Professional Documents
Culture Documents
“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang yang berpiutang atas
suatu ‘barang bergerak’, yang diserahkan kepadanya oleh seorang yang
berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan
kekuasaan kepada orang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan
dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang yang
berpiutang lainnya, dengan pengecualian biaya untuk melelang barang
tersebut, dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya
setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan”.3
Menurut Y. Sri Susilo, Sigit dan Totok,4 gadai adalah suatu hak yang
diperoleh seorang yang memiliki piutang atas suatu barang bergerak. Barang
bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang
memiliki hutang atau oleh orang lain atas nama orang yang memiliki hutang.
Seorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaannya kepada orang yang
berpiutang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk
melunasi hutangnya apabila pihak yang berhutang tidak dapat melunasi
kewajibannya pada saat pinjamannya jatuh tempo.
Menurut Kasmir, gadai adalah kegiatan menjaminkan barang berharga
kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang
dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan
lembaga gadai. 5
Dari pengertian di atas, disimpulkan bahwa gadai itu memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
1
Staf Pengajar Ekonomi Syariah STIE PBM, Jakarta & Pemerhati LKS Pegadaian Syariah.
2
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, Edisi 2, Cetakan 2, Lembaga Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Jakarta: 2001, hlm. 246.
3
Ibid, hlm. 501.
4
Susilo, Y. Sri, Sigit Triandaru, dan A. Totok Budi Santoso, Bank dan Lembaga Keuangan Lain,
Cetakan Pertama, Salemba Empat, Jakarta: 2000.
5
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Edisi 6, Cetakan 6, PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta: 2002, hlm. 246.
(1) Terdapat barang bergerak dan bernilai ekonomis yang digadaikan;
(2) Nilai jumlah pinjaman tergantung nilai barang yang digadaikan;
(3) Barang-barang yang digadaikan dapat ditebus/diambil kembali; dan
(4) Apabila barang itu sampai dilelang, maka pembiayaannya diambilkan dari
barang yang dilelang dahulu, sebelum diberikan kepada orang yang
menggadaikan.
6
Dahlan Siamat, Op. cit, hlm. 501-502.
7
Iin Endang Mardiani, Op. cit, hlm. 33.
24
(9) Apabila telah jatuh tempo pinjamannya dan hutang pokok belum dapat
dibayar, maka jangka waktu pinjaman dapat diperpanjang, dengan
membayar bunga lebih dahulu;
(10) Memperoleh tenggang waktu pelunasan 2 minggu setelah jatuh tempo
tanpa dibebani bunga (masa tunggu lelang).
2. Keuntungan Pegadaian
8
Iin Endang Mardiani, Op. cit, hlm. 34.
9
Kasmir, Op. cit. hlm. 249.
25
Jadi keuntungan perusahaan Pegadaian apabila dibandingkan dengan
lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan lainnya, adalah :
(1) Waktu yang relatif singkat untuk memperoleh uang, yaitu pada hari itu
juga, hal ini disebabkan prosedurnya yang sederhana;
(2) Persyaratan yang sangat sederhana, sehingga memudahkan konsumen
untuk memenuhinya;
(3) Pihak Pegadaian tidak mempermasalahkan uang tersebut digunakan untuk
apa, jadi sesuai dengan kehendak masyarakat atau nasabahnya.10
10
Kasmir, Op. cit. hlm. 249.
11
Y. Sri Susilo, Sigit Triandaru, dan A. Totok Budi Santoso, Op. cit, hlm. 181.
26
(3) Bekerjasama dengan pihak ke-3 dalam memanfaatkan aset perusahaan
dalam bidang bisnis properti, seperti dalam pembangunan gedung kantor
dan pertokoan dengan sistem BOT, build, operate dan transfer;
(4) Dari masyarakat melalui penerbitan obligasi. 12
(5) Mengadakan kerjasama dengan lembaga keuangan lainnya, baik perbankan
maupun non-perbankan.
(3) Pembelian dan pengadaan berbagai macam bentuk aktiva tetap dan
inventaris, seperti tanah, bangunan kantor, komputer, kendaraan, dan lain-
lain. Aktiva tetap berupa tanah dan bangunan, serta inventaris tidak
langsung dapat menghasilkan laba bagi Pegadaian, namun merupakan hal
yang sangat penting guna melancarkan kegiatan usahanya;
12
Dahlan Siamat, Op. cit, hlm. 504-505.
