You are on page 1of 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Mobilisasi Dini

1. Pengertian Mobilisasi Dini

Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di tempat

tidur dengan melatih bagian–bagian tubuh untuk melakukan peregangan atau belajar

berjalan (Soelaiman, 2000).

Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing

penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin

berjalan. Menurut Carpenito (2000), mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang

terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan

kemandirian. Dari Kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini

adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara

membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis.

Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan

menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan

kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam.

2. Konsep mobilisasi

Universitas Sumatera Utara


Mula–mula berasal dari ambulasi dini yang merupakan pengembalian secara

berangsur–angsur ke tahap mobilisasi sebelumnya untuk mencegah komplikasi

(Ancheta, 2005)

3. Rentang Gerak dalam mobilisasi

Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :

a. Rentang gerak pasif

Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan

persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat

mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.

b. Rentang gerak aktif

Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara

menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan

kakinya.

c. Rentang gerak fungsional

berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang

diperlukan (Carpenito, 2000).

4. Manfaat mobilisasi

Manfaat mobilisasi bagi ibu pasca seksio sesarea adalah :

a. Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation. Dengan

bergerak, otot–otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot

perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit dengan

demikian ibu merasa sehat dan membantu memperoleh kekuatan,

mempercepat kesembuhan. Faal usus dan kandung kencing lebih baik.

Universitas Sumatera Utara


Dengan bergerak akan merangsang peristaltik usus kembali normal. Aktifitas

ini juga membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.

b. Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan segera untuk ibu merawat

anaknya. Perubahan yang terjadi pada ibu pasca operasi akan cepat pulih

misalnya kontraksi uterus, dengan demikian ibu akan cepat merasa sehat dan

bisa merawat anaknya dengan cepat.

c. Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan mobilisasi

sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan

tromboemboli dapat dihindarkan.

5. Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi

a. Peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang tidak baik

sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan

salah satu dari tanda infeksi adalah peningkatan suhu tubuh.

b. Perdarahan yang abnormal. Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik

sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat

dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang

terbuka.

c. Involusi uterus yang tidak baik, Tidak dilakukan mobilisasi secara dini akan

menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan

terganggunya kontraksi uterus.

6. Tahap-tahap Mobilisasi Dini

Universitas Sumatera Utara


Mobilisasi dini dilakukan secara bertahap berikut ini akan dijelaskan tahap

mobilisasi dini pada ibu pasca seksio sesarea :

a. Setelah operasi, pada 6 jam pertama ibu pasca seksio sesarea harus tirah

baring dulu. Mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan

lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki,

mengangkat tumit, menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser

kaki.

b. Setelah 6-10 jam, ibu diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan

mencegah trombosis dan trombo emboli.

c. Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk.

d. Setelah ibu dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan (Kasdu, 2003).

7. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi dini

a. Faktor fisiologis

1) Demam puerperalis didefinisikan sebagai peningkatan suhu mencapai

38,5oC pasca bedah. Demam pasca bedah hanya merupakan sebuah gejala

bukan sebuah diagnosis, yang menandakan adanya suatu komplikasi

serius (Cunningham dkk, 2005).

2) Perdarahan masa nifas pasca seksio sesarea didefinisikan sebagai

kehilangan darah lebih dari 1000 ml. Dalam hal ini perdarahan terjadi

akibat kegagalan mencapai hemoestasis di tempat insisi uterus maupun

pada placental bed akibat atonia uteri. Atonia uteri merupakan sebagian

besar penyebab terjadinya perdarahan pasca bedah. Ada beberapa

keadaan yang menjadi predisposisi terjadinya atoni uteri, yaitu distensi

Universitas Sumatera Utara


dinding rahim yang berlebihan (kehamilan ganda, polihidramnion atau

makrosomia janin), pemanjangan masa persalinan dan grandemultiparitas.

3) Keberadaan nyeri

Nyeri merupakan sensasi yang rumit, universal dan bersifat individual.

