You are on page 1of 51

RENCANA STRATEGIS

BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TIMUR


TAHUN 2010 – 2014
KEPUTUSAN
KEPALA BADAN LINGKUNGAN HIDUP
PROVINSI JAWA TIMUR
NOMOR ……………………../2009

TENTANG

RENCANA STRATEGIS BADAN LINGKUNGAN HIDUP


PROVINSI JAWA TIMUR
TAHUN 2009 – 2014

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


KEPALA BADAN LINGKUNGAN HIDUP
PROVINSI JAWA TIMUR

Mengingat : a. bahwa Rencana Strategis (RENSTRA) Tahun 2010 – 2014 Badan


Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur telah ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur;
b.

c.

d.

Menimbang : 1.
2.
3.
4.
5.
6.
MEMUTUSKAN

Menetapkan : RENCANA STRATEGIS BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI


JAWA TIMUR TAHUN 2010 - 2014.

Pasal 1.

Rencana Strategis Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014,
yang selanjutnya disebut RENSTRA Badan Lingkungan Hidup adalah dokumen
perencanaan SKPD untuk periode 5 (lima) tahun sejak Tahun 2010 sampai dengan 2014.

Pasal 2.

Rencana Strategis Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014
adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Keputusan Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur ini.

Pasal 3.

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Surabaya
pada tanggal, Oktober 2009

KEPALA BADAN LINGKUNGAN HIDUP


PROVINSI JAWA TIMUR

Ir. DEWI J PUTRIATNI, MSc


Pembina Utama Muda
NIP. 010 211 006
Kata Pengantar

Segala Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
perkenan dan hidayah-Nya maka dokumen “Rencana Strategis Badan Lingkungan
Hidup Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 - 2014” dapat disusun sebagai pedoman dan
acuan bagi Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur untuk melaksanakan program dan
kegiatannya dalam kurun waktu 5 tahun kedepan.

Dokumen ini merupakan hasil diskusi, ide-ide, masukan dan analisa yang telah
disepakati oleh berbagai pihak yang konsen dengan arah dan tujuan Badan Lingkungan
Hidup Provinsi Jawa Timur dalam melaksanakan prioritas program dan kegiatannya sebagai
salah satu instansi pelayanan masyarakat di bidang lingkungan hidup. Diharapkan dokumen
ini dapat menjadi salah satu sumber acuan dan pedoman, serta pertimbangan dalam
melakukan perencanaan dan evaluasi untuk melaksanakan upaya-upaya pengelolaan
lingkungan hidup bagi Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur secara terpadu dan
berkelanjutan, baik antar wilayah maupun antar sektor.

Dengan segala kerendahan hati, kami mohon masukan dan saran untuk terus dapat
meningkatkan kualitas dan arah serta tujuan pengelolaan Lingkungan Hidup yang lebih baik
di Jawa Timur. Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak,
khususnya anggota Tim RENSTRA Badan Lingkungan Hidup, pihak Akademisi serta LSM,
atas segala dukungan dan partisipasinya dalam menyusun dan menyempurnakan dokumen
ini.

Akhir kata semoga RENSTRA BLH Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014 ini
dapat memberikan informasi kepada masyarakat luas pada umumnya dan untuk lebih
meningkatkan kualitas serta kinerja BLH Provinsi Jawa Timur pada khususnya, sehingga
pengendalian dampak lingkungan di Jawa Timur dapat dilaksanakan secara optimal dan
terpadu dalam rangka menjaga serta melestarikan fungsi lingkungan hidup

Surabaya, Oktober 2009


KEPALA BADAN LINGKUNGAN HIDUP
PROVINSI JAWA TIMUR

Ir. DEWI J PUTRIATNI, MSc


Pembina Utama Muda
NIP. 010 211 006
Daftar Isi

Halaman Sampul ..................................................................................................... i


Surat Keputusan Kepala Badan Lingkungan Hidup .................................................. ii
Kata Pengantar ........................................................................................................ iv
Daftar Isi .................................................................................................................. v

Bab I Pendahuluan .................................................................................................. 1


1.1 Kondisi Jawa Timur .............................................................................. 1
1.1.1. Geografis ................................................................................. 1
1.1.2. Topografi ................................................................................. 2
1.1.3. Struktur Geologi ...................................................................... 3
1.1.4. Klimatologi............................................................................... 3
1.1.5. Hidrologi .................................................................................. 4
1.1.6. Kependudukan ........................................................................ 4
1.1.7. Ulasan RPJMD Provinsi Jawa Timur 2009 – 2014 .................... 5
1.2 Pengertian ........................................................................................... 8
1.3 Maksud dan Tujuan ............................................................................. 8
1.4 Dasar Hukum ........................................................................................ 9

Bab II Gambaran Pelayanan SKPD........................................................................... 12


2.1 Tupoksi dan Struktur Organisasi .......................................................... 12
2.2 Sumberdaya Manusia .......................................................................... 16
2.3 Sarana dan Prasarana .......................................................................... 18
2.4 Anggaran .............................................................................................. 19

Bab III Isu Strategis .................................................................................................. 20


3.1. Pengelolaan Hutan, Lahan dan Sumber Air ........................................ 20
3.2. Permasalahan Wilayah Pesisir dan Laut .............................................. 21
3.3. Permasalahan Pencemaran Air, Tanah dan Udara .............................. 22
3.4. Permasalahan Lingkungan Perkotaan ................................................. 22
3.5. Permasalahan Sosial Kemasyarakatan ................................................ 22
Bab IV Visi, Misi, Tujuan, Sasaran dan Analisis Strategi .......................................... 24
4.1. Visi ...................................................................................................... 24
4.2. Misi ...................................................................................................... 24
4.3. Tujuan .................................................................................................. 25
4.4. Sasaran ................................................................................................ 25
4.5. Arah Kebijakan ..................................................................................... 26
4.6. Analisis Strategi ................................................................................... 27

Bab V Rencana Program, Kegiatan, Indikator Kinerja, Kelompok Sasaran ............. 35


5.1. Rencana Program dan Kegiatan .......................................................... 35
5.2. Kelompok Sasaran ............................................................................... 38
5.3. Indikator Kinerja .................................................................................. 39

Bab VI Penutup ........................................................................................................ 45


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Kondisi Jawa Timur

1.1.1 Geografis

Provinsi Jawa Timur terletak pada 111˚0‟ hingga 114˚4‟ Bujur Timur,
dan 7˚12‟ hingga 8˚48‟ Lintang Selatan. Luas wilayah Provinsi Jawa Timur
mencapai 46.428 km², terbagi ke dalam empat badan koordinasi wilayah
(Bakorwil), 29 kabupaten, sembilan kota, dan 658 kecamatan dengan 8.457
desa/kelurahan (2.400 kelurahan dan 6.097 desa).

Secara umum wilayah Jawa Timur terbagi dalam dua bagian besar,
yaitu Jawa Timur daratan hampir mencakup 90% dari seluruh luas wilayah
Provinsi Jawa Timur, dan wilayah Kepulauan Madura yang sekitar 10% dari
luas wilayah Jawa Timur. Di sebelah utara, Provinsi Jawa Timur berbatasan
dengan Laut Jawa. Di sebelah timur berbatasan dengan Selat Bali. Di sebelah
selatan berbatasan dengan perairan terbuka, Samudera Indonesia, sedangkan
di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah.

Panjang bentangan barat-timur sekitar 400 kilometer. Lebar


bentangan utara-selatan di bagian barat sekitar 200 kilometer, sedangkan di
bagian timur lebih sempit, hanya sekitar 60 kilometer. Madura adalah pulau
terbesar di Jawa Timur, dipisahkan dengan daratan Jawa oleh Selat Madura.
Pulau Bawean berada sekitar 150 kilometer sebelah utara Jawa. Di sebelah
timur Madura terdapat gugusan pulau, paling timur adalah Kepulauan
Kangean, dan paling utara adalah Kepulauan Masalembu. Di bagian selatan
terdapat dua pulau kecil, Nusa Barung dan Pulau Sempu.

Secara fisiografis, wilayah Provinsi Jawa Timur dapat dikelompokkan


dalam tiga zona: zona selatan-barat (plato), merupakan pegunungan yang
memiliki potensi tambang cukup besar; zona tengah (gunung berapi),
merupakan daerah relatif subur terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi
(dari Ngawi, Blitar, Malang, hingga Bondowoso); dan zona utara dan Madura
(lipatan), merupakan daerah relatif kurang subur (pantai, dataran rendah dan
pegunungan). Di bagian utara (dari Bojonegoro, Tuban, Gresik, hingga Pulau
Madura) ini terdapat Pegunungan Kapur Utara dan Pegunungan Kendeng yang
relatif tandus.

Pada bagian tengah wilayah Jawa Timur terbentang rangkaian


pegunungan berapi: Di perbatasan dengan Jawa Tengah terdapat Gunung
Lawu (3.265 meter). Di sebelah selatan Nganjuk terdapat Gunung Wilis (2.169
meter) dan Gunung Liman (2.563 meter). Pada koridor tengah terdapat
kelompok Anjasmoro dengan puncak-puncaknya Gunung Arjuno (3.239 meter),
Gunung Welirang (3.156 meter), Gunung Anjasmoro (2.277 meter), Gunung
Wayang (2.198 meter), Gunung Kawi (2.681 meter), dan Gunung Kelud (1.731
meter). Pegunungan tersebut terletak di sebagian Kabupaten Kediri, Kabupaten

1
Blitar, Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto, dan
Kabupaten Jombang.

Kelompok Tengger memiliki puncak Gunung Bromo (2.192 meter) dan


Gunung Semeru (3.676 meter). Semeru, dengan puncaknya yang disebut
Mahameru adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa. Di bagian timur terdapat
dua kelompok pegunungan: Pegunungan Iyang dengan puncaknya Gunung
Argopuro (3.088 meter), dan Pegunungan Ijen dengan puncaknya Gunung
Raung (3.332 meter). Pada bagian selatan terdapat rangkaian perbukitan,
yakni dari pesisir pantai selatan Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar,
hingga Malang. Pegunungan Kapur Selatan merupakan kelanjutan dari
rangkaian Pegunungan Sewu di Yogyakarta.

1.1.2 Topografi
Provinsi Jawa Timur dapat dibedakan menjadi tiga wilayah dataran,
yakni dataran tinggi, sedang, dan rendah. Dataran tinggi merupakan daerah
dengan ketinggian rata-rata di atas 100 meter dari permukaan laut (Magetan,
Trenggalek, Blitar, Malang, Batu, Bondowoso). Dataran sedang mempunyai
ketinggian 45-100 meter di atas permukaan laut (Ponorogo, Tulungagung,
Kediri, Lumajang, Jember, Nganjuk, Madiun, Ngawi). Kabupaten/kota (20)
sisanya berada di daerah dataran rendah, yakni dengan ketinggian di bawah 45
meter dari permukaan laut.

Surabaya sebagai Ibukota Provinsi Jawa Timur merupakan kota yang


letaknya paling rendah, yaitu sekitar 2 meter di atas permukaan laut.
Sedangkan kota yang letaknya paling tinggi dari permukaan laut adalah
Malang, dengan ketinggian 445 meter di atas permukaan laut.

1.1.3 Struktur Geologi

Struktur Geologi Jawa Timur di dominasi oleh Alluvium dan bentukan


hasil gunung api kwarter muda, keduanya meliputi 44,5 % dari luas wilayah
darat, sedangkan bantuan yang relatif juga agak luas persebarannya adalah
miosen sekitar 12,33 % dan hasil gunung api kwarter tua sekitar 9,78 % dari
luas total wilayah daratan. Sementara itu batuan lain hanya mempunyai
proporsi antara 0 - 7% saja.