27
Kelebihan dana atau idle fund, yaitu dana yang belum diperlukan untuk
mendanai usaha Pegadaian, dapat digunakan untuk berinvestasi di bidang
properti, seperti kantor, toko, dan lain-lain.13
13
Muhammad dan Solikhul Hadi, Op. cit, hlm. 26-27.
14
Dahlan Siamat, Loc. cit, hlm. 503; Kasmir, Op. cit, hlm.254.
15
Muhammad, Op. cit. hlm. 89.
28
(3) Penitipan barang
Pegadaian menyelenggarakan jasa penitipan barang, karena perusahaan
memiliki tempat penyimpanan barang bergerak yang cukup memadai.
Menerima jasa titipan barang, yaitu pelayanan kepada masyarakat yang
akan menitipkan barang berharganya, seperti: barang/surat berharga
(sertifikat motor, tanah, ijasah, dll.). Jasa titipan ini, diberikan untuk
memberikan rasa aman kepada pemiliknya dari kehilangan, kebakaran
ataupun kecurian dan perampokan. Atas jasa penaksiran yang diberikan,
Pegadaian memperoleh pendapatan dari pemilik barang berupa ongkos
penitipan;16
16
Dahlan Siamat, Op. cit, hlm. 503; Kasmir, Op. cit, hlm.254.
29
dijaminkan, maka Pegadaian memiliki ahli taksir yang dengan cepat menaksir,
berapa nilai riil barang jaminan tersebut. Biasanya nilai taksiran lebih rendah dari
nilai pasar. Hal ini dimaksudkan apabila terjadi kemacetan terhadap pembayaran
pinjaman, maka dengan mudah pihak Pegadaian melelang jaminan yang diberikan
nasabah di bawah harga pasar.
Di samping itu, Pegadaian juga memiliki timbangan, serta alat ukur
tertentu, misalnya untuk mengukur karat emas atau gram emas. Tujuan akhir dari
taksiran itu adalah untuk menentukan besarnya jumlah pinjaman yang dapat
diberikan. Besarnya jaminan diperoleh dari 80 % - 90 % dari nilai taksiran.
Semakin besar nilai taksiran barang, maka semakin besar pula pinjaman yang
akan diperoleh.18 Pada dasarnya, besarnya uang pinjaman yang diberikan menurut
ketentuan saat ini dibagi berdasarkan golongan. Untuk golongan A adalah 84 %
dari nilai taksiran dan untuk golongan B, C, D, E, F, G, dan H adalah 89 % dari
nilai taksiran. Taksiran atas barang jaminan tersebut didasarkan pada harga pasar
setempat yang senantiasa di up date dari waktu ke waktu untuk menggambarkan
nilai pasar barang yang akan digadaikan.19
Jenis-jenis barang berharga yang dapat diterima dan dapat dijadikan
jaminan oleh Pegadaian, seperti dalam tabel 2.1. berikut:
17
Brosur Perum Pegadaian, 2004.
18
Kasmir, Op. cit. hlm. 250.
19
Dahlan Siamat, Op. cit, hlm. 505.
30
Tabel 2.1
Note : semua barang-barang yang dijaminkan itu harus dalam kondisi baik, dalam
arti masih dapat dipergunakan atau bernilai, hal itu dikarenakan apabila
nasabah tidak dapat mengembalikan pinjamannya, maka barang jaminan
akan dilelang sebagai penggantinya.
Penentuan jaminan barang demikian, menurut M. Bahsan dikarenakan
beberapa sebab:
(1) Berdasarkan kebijakan tertulis dari direksi, sehingga pemohon gadai hanya
dapat mengajukan jenis-jenis jaminan tertentu saja;
(2) Dikhawatirkan menimbulkan adanya kesulitan dikemudian hari;
(3) Kesulitan dalam penilaian, pengawasan, dan ketidakstabilan harga pada
saat dieksekusi (dilelang);
(4) Memerlukan perawatan dan pemeliharaan yang khusus dan mahal;
(5) Kemungkinan penurunan kualitas dan kuantitas secara mudah; dan
(6) Prospek eksekusi atau pelelangan tidak baik, misal pembelinya terbatas.20
20
Bahsan, M, Penilaian Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Rejeki Agung, Jakarta: 2002, hlm.
15-16.