Dikatakan bersifat individual karena respon individu terhadap sensasi

nyeri beragam dan tidak bisa disamakan satu dengan yang lainnya.

a) Pengukuran intensitas nyeri

Menurut Perry dan Potter (1993), nyeri tidak dapat diukur secara

objektif misalnya dengan X-Ray atau tes darah. Namun tipe nyeri yang

muncul dapat diramalkan berdasarkan tanda dan gejalanya. Kadang-

kadang hanya bisa mengkaji nyeri dengan berpatokan pada ucapan dan

prilaku klien. Klien kadang-kadang diminta untuk menggambarkan

nyeri yang dialaminya tersebut sebagai nyeri ringan, nyeri sedang, atau

berat. Bagaimanapun makna dari istilah tersebut berbeda. Tipe nyeri

tersebut berbeda pada setiap waktu. Gambaran skala nyeri merupakan

makna yang lebih objektif yang dapat diukur. Gambaran skala nyeri

tidak hanya berguna dalam mengkaji beratnya nyeri, tetapi juga dapat

mengevaluasi perubahan kondisi klien.

Ada tiga cara mengkaji intensitas nyeri yang biasa digunakan

antara lain :

1) skala intensitas nyeri deskriptif

Universitas Sumatera Utara


2) Skala identitas nyeri numerik

3) Skala analog visual

4) Skala nyeri menurut bourbanis

Intensitas nyeri mengacu kepada kehebatan nyeri itu sendiri,

untuk menentukan derajat nyeri, dapat menanyakan klien tentang nyeri

yang dirasakan dengan menggunakan skala numerik 0-10 atau

skala yang serupa lainnya yang membantu menerangkan bagaimana

intensitas nyerinya. Cara mengkaji nyeri yang digunakan adalah 0-10

Universitas Sumatera Utara


angka skala intensitas nyeri. Intensitas nyeri dibedakan menjadi empat

dengan menggunakan skala numerik yaitu :

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi

dengan baik

4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai,

dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya,

dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat terkontrol: secara obyektif klien terkadang tidak

dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,

dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat

mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas

panjang dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat tidak terkontrol : Pasien sudah tidak mampu

lagi berkomunikasi, memukul.

b. Faktor Emosional

Yang mempengaruhi mobilisasi adalah cemas (ansietas)

Ansietas merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan

sesuatu diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi

permasalahan (Asmadi, 2008)

1) Tingkat Kecemasan

Peplau membagi tingkat kecemasan ada empat (Stuart, 2001) yaitu :

a) Kecemasan ringan yang berhubungan dengan ketegangan dalam

Universitas Sumatera Utara


kehidupan sehari-hari. Kecemasan ini menyebabkan individu menjadi

waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat

memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

b) Kecemasan sedang yang memungkinkan individu untuk berfokus pada

hal yang penting dan mengesampingkan hal yang lain. Kecemasan ini

mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian individu

mengalami tindak perhatian yang selektif namun dapat brfokus pada

lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.

c) Kecemasan berat yang sangat mengurangi lapang persepsi individu.

Individu cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta

tidak berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk

mengurangi ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan

untuk berfokus pada area lain.

d) Tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan terperangah,

ketakutan dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya. Karena

mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak

mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup

diorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas

motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang

lain, pesepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang

rasional. Tingkat kecemasan ini sejalan dengan kehidupan, jika

berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan dan

kematian. Gejala-gejala tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tingkat Tanda Fisik Intelektual Sosail dan

Universitas Sumatera Utara


Kecemasan Emosional
Minimal Tekanan darah, nadi, Aktifitas kognitif Tidak ada interaksi
(mendekati 0) respirasi dalam batas minimal, sikap sosial, tidak ada
normal. mengabaikan usaha menghadapi
Pupil kontraksi, otot stimulus dari stimulus dari
relaksasi sedikit atau lingkungan, tidak lingkungan, aktifitas
tidak ada tahanan pada berusaha aktif emosional minimal,
gerakan pasif. terhadap proses mengabaikan
informasi, kesadaran situasi, merasa kuat
tidak berubah. dan merasa puas

