Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
Setelah menulis Tetralogi Laskar Pelangi (Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor,
Maryamah Karpov), Andrea Hirata kembali menulis novel berdasarkan kisah
hidupnya, yang tertuang dalam Dwilogi Padang Bulan (Padang Bulan, Cinta di Dalam
Gelas). Dengan gaya khasnya, ia menulis buku Padang Bulan untuk A Ling, wanita yang
selalu ia cintai. Sebagian besar kisah dalam buku ini memang menceritakan kegilaan
cinta Ikal (Andrea Hirata) terhadap A Ling, kenekatan Ikal untuk merebut hati A Ling
yang tumbuh karena perasaan cemburu. Tetapi tidak hanya sebatas itu saja, Andrea
Hirata, seperti biasa, dapat membuat kisah yang sederhana berubah menjadi
bermakna. Kisah cinta dalam buku ini diperkuat lagi dengan kisah cinta sebuah
keluarga yang terdapat di Pulau Laskar Pelanginya—Pulau Belitong, yaitu besarnya
cinta yang diberikan Zamzami kepada istrinya—Syalimah dan ketiga anaknya.
Novel ini dibuka dengan kisah yang sangat menyentuh pada Mozaik 1 : Lelaki
Penyayang, menceritakan tentang kisah cinta antara Zamzami dan Syalimah:
Bagitula cuplikan mozaik (bab) pertama dari novel ini, sudah terlihat ciri khas dari
sang pengarang, yang dapat mengungkapkan kata-kata dengan begitu indah. Bab
selanjutnya, akan diceritakan hal yang mengejutkan tentang Zamzami, yang membuat
hidup Syalimah, Enong—anak pertama mereka yang masih duduk di kelas 1 SD, dan
kedua diknya berubah. Hal itu, terutama akan merubah hidup Enong, sehingga Enong
akhirnya menjadi wanita pendulang timah pertama di pulau Belitong.
Tentunya, kisah cinta dan kehidupan keluarga Zamzami tadi hanyalah ”bumbu”
dari novel ini. Selingan dari cerita cinta Ikal kepada A Ling, gadis Tionghoa yang
teramat is cintai. Kisah cinta Ikal begitu terjal. Pertama, karena ayahnya tidak setuju
atas perbedaan agama Ikal dan A Ling. Kedua, di ujung perburuan cintanya yang
hampir sampai, ia dikejutkan oleh kabar dari Detektif M.Nur—detektif swasta yang
merupakan sahabatnya sendiri, bahwa hati A Ling telah terlebih dahulu di rebut oleh
pemuda tampan, multitalenta, dan yang paling membanggakan, badannya tegap dan
tinggi, ia bernama Zinar.
Di situlah perjalanan cinta gila itu di mulai, di perjalanan inilah Ikal bertemu
Enong, dari sinillah ia belajar bermain catur untuk mengalahkan Zinar di Lomba 17
Agustus di kampungnya, dan melakukan berbagai hal nekat yang bahkan hampir
merenggut nyawanya.
Semua itu, di akhiri dengan sangat indah dan manis oleh Andrea Hirata.
Banyak yang dapat kita ambil dari buku ini, bahwa persahabatan itu agung, bahwa
cinta itu indah meski gila, dan bahwa hidup tak akan ada tanpa perjuangan.
Hampir tak ada kekurangan dari buku ini, semua kata-kata yang Andrea
ungkapkan begitu nyata, jelas, dan indah, sehingga kita akan larut, masuk ke dalam
ceritanya. Hanya pada bagian awal buku saja yang membingungkan, karena cerita
Enong dan Ikal berselang-seling. Tapi semua itu bukan masalah, semua kebingungan
itu tak sebanding dengan kisah dan humor renyah yang ada di keseluruhan novel,
bahkan bagian akhir dari novel.
Andrea Hirata memang menyebut novelnya tulisan awur-awuran, tapi bagi para
pembaca, novel ini mengagumkan. Dua kata unutk Padang Bulan : Luar Biasa. Novel
ini disarankan untuk semua kalangan, bagi anda yang sedang jatuh cinta, patah hati,
bahagia, sedih, susah, senang, karena buku ini adalah sebuah gudang semangat,
gudang cinta untuk Indonesia, untuk dunia.
Selamat membaca.