31
Namun, mengingat keterbatasan tempat penyimpanan, keterbatasan SDM
Pegadaian, menurut Marzuki perlu meminimalkan risiko yang ditanggung oleh
Pegadaian, serta memperhatikan peraturan yang berlaku, maka ada barang tertentu
yang tidak dapat digadaikan. Barang yang tidak dapt digadaikan itu, meliputi
antara lain:
(1) Binatang ternak, karena memerlukan tempat penyimpanan khusus dan
memerlukan cara pemeliharaan khusus;
(2) Hasil bumi, karena mudah busuk dan rusak;
(3) Barang dagangan dalam jumlah besar, karena memerlukan tempat
penyimpanan sangat besar yang tidak dimiliki oleh Pegadaian;
(4) Barang yang cepat rusak dan busuk jika disimpan bersama, sehingga dapat
menyebabkan kerusakan barang lainnya, ataupun karena menyusut;
(5) Barang yang amat kotor;
(6) Barang atau kendaraan sangat besar;
(7) Barang-barang seni yang sulit ditaksir;
(8) Barang yang sangat mudah terbakar;
(9) Senjata api, amunisi, dan mesiu;
(10) Barang yang disewa belikan;
(11) Barang milik pemerintah, seperti sepeda motor dinas, mesin ketik dan
komputer kantor, dll.;
(12) Barang ilegal.21
(13) Surat utang, surat aksi, surat efek, dan surat-surat berharga lainnya;
(14) Benda-benda yang untuk menguasai dan memindahkan dari satu tempat ke
tempat lain memerlukan izin;
(15) Benda yang berharga sementara atau harganya naik turun dengan cepat,
sehingga sulit ditaksir oleh petugas gadai.22
21
Susilo, Y. Sri; Sigit Triandaru; dan A. Totok Budi Santoso, Op.cit, hlm. 183-184.
22
Mariam Darus, 1987 hlm. 37, dalam Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Edisi 1,
Cetakan 2, Sinar Grafika, Jakarta: 2000, hlm. 110.
32
ditentukan Pegadaian. Besar kecilnya pinjaman yang diberikan kepada nasabah,
tergantung nilai taksir barang setelah petugas penaksir menilai barang tersebut.
Petugas penaksir sebaiknya orang yang sudah memiliki keahlian dan pengalaman
khusus dalam melakukan penaksiran barang yang akan digadaikan. Pada
dasarnya, pedoman penaksiran barang telah ditentukan Pegadaian agar penaksiran
atas suatu suatu barang dapat sesuai dengan nilai barang yang sebenarnya dan
sama di semua kantor cabang Pegadaian. Adapun pedoman penaksiran barang
gadai menurut Y. Sri Sigit Susilo dibagi menjadi 2 kategori, yaitu barang kantong
dan barang gudang.23 Sedangkan lebih jelasnya adalah :
(b) Permata :
(b.1) Petugas penaksir melihat standar taksiran permata yang
telah ditetapkan oleh kantor pusat. Standar ini selalu
disesuaikan dengan perkembangan pasar permata yang ada;
(b.2) Petugas penaksir melakukan pengujian kualitas dan berat
permata;
(b.3) Petugas penaksir menentukan nilai taksiran.
23
Muhammad dan Solikhul Hadi, Op. cit. hlm. 34.
33
(a) Petugas penaksir melihat Harga Pasar Setempat dari barang. Harga
pedoman untuk keperluan penaksiran ini selalu disesuaikan dengan
perkembangan harga yang terjadi;
(b) Petugas penaksir menentukan nilai taksiran.
Tabel 2.2
34
diberikan. Adapun mengenai rincian besarnya bunga yang harus dibayarkan oleh
nasabah adalah sebagai berikut:
(1) Untuk kredit golongan A, besarnya bunga 1,25 % dengan maksimum 10 %
dan sewa modal yang diperhitungkan minimum lakunya lelang adalah
10 %. Sedangkan nasabah harus membayarkan sewa modal tersebut setiap
15 hari sekali, dengan batas waktu kredit selama 4 bulan. Sedangkan
keseluruhan bunga yang harus dibayarkan oleh nasabah sampai jatuh
tempo adalah 10 % dan nasabah masih harus membayar uang asuransi
antar Rp 200 sampai dengan Rp 400;
(2) Untuk kredit golongan B, besarnya bunga 1,5 %, dengan maksimum 12 %
dan sewa modal yang diperhitungkan minimum lakunya lelang adalah
12 %. Sedangkan nasabah harus membayarkan sewa modal tersebut setiap
15 hari sekali, dengan batas waktku kredit selama selama 4 bulan.