Kecemasan Rangsangan sistem Lapangan perseptual Tingkah laku


Ringan (+1) simpatik pada tingkat terbuka, mampu spontan.
rendah, ketengan otot merubah fokus Perasaan positif dan
skeletal mulai ringan perhatian, sadar akan nyaman, percaya
sampai moderat, tubuh lingkungan luar, diri dan puas.
relaksasi, pergerakan berfikir positif pada Aktifitas
lambat dan dirinya, perhatian menyendiri.
mempunyai arti. rendah terhadap
Kontak mata sesuatu yang tak
dipertahankan, suara terduga atau hal yang
tenang dan intonasi negatif.
baik.
Kecemasan Sistem saraf simpatis Persepsi sempit, Meningkatkan
Sedang (+2) aktif : Tekanan darah fokus perhatian kemampuan dalam
meningkat, denyut khusus pada stimulus belajar menganalisa
jantung meningkat, eksternal atau masalah, pengaturan
pernafasan meningkat, internal. Berusaha kognitif dan
Sistem saraf simpatis menyadari proses gerakan,
aktif : tekanan darah informasi. Meningkatkan
meningkat, pernafasan Pikiran terpusat pada kemampuan dalam
meningkat, pupil diri sendiri, pikiran belajar menganalisa
dilatasi. Peningkatan tentang kemampuan masalah, pengaturan
tegangan otot diri sendiri, berusaha kognitif dan
bersamaan dengan mendapatkan gerakan, merasa ada
penekanan sumber-sumber tantangan dalam
penginderaan, dan penting untuk menyelesaikan
gerakan tidak pemecahan masalah. dilema/masalah.
menentu. Suara Hasil positif Rasa percaya
menunjukkan kesan pemecahan masalah diselingi rasa takut.
perhatian dan belum tentu dicapai. Harga diri rendah
ketertarikan masalah dan kemungkinan
yang terjadi. tidak mampu.
Kecepatan bicara Perilaku lari (fligh)
meningkat, nada suara dari masalah
meningkat, dimanifestasikan
kewaspadaan dengan menarik diri,

Universitas Sumatera Utara


meningkat. mengingkari dan
depresi.
Berat (+3) Respon berjuang atau Kapasitas persepsi Ancaman pada diri
lari dari masalah. sangat sempit, meningkat,
Sistem saraf simpatis perhatian yang mengalami
dihambat secara berlebihan pada satu disosiasi.
umum. Rangsangan stimulus,
pada medulla adrenal penyelesaian
ditandai dengan masalah tidak
peningkatan efektif/sulit, tidak
katekolamin, denyut perduli pada
jantung cepat, ancaman,
palpitasi, glukosa mengingkari
darah meningkat, masalah, disorientasi
aliran darah ke sistem waktu dan tempat.
pencernaan menurun, Kemungkinan
aliran darah ke otot berfikir secara
rangka meningkat, negatif, aktualisasi
penegangan otot diri rendah.
berlebihan, kaku,
hiperventilasi, reaksi
fisik meningkat,
agitasi, gerakan tidak
menentu, meremas
tangan, resah,
gemetar, terpaku
(tidak bergerak).
Nafsu makan hilang,
mual.
Efek verbal : gagap,
cepat, nada suara
meningkat, berbicara
putus-putus, ragu-
ragu.
Ekspresi wajah :
Kontak mata sedikit,
gerakan mata
rata/manatap,
menggeretakkan gigi,
rahang kaku.

c. Faktor perkembangan

Faktor yang mempengaruhi adalah umur dan paritas (Potter, 2006 : 9).

Universitas Sumatera Utara


Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang wanita

dan umur adalah lamanya hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak

dilahirkan.

B. Seksio Sesarea

1. Pengertian

Seksio sesarea adalah Suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat

diatas 500 gr, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (Sarwono, 2002 :

536).

Seksio sesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan

sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus untuk

mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran

melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-komplikasi media, kendati cara ini

semakin umum sebagai pengganti kelahiran umum (Dewi, 2007).