Batuan sedimen Alluvium tersebar disepanjang sungai Brantas dan


Bengawan Solo yang merupakan daerah subur. Batuan hasil gunung api kwater
muda tersebar dibagian tengah wilayah Jawa Timur membujur kearah timur
yang merupakan daerah relatif subur. Batuan Miosen tersebar disebelah
selatan dan utara Jawa Timur membujur kearah Timur yang merupakan daerah
kurang subur Bagi kepulauan Madura batuan ini sangat dominan dan utamanya
merupakan batuan gamping.

Dari beragamnya jenis batuan yang ada, memberikan banyak


kemungkinan mengenai ketersediaan bahan tambang di Jawa Timur. Atas
dasar struktur, sifat dan persebaran jenis tanah diidentifikasi karakteristik
wilayah Jawa Timur menurut kesuburan tanah :
a. Jawa Timur bagian Tengah, Merupakan daerah subur, mulai dari daerah
kabupaten Banyuwangi. Wilayah ini dilalui sungai - sungai Madiun,
Brantas, Konto, Sampean.

b. Jawa Timur bagian Utara, Merupakan daerah Relatif tandus dan


merupakan daerah yang persebarannya mengikuti alur pegunungan kapur
utara mulai dari daerah Bojonegoro , Tuban kearah Timur sampai dengan
pulau Madura.

1.1.4 Klimatologi

Jawa Timur memiliki iklim tropis basah. Dibandingkan wilayah Pulau


Jawa bagian barat, Jawa Timur pada umumnya memiliki curah hujan lebih
sedikit. Curah hujan rata-rata 1.900 mm per tahun, dengan musim hujan
selama 100 hari. Suhu rata-rata berkisar 21-34°C. Suhu di daerah pegunungan
lebih rendah, bahkan di daerah Ranu Pane (lereng Gunung Semeru), suhu bisa
mencapai minus 4°C, yang menyebabkan turunnya salju lembut.

Suhu tertinggi terjadi pada Oktober dan November (35,3°C), dan


terendah di bulan Agustus (19,3°C) dengan kelembaban 39%-97%. Tekanan
udara tertinggi di bulan Agustus sebesar 1.012,0 Milibar. Jumlah curah hujan
terbanyak terjadi di bulan Februari. Rata-rata penyinaran matahari terlama di
bulan Agustus, sedangkan terendah di bulan April. Kecepatan angin tertinggi
terjadi di bulan Oktober, dan terendah di bulan April.

1.1.5 Hidrologi

Dua Daerah Aliran Sungai terpenting di Jawa Timur yaitu DAS


Brantas dan DAS Bengawan Solo. DAS Brantas merupakan sebuah sungai
terbesar di Jawa Timur dengan panjang ± 320 km yang mengalir secara
melingkar dan di tengah-tengahnya terdapat gunung berapi yang masih aktif
yaitu Gunung Kelud. Sungai Brantas yang bersumber pada lereng Gunung
Arjuno, mula-mula mengalir ke arah timur melalui kota Malang, lalu membelok
ke arah selatan. Di kota Kepanjen Kali Brantas membelok ke arah barat dan di
sini Kali Lesti yang bersumber di Gunung Semeru bersatu dengan Kali Brantas.
Setelah bersatu dengan Kali Ngrowo di daerah Tulungagung, Kali Brantas
berbelok ke utara melalui kota Kediri. Di kota Kertosono, Kali Brantas bertemu
dengan Kali Widas, kemudian ke Timur mengalir ke kota Mojokerto. Di kota ini
Kali Brantas bercabang dua, ke arah kota Surabaya dan ke kota Porong yang
selanjutnya bermuara di selat Madura. Wilayah DAS Brantas merupakan DAS
strategis sebagai penyedia air baku untuk berbagai kebutuhan seperti sumber
tenaga untuk pembangkit tenaga listrik, PDAM, irigasi, industri dan lain-lain.
Luas Wilayah DAS Brantas seluas 12.000 km2 yang mencakup kurang lebih 25
% luas Provinsi Jawa Timur, dengan potensi sumber daya air per tahun ± 12
milyar m3. DAS Brantas Hulu merupakan daerah tangkapan hujan yang kondisi
sangat memprihatinkan. DAS Brantas Hulu terdiri dari sub DAS Brantas Hulu
(182 Km2), Amprong (348 Km2), Bango (262 Km2), Metro (309 Km2), Lahor
(188 Km2) dan Lesti (608 Km2). Kawasan DAS Brantas Hulu seluas 1897 Km2,
meliputi tiga administrasi wilayah yaitu Kabupaten Malang 80,2 %, Kota Malang
3,1% dan Kota Batu 16,7 %. Tata Guna Lahan Eksisting DAS Brantas Hulu
didominasi oleh tegalan / ladang yaitu sebesar 37,78 %.
DAS Bengawan Solo berasal dari Kab. Wonogiri - Jawa Tengah,
mata air sungai Bengawan Solo berasal Gunung Merapi, Gunung Merbabu dan
Gunung Lawu, mengalir melalui Kabupaten/Kota Madiun, Kab. Ponorogo, Kab.
Pacitan, Kab. Magetan, Kab. Ngawi, Kab. Tuban, Kab. Bojonegoro, Kab.
Lamongan dan bermuara di Kab. Gresik. Dengan luasan DAS ± 16.100 km2,
dan dengan potensi sumber daya air yang mencapai ± 18,61 miliar m3 sungai
Bengawan Solo digunakan untuk kebutuhan domestik, air baku air minum dan
industri, serta irigasi. Luasan lahan kritis terbesar sepanjang aliran sungai
Bengawan Solo adalah di Kabupaten Pacitan dengan luas ± 129,598 ha dan
Kabupaten Bojonegoro dengan luas ± 172.261 ha yang tiap tahun kondisinya
semakin memprihatinkan. Kedua DAS tersebut dikelola oleh PT Jasa Tirta.

1.1.6 Kependudukan

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, Jawa Timur merupakan


Provinsi dengan jumlah penduduk terbesar di Indonesia, pada 2008 mencapai
37.094.836 jiwa, dengan laju pertumbuhan 0,54%. Pada 2007 jumlah
penduduk Jawa Timur tercatat sebanyak 36.895.571 jiwa (51% di antaranya
adalah perempuan), dengan kepadatan penduduk 814 jiwa/km2. Kepadatan
penduduk di kota umumnya lebih tinggi dibanding di kabupaten. Kota Surabaya
memiliki kepadatan penduduk tertinggi, yakni 8.335 jiwa/km2, sekaligus
mempunyai jumlah penduduk terbesar, yaitu 2.720.156 jiwa, diikuti Kabupaten
Malang (2.442.422 jiwa), dan Kabupaten Jember (2.293.740 jiwa).

1.1.7 Ulasan RPJMD Provinsi Jawa Timur 2009-2014

Meningkatnya laju pembangunan diperbagai wilayah tanpa


mengindahkan prinsip kaidah keseimbangan alam dan perencanaan tata ruang
yang berwawasan lingkungan berpotensi besar mengakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan sistem lingkungan secara keseluruhan dalam menyangga
kehidupan manusia, dan keberlanjutan pembangunan dalam jangka panjang.
Selain itu, perubahan iklim (climate change) dan pemanasan global (global
warming) akan mempengaruhi kondisi lingkungan di Indonesia, sehingga
adaptasi terhadap perubahan iklim tersebut mutlak dilakukan, khususnya yang
terkait strategi pembangunan sektor kesehatan, pertanian, permukiman, dan
tata ruang.

Menurunnya kualitas lingkungan hidup di Jawa Timur kian hari


semakin memprihatinkan. Hal ini ditunjukkan antara lain dengan adanya
perubahan kualitas udara dan atmosfer yang terjadi secara berkelanjutan yang
membahayakan bagi kelangsungan kehidupan ekosistem. Selanjutnya adalah
meningkatnya pencemaran air sebagai akibat dari aktifitas manusia melalui
kegiatan industri, rumah tangga, pertambangan dan pertanian. Selain itu,
degradasi hutan yang disebabkan berbagai kegiatan ilegal terus meningkat,
peralihan fungsi kawasan hutan menjadi permukiman, perkebunan,
perindustrian, dan pertambangan; terjadinya kebakaran hutan; serta makin
meningkatnya illegal logging. Degradasi hutan dan lahan kritis yang terus
berlanjut menyebabkan daya dukung ekosistem terhadap pertanian dan
pengairan makin menurun, dan mengakibatkan kekeringan dan banjir.
Dampak paling krusial yang saat ini perlu ditangani secara serius
adalah masalah ketersediaan air dan pencemaran lingkungan. Berkurangnya
kawasan hutan sebagai akibat lemahnya pelaksanaan sistem pengelolaan
hutan menyebabkan terganggunya kondisi tata air dan ekosistem
keanekaragaman hayati disekitarnya. Gejala ini terlihat dari berkurangnya
ketersediaan air tanah terutama di daerah perkotaan, turunnya debit air waduk
dan sungai pada musim kemarau yang mengancam pasokan air untuk
pertanian dan pengoperasian pembangkit listrik tenaga air (PLTA),
membesarnya aliran permukaan yang mengakibatkan meningkatnya ancaman
bencana banjir pada musim penghujan.

Kerusakan lingkungan hidup pada akhirnya akan membawa kerugian


sosial ekonomi yang sangat besar bagi penduduk yang bermukim di wilayah itu
khususnya, dan masyarakat secara keseluruhan. Karena itu, pembangunan
ekonomi seharusnya mutlak diarahkan pada kegiatan yang ramah lingkungan
sehingga pencemaran dan penurunan kualitas lingkungan dapat dikendalikan,
serta semestinya dapat diarahkan pada pengembangan ekonomi yang lebih
memanfaatkan jasa lingkungan.

Peningkatan kualitas manusia sebagai sumber daya utama


pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup perlu lebih diutamakan
dan ditingkatkan. Koordinasi dan jalinan kerjasama antar pemangku
kepentingan (stake holder) terus dikembangkan secara berkelanjutan untuk
menghindari terjadinya konflik dalam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam
(pertambangan, kehutanan) dan lingkungan.

Penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan


(sustainable development) di seluruh sektor dan wilayah menjadi prasyarat
utama untuk diinternalisasikan ke dalam kebijakan dan peraturan, terutama
dalam mendorong investasi pembangunan jangka menengah (2009-2014).
Prinsip-prinsip tersebut saling sinergis dan melengkapi dengan pengembangan
tata pemerintahan yang baik (good governance) yang mendasarkan pada asas
partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas yang mendorong upaya perbaikan
pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup.

Dari kondisi-kondisi yang telah disebutkan diatas dapat ditarik 10


Permasalahan Lingkungan Hidup yaitu :

1. Menurunnya kondisi hutan, selain sebagai penunjang perekonomian


regional dan nasional, tapi juga sebagai daya dukung lingkungan terhadap
keseimbangan ekosistem. Disisi lain lemahnya pengawasan dan penegakan
hukum mengakibatkan perencanaan kehutanan kurang efektif atau bahkan
tidak berjalan. Hal ini semakin diperparah dengan partisipasi masyarakat
untuk ikut serta mengamankan hutan juga sangat rendah yang terutama
karena kurangnya wawasan dan kesadaran mereka akan pengelolaan
lingkungan hutan sebagai penyangga ekosistem.

2. Meningkatnya kerusakan DAS, terutama yang diakibatkan oleh praktik


penebangan liar dan konversi lahan.