Sedangkan keseluruhan bunga yang harus dibayarkan nasabah sampai
jatuh tempo adalah 12 % dan nasabah masih harus membayar uang
asuransi antara Rp 1.000 sampai dengan Rp 2.000;
(3) Untuk kredit golongan C, besarnya bunga 1,75 %, dengan maksimum
14 % dan sewa modal yang diperhitungkan minimum lakunya lelang
adalah 14 %. Sedangkan nasabah harus membayarkan sewa modal tersebut
setiap 15 hari sekali, dengan batas waktku kredit selama 4 bulan.
Sedangkan keseluruhan bunga yang harus dibayarkan nasabah sampai
jatuh tempo adalah 14 % dan nasabah masih harus membayar uang
asuransi antara Rp 5.000 sampai dengan Rp 12.000;
(4) Untuk kredit golongan D, besarnya bunga 1,75 %, dengan maksimum
14 % dan sewa modal yang diperhitungkan minimum lakunya lelang
adalah 14 %. Sedangkan nasabah harus membayarkan sewa modal tersebut
setiap 15 hari sekali, dengan batas waktu kredit selama 4 bulan. Sedangkan
keseluruhan bunga yang harus dibayarkan nasabah sampai jatuh tempo
adalah 14 % dan nasabah masih harus membayar uang asuransi antara
Rp 200 sampai dengan Rp 400, dan nasabah masih harus membayar uang
asuransi sebesar 0,5 % x Uang Pinjaman Minimum sampai dengan
Rp 25.000;
35
Bunga gadai yang harus dibayarkan oleh nasabah kepada Pegadaian tidak
boleh lebih dari hitungan hari ke-15. Sebab apabila bunga tersebut dibayarkan
pada hari ke-16, besarnya bunga akan naik 2 kali lipat setiap harinya (kelebihan 1
hari akan dihitung 15 hari). Misalnya seorang nasabah yang masuk dalam
golongan A, terlambat 1 hari dalam pembayaran bunganya, maka bunga yang
harus dibayarkan menjadi 2 kali lipat, yaitu sebesar 2,5 %. Begitu juga seterusnya
apabila terjadi keterlambatan lagi di hari berikutnya.
Adapun berdasarkan Surat Keputusan Direksi Perum Pegadaian Nomor:
SE.16/OP.1.00211/2001 tentang prosentase sewa modal pinjaman terhadap
taksiran, isi ketentuannya dapat dilihat pada table 2.3. berikut.
Tabel 2.3
Prosentase Uang Pinjaman terhadap Penaksiran
Jika pinjaman tersebut dilunasi tangga 7 Januari 2003, maka yang harus
dibayar adalah :
Uang pinjaman : Rp 1.000.000
Sewa modal (3,50 % x Rp 1.000.000) : Rp 35.000
Jumlah : Rp 1. 35.000
36
6. Prosedur Pemberian dan Pelunasan Pinjaman
Kasir
3. Pencairan Uang Pinjaman
Keterangan Gambar :
: Berhubungan
24
Dahlan Siamat, Op. cit, hlm. 506-507; Y. Susilo, Y. Sri; Sigit Triandaru; dan A. Totok Budi
Santoso, Op.cit, hlm. 186.
37
2.1.6.2 Prosedur Pelunasan Pinjaman
Gambar 2.3
Prosedur Pelunasan Uang Pinjaman Pegadaian
Keterangan Gambar :
: Berhubungan
7. Perpanjangan Pinjaman
25
Dahlan Siamat, Op. cit, hlm 507; Y. Susilo, Y. Sri; Sigit Triandaru; dan A. Totok Budi Santoso,
Op.cit, hlm. 186
38
(1) Dicicil, yaitu melunasi sebagian uang pinjaman dengan membayar sewa
modal terlebih dahulu;
(2) Gadai ulang, yaitu hanya membayar sewa modal saja.
9. Penelitian Sebelumnya
26
Brosur Perum Pegadaian, 2004.
27
Muhammad dan Solikhul Hadi, Op. cit. hlm. 37.
39
membutuhkan nasabah.29 Pelanggan menjadi motor dan dinamo penggerak
Pegadaian. Pelanggan dan perusahaan ibarat ikan dan air.30 Dengan demikian,
diharapkan nasabah dapat ‘kembali lagi’ untuk membutuhkan jasa dan produk
yang ditawarkan Pegadaian.