2. Istilah Seksio sesarea

a. Seksio sesarea primer

Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara seksio sesaria,

tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit.

b. Seksio sesarea sekunder

Dalam hal ini kita bersikap menunggu kelahiran biasa (partus percobaan), bila

tidak ada kemajuan persalinan atau partus gagal, baru dilakukan seksio sesaria.

Universitas Sumatera Utara


c. Seksio sesarea ulang

Ibu pada kehamilan yang lalu menggalami seksio sesaria dan pada kehamilan

selanjutnya dilakukan seksio sesaria ulang.

d. Seksio sesrea histerektomi

Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan seksio sesaria,

langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi.

e. Operasi poro

Adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri(janin sudah mati)

dan lngsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi rahim yang

berat (Mochtar 2000)

3. Indikasi

a. Dalam persalinan ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan suatu

persalinan, yaitu passage (jalan lahir), passenger (janin), power (kekuatan ibu),

psikologi ibu dan penolong. Apabila terdapat gangguan pada salah satu faktor

tersebut akan mengakibatkan persalinan tidak berjalan dengan lancar bahkan dapat

menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin jika keadaan

tersebut berlanjut (Manuaba, 1999).

b. Seksio sesarea dilakukan bila diyakini bahwa penundaan persalinan yang lebih

lama akan menimbulkan bahaya yang serius bagi janin, ibu, atau bahkan keduanya,

atau bila persalinan pervaginam tidak mungkin dapat dilakukan dengan aman.

Berdasarkan laporan mengenai indikasi terbanyak di negara-negara maju seperti

yang diperlihatkan pada tabel 2.1 di Norwegia diperoleh hasil bahwa indikasi

terbanyak untuk seksio sesarea adalah distosia 3,6% diikuti oleh presentasi bokong

Universitas Sumatera Utara


2,1%, gawat janin 2,0%, riwayat seksio sesarea sebelumnya 1,4% dan lain-lain

3,7% dari 12,8% kasus seksio sesarea yang terjadi (Cunningham dkk, 2005).

c. Di Skotlandia diperoleh bahwa distosia sebagai indikasi seksio sesarea terbanyak

yaitu 4,0% sedangkan riwayat seksio sesarea sebelumnya 3,1%, gawat janin 2,4%,

presentasi bokong 2,0% dan lain-lain 2,7% dalam 14,2% kasus seksio sesarea.

Riwayat seksio sesarea sebelumnya merupakan indikasi terbanyak dari 10,7%

kasus seksio sesarea yang terjadi di Swedia yaitu 3,1% diikuti oleh distosia dan

presentasi bokong yang masing-masing berkisar 1,8% sedangkan gawat janin

hanya 1,6% dan lain-lain 2,4%. Di USA, riwayat seksio sesarea sebelumnya

merupakan indikasi terbanyak dari 23,6% kasus seksio sesarea yang terjadi yaitu

8,5%, dan distosia berperan dalam 7,1%, presentasi bokong 2,6%, gawat janin

2,2% dan lain-lain 3,2% (Cunningham dkk, 2005).

d. Macam-macam indikasi dilakukannya seksio sesarea

1) Placenta previa sentralis dan lateralis

2) Panggul sempit

3) Disproporsi sefalo pelvic

4) Rupture uteri mengancam

5) Partus lama

6) Partus tak maju

7) Distosia serviks

8) Pre eklampsi dan Hipertensi

9) Malprsentasi janin

10) Gamelli

Universitas Sumatera Utara


4. Jenis-jenis operasi seksio sesaria

Ada beberapa jenis seksio sesarea, yaitu:

a. Seksio sesarea transperitoneal profunda merupakan suatu pembedahan dengan

melakukan insisi pada segmen bawah uterus (Prawiroharjo, 2002). Hampir 99%

dari seluruh kasus seksio sesarea dalam praktek kedokteran dilakukan dengan

menggunakan teknik ini karena memiliki beberapa keunggulan seperti kesembuhan

lebih baik dan tidak banyak menimbulkan perlekatan. Adapun kerugiannya adalah

terdapat kesulitan dalam mengeluarkan janin sehingga memungkinkan terjadinya

perluasan luka insisi dan dapat menimbulkan perdarahan (Manuaba, 1999).

b. Seksio sesarea klasik, yaitu insisi pada segmen atas uterus atau korpus uteri.