3. Rusaknya habitat ekosistem kawasan pesisir dan laut, yang diakibatkan


oleh deforestasi hutan mangrove, serta terjadinya degradasi sebagian
besar terumbu karang dan padang lamun, mengakibatkan erosi pantai dan
berkurangnya keanekaragaman hayati (biodiversity).

4. Banyaknya pertambangan liar, yang dalam skala besar akan mengganggu


keseimbangan fungsi lingkungan hidup, dan berdampak buruk bagi
kehidupan manusia.

5. Meningkatnya pencemaran air, dimana Limbah industri, pertanian, dan


rumah tangga merupakan penyumbang pencemaran air.

6. Menurunnya kualitas udara perkotaan, semakin meningkatnya


perindustrian dan penggunaan kendaraan bermotor sangat mempengaruhi
kualitas udara, khususnya di wilayah perkotaan, serta kejadian kebakaran
hutan, dan kurangnya tutupan hijau di perkotaan.

7. Semakin tingginya pencemaran limbah padat, dimana selain membebani


pembuangan akhir sampah (TPA) namun sebagian besar sampah yang ada
belum diolah dan dikelola secara sistematis, sekedar ditimbun sehingga
mencemari tanah maupun air.

8. Lemahnya pelaksanaan penegakan hukum, inkonsistensi dan tumpang


tindihnya peraturan perundangan berkaitan dalam pengelolaan lingkungan
hidup antar sektor baik di tingkat nasional maupun daerah karena
lemahnya koordinasi antar sektor.

9. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap wawasan


lingkungan, adanya paradigma di sebagian besar masyarakat mengenai
Air, udara, iklim, serta kekayaan alam lainnya dianggap sebagai anugerah
Tuhan yang tidak akan pernah habis. Dan hal ini semakin diperparah
dengan masalah mendasar seperti kemiskinan, rendahnya tingkat
pendidikan, dan keserakahan.

10. Kegiatan pembangunan yang mengabaikan penggunaan Rencana Tata


Ruang yang lebih mengedepankan aspek lingkungan.

Dari permasalahan yang ada tersebut dapat ditentukan sasaran


pembangunan yang ingin dicapai dengan arah kebijakan yang ditempuh dalam
pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup
sebagai berikut :

1. Pengarusutamaan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke seluruh


bidang pembangunan.

2. Meningkatkan koordinasi pengelolaan lingkungan hidup di tingkat Provinsi


dan kabupaten/kota.

3. Meningkatkan upaya harmonisasi pengembangan peraturan perundangan


lingkungan, dan penegakannya secara konsisten terhadap pencemar
lingkungan.

4. Meningkatkan upaya pengendalian dampak lingkungan akibat kegiatan


pembangunan.

5. Meningkatkan kapasitas lembaga pengelola lingkungan hidup, baik di


tingkat Provinsi maupun kabupaten/kota, terutama dalam menangani
permasalahan yang bersifat akumulatif, fenomena alam yang bersifat
musiman dan bencana.

6. Membangun kesadaran masyarakat agar peduli pada isu lingkungan hidup,


dan berperan aktif sebagai kontrol-sosial dalam memantau kualitas
lingkungan hidup.

7. Meningkatkan penyebaran data dan informasi lingkungan, termasuk


informasi wilayah-wilayah rentan dan rawan bencana lingkungan dan
informasi kewaspadaan dini terhadap bencana.

1.2. Pengertian

Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem


Perencanaan Pembangunan Daerah , setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD
harus menyusun Rencana Strategis dengan berpedoman kepada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Daerah (RPJMD) untuk kurun waktu 5 (lima)
tahun.

Sesuai dengan masa jabatan Gubernur Jawa Timur, saat ini telah disusun
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Peraturan Gubernur
Jawa Timur Nomor 38 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 – 2014 untuk kurun waktu tahun
2009 – 2014. Dengan demikian maka RENSTRA Badan Lingkungan Hidup harus
konsisten dengan RPJMD dimaksud.

Diharapkan RENSTRA Badan Lingkungan Hidup Tahun 2010 – 2014 dapat


disusun secara realistis sehingga dapat dilaksanakan sesuai dengan kemampuan yang
ada. Untuk itu dibentuk Tim Penyusun RENSTRA Badan Lingkungan Hidup Provinsi
Jawa Timur Tahun 2010 – 2014 dengan Surat Keputusan Kepala Badan Lingkungan
Hidup Provinsi Jawa Timur tanggal 3 Pebruari 2009 Nomor : 188/40/KPTS/207/2009
Tahun 2009 tentang Tim Penyusun Rencanaan Strategis Badan Lingkungan Hidup
Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 - 2014.

RENSTRA Badan Lingkungan Hidup merupakan suatu proses yang


berorientasi pada hasil yang ingin dicapai BLH selama kurun waktu 1 (satu) sampai
dengan 5 (lima) tahun secara sistematis dan berkesinambungan dengan
memperhatikan potensi, peluang dan kendala yang ada atau yang mungkin timbul.
RENSTRA BLH Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014 memuat Visi, Misi, Tujuan,
Sasaran, Strategi, Kebijakan, Program dan Kegiatan serta ukuran keberhasilan dalam
pelaksanaannya.
1.3. Maksud dan Tujuan

RENSTRA BLH Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014 disusun dengan
maksud menyediakan dokumen perencanaan bagi BLH untuk kurun waktu tahun
2010 – 2014.

Sedangkan tujuannya adalah :

1. Sinkronisasi Tujuan, Sasaran, program dan kegiatan BLH dengan Rencana


Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Provinsi Jawa Timur.

2. Menyediakan bahan serta pedoman untuk penyusunan Rencana Kinerja (Rencana


Kerja Tahunan) BLH Provinsi Jawa Timur dalam kurun waktu tahun 2010 – 2014.

3. Meningkatkan pelaksanaan tugas dan fungsi BLH beserta seluruh unit kerjanya
dalam pengendalian dampak lingkungan hidup dengan menerapkan prinsip
koordinasi, integrasi dan sinkronisasi.

1.4. Dasar Hukum

Landasan penyusunan Rencana Strategis Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa


Timur Tahun 2010 – 2014 sebagai berikut :

1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 Tentang Pembentukan Provinsi Jawa


Timur juncto Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 Peraturan Tentang
mengadakan perubahan dalam Undang-Undang Tahun 1950 Nomor 2 dari hal
pembentukan Provinsi Jawa Timur (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor
32);

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara


Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3851);

3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembran


Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Republik Indonesia Nomor 2286);

4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan


Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 164, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4421);

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan


antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4438);

7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan


Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4700);

8. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);

9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran


Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup;

11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan


Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4614);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4663);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan
Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4664);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan


Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4737);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat


Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi


Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4815);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816);

19. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyusunan
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4817);

20. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

21. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan


Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2005 Nomor 11);

22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah sebgaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;

23. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Jawa Timur Tahun
2005-2025;

24. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 38 Tahun 2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 – 2014;

25. Keputusan Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur tanggal 3
Pebruari 2009 Nomor : 188/40/KPTS/207/2009 tentang Tim Penyusun Rencanaan
Strategis Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 - 2014.
BAB II

GAMBARAN PELAYANAN SKPD

2.1. Tupoksi dan Struktur Organisasi

Didalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2008


tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Jawa Timur, Badan Lingkungan Hidup
merupakan unsur pendukung Gubernur, dipimpin oleh seorang kepala, yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris
Daerah. Yang mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan
kebijakan Daerah yang bersifat spesifik yaitu di bidang lingkungan hidup.

Dalam melaksanakan tugasnya Badan Lingkungan Hidup menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan kebijakan teknis di bidang lingkungan hidup;

b. pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah;

c. pembinaan dan pelaksanaan tugas sesuai dengan lingkup tugasnya;

d. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur.

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (BAPEDALDA) Provinsi


Daerah Tingkat I Jawa Timur dibentuk sesuai dengan Peraturan Daerah No. 9 Tahun
1997, dan sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom,
BAPEDALDA Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur berubah menjadi Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) Provinsi Jawa Timur, hal sesuai dengan
Peraturan Daerah Nomor : 8 Tahun 2001 tentang Perubahan Pertama Peraturan
Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor 9 Tahun 1997 Tentang
Organisasi dan Tatakerja Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah
(BAPEDALDA) Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur. Kemudian Didalam Peraturan
Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Dan Tata
Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Dan Lembaga Teknis
Daerah Provinsi Jawa Timur, BAPEDAL berubah nama menjadi Badan Lingkungan
Hidup (BLH) yang merupakan unsur pendukung Gubernur, dipimpin oleh
seorang kepala, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Yang mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan Daerah yang bersifat spesifik yaitu di bidang
lingkungan hidup, dengan demikian Susunan Organisasi Badan Lingkungan Hidup
(BLH) Provinsi Jawa Timur adalah sebagai berikut :
a. Kepala Badan

b. Sekretariat, yang mempunyai tugas merencanakan, melaksanakan,


mengkoordinasikan dan mengendalikan kegiatan administrasi umum, kepegawaian,
perlengkapan, penyusunan program dan keuangan. Sekretariat membawahi :

1) Sub Bagian Tata Usaha


2) Sub Bagian Penyusunan Program
3) Sub Bagian Keuangan

c. Bidang Tata Lingkungan, yang mempunyai tugas menyusun perumusan


kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang pengembangan
standardisasi, pengkajian lingkungan, laboratorium lingkungan, pembinaan teknis
AMDAL, dan penataan kawasan berwawasan lingkungan. Bidang Tata Lingkungan
membawahi:

1) Sub Bidang Standardisasi dan Pengkajian Dampak Lingkungan


2) Sub Bidang Bina Teknis AMDAL

d. Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan, yang


mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan
kebijakan dibidang pengawasan dan pengendalian pencemaran air, Pesisir dan laut,
tanah, udara dan kerusakan lingkungan. Bidang Pengawasan dan Pengendalian
Pencemaran Lingkungan membawahi:

1) Sub Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Air dan


Laut;
2) Sub Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan Tanah dan
Udara

e. Bidang Konservasi dan Pemulihan Lingkungan, yang mempunyai tugas


menyiapkan perumusan kebijakan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang
konservasi sumber daya alam dan keaneka ragaman hayati, pemulihan dan
pelestarian fungsi lingkungan hidup. Bidang Konservasi dan Pemulihan Lingkungan
membawahi:

1) Sub Bidang Konservasi Lingkungan;


2) Sub Bidang Pemulihan Lingkungan

f. Bidang Komunikasi Lingkungan dan Peningkatan Peran serta Masyarakat,


yang mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan dan koordinasi
pelaksanaan kebijakan dibidang komunikasi lingkungan dan peningkatan peran
serta masyarakat dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Susunan organisasi
Bidang Komunikasi Lingkungan dan Peningkatan Peran serta Masyarakat terdiri
atas:

1) Sub Bidang Komunikasi Lingkungan;


2) Sub Bidang Peningkatan Peran Serta Masyarakat
g. UPT Badan

Pada saat tahun disusunnya Renstra ini Unit Pelaksana Teknis (UPT) Laboratorium
Air Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur masih dalam proses.

h. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok jabatan fungsional sampai saat ini sudah terbentuk. Walaupun hanya
dalam bidang perpustakaan, untuk kedepan masih diperlukan jabatan fungsional
lainnya untuk menampung personil-personil dengan keahlian khusus antara lain
PPNS dan PPLHD. Ketentuan-ketentuan yang dapat digunakan dalam pembentukan
Kelompok Jabatan Fungsional sebagai berikut :

- Keputusan Presiden No. : 100 Tahun 2004 tentang Tunjangan Jabatan


Fungsional ;

- Keputusan Bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.:


47/KEP/MENPAN/8/2002 tentang Jabatan Fungsional Pengendali Dampak
Lingkungan dan Angka Kreditnya ;

- Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.: 145 Tahun 2004 tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengendali Dampak
Lingkungan dan Angka Kreditnya ;

- Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.: 146 Tahun 2004 tentang
Pedoman Kualifikasi Pendidikan Untuk Jabatan Fungsional Pengendali
Lingkungan ;

- Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.: 147 Tahun 2004 tentang
Kode Etik Profesi Pengendali Dampak Lingkungan ;

- Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara No. 62 Tahun 2004 tentang


Tata Cara Permintaan, Pemberian, dan Penghentian Tunjangan Jabatan
Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan.

