat, kemudian data

diinterpretasikan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


(X ) =
∑x
N

Keterangan :


( X ) = Nilai rata-rata

∑X = Hasil penjumlahan nilai observasi


28

N = Jumlah observasi mean


Selanjutnya hasil skor total responden dibandingkan ( X ) dengan skor mean

dengan interpretasi sebagai berikut :

X > Mean = sikap positif

X ≤ Mean = sikap negatif

( Budiman Chandra, 1995 ).

3.7 Teknik Pengolahan Data

3.7.1 Pengolahan data

Dilakukan secara manual dan komputerisasi dengan langkah–langkah

sebagai berikut :

3.7.1.1 Pemeriksaan Data ( Editing)

Kegiatan ini dilakukan untuk memeriksa setiap kuesioner

berkaitan dengan kelengkapan dan kejelasan dari responden.

3.7.1.2 Pengkodean Data ( Coding)

Memberikan kode pada setiap informasi yang telah terkumpul pada

setiap pertanyaan dalam kuesioner untuk memudahkan pengolahan

data.

3.7.1.3 Pemasukan Data ( Entry)

Memproses agar data dapat di analisa dengan cara memindahkan

data dari kuesioner ke master tabel.

3.7.1.4 Pembersihan Data ( Cleaning )

Pengecekan kembali data yang telah dimasukan kedalam master

tabel atau di entry kedalam komputer untuk melihat apakah ada


29

kesalahan atau tidak. Pengecekan data dilakukan dengan cara

distribusi frekuensi dari variabel yang ada.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


30

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas

Padusunan Kota Pariaman tanggal 5 April – 5 Juni tahun 2009 dengan jumlah

responden yang sebanyak 68 orang yang disajikan dalam bentuk tabel berikut :

4.1.1 Gambaran Umum Responden

4.1.1.1 Tingkat Umur Responden

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja
Puskesmas Padusunan Kota Pariaman
Tahun 2009

NO Umur Frekuensi Persentase


1. 6 – 12 tahun 10 14,8
2. 13 – 18 tahun 2 2,9
3. 19 – 59 tahun 31 45,6
4. ≥ 60 tahun 27 39,7
Jumlah 68 100 %

Pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa dari 68 responden yang diteliti

didapat tingkat umur yang terbanyak adalah 19 - 59 tahun yaitu 31

responden (45,6%)

4.1.1.2 Tingkat pendidikan responden


27

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
di Wilayah Kerja Puskesmas Padusunan Kota Pariaman
Tahun 2009
31

NO Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentase


1 Tidak tamat SD 14 20,6
2 SD 19 28
3 SMP 13 19,1
4 SMA 13 19,1
5 PT 9 13,2
Jumlah 68 100%

Pada tabel 4.2 dapat dilihat bawah dari 68 responden yang diteliti,

tingkat pendidikan terbanyak adalah SD yaitu 19 orang (28%)

4.1.1.3 Pekerjaan responden

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan
di Wilayah Kerja Puskesmas Padusunan Kota Pariaman
Tahun 2009

NO Pekerjaan Frekuensi Persentase


1 Pelajar 12 17,6
2 PNS 7 10,3
3 Petani 9 13,2
4 Ibu Rumah Tangga 15 22,2
5 Pensiunan 5 7,3
6 Wiraswasta 20 29,4
Jumlah 68 100%

Pada tabel 4.3 dapat dilihat bawah dari 68 responden yang diteliti,

pekerjaan terbanyak adalah wiraswasta yaitu 20 orang (29,4%)

4.1.2 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Asma Bronkial

4.1.2.1 Pengertian Asma Bronkial

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
RTentang Pengertian Asma Bronkial di Wilayah Kerja
Puskesmas Padusunan Kota Pariaman
32

Tahun 2009

NO Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase


1. Baik 46 67,65
2. Sedang - -
3. Kurang 22 32,35
Jumlah 68 100 %

Pada tabel 4.4 didapatkan tingkat pengetahuan responden adalah

baik yaitu 46 responden (67,65%) mengetahui tentang pengertian Asma

Bronkial

4.1.2.2 Penyebab Asma Bronkial

Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Tentang Penyebab Asma Bronkial di Wilayah Kerja
Puskesmas Padusunan Kota Pariaman
Tahun 2009

NO Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase


1. Baik 39 57,35
2. Sedang 23 33,82
3. Kurang 6 8,83
Jumlah 68 100 %

Pada tabel 4.5 didapatkan tingkat pengetahuan responden adalah

baik yaitu 39 responden (57,35%) mengetahui tentang penyebab Asma

Bronkial.

