Professional Documents
Culture Documents
EKONOMI Kerakyatan adalah istilah yang relatif baru. Istilah ini mulai
diperkenalkan oleh Prof Sarbini Sumawinata, guru besar Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, pada 1985, dalam artikelnya di majalah Prisma.
Dalam penjelasannya, Ekonomi Kerakyatan bukanlah suatu ideologi atau
konsep sistem ekonomi, melainkan suatu gagasan mengenai cara, sifat, dan
tujuan pembangunan, dengan sasaran utama perbaikan nasib rakyat yang
umumnya hidup di pedesaan. Asumsinya pada waktu itu adalah 80 persen
penduduk Indonesia hidup di pedesaan, 40 persen di antaranya hidup di
bawah garis kemiskinan.
Dalam konsep itu, ia tidak memikirkan dan bahkan menentang subsidi yang
menimbulkan moral-hazard. Dana itu harus dipergunakan untuk
memberdayakan pelaku ekonomi kecil melalui kredit. Untuk itu, diperlukan
pembentukan lembaga bank yang khusus. Ia juga tidak setuju dengan
pelaksanaan pembangunan melalui birokrasi, melainkan melalui dan untuk
membentuk civil society. Peranan lembaga ekonomi rakyat semacam
koperasi, lumbung desa, dan LSM dipandang sangat strategis.
Tentu ada persamaan dan perbedaan antara Ekonomi Keynesian dan Ekonomi
Kerakyatan. Persamaannya adalah keduanya bertujuan menciptakan lapangan
kerja baru, melalui peningkatan pendapatan, menciptakan daya beli, dan
permintaan efektif (effective demand). Keduanya adalah juga skema
ekonomi ”Dorongan Besar” (Big Push) seperti dipikirkan oleh Hirshman.
Bagi Mubyarto, Ekonomi Kerakyatan adalah ekonomi yang sudah dan masih
hidup dalam masyarakat Indonesia pada akhir abad ke-20. Namun, Ekonomi
Rakyat itu berada dalam bahaya karena datangnya sistem, struktur, dan
politik ekonomi kapitalis neo-kolonial. Sebagaimana dianjurkan Hatta,
Ekonomi Rakyat itu harus diberdayakan melalui koperasi. Maka, ketika
Ginandjar Kartasasmita diangkat menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Ketua Bappenas dan kemudian Menteri Koordinator Ekonomi,
Keuangan, dan Industri, Mubyarto ditunjuk menjadi staf ahli Menteri
Koordinator Bidang Pemerataan Pembangunan dan Pemberantasan Kemiskinan.
Dampak dua versi program Ekonomi Kerakyatan itu baru muncul justru
setelah munculnya krisis keuangan dan ekonomi pada 1997. Terutama di
bidang agribisnis dan usaha mikro, serta industri kreatif, yang tidak
dilihat dalam konsep Ekonomi Kerakyatan Sarbini. Dampak lain adalah
berkembangnya lembaga keuangan mikro sebagai simbol swadaya rakyat di
bidang permodalan.
http://majalah.tempointeraktif.com