Struktur organisasi Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada
Gambar berikut:
2.2. Sumber Daya Manusia

Adapun kualifikasi staf secara umum diasumsikan pada berbagai komposisi


di BLH pada setiap level pada struktur organisasi tergantung pada banyak faktor yaitu:

- Fungsi, prioritas dan beban kerja dari setiap Sub. Bidang, Sub Bagian di BLH.

- Isu-isu dan Permasalahan lingkungan yang berkembang disetiap daerah

- Arah dan Prioritas Program dan Kegiatan organisasi

- Kemampuan anggaran

- Ketersediaan personil dengan kualifikasi dan pengalaman yang di butuhkan.

Berdasarkan pengalaman BLH Provinsi Jawa Timur, kualifikasi staf yang


dibutuhkan pada setiap level adalah sebagai berikut :

- Semua Kepala Bidang dan Kepala Sub Bidang Teknis seharusnya memiliki
kualifikasi sesuai dengan bidang tugas dan paling tidak memiliki pendidikan
Strata I.

- Setiap Kepala Sub. Bagian pada Sekretariat seharusnya memiliki kualifikasi strata
I dalam bidang perencanaan, hukum, keuangan, komunikasi dan
administrasi/manajemen.

- Staf di Sub Bidang teknis seharusnya 70% memiliki kualifikasi Strata I, 20%
sertifikat diploma/sertifikasi training yang relevan dengan isu-isu lingkungan.
Sedangkan 10% cukup berpendidikan SMU dan SLTP.

- Kelompok fungsional di dalam organisasi BLH Provinsi 90% minimal


berkualifikasi Strata I dan 10% cukup Diploma Teknik yang berkaitan dengan
tugas fungsinya.

Sosok Aparatur BLH hendaknya memiliki pengetahuan dan berbagai


permasalahan lingkungan dan kemampuan koordinasi dan kerjasama dengan berbagai
pihak, pengetahuan tentang sistem Fisika, Kimia, Biologi memahami dan
berpengalaman dalam proses-proses Industri dan teknologi produksi bersih.
Kemampuan dalam melakukan pengukuran berbagai parameter lingkungan. Selain itu
juga harus mampu berkomunikasi secara efektif dan memberikan pelayanan informasi.

Jumlah personil PNS, Tenaga Kontrak dan Outsorching Laboratorium Badan


Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur Tahun 2009.
Tabel 1. Jumlah Karyawan PNS BLH Provinsi Jawa Timur

Bagian Jumlah
Sekretariat 39
Bidang Pengembangan Tata Lingkungan 15
Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pencemaran 18
Lingkungan
Bidang Konservasi dan Pemulihan Lingkungan 12
Bidang Komunikasi Lingkungan dan Peningkatan Peran 13
serta Masyarakat
Jumlah 98

Tabel 2. Jumlah Karyawan Tenaga Kontrak BLH Provinsi Jawa Timur

Bagian Jumlah
Tenaga Kontrak Laboratorium 13
Tenaga Kontrak (Pemberkasan) 6
Tenaga Kontrak (Belum diangkat) 2
Jumlah 21

Tabel 3. Jumlah Karyawan PNS Berdasarkan Pendidikan

Pendidikan Jumlah
S2 24
S1 42
D3 4
SMA 22
SMP 4
SD 2
Jumlah 98

Gambar 2 Grafik Karyawan PNS Berdasarkan Pendidikan


SD SLTP
2% 4%
S2
SLTA
25%
22%

S1 D3
43% 4%
Tabel 4. Tingkatan Pangkat / Golongan PNS BLH Provinsi Jatim
Gol/Ruang Jumlah
IV/d -
IV/c 1
IV/b 4
IV/a 12
III/d 20
III/c 17
III/b 12
III/a 9
II/d 1
II/c 1
II/b -
II/a 17
I/c 3
I/a 1
Jumlah 98

Tabel 5. Eselon PNS BLH Provinsi Jatim


Eselon Jumlah
II/a 1
III/a 5
IV/a 11
Jumlah 17

2.3. Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana yang dimiliki BLH pada saat ini masih belum memadai
untuk menjadikan BLH Provinsi Jawa Timur sebagai organisasi yang profesional. BLH
Provinsi memiliki 1 mobil unit pengukuran udara yang dapat dipindahkan dari satu
lokasi ke lokasi lain dalam keadaan rusak sedangkan untuk 2 unit mobil pengukuran
kualitas air yang dilengkapi dengan peralatan sampling yang siap digerakan pada
setiap saat kalau terjadi kasus-kasus pencemaran belum ada masih dialokasikan pada
tahun anggaran 2009.

Selanjutnya dari segi pengembangan sistem informasi BLH Provinsi Jawa


Timur sudah memiliki website dengan nama www.blhjatim.net yang dapat diakses 24
jam oleh seluruh kalangan stakeholder dan masyarakat yang membutuhkan informasi
berkenaan dengan masalah lingkungan. Dengan dukungan sarana Local Area Network
(LAN), setiap bidang dapat saling tukar menukar data, mengakses internet, mencari
dan menukar data dengan mudah guna menunjang kegiatan BLH Provinsi Jawa
Timur.

Pada Tahun 2009 telah disetujui pembangunan Gedung Laboratorium Uji


Kualitas Lingkungan senilai Rp. 12 milyar secara multiyears sesuai dengan Surat
Gubernur tanggal 14 September 2009 No. 050/14099/022/2009 perihal persetujuan
Ijin Kontrak Tahun Jamak (Multi Years). Melalui P-APBD tahun 2009 anggaran untuk
pembangunan Gedung Lab. Adalah Rp. 2,3 milyar, dan melalui APBD 2010
dianggarkan Rp. 5 milyar, sedangkan sisanya akan dianggarkan melalui P-APBD 2010
senilai 4,7 milyar
2.4. Anggaran
Anggaran BAPEDAL Tahun 2006 sampai dengan 2008 dapat dilihat dalam Tabel
Anggaran.

Tabel Anggaran BAPEDAL Tahun 2006 sampai dengan Tahun 2008

No Tahun Belanja Aparatur Belanja Jumlah


Pelayanan Publik
1 2004 1.748.265.000 6.455.313.500 8.203.578.500
2 2005 4.987.745.600 14.122.570.750 19.110.316.350
3 2006 5.945.710.450 15.948.103.750 21.893.814.200

Tahun BTL BL Jumlah


(Belanja Tidak (Belanja
Langsung) Langsung)
4 2007 3.437.580.500 13.699.501.025 17.137.081.525
5 2008 4.510.183.000 17.251.393.750 21.761.576.750

Grafik Anggaran Badan Lingkungan Hidup 2004 – 2008


25.000.000.000

20.000.000.000

15.000.000.000
Rupiah

10.000.000.000

5.000.000.000

0
1 2 3 4 5
Tahun 2004 2005 2006 2007 2008
Aparatur / BL 1.748.265.00 4.987.745.60 5.945.710.45 3.437.580.50 4.510.183.00
Publik / BL 6.455.313.50 14.122.570.7 15.948.103.7 13.699.501.0 17.251.393.7
Jumlah 8.203.578.50 19.110.316.3 21.893.814.2 17.137.081.5 21.761.576.7

Mengingat masih terbatasnya kemampuan anggaran tersebut, maka


pendanaan alternatif dapat diperjuangkan sesuai dengan amanat Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, antara lain melalui
skema DNS (Debt for Nature Swap), CDM (Clean Development Mechanism), Trust
Fund Mechanism dan Green Tax. Selain itu dapat pula dikembangkan alternatif
pendanaan dari dalam negeri dengan mengembangkan berbagai mekanisme
pengelolaan melalui lembaga keuangan maupun lembaga independen lainnya.
BAB III

ISU STRATEGIS

Berdasar kajian kondisi dan situasi Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2006 –
2010 (Renstra PLH 2006 – 2010), dan potensi maupun isu strategis yang ada di Provinsi
Jawa Timur, dapat dirumuskan ada 5 (lima) isu pokok yang wajib mendapat perhatian
bersama, yaitu :

1.1. Pengelolaan Hutan, Lahan dan Sumber Air

Kerusakan ekosistem hutan telah memberikan dampak pada konservasi


lahan maupun kelangkaan sumber air/mata air. Kecenderungan ini telah tampak dari
indikator menurunnya kualitas lingkungan hidup karena tekanan penduduk maupun
bencana alam, dan pemanfaatan berlebihan sumber daya alam yang melampaui daya
dukung lingkungannya. Kasus pembalakan hutan secara liar, erosi dan longsor,
rusaknya habitat biota, menurunnya biodiversitas, banjir dan kekeringan, berubahnya
iklim, kebakaran hutan, masalah dampak sosial ekonomi akibat eksploitasi dan
sebagainya, telah menjadikan masalah laten yang memerlukan pendekatan holistik
dan bertahap guna menyelesaikan atau menangani masalah ini.

Keberadaan Taman Hutan Raya (Tahura) ditujukan untuk menjaga


pelestarian alam, mengembangkan pendidikan dan wisata, juga berperan dalam
pemeliharaan kelangsungan fungsi hidrologis Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas,
DAS Konto, dan DAS Kromong, juga untuk melestarikan mata air sumber Sungai
Brantas di Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, yang kondisinya sangat
memprihatinkan. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1992, dan
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 11190/KPTS-II/2002, di Jawa Timur dibentuk
kawasan pelestarian alam yang disebut Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soerjo, yang
mencakup areal seluas 27.868,30 hektare.

Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur melalui Balai Taman Hutan Raya
(Tahura) R. Soerjo mengelola kawasan Tahura R. Soerjo seluas 27.868,30 hektare,
dengan rincian Tahura seksi wilayah Malang (8.928,30 hektare), Tahura seksi wilayah
Pasuruan (4.607,30 hektare), dan Tahura seksi wilayah Mojokerto (11.468,10
hektare), dan Tahura seksi wilayah Jombang (2.864,70 hektare).

Hasil pantauan Citra Landsat (foto udara), Mei 2003, terhadap Tahura R.
Soerjo seluas 27.868,30 hektare, terdapat kawasan berhutan sekitar 13.387 hektare,
dan sisanya 14.000 hektare tidak berhutan lagi (gundul). Dari areal gundul yang
dikategorikan lahan kritis itu, 1.500 hektare di antaranya tergolong lahan kritis abadi,
yaitu sekitar puncak Gunung Welirang, dan Gunung Arjuno. Dengan demikian, tersisa
lahan kritis seluas 12.500 hektare. Penanganan lahan kritis berlangsung setiap tahun
melalui kegiatan reboisasi, yang rata-rata per tahun sekitar 1.000 hektare. Sampai
2008, sisa lahan yang masih tergolong kritis berkurang menjadi 8.286 hektare.

Kondisi fisik tiga wilayah Tahura (Malang, Pasuruan, Mojokerto) yang


cenderung kering, dan berisi jenis tanaman alang-alang, serta semak belukar,
membuat kawasan hutan itu rawan bencana kebakaran saat musim kemarau.
Sedangkan Tahura di wilayah Jombang, sebagian besar ditumbuhi tanaman basah,
seperti pohon pisang, dan bambu, sehingga aman di musim kemarau.