4.1.2.3 Klasifikasi Asma Bronkial

Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Tentang Klasifikasi Asma Bronkial di Wilayah Kerja
33

Puskesmas Padusunan Kota Pariaman


Tahun 2009

NO Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase


1. Baik 23 33,83
2. Sedang 12 17,64
3. Kurang 33 48,53
Jumlah 68 100 %

Pada tabel 4.6 didapatkan tingkat pengetahuan responden adalah

kurang yaitu 33 responden (48,53%) kurang mengetahui tentang

klasifikasi Asma Bronkial

4.1.2.4 Tanda dan Gejala Asma Bronkial

Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Responden tentang Tanda dan Gejala Asma Bronkial di Wilayah Kerja
Puskesmas Padusunan Kota Pariaman
Tahun 2009

NO Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase


1. Baik 14 20,59
2. Sedang 33 48,53
3. Kurang 21 30,88
Jumlah 68 100 %

Pada tabel 4.7 didapatkan tingkat pengetahuan responden adalah

sedang yaitu 33 responden (48,53%) mengetahui tentang tanda dan

gejala Asma Bronkial.

4.1.2.5 Pola serangan Asma Bronkial

Tabel 4.8
34

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan


Responden Tentang Pola Serangan Asma Bronkial di Wilayah Kerja
Puskesmas Padusunan Kota Pariaman
Tahun 2009

NO Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase


1. Baik 3 4,41
2. Sedang 16 23,53
3. Kurang 49 72,06
Jumlah 68 100 %

Pada tabel 4.8 didapatkan tingkat pengetahuan responden adalah

kurang yaitu 49 responden (72,06%) kurang mengetahui tentang pola

serangan Asma Bronkial

4.1.2.6 Pencegahan Asma Bronkial

Tabel 4.9
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Responden Tentang Pencegahan Asma Bronkial di Wilayah Kerja
Puskesmas Padusunan Kota Pariaman
Tahun 2009

NO Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase


1. Baik 8 11,76
2 Sedang 27 39,71
3. Kurang 33 48,53

Jumlah 68 100 %

Pada tabel 4.9 didapatkan tingkat pengetahuan responden adalah

kurang yaitu 33 responden (48,53%) kurang mengetahui tentang

pencegahan Asma Bronkial.

4.1.2.7 Perawatan Asma Bronkial


35

Tabel 4.10
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Responden Tentang Perawatan Asma Bronkial di Wilayah Kerja
Puskesmas Padusunan Kota Pariaman
Tahun 2009

NO Tingkat Pengetahuan Frekuensi Persentase


1. Baik 20 29,41
2 Sedang 23 33,82
3. Kurang 25 36,77

Jumlah 68 100 %

Pada tabel 4.10 didapatkan tingkat pengetahuan responden adalah

kurang yaitu 25 responden (36,77%) kurang mengetahui tentang

perawatan Asma Bronkial.

4.1.2.8 Pengetahuan Responden secara umum tentang Asma Bronkial

Tabel 4.11
Distribusi Frekuensi Responden Secara Umum Berdasarkan Tingkat
Pengetahuan tentang Asma Bronkial di Wilayah Kerja
Puskesmas Padusunan Kota Pariaman
Tahun 2009

Tingkat Pengetahuan Frekuensi %


Baik 19 27,94
Sedang 26 38,24
Kurang 23 33,82
Jumlah 68 100

Pada tabel 4.11, dapat dilihat bahwa dari 68 orang responden

sebagian besar memiliki pengetahuan sedang tentang asma bronkial

secara umum, yaitu 26 responden ( 38,24% ).