Pembedahan ini dilakukan bila segmen bawah rahim tidak dapat dicapai dengan

aman (misalnya karena perlekatan yang erat pada vesika urinaria akibat

pembedahan sebelumnya atau terdapat mioma pada segmen bawah uterus atau

karsinoma serviks invasif), bayi besar dengan kelainan letak terutama jika selaput

ketuban sudah pecah (Charles, 2005). Teknik ini juga memiliki beberapa kerugian

yaitu, kesembuhan luka insisi relatif sulit, kemungkinan terjadinya ruptur uteri

pada kehamilan berikutnya dan kemungkinan terjadinya perlekatan dengan dinding

abdomen lebih besar.

c. Seksio sasarea yang disertai histerektomi, yaitu pengangkatan uterus setelah seksio

sesarea karena atoni uteri yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain, pada

uterus miomatousus yang besar dan atau banyak, atau pada ruptur uteri yang tidak

dapat diatasi dengan jahitan.

d. Seksio sesarea vaginal, yaitu pembedahan melalui dinding vagina anterior ke

dalam rongga uterus. Jenis seksio ini tidak lagi digunakan dalam praktek obstetri.

Universitas Sumatera Utara


e. Seksio sesarea ekstraperitoneal, yaitu seksio yang dilakukan tanpa insisi

peritoneum dengan mendorong lipatan peritoneum ke atas dan kandung kemih ke

bawah atau ke garis tengah, kemudian uterus dibuka dengan insisi di segmen

bawah.

5. Komplikasi

a. Infeksi puerperal (nifas)

1) Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja

2) Sedang : dengan kenaikan suhu tubuh yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan

perlu sedikit kembung

3) Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai

pada partus terlantar, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena

ketuban yang telah pecah terlalu lama

b. Perdarahan, disebabkan karena:

1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka

2) Atonia uteri

3) Perdarahan pada placental bed

c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila

reperitonialisasi terlalu tinggi

d. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan sekarang.

6. Anestesia Pada seksio sesarea

Universitas Sumatera Utara


Ada beberapa anestesi atau penghilang rasa sakit yang bisa dipilih untuk

operasi caesar, baik spinal maupun general. Pada anestesi spinal atau epidural yang

lebih umum digunakan, sang ibu tetap sadar kala operasi. Anestesi general bekerja

secara jau lebih cepat, dan mungkin diberikan jika diperlukan proses persalinan yang

cepat (Gallagher, C.M, 2004, hlm 20 ).

a. Anestesi general

Anestesi general biasanya diberikan jika anestesi spinal atau epidural tidak

mungkin diberikan, baik karena alasan tekis maupun karena dianggap tidak

aman. Pada prosedur pemberian anestesi ini akan menghirup oksigen melalui

masker wajah selama tiga sampai empat menit sebelum obat diberikan melalui

penetesan intravena. Dalam waktu 20 sampai 30 detik, maka pasien akan

terlelap. Saat pasien tidak sadar, akan disisipkan sebuah selang ke dalam

tenggorokkan pasien untuk membantu pasien bernafas dan mencegah muntah.

Jika digunakan anestesi total, pasien akan dimonitor secara konstan oleh seorang

ahli anestesi. Dan biasanya pasangan tidak boleh mendampingi pasien kala

persalinan dengan anestesi general.

b.Anestesi spinal

Dalam operasi caesar elektif, pasien diberi penawaran untuk menggunakan

spinal anestesi. Kedua pilihan itu dapat membuat pertengahan ke bawah tubuh

pasien mati rasa, tetapi pasien akan tetap terjaga dan menyadari apa yang sedang

terjadi. Hal ini berarti pasien bisa merasakan kelahiran bayi tanpa merasakan

Universitas Sumatera Utara

You might also like