Hampir setiap tahun, di musim kemarau, kawasan hutan selalu mengalami


kebakaran. Jenis tanaman yang terbakar adalah tanaman jati muda, rumput, dan
alang-alang. Penyebab bencana kebakaran hutan, hampir 90% karena ulah manusia,
seperti api unggun yang tidak dimatikan, puntung rokok milik pendaki yang masih
menyala, atau sengaja dibakar oleh masyarakat sekitar untuk membuka lahan.
Sisanya, karena faktor alam, seperti letusan gunung atau gesekan ranting-ranting
yang kering.

Untuk lahan kritis non-Tahura R. Soerjo, terbagi menjadi dua kategori, yakni
lahan kritis dalam kawasan, yaitu dalam kawasan hutan lindung (tidak termasuk areal
HPH, ex-HPH, areal bekas tebangan, dan areal hutan mangrove). Dan, lahan kritis luar
kawasan, yaitu di luar kawasan hutan (tidak termasuk lahan kritis areal hutan
mangrove di luar kawasan hutan).

Luas kawasan hutan dan perairan Provinsi Jawa Timur berdasarkan


Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan
Provinsi, Nomor 417/Kpts-II/1999, mencapai 1.357.337,07 hektare. Data Dinas
Kehutanan Provinsi Jawa Timur, menyatakan sampai dengan 2006, luas lahan kritis
dalam kawasan mencapai 165.619,53 hektare, sedangkan lahan kritis luar kawasan
seluas 502.405,68 hektare. (RPJMD Jatim 2009 – 2014)

1.2. Permasalahan Wilayah Pesisir dan laut

Luasnya wilayah pesisir dan keanekaan sumberdaya yang ada, maka


wilayah pesisir sebagai daerah ekoton yang labil, perlu ditangani dengan kehati-hatian
dan menyeluruh, karena ciri khas pantai yang cukup beraneka ragam. Interaksi
nelayan dengan perairan pesisir maupun laut, dengan kegiatan utama eksploitasi
hayati laut telah berlangsung sejak lama, yang menyangkut kehidupan masyarakat,
dalam aspek ekonomi, sosial dan budaya.

Oleh karena itu untuk mengurangi masalah pesisir dan laut dibutuhkan
pendekatan kemasyarakatan yang menyeluruh, terencana, melibatkan fihak terkait,
serta konsisten dalam pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi. Dengan meningkatnya
pembangunan diwilayah pesisir yang kurang memperhatikan kelestarian lingkungan
hidup, utamanya didaerah Tuban, Lamongan, Gresik, Surabaya telah menyebabkan
kerusakan ekosistem pesisir dan laut. Sebagai contoh ekosistem mengrove di Jawa
Timur saat ini tercatat 37.237 Ha, dengan kondisi rusak seluas 11.124 Ha dan tanah
kosong yang ideal untuk ditanami mangrove sluas 5.242 Ha, sedangkan luas hutan
mangrove idealnya sebesar 45.000 Ha. Kondisi di Jawa Timur masih kurang optimal.
Untuk ekosistem terumbu karang di perairan laut Jawa Timur, pada tahun 2004
kondisi kerusakannya bervariasi antara 30 – 80 % yang tersebar antara lain di wilayah
pesisir Situbondo, dan beberpa pulau kecil diantaranya, Pulau Sabunten, Pulau Sesiil,
Pulau Bili Raja, Pulau Raas dan Pulau Mamburit.
1.3. Permasalahan Pencemaran Air, Tanah dan Udara

Pencemaran lingkungan, baik dalam medium air, udara maupun tanah telah
menjadikan kualitas lingkungan hidup menurun. Sumber-sumber pencemar dari
industri, domestik, maupun yang lain harus dapat diatasi, dalam bentuk pencegahan
maupun pengendalian. Dampak pencemaran yang bersifat akut atau kronis perlu
diantisipasi, agar sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal dan
berkelanjutan. Masalah pencemaran ini perlu ditangani secara sistemik, terencana,
taat asas dan terus menerus. Upaya pemulihan dan pencegahan juga harus dimulai
dari perencanaan hingga evaluasi pelaksanaannya, agar prinsip pembangunan
berkelanjutan dapat diterapkan dalam mencegah dan mengendalikan pencemaran
lingkungan.

Pada tahun 2003, tercatat pencemaran air dari industri sebanyak 14 kasus,
sedangkan tahun 2004 tercatat 5 kasus ditambah dengan kualitas air sungai yang
buruk pada masing-masing Daerah Aliran Sungai (DAS), terutama bagian hilir. Hal ini
juga diakibatkan oleh karena penggunaan pestisida yang tidak terpantau. Berdasarkan
indikator kualitas air, khususnya BOD (Biologycal Oxygen Demand) dan COD
(Chemical Oxygen Demand), pada tahun 2004 sungai Brantas mencapai BOD : 18, 83
Mg/l, COD : 39,59 Mg/l yang masing-masing diatas ambang batas baku mutu yang
ditetapkan yaitu BOD : 6 Mg/l dan COD :10 Mg/l. Hasil penghitungan secara statisik (
metode STORET) untuk menentukan status kualitas air sungai di DAS Brantas
menunjukkan bahwa Kali Brantas di daerah hulu dan tengah (mulai dari jembatan
pendem kota batu sampai dengan DAM Lengkong) berada pada kondisi tercemar
sedang dan di hilir (mulai dari DAM lengkong hingga pecah menjadi Kali surabaya dan
Kali Porong sampai ke muara) tercemar berat.

1.4. Permasalahan Lingkungan Perkotaan

Permasalahan lingkungan yang paling utama di perkotaan adalah masalah


pengelolaan sampah, banjir, emisi kendaraan bermotor, limbah cair domestik,
minimnya ruang terbuka hijau (RTH), penataan ruang kota dan sebagainya. Sebagai
contoh pengelolaan limbah padat, produksi sampah di Surabaya dikumpulkan pada
lokasi-lokasi TPA (Tempat Pembuangan Akhir), yaitu : TPA Sukolilo dan TPA Benowo,
yang telah menimbulkan konflik sosial. Rata-rata produksi sampah di Surabaya
sebesar 8.700 M3/hari atau 2.436 ton/hari, sedangkan produksi sampah di Gresik rata-
rata 1.580 M3/hari atau 442,45 ton/hari. Hal ini ditambah dengan sistem
pengelolaannya yang kurang tepat, yaitu dengan „open dumping‟ dan bukan „sanitary
landfil‟ sehingga mengakibatkan umur TPA terbatas, pencemaran lindi cair,dan harus
menyediakan lahan TPA baru.

1.5. Permasalahan Sosial Kemasyarakatan

Pendekatan pada komponen utama Pengelolaan Lingkungan Hidup (PLH)


yaitu ekonomi, ekologi dan sosial perlu diterapkan mulai tahap perencanaan, hingga
operasional dan evaluasinya. Oleh karena masalah pengelolaan lingkungan hidup tidak
akan lepas dari aspek sosial, ekonomi, budaya dan tingkat pendidikan karena
menyangkut pemenuhan kebutuhan dasar dan kesejahteraan masyarakat. Aspek
kemasyarakatan dilihat dari indikator memburuknya kualitas fisik/infrastruktur
perkotaan, serta menurunnya kualitas hidup masyarakat perkotaan, serta menurunnya
kualitas hidup masyarakat perkotaan, antara lain disebabkan karena keterbatasan
pelayanan kebutuhan dasar perkotaan yang lebih banyak dipicu oleh factor daya tarik
ekonomi dalam urbanisasi. Masalah kemasyarakatan ini dapat didekati dengan
perubahan paradigma yang berfihak pada pengelolaan lingkungan hidup, untuk
kemudian diikuti dengan sosialisasi tentang hak dan kewajiban mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat, dan diikuti dengan perubahan budaya tingkah
laku menuju masyarakat yang hidup baik, sehat dan bertanggung jawab.

Kelima isu tersebut perlu diterjemahkan dalam program dan kegiatan yang
mendukung berbagai upaya perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi Pengelolaan
Lingkungan Hidup (PLH), dalam rangka menjaga agar pembangunan tetap terlanjutkan, dan
sumberdaya alam dan lingkungan dapat lestari guna pemanfaatan yang terkendali, serta
membangun sikap ramah dengan lingkungan alam sekitarnya. Pembangunan akan menjadi
tak terlanjutkan, apabila para fihak terkait mengabaikan atau meninggalkan wawasan dan
kesadaran tentang kelestarian fungsi lingkungan hidup
BAB IV

VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN, STRATEGI

4.1. Visi

Dalam rangka mewujudkan hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan


hidup yang baik dan sehat sebagai mana amanah dari Undang Undang Lingkungan
Hidup No. 23 tahun 1997 Pasal 5 ayat (1), serta untuk mendukung tujuan
pembangunan Jawa Timur saat ini yang pro terhadap wong cilik, maka Visi
pengelolaan lingkungan hidup di Jawa Timur adalah:

”Terwujudnya Lingkungan Hidup Jawa Timur Yang Baik dan Sehat”

4.2. Misi
Mengingat bahwa permasalahan lingkungan merupakan suatu permasalahan
kompleks yang ditimbulkan oleh berbagai aktivitas manusia baik aktifitas yang
terorganisir dalam skala besar seperti kegiatan industri dan kegiatan usaha yang lain,
maupun permasalahan sosial kemasyarakatan yang tidak terorganisir namun sudah
menjadi bagian dari pola hidup masyarakat karena terkait dengan faktor ekonomi dan
sosial budaya seperti penebangan hutan secara liar, pembuangan sampah secara
sembarangan, emisi kendaraan bermotor dan lain lain, serta lemahnya kontrol dari
pihak pemerintah sehingga mengakibatkan adanya pemanfaatan lahan yang tidak
sesuai dengan peruntukannya maka penyelesaian masalah tidak akan dapat terwujud
tanpa adanya kerja sama dan partisipasi dari semua pihak.
Kualitas lingkungan hidup saat ini relatif masih rendah dan keberadaan
sumber daya alam yang mengalami banyak kerusakan maka salah satu cara untuk
mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah melalui upaya peningkatan
kualitas lingkungan dan pelestarian sumber daya alam.
Perumusan Misi Pengelolaan Lingkungan Hidup diarahkan untuk
membangun suatu kebersamaan antara pihak pemerintah sebagai regulator, pihak
swasta sebagai kontributor pencemaran, pihak akademisi sebagai penghasil teknologi
dan solusi ilmiah dan pihak Masyarakat yang sangat diperlukan perannya dalam
bentuk perilaku yang berwawasan lingkungan serta sebagai pengendali / pengontrol
pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka Misi Badan Lingkungan Hidup
Provinsi Jawa Timur adalah:

”Bersama mewujudkan peningkatan kualitas lingkungan hidup


dan pelestarian sumber daya alam di Jawa Timur”
4.3. Tujuan
a. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup melalui upaya pencegahan dan
pengendalian pencemaran lingkungan hidup pada media air tanah dan udara.
b. Melindungi sumber daya alam dari kerusakan dan mengelola kawasan ekosistem
sesuai dengan fungsinya.
c. Merehabilitasi kawasan ekosistem yang rusak dan pemulihan fungsi sumber daya
alam.
d. Meningkatkan manajemen perkotaan yang ramah lingkungan.
e. Meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan peran serta semua pihak didalam
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.
f. Meningkatkan kualitas dan akses informasi tentang sumber daya alam dan
lingkungan hidup.