36

4.1.3 Gambaran Sikap Responden Tentang Penyakit Asma Bronkial

Tabel 4.12
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap tentang Asma Bronkial
di Wilayah Kerja Puskesmas Padusunan Kota Pariaman
Tahun 2009

N
Sikap
O Frekuensi %
1 Positif 36 52,9
2 Negatif 32 47,1
Jumlah 68 100

Dari table 4.12, dapat dilihat bahwa dari 68 orang responden memiliki

sikap positif terhadap penyakit Asma Bronkial adalah 36 orang (52,9%).

4.2 Pembahasan

4.2.1 Gambaran Umum Reponden

Pada penelitian ini responden adalah penderita asma bronkial yang tinggal

di wilayah kerja Puskesmas Padusunan Kota Pariaman yang berjumlah 68 orang.

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan pada tanggal 5 April – 5 Juni

di wilayah kerja Puskesmas Padusunan Kota Pariaman diperoleh data sebagian

besar penderita asma adalah yang berumur antara 19 – 59 tahun.

4.2.2 Gambaran Tingkat Pengetahuan Penderita tentang Asma Bronkial di

Wilayah Kerja Puskesmas Padusunan Kota Pariaman

4.2.2.1 Pengertian

Pada tabel 4.4 mengenai tingkat pengetahuan responden tentang

pengertian asma bronkial diperoleh data yaitu sebanyak 46 responden (67,65%)

mempunyai tingkat pengetahuan baik.


37

Menurut Wahidayat (1985), pengertian Asma Bronkial adalah penyakit

dengan karakteristik meningkatnya reaksi trakea dan bronkus oleh berbagai

macam pencetus disertai dengan timbulnya penyempitan dua saluran nafas bagian

bawah yang dapat berubah-ubah derajatnya secara spontan atau dengan

pengobatannya.

Tingkat pendidikan responden memegang peranan cukup tinggi terhadap

kemampuan responden dalam memahami tentang asma bronkial. Berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan, tingkat pendidikan tentang pengertian asma

bronkial tergolong baik karena responden sering mendapatkan informasi yang

bersumber dari media cetak, media elektronik dan penyuluhan dari petugas

Puskesmas tentang pengertian asma bronkial.

4.2.2.2 Penyebab

Pada tabel 4.5 mengenai tingkat pengetahuan klien tentang penyebab asma

bronkial di peroleh data sebanyak 39 responden (57,35%) dengan tingkat

pengetahuan baik.

Penyebab dari asma bronkial menurut Mietha (2008), yaitu terdiri dari

beberapa golongan, diantaranya: golongan hisapan (debu, asap, bulu binatang),

golongan makanan (es, makanan yang mengandung MSG, coklat), infeksi saluran

nafas, perubahan cuaca, kegiatan jasmani dan psikis.

Tingginya pengetahuan responden tentang penyebab dari asma bronkial

adalah karena responden mengerti dan memahami bahwa asma bronkial

disebabkan oleh terkontaminasinya penderita dengan hal-hal yang dapat


38

menimbulkan alergi. Debu, perubahan cuaca dan aktifitas yang terlalu berat

adalah hal yang paling sering memicu timbulnya serangan asma pada penderita.

4.2.2.3 Klasifikasi

Pada tabel 4.6 mengenai tingkat pengetahuan tentang klasifikasi asma

bronkial diperoleh data yaitu sebanyak 33 responden (48,53%) memiliki

pengetahuan kurang baik.

Menurut Mietha (2008), asma bisa diklasifikasikan menjadi 3 tipe yaitu:

tipe ekstrinsik (dipengaruhi oleh faktor alergen yang berasal dari luar tubuh), tipe

intrinsik (disebabkan oleh ransangan psikis, aktifitas fisik yang terlalu berat) dan

tipe mixed yang merupakan gabungan dari tipe ekstrinsik dan intrinsik.

Masih kurangnya pemahaman responden tentang klasifikasi asma bronkial

disebabkan oleh responden kurang mendapatkan informasi yang jelas mengenai

klasifikasi asma bronkial. Informasi yang diperoleh hanya terbatas pada

pembahasan asma secara umum, tidak menjelaskan secara spesifik tentang

klasifikasi asma. Pada dasarnya penyakit ini diklasifikasikan berdasarkan

penyebab serangan. Biasanya pada tipe asma yang dipicu oleh lingkungan, faktor

alergen sangat mendominasi. Pada tipe asma yang berasal dari dalam, aktifitas

fisik yang terlalu berat dan stress dapat menimbulkan serangan asma.