Oleh karena itu, agar Pegadaian tetap dijadikan masyarakat sebagai
pembiayaan alternatif, terutama masyarakat yang memiliki tingkat sosial ekonomi
yang lemah, maka Pegadaian harus terus mengupayakan peningkatan pelayanan.
Untuk itu, Pegadaian menerapkan program Pegadaian Nomor Wahid (Pegadaian
NOW), yang intinya Perum Pegadaian memberikan pelayanan terbaik bagi
nasabah denan ciri khasnya, yakni cepat, mudah (tidak birokrasi), akurat (taksiran
optimal tanpa meninggalkan asas kehati-hatian), professional (menghindari
praktik yang merugikan perusahaan maupun nasabah), aman, dan keramahan.31
Berdasarkan hasil penelitian dari Woeriyanto (1993), bahwa produk
Pegadaian digunakan kebanyakan masyarakat tingkat sosial ekonomi bawah,
namun Pegadaian cenderung tidak mengalami kerugian, bahkan cenderung
semakin mengalami kenaikan sekitar 10 % sampai 15 %32.
Kecilnya kerugian di Pegadaian itu, karena dalam operasionalnya,
Pegadaian memperoleh pendapatan dari biaya administrasi dan jasa-jasa lain,
seperti jasa taksiran barang, jasa penyimpanan barang, dan lainnya, serta
pelelangan barang gadai, sehingga kecil kemungkinan pinjaman tidak kembali,
disebabkan adanya barang jaminan ini.
Berdasarkan hasil penelitian Iin Endang Mardiani di Perum Pegadaian
Jawa Tengah, yang mengkaji faktor penentu perkembangan Pegadaian tahun
1988-1992, diperoleh hasil bahwa jumlah nasabah, merupakan faktor penentu
yang sangat dominan. Hal ini dikarenakan, nasabah Pegadaian adalah nasabah
dengan permintaan pinjaman dalam jumlah yang relatif kecil –lebih banyak
28
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua,
Cetakan Kedelapan, Balai Pustaka, Jakarta: 1996, hlm. 683. Nasabah adalah pihak yang
menggunakan jasa Pegadaian.
29
O.P. Simurangkir, Op. cit, hlm. 90.
30
Eddy Suprijono, Hari Pelanggan Nasional, Warta Pegadaian, No. 107 Tahun XV 2003, hlm. 3.
31
www.e-syariah.com.
32
Woeriyanto, Financial Analysis and its Relationship to the Performance of Perum Pegadaian,
Thesis Institute of Management, IEU, Jakarta: 1993, dalam Iin Endang Mardiani, Analisis
Faktor Penentu Perkembangan Pegadaian di Jawa Tengah, Tesis Program Pascasarjana
Universitas Indonesia, Jakarta:1994, hlm. 46.
40
digunakan untuk keperluan yang sifatnya sosial-konsumtif- sehingga menjadikan
nasabah lebih banyak yang ke Pegadaian dibandingkan dengan apabila pergi ke
bank maupun lembaga keuangan lainnya.33
Demikian juga hasil penelitian Roos Kities Andadari tentang Profil
Nasabah Pegadaian, yang berada dalam pengelolaan Perum Pegadaian Kantor
Daerah VI, yaitu meliputi Kantor Cabang Purwokerto, Sukaraja, Banyumas, Aji
Barang, dan Jatilawang. Hasilnya bahwa jenis kelamin wanita merupakan nasabah
yang dominan (32 %); pemanfaatannya untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga
dominan (44 %), sedangkan sisanya digunakan untuk biaya pendidikan dan modal
usaha; nasabah menginginkan pinjaman dari Pegadaian dikarenakan cepatnya
proses mendapatkan pinjaman sangat dominan (50 %), sedangkan yang lain
dikarenakan prosedur yang mudah, tingkat bunga rendah, dan angsuran yang
ringan, dan waktu yang diperlukan memperoleh pinjaman rata-rata 63,6 menit.34
33
Iin Endang Mardiani, Analisis Faktor Penentu Perkembangan Pegadaian di Jawa Tengah, Tesis
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta:1994. hlm. vii.
34
Roos Kities Andadari, Profil Nasabah Pegadaian, UPKM, Satyawacana, Salatiga: 1993. hlm. vi.
41