4.4. Sasaran

Memperhatikan adanya permasalahan mendasar, potensi, peluang,


kebutuhan akan partisipasi semua pihak dan teknologi yang tersedia maka sasaran
pengelolaan lingkungan hidup Jawa timur adalah sebagai berikut:

a. Memperkuat instrumen peraturan perundang undangan lingkungan hidup serta


meningkatkan upaya pentaatan dan penegakan hukum lingkungan secara
konsisten.

b. Memenuhi ketentuan lisensi bagi komisi penilai AMDAL Kabupaten/Kota

c. Mewujudkan, melaksanakan dan mengawasi ketentuan perijinan lingkungan.

d. Menurunkan beban pencemaran limbah cair, padat dan gas dari sumber pencemar
dan meningkatkan pengelolaan limbah B3.

e. Pengawasan eksplorasi dan eksploitasi pemanfaatan sumber daya alam dan


pertambangan untuk menjamin pemanfaatan secara berkelanjutan.

f. Mengkoordinasikan dan memantau pelaksanaan pengelolaan kawasan konservasi,


pesisir dan laut serta menjaga keanekaragaman hayati.

g. Meningkatkan kualitas pengelolaan persampahan dan daya dukung lingkungan


hidup perkotaan.

h. Meningkatkan kualitas udara perkotaan.

i. Membangun kesadaran dan meningkatkan peran aktif masyarakat masyarakat


atas hak dan kewajibannya dalam pengelolaan lingkungan hidup.

j. Meningkatkan kapasitas kelembagaan dan membangun koordinasi harmonis antar


pemangku kepentingan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

k. Menyediakan informasi lingkungan hidup yang berkualitas.


4.5. Arah Kebijakan

Untuk mewujudkan sasaran tersebut, arah kebijakan yang akan ditempuh


meliputi perbaikan manajemen dan sistem pengelolaan sumber daya alam,
optimalisasi manfaat ekonomi dari sumber daya alam termasuk jasa lingkungannya,
pengembangan peraturan perundangan lingkungan, penegakan hukum, rehabilitasi
dan pemulihan cadangan sumber daya alam, dan pengendalian pencemaran
lingkungan hidup, dengan memperhatikan kesetaraan gender.

Melalui arah kebijakan ini diharapkan sumber daya alam dapat tetap
mendukung perekonomian Jawa Timur, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
tanpa mengorbankan daya dukung dan fungsi lingkungan hidupnya.

Secara lebih rinci arah kebijakan yang ditempuh dalam pengelolaan sumber
daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah sebagai berikut:

a. Pengarusutamaan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke seluruh bidang


pembangunan.

b. Meningkatkan koordinasi pengelolaan lingkungan hidup di tingkat Provinsi dan


kabupaten/kota.

c. Meningkatkan upaya harmonisasi pengembangan peraturan perundangan


lingkungan, dan penegakannya secara konsisten terhadap pencemar lingkungan.

d. Meningkatkan upaya pengendalian dampak lingkungan akibat kegiatan


pembangunan.

e. Meningkatkan kapasitas lembaga pengelola lingkungan hidup, baik di tingkat


Provinsi maupun kabupaten/kota, terutama dalam menangani permasalahan yang
bersifat akumulatif, fenomena alam yang bersifat musiman dan bencana.

f. Membangun kesadaran masyarakat agar peduli pada isu lingkungan hidup, dan
berperan aktif sebagai kontrol-sosial dalam memantau kualitas lingkungan hidup.

g. Meningkatkan penyebaran data dan informasi lingkungan, termasuk informasi


wilayah-wilayah rentan dan rawan bencana lingkungan dan informasi
kewaspadaan dini terhadap bencana
4.6. Analisis Strategi

Strategi pembangunan daerah Provinsi Jawa Timur 2010-2014 bertumpu


pada pemberdayaan rakyat dan menempatkan strategi pro poor sebagai prioritas
utama untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat, seperti hak pangan,
pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih dan sanitasi, pekerjaan secara merata,
berkualitas, dan berkeadilan.

Fungsi penyediaan lingkungan hidup yang baik dan sehat sangat erat
hubungannya dengan pemenuhan hak dasar masyarakat sebagai makhluk hidup
karena berkaitan dengan tingkat kesehatan masyarakat akan kebutuhan terhadap air
bersih, udara bersih dan pencegahan bencana karena pemanfaatan sumber daya alam
secara tidak bijaksana.

Di satu sisi, perkembangan industri sangat diperlukan untuk menopang


kebutuhan ekonomi, namun disisi lain dampak lingkungan yang dihasilkan juga dapat
merusak lingkungan baik air, udara maupun tanah dan merugikan masyarakat,
sehingga diperlukan suatu strategi yang bijaksana untuk tetap mempertahankan
pertumbuhan ekonomi tanpa harus merugikan lingkungan dan masyarakat.

Sumber pencemar, selain dari pihak industri juga berasal dari aktivitas
manusia sebagai masyarakat, diantaranya adalah adanya limbah rumah tangga berupa
sampah, limbah cair domestik, emisi kendaraan bermotor dan kegiatan pemanfaatan
sumber daya alam secara liar seperti pembabatan hutan, penambangan pasir, dan lain
lain.

Secara umum, permasalahan dan tantangan pengelolaan lingkungan hidup


meliputi hal hal sebagai berikut:

1. Semakin meluasnya degradasi lahan menjadi lahan pertanian serta akibat


penebangan liar di kawasan hutan lindung , yang berdampak menurunnya
ketersediaan sumber-sumber air.
2. Penurunan kualitas air, udara dan tanah akibat pembuangan limbah ke media
lingkungan
3. Peningkatan intensitas banjir akibat kurangnya pengelolaan Daerah Aliran Sungai
4. Kurangnya kesadaran masyarakat umum akan pentingnya fungsi lingkungan dalam
setiap usaha/kegiatan ekonomi atau pembangunan.
5. Lemahnya sangsi penegakan hukum bidang lingkungan hidup

Dalam melakukan analisis untuk menentukan strategi, sasaran dan program,


Renstra ini menggunakan telaahan SWOT dengan menganalisis faktor internal,
mencakup Kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weakness) serta faktor Eksternal yang
mencakup Peluang (Opportunity) dan Kendala (Threat) dengan hasil sebagai berikut:

1. Lingkungan Internal

a. Kekuatan (strength)

- Adanya peraturan perundangan dibidang lingkungan hidup baik ditingkat


Pusat, Provinsi, maupun Kabupaten Kota

- Dukungan kebijakan dan regulasi dibidang Lingkungan Hidup baik dari


Pemerintah Pusat, Provinsi maupun Kab./Kota.
- Adanya Organisasi BLH dengan stuktur dan instrumen yang cukup lengkap
untuk mendukung pelaksanaan program dan kegiatan

- Tersedianya SDM yang berpotensi untuk melaksanakan tugas di bidang


pengelolaan lingkungan.

- Tersedianya PPNS dan PPLHD sebagai instrumen pengawasan terhadap


pelaku pencemaran.

- Tersedianya laboratorium lingkungan sebagai alat pemantauan kualitas


lingkungan.

- Tersedianya Sumber dana dari APBN maupun APBD Jawa Timur

Hal utama yang harus ada agar dalam pelaksanaan pengelolaan


lingkungan hidup agar dapat berjalan dengan baik adalah adanya dukungan
kebijakan serta sangsi dalam aturan perundangan yang tegas dan adil.

Dalam Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan


Hidup, Bab I, Pasal 1 Ayat 3 menyebutkan bahwa :

“ Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar


dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, kedalam
proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup
generasi masa kini dan generasi masa depan “

Kata “upaya sadar dan terencana” diatas, menunjukkan betapa besar


perhatian Pemerintah mengenai pentingnya fungsi lingkungan dalam setiap
aspek pelaksanaan pembangunan di segala bidang, hal ini juga berarti
merupakan suatu pemberian jaminan hak rakyat untuk mendapatkan
keberlangsungan dan kualitas hidup generasi masa kini dan generasi masa
depan.

Wujud perhatian tersebut diimplementasikan dalam bentuk peraturan


perundangan di setiap daerah yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-
masing daerah ( Perda, Pergub dsb ), Regulasi, kebijakan serta sumber dana
yang pada intinya adalah untuk menjamin bahwa pelaksanaan pengelolaan
lingkungan hidup dapat berjalan dengan baik dan maksimal dengan segala
konsekuensinya.

Sebagai jaminan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang


optimal di Provinsi Jawa Timur, Badan Lingkungan Hidup telah memiliki potensi
SDM dengan kualifikasi yang dapat diandalkan dari berbagai bidang disiplin ilmu
( Teknik Kimia, Teknik Biologi, Teknik Pertambangan, Teknik Informatika, Teknik
Lingkungan dan Ilmu Kesehatan Masyarakat ), serta petugas PPNS dan PPLHD
yang handal sebagai instrumen pengawasan di lapangan.

Keberadaan Laboratorium Lingkungan Hidup yang telah diakui


kapabilitasnya dengan standart kualitas mutu ISO/IEC 17025 : 2005 tentang
Persyaratan Laboratorium Penguji dan Laboratorium Kalibrasi serta kemampuan
personil dengan latar belakang akademis yang sesuai dan teruji dalam
melakukan analisa hasil laboratorium, sarana dan prasarana laboratorium yang
cukup lengkap dan pada tahun 2009 ini akan dilaksanakan pembangunan
Gedung Laboratorium Uji Kualitas Lingkungan 3 lantai yang dibiayaai oleh APBD
secara multiyears (tahun jamak) termasuk penambahan sarana kendaraan Mobi-
Lab untuk uji lapangan.

b. Kelemahan (Weakness)

- Masih kurangnya koordinasi, kerjasama, sinkronisasi program serta adanya


kecenderungan berpola fikir lama bahwa pelaksanaan program kegiatan
hanya sebagai sarana untuk mempercepat penyerapan anggaran bukan
pelaksanaan program sebagai sarana pendukung pelaksanaan pembangunan
yang berkelanjutan ( sustainable development ).

- Masih adanya pelaksanaan program kegiatan pembangunan yang tidak


berpijak pada akar rumput masalah ( analisa awal pencegahan ) namun lebih
cenderung pada pelaksanaan program yang bersifat pemulihan setelah
terjadinya bencana.

- Masih kurangnya sinergi antara stakeholder terkait dalam memberikan hal-hal


yang bersifat informatif, komunikatif, sosialisasi, dan komitmen yang terus
menerus sebagai usaha untuk memberikan kesadaran masyarakat mengenai
pentingnya fungsi lingkungan dalam setiap kegiatan/usaha pembangunan.

- Masih adanya kegiatan yang bersifat top down dan tidak konsisten dalam
implementasi kegiatan.

- Masih adanya pengkotak kotakan peruntukan anggaran yang kurang sesuai


dengan kebutuhan strategis.

- Keterbatasan Kualitas Sumberdaya Manusia

Kelemahan yang nampak jelas dari kelembagaan BLH yaitu tidak


tersedianya sumber daya manusia yang memadai dan relevan dengan
kebutuhan pengelolaan lingkungan hidup.

Lembaga yang handal adalah lembaga yang didukung sumberdaya


manusia memadai. Tidak banyak ketersediaan sumberdaya manusia di daerah
yang berlatar belakang ilmu lingkungan atau ilmu-ilmu yang mendukung
pengelolaan lingkungan hidup.

Sampai dengan tahun 2008, jumlah sumber daya manusia untuk


pegawai yang telah memiliki sertifikat AMDAL penyusun sebanyak 14 orang,
AMDAL penilai sebanyak 13 orang, tenaga ahli laboratorium 15 orang dan
tenaga dibidang auditor lingkungan 6 orang. Dan sumber daya manusia yang tak
kalah pentingnya adalah tenaga ahli dibidang hukum lingkungan yang disebut
sebagai penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) lingkungan hidup. Saat ini hanya
ada 6 orang di BLH Jatim sebagai pejabat pengawas lingkungan hidup daerah
(PPLHD) dan 31 orang PPNS tersebar di Kabupaten/Kota di Jawa Timur.

Dari sumberdaya manusia tersebut di atas sebagian besar berada di


BLH Provinsi Jawa Timur dan beberapa Kabupaten/Kota yang berwenang di
bidang lingkungan hidup. Meskipun telah mengalami penambahan sumberdaya
manusia bidang lingkungan hidup namun jumlah dan penyebarannya belum
sesuai dengan kebutuhan dan tanggung jawab pengelolaan lingkungan hidup
diseluruh Jawa Timur.

Hal ini merupakan kelemahan utama dari organisasi Badan


Lingkungan Hidup. Sehingga sangat bisa jadi sumberdaya manusia untuk
pengelolaan lingkungan hidup daerah diambil dari bidang-bidang yang tidak
relevan. Sehingga persyaratan instrumen pengelolaan lingkungan hidup di
daerah tidak dapat dipenuhi. Sebagai contoh, salah satu kriteria pembentukan
komisi penilai AMDAL berdasarkan PP No 25 Tahun 2000 untuk daerah otonom,
mensyaratkan bahwa :

“Tersedianya sumber daya manusia yang telah lulus mengikuti pelatihan Dasar-dasar
AMDAL dan/atau Penyusunan AMDAL dan/atau Penilaian AMDAL khususnya diinstansi
pemerintah untuk melaksanakan tugas dan fungsi komisi penilai.”

Lalu pertanyaannya adalah apakah sudah tersedia sumberdaya


manusia yang sesuai dengan kriteria tersebut di atas pada seluruh daerah
otonom? sehingga instrumen AMDAL yang merupakan salah satu instrumen
pengelolaan lingkungan hidup dapat dijalankan?

Apabila mengamati data dari BLH seperti diatas, diketahui bahwa


ketersediaan sumberdaya yang dipersyaratkan tersebut dapat dipenuhi oleh
pemerintah Jawa Timur sebagai leading sektor pengelola lingkungan hidup se
Jawa Timur, disatu sisi BLH bersemangat melaksanakan pembangunan, tetapi di
sisi lain instrumen AMDAL tidak dapat berjalan, padahal AMDAL merupakan
salah satu prasyarat bagi proses pengambilan keputusan penyelenggaraan
usaha atau kegiatan pembangunan (pasal 15 UU LH No. 23 tahun 1997 dan
pasal 1 (1) PP No. 27 tahun 1999 tentang AMDAL). Selain itu juga AMDAL
merupakan bagian dari studi kelayakan rencana usaha dan/atau kegiatan (pasal
2 (1) PP No. 27 tahun 1999).

Jadi, secara legal apabila suatu kegiatan yang masuk kriteria


melakukan ketentuan AMDAL namun tidak dipenuhi, tentu kegiatan tersebut
tidak dapat diizinkan beroperasi oleh instansi berwenang.

2. Lingkungan Eksternal

a. Oppotunity (Kesempatan)

- Adanya UU PPLH 2009 sebagai pengganti UU No. 23 Tahun 1997.

- Meningkatnya kesadaran masyarakat atas hak nya untuk mendapatkan


lingkungan hidup yang baik dan sehat

- Adanya motivasi, keyakinan dan komitmen yang terus tumbuh berkembang


dari aparatur pengelola lingkungan hidup untuk meningkatkan kinerjanya
dalam mendukung pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang lebih
mengedepankan aspek dan penyelamatan fungsi lingkungan hidup.
- Tersedianya instrumen yang dapat meningkatakan kinerja lingkungan industri
dan masyarakat seperti program PROPER, ADIPURA, ADIWIYATA,
KALPATARU, dll

- Adanya sektor perbankan yang dapat mendukung program pengendalian


pencemaran lingkungan seperti adanya bunga lunak dan pembebasan biaya
bea cukai untuk import peralatan pengendalian pencemaran serta
pengendalian pengeluaran kredit terhadap industri yang tidak ramah
lingkungan.

- Tersedinya akademisi dari berbagai perguruan tinggi yang dapat memberikan


solusi ilmiah untuk mengatasi pencemaran lingkungan.

- Adanya sumber dana dari pihak industri dan pelaku kegiatan usaha lain untuk
mengatasi permasalahan pencemaran lingkungan.

- Adanya tuntutan global terhadap pelaku usaha untuk menerapkan teknologi


ramah lingkungan.

- Adanya dukungan kerjasama baik dari institusi Akademisi, LSM pemerhati


lingkungan maupun dari negara-negara maju pemerhati lingkungan berupa
studi dan transfer ilmu dan teknologi mengenai usaha pengelolaan lingkungan
hidup yang lebih baik.

- Adanya standard Internasional dan Standard Nasional dibidang pengelolaan


lingkungan.

Ada beberapa peluang bagi Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa


Timur untuk meningkatkan kinerja sesuai dengan tupoksinya sebagai salah satu
institusi pelayanan utama kepada masyarakat, yaitu:

Pertama, dengan disahkannya Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup yang disahkan DPR RI, sebagai pengganti Undang-Undang
Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 1997, maka harapan untuk
melaksanakan pembangunan berkelanjutan ( sustainable development ) yang
lebih mengedepankan aspek dan pelestarian fungsi lingkungan akan semakin
menjadi jelas. Sebagaimana kita ketahui sebelumnya UU No.23/1997
meskipun telah bermanfaat bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup di
Indonesia, tetapi efektifitas implementasinya belum dapat mencapai tujuan
yang diharapkan karena adanya persoalan pada masalah substansial,
struktural maupun kultural.

Dengan lahirnya UU PPLH yang baru ini kedepan risiko bencana ekologi yang
semakin masif dan dan tak terkendali sebagai akibat tingkah manusia yang
selalu mengedepankan fungsi ekonomi sebagai tolok ukur pembangunan
akan dapat diminimalisir dan ditekan. Ini juga berarti bahwa secara
fungsional BLH mulai saat ini akan menjadi lembaga yang sangat
diperhitungankan dan dibutuhkan sebagai konsekuensi dari semakin
intensifnya pembangunan di daerah. Karena dengan adanya UU PPLH yang
baru mewajibkan pemerintah daerah membuat kajian lingkungan hidup
strategis ( KLHS ) yang pada intinya adalah untuk memastikan penerapan
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
kebijakan, rencana, dan program pembangunan

Kedua, BLH juga berpeluang melakukan kerjasama yang intensif untuk


memperkuat perannya dengan badan atau lembaga internasional pada bidang
lingkungan hidup yang banyak melakukan kegiatan di Indonesia terutama
pada lokasi-lokasi yang memiliki keunikan ekosistem. BLH memiliki
kesempatan besar untuk mengembangkan diri sebagai lembaga yang
dinamis, tidak terkesan birokratis dan selalu inovatif merespon isu-isu
lingkungan hidup di provinsi Jawa Timur pada khususnya dengan cara
melakukan kerjasama intensif dengan lembaga-lembaga internasional
tersebut.

Ketiga, Dengan peran BLH yang semakin dinamis dan terbuka, maka BLH akan
semakin berpeluang untuk selalu didukung masyarakat yang mulai
memahami dan peduli terhadap usaha pengelolaan lingkungan hidup. Kondisi
ini sejalan dengan makin meningkatnya pengetahuan masyarakat. Dengan
kehidupan bermasyarakat yang makin demokratis, transparan dan berani,
memberikan dukungan kuat bagi inisiatif masyarakat untuk kontrol dan claim
bagi pelaku-pelaku perusakan lingkungan hidup, serta bagi prakarsa dan
partisipasi dalam pemeliharaan lingkungan hidup.

Keempat, Dengan adanya tuntutan global bagi para pelaku usaha untuk lebih
meningkatkan kualitas produksi dengan penggunaan teknologi yang ramah
lingkungan serta semakin ketatnya standar yang diterapkan dalam usaha
pengelolaan lingkungan hidup, maka BLH berpeluang untuk mendapatkan
dana dari pihak ketiga. Hal ini akan semakin meningkatkan performan
kinerjanya dengan menyusun rencana strategi program kegiatan yang lebih
menguntungkan bagi masyarakat untuk mendapatkan kualitas hidup sehat
yang lebih baik tanpa mengorbankan kepentingan pelaku usaha dalam
menjalankan roda ekonominya dalam pembangunan.

b. Ancaman (Threats)

- Laju kerusakan dan pencemaran lingkungan yang terjadi tidak sebanding


dengan usaha pencegahan, pemulihan dan pengelolaan lingkungan yang
dilakukan.

- Waktu kritis atau titik jenuh dari kemampuan alam dalam


menampung/menghadapi laju kerusakan dan pencemaran lingkungan akan
sangat berpengaruh pada perencanaan program yang akan semakin
kompleks, biaya yang semakin tak terjangkau, lama dan kemampuan
menanggulangi dampak yang terjadi.

- Adanya pola pemikiran (mindset) dari sebagian masyarakat baik dari kalangan
industri maupun masyarakat umum untuk tetap menghalalkan segala cara
serta mengabaikan aturan pengelolaan lingkungan hidup karena alasan
desakan atau motif keuntungan ekonomi yang lebih besar.

- Kurangnya kesadaran masyarakat akan kewajibannya untuk menjaga dan


melestarikan fungsi lingkungan hidup.
- Jumlah penduduk yang semakin meningkat memicu peningkatan pencemaran
dari sumber domestik dan emisi kendaraan bermotor.

- Jumlah beban pencemaran dari industri dan kegiatan usaha lain baik skala
besar, menengah maupun kecil.

Titik Jenuh / Waktu Kritis Kemampuan Alam

Kemampuan Alam dalam menerima kondisi kerusakan yang dialaminya pada


titik tertentu akan memiliki titik jenuh/waktu kritis dimana Alam sukar atau hampir
mustahil untuk dipulihkan ke kondisi semula meskipun dengan waktu pemulihan yang
sangat panjang. Hal ini bisa terjadi apabila laju kerusakan yang terjadi tidak
sebanding dengan usaha pemulihan yang dilakukan. Dengan semakin banyaknya serta
menyebarnya lokasi bencana ekologi yang ditimbulkan oleh ulah-polah manusia
sedangkan dana yang dibutuhkan untuk mewujudkan rencana program pemulihan
yang sangat terbatas, maka dibeberapa tempat lokasi bencana ekologis yang belum
sempat tertangani akan semakin parah menuju titik kritisnya. Hal ini kedepan akan
semakin menyulitkan BLH dalam menentukan kebijakan dalam penanganannya, dilain
pihak dana yang dibutuhkan tentu akan semakin besar.

Paradigma Pembangunan yang sempit

Sebagian Kepala Daerah ataupun pejabat di daerah tidak jarang masih


memandang bahwa otonomi adalah kesempatan pemanfaatan sumber-sumber daerah
untuk dikelola semaksimal mungkin dan digunakan oleh daerahnya sendiri dengan
mengabaikan faktor lingkungan sebagai pertimbangan utama. Egoisme yang berlatar
belakang ekonomi tersebut dapat berakibat diabaikannya prinsif holistik pengelolaan
lingkungan hidup. Dilain pihak ada pula dari sebagian masyarakat baik dari kalangan
industri maupun masyarakat umum untuk tetap menghalalkan segala cara serta
mengabaikan aturan pengelolaan lingkungan hidup karena alasan desakan atau motif
keuntungan ekonomi yang lebih besar.

Paradigma atau pemikiran-pemikiran yang keliru seperti ini meskipun dalam


prosentase yang kecil dari kebijakan pemimpin daerah ataupun pelaku usaha sedikit
banyak akan memberikan dampak yang tidak bisa diremehkan dalam kelancaran
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Padahal dalam mewujudkan pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan tersebut semua aspek dan parameter pendukung seperti
peningkatan kesadaran masyarakat, kerjasama antar sektor terkait, kebijakan dan
aturan yang harus diterapkan harus didukung secara bulat oleh semua pihak yang
berkepentingan.
Berdasarkan hasil analisis lingkungan strategis maka ditetapkan 4 Strategi
Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur sebagai berikut:

- Pro Cooperation :

Pemerintah, Swasta, Masyarakat dan Akademisi bersatu padu mengatasi


permasalahan lingkungan di Jawa Timur

- Pro Green Development

(Mengedepankan pembangunan yang berwawasan lingkungan di semua sektor).

- Pro Green Law Enforcement

(Penegakan hukum yang berpihak pada lingkungan hidup melalui Penguatan


jejaring aparatur penegak hukum lingkungan).

- Green Regulation & Budgeting

(Kebijakan dan Pendanaan yang pro lingkungan)


BAB V
RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN
KELOMPOK SASARAN

5.1. Rencana Program dan Kegiatan


Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan
yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan
tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang
dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. (UU No. 25 Th. 2004 Pasal 1 Ayat (16), PP
No. 8 Th. 2008 Pasal 1 Ayat (13)).
Kegiatan adalah Bagian dari program yang dilaksakan oleh satu atau
beberapa satuan kerja sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu
program, terdiri dari sekumpulan tindangan pengerahan sumber daya berupa personil
(sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana atau
kombinasi daripada atau kesemua jenis sumber daya tersebut (Permenpan No.
PER/09/M.PAN/5/2007 Pasal 1 Ayat (8)). Oleh karena itu setiap program dan
kegiatan harus terkait dengan suatu sasaran dan kebijakan yang telah ditetapkan.
Program dan kegiatan tersebut harus konsisten dengan RPJMD.
Dalam RPJMD telah ditetapkan program Prioritas dan Program Penunjang
serta arahan kegiatan pokok pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi
lingkungan hidup sebagai berikut :

Program Prioritas
a. Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup
Program ini bertujuan meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya
mencegah perusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup, baik di darat,
perairan tawar, dan laut, maupun udara, sehingga masyarakat memperoleh
kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup dititik
beratkan, antara lain pada:
1. Pengawasan Kinerja Pengelolaan Lingkungan Industri Hasil Tembakau
2. Penerapan AMDAL bagi Usaha dan Kegiatan Industri Rokok dan Perkebunan
Tembakau
3. Penyusunan regulasi pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan
hidup, pedoman teknis, baku mutu (standar kualitas) lingkungan hidup, dan
penyelesaian kasus pencemaran dan perusakan lingkungan secara hukum
4. Pengembangan dan penerapan berbagai instrumen pengelolaan lingkungan
hidup, termasuk tata ruang, kajian dampak lingkungan, dan perijinan
5. Pemantauan Kualitas Udara dan Air Tanah di Perkotaan, Kualitas Air
Permukaan, serta Kualitas Air Laut di Kawasan Pesisir
6. Pengawasan Penaatan Baku Mutu Air Limbah, Emisi atau Gas Buang dan
Pengelolaan Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
7. Peningkatan Kelembagaan Laboratorium Lingkungan, serta Fasilitas
Pemantauan Udara (Ambient) di Kota-kota Besar
8. Pengembangan Teknologi yang Berwawasan Lingkungan, termasuk
Teknologi Tradisional dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam, Pengelolaan
Limbah, dan Teknologi Industri yang Ramah Lingkungan
9. Upaya Konservasi Tanah dan Air pada Budidaya Tanaman Tembakau
10. Sosialisasi tentang Bahaya Pencemaran Udara akibat Merokok pada
Masyarakat sejak Dini dan Publikasi Pengelolaan Lingkungan Industri Rokok
dan Pendukungnya

a. Program Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam


Program ini bertujuan melindungi sumber daya alam dari kerusakan, dan
mengelola kawasan yang sudah ada untuk menjamin kualitas ekosistem agar
fungsinya senagai penyangga sistem kehidupan dapat terjaga dengan baik.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup dititik
beratkan, antara lain pada:
1. Pengembangan koordinasi kelembagaan pengelolaan daerah aliran sungai
(DAS) terpadu.
2. Pengembangan daya dukung dan daya tampung lingkungan
3. Pengelolaan dan perlindungan keanekaragaman hayati dari ancaman
kepunahan.
4. Pengembangan kemitraan dalam rangka perlindungan dan pelestarian
sumber daya alam.

b. Program Rehabilitasi dan Pemulihan Cadangan Sumber Daya Alam


Program ini bertujuan Merehabilitasi alam yang telah rusak, dan mempercepat
pemulihan cadangan sumber daya alam, sehingga selain berfungsi sebagai
penyangga sistem kehidupan, juga memiliki potensi dimanfaatkan secara
berkelanjutan.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup dititik
beratkan, antara lain pada:
1. Rehabilitasi daerah hulu untuk menjamin pasokan air irigasi pertanian, dan
mencegah terjadinya erosi dan sedimentasi di wilayah sungai dan pesisir
2. Rehabilitasi ekosistem dan habitat yang rusak di dalam kawasan hutan dan
di luar kawasan hutan, pesisir (terumbu karang dan mangrove) serta
pengembangan sistem manajemen pengelolaannya

Program Penunjang
a. Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam
dan Lingkungan Hidup
Program ini bertujuan meningkatkan kapasitas pengelolaan sumber daya alam
dan fungsi lingkungan hidup melalui tata kelola yang baik (good
environmental governance) berdasarkan prinsip transparansi, partisipasi dan
akuntabilitas.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup dititik
beratkan, antara lain pada:
1. Penegakan hukum terpadu dan penyelesaian hukum atas kasus perusakan
sumber daya alam dan lingkungan hidup.
2. Peningkatan pendidikan lingkungan hidup formal dan non formal.
3. Pengembangan program Good Environmental Governance (GEG) secara
terpadu
4. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pengelola Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup
5. Pendidikan Kemasyarakatan Produktif melalui Peningkatan Sumber Daya
Manusia Pengawas Lingkungan

b. Program Peningkatan Kualitas dan Akses Informasi Sumber Daya Alam


dan Lingkungan Hidup
Program ini bertujuan meningkatkan kualitas dan akses informasi sumber daya
alam dan lingkungan hidup dalam rangka mendukung perencanaan pemanfaatan
sumber daya alam dan perlindungan fungsi lingkungan hidup.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup dititik
beratkan, antara lain pada:
1. Peningkatan pelibatan peran masyarakat dalam bidang informasi dan
pemantauan kualitas lingkungan hidup
2. Penyebaran dan Peningkatan Akses Informasi kepada Masyarakat, termasuk
Informasi Mitigasi Bencana dan Potensi Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Setelah penetapan program organisasi, maka yang dilalkukan adalah perumusan dan
penetapan Kegiatan guna pengukuran masing-masing program sebagai standar
keberhasilan yang berorientasi pada hasil yang akan dicapai. Pencapaian kinerja akan
dapat diukur dengan baik apabila terdapat satuan pengukuran secara jelas, yang
dirumuskan dalam program aksi dan dijabarkan kedalam aktifitas atau kegiatan Instansi
Pemerintah yang disusun dengan dimensi waktu tahunan.

5.2. Kelompok Sasaran


Kelompok sasaran Rencana Strategis Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur
adalah sebagai berikut:
1. Dinas/Instansi Pengelola Lingkungan Hidup se Jawa Timur.
2. Dinas/Instansi terkait pengelola lingkungan hidup ditingkat Provinsi maupun
Kab./Kota.
3. Masyarakat diwilayah Hulu DAS Brantas
4. Masyarakat disempadan kali Brantas
5. Masyarakat Pondok Pesantren
6. Masyarakat dilingkungan sekolah
7. Industri/Usaha/Industri yang berpotensi sumber pencemar
5.3. Indikator Kinerja
Badan Lingkungan Hidup telah menyusun indikator kinerja utama untuk Tahun 2010 –
1014 adalah sebagai berikut:

Indikator kinerja Utama Badan Lingkungan Hidup untuk Tahun 2010 – 1014
Tujuan Sasaran Rencana RENCANA TINGKAT CAPAIAN
Tingkat SASARAN TAHUNAN
Uraian Indikator Capaian 2010 2011 2012 2013 2014
Memelihara kualitas Pengendalian Beban % penurunan beban 21 % 8 12 15 18 21
dan fungsi Pencemaran Air Limbah pencemaran parameter
lingkungan hidup Industri kunci BOD, COD
serta meningkatkan Pengendalian % pemenuhan jumlah 35 % 15 20 25 30 35
perbaikan Pencemaran Emisi industri terhadap baku
pengelolaan SDA Sumber Tidak Bergerak mutu
Pengendalian Limbah B3 % ketaatan terhadap 35 % 15 20 25 30 35
per-UU Pengelolaan
Limbah B3

Untuk penjelasan Indikator Utama Badan Lingkungan Hidup Tahun 2010 – 2014 dapat
diuraikan berikut:

1. Pengendalian Beban Pencemaran Air Limbah Industri


Penghitungan prosentase penurunan BOD dan COD diperoleh dengan
menghitung jumlah penurunan beban pencemaran BOD dan COD dari industri
prioritas di Jawa Timur, dimana:
- Data tahun 2009 dijadikan data awal (X ton BOD/Tahun) dan (A ton
COD/Tahun)
- Data tahun tahun berikutnya (Y ton BOD/tahun) dan (B ton COD/tahun)
digunakan untuk menghitung penurunan beban pencemaran
- Penurunan beban pencemaran BOD = [(X-Y)/X]*100%
- Penurunan beban pencemaran BOD = [(A-B)/A]*100%
Melalui penghitungan ini, diharapkan progres kinerja pengelolaan limbah cair oleh
industri prioritas di Jawa Timur dapat diketahui secara kuantitatif berdasarkan
jumlah penurunan beban pencemaran (Khususnya BOD dan COD) yang
dilepaskan oleh industri industri dimaksud ke lingkungan.

2. Pengendalian Pencemaran Emisi Sumber Tidak Bergerak


Penghitungan prosentase pemenuhan jumlah industri terhadap baku mutu
diperoleh dengan menghitung jumlah industri yang emisi gas buangnya sudah
memenuhi baku mutu, dimana:
- Pada tahun 2009 ditetapkan jumlah industri prioritas yang akan dihitung
pemenuhan baku mutunya (X).
- Pada tahun tahun berikutnya, dihitung jumlah industri yang memenuhi baku
mutu (Y) (dari X industri)
- Prosentase pemenuhan baku mutu = Y/X*100%
Melalui perhitungan ini, progress peningkatan kinerja pengelolaan udara emisi
sumber tidak bergerak dari industri prioritas di Jawa Timur dapat diketahui.

3. Pengendalian Limbah B3
Penghitungan prosentase ketaatan industri terhadap peraturan perundang-
undangan dibidang pengelolaan limbah B3 diperoleh dengan menghitung jumlah
industri yang sudah taat, khususnya terkait perijinan, dimana:
- Pada tahun 2009 ditetapkan jumlah industri prioritas yang akan dihitung
ketaatannya (X).
- Pada tahun tahun berikutnya, dihitung jumlah industri yang sudah
taat/lengkap perijinannya (Y) (dari X industri)
- Prosentase ketaatan = Y