4.2.2.4 Tanda dan Gejala

Berdasarkan tabel 4.7 mengenai tingkat pengetahuan tentang tanda dan

gejala asma bronkial diperoleh data yaitu sebanyak 33 responden (48,53%)

memiliki pengetahuan sedang.


39

Menurut Widjaja. M.C (2002), mengetahui tentang asma bronkial ini

adalah nafas berbunyi, sesak nafas, batuk, nyeri dada, tekanan darah meningkat,

gelisah, dan sianosis.

Dari hasil penelitian terlihat bahwa sebagian responden sudah cukup

memahami tanda dan gejala asma bronkial. Serangan asma bronkial pada

penderita menunjukkan tanda dan gejala yang paling khas yaitu sesak nafas dan

nafas yang berbunyi menciut. Penderita biasanya mengalami hal tersebut setelah

kontak dengan yang memicu alergi.

4.2.2.5 Pola Serangan

Pada tabel 4.8 mengenai tingkat pengetahuan tentang pola serangan asma

bronkial diperoleh data yaitu 49 responden (72,06%) dengan tingkat pengetahuan

kurang.

Pola serangan asma bronkial menurut Widjaja.M.C yaitu pola serangan

selang berselang (asma yang timbulnya jarang dan serangannya ringan, biasanya

disebabkan oleh virus saluran pernafasan), asma akut (asma yang timbul secara

mendadak dan serangannya sangat berat), dan asma kronik (asma yang sudah

menahun yang menyebabkan penderita sering sekali kambuh, gejala yang

ditimbulkan bisa berat dan bisa pula ringan).

Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa sebagian besar

responden belum memahami tentang pola serangan asma bronkial. Karena pada

penderita asma biasanya muncul secara mendadak dan tingkat keparahannyapun

berbeda sesuai dengan hal yang memicu serangan asma tersebut. Sedangkan

penyakit asma yang sudah menahun menyebabkan penderita lebih sering


40

merasakan serangan walaupun tingkat keparahannya bervariasi. Berbeda dengan

seragan asma akut, muncul secara tiba-tiba dan biasanya sangat berat.

4.2.2.6 Pencegahan

Pada tabel 4.9 mengenai tingkat pengetahuan tentang pencegahan

asma bronkial diperoleh data yaitu sebanyak 33 responden (48,53%) tingkat

pengetahuan kurang.

Pencegahan serangan asma bronkial menurut Widjaja.M.C yaitu dengan

cara menghindari faktor pencetus yaittu hal-hal yang dapat menyebabkan alergi

(misalnya debu, makanan, perubahan cuaca), relaksasi fisik (nafas dalam) dan

menghindari stress serta mengontrol emosi.

Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa pengetahuan responden

tentang pencegahan asma bronkial masih sangat kurang. Hal tersebut dikarenakan

responden kurang mendapatkan informasi yang jelas tentang cara mencegah agar

serangan asma tidak terjadi. Padahal penderita asma dapat mencegah timbulnya

serangan dengan menghindari hal-hal yang membuat alergi serta tidak membebani

fisik dengan aktifitas yang terlalu berat serta stress. Jika penderita tidak mampu

mengontrol, maka serangan asma akan lebih sering muncul.

4.2.2.7 Perawatan

Pada tabel 4.9 mengenai tingkat pengetahuan tentang pencegahan asma

bronkial diperoleh data yaitu 25 responden (38,23%) tingkat pengetahuan kurang.

Perawatan Asma Bronkial menurut Haryadi Slamet (2001) yaitu usaha

agar penderita menghindari segala sesuatu yang mungkin menjadi penyebabnya,


41

menghindari minuman yang mengandung alkohol, menghindari rokok, berilah air

minum yang hangat bila penderita haus dan menggunakan baju tebal jika cuaca

dingin.

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa responden kurang memahami

cara perawatan asma yang baik. Informasi yang kurang jelas serta kurangnya

kedisiplinan dan pengawasan menyebabkan perawatan terhadap asma tidak

optimal. Respondenpun menyadari bahwa menjadi kendala adalah bagaimana

merawat agar asma tetap terkontrol. Perawatan yang dapat dilakukan untuk

mengatasi timbulnya serangan asma sebenarnya tidaklah sulit. Penderita dapat

menggunakan baju tebal saat cuaca dingin, meminum minuman hangat saat

penderita haus dan mencoba untuk berhenti merokok. Selain itu penderita asma

juga bisa berlatih melakukan gerakan-gerakan ringan untuk melatih otot

pernafasan. Dan hal yang tidak boleh dilupakan tentu saja konsumsi obat dan

kontrol ke pusat pelayanan kesehatan secara teratur.

4.2.3 Sikap

Pada penelitian yang dilakukan, dari 68 responden yang memiliki sikap

positif berjumlah 36 orang (59,02%) tentang asma bronkial.

Berdasarkan analisis fungsi dari sikap, menurut Katz (1994), sikap dapat

berfungsi sebagai penyesuaian karena sikap yang diambil seseorang, orang

tersebut akan dapat menyesuaikan diri secara baik terhadap sekitarnya, dengan

sikap tersebut orang yang bersangkutan akan mudah diterima oleh kelompoknya.

Pada penelitian ini jumlah responden yang memiliki sikap positif lebih

tinggi sedangkan tingkat pengetahuan responden termasuk dalam kategori sedang.


42

Hal ini sesuai dengan pendapat Notoadmodjo (2003) bahwa terbentuknya perilaku

baru yaitu sikap dimulai pada domain kognitif dalam arti subjek atau individu

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau objek

diluarnya sehingga menimbulkan pengetahuan baru pada induvidu tersebut

sehingga akan terbentuk respon bathin dalam bentuk sikap individu terhadap

objek yang diketahui dan didasari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon

lebih jauh lagi berupa tindakan (action) nantinya terhadap stimulus itu.
43

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan

bahwa tingkat pengetahuan dan sikap penderita tentang asma bronkial di wilayah

kerja Puskesmas Padusunan tahun 2009

5.1.1 Sebanyak 46 responden (67,65 %) memiliki pengetahuan baik

tentang pengertian asma bronkial

5.1.2 Sebanyak 39 responden (57,35%) memiliki pengetahuan baik

tentang penyebab asma bronkial

5.1.3 Sebanyak 33 responden (48,53%) memiliki pengetahuan

kurang tentang klasifikasi asma bronkial

5.1.4 Sebanyak 33 responden (48,53%) memiliki pengetahuan

sedang tentang tanda dan gejala asma bronkial

5.1.5 Sebanyak 49 responden (72,06%) memiliki pengetahuan

kurang tentang pola serangan asma bronkial

5.1.6 Sebanyak 33 responden (48,53%) memiliki pengetahuan

kurang tentang pencegahan asma bronkial

5.1.7 Sebanyak 25 responden (36,77%) memiliki pengetahuan

kurang tentang perawatan asma bronkial


44

5.1.8 Sebanyak 36 responden (59,02%) memiliki sikap positif

tentang asma bronkial

5.2 Saran

5.2.1 Bagi Petugas Kesehatan Puskesmas Padusunan

Diharapkan agar lebih meningkatkan keterampilan dalam memberikan

informasi dan penyuluhan kepada masyarakat, khususnya penderita Asma

Bronkial secara menyeluruh mulai dari pengertian, penyebab, klasifikasi,

tanda dan gejala, pola serangan, pencegahan dan perawatan yang tepat.

5.2.2 Bagi Masyarakat

Diharapkan kepada masyarakat, apabila ada anggota keluarga yang

menderita Asma Bronkial agar dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan

dan mengontrol pengobatan Asma Bronkial secara teratur.

5.2.3 Bagi Penderita Asma Bronkial

Diharapkan bagi penderita lebih meningkatkan sikap terhadap penyakit

Asma Bronkial ke arah yang lebih baik dan menghindari hal-hal yang

dapat memicu timbulnya serangan asma.

5.2.4 Bagi Peneliti Lainnya

Sebagai dasar peneliti selanjutnya dan bidang pelayanan perawatan

khususnya yang terkait dengan perawatan penderita asma bronkial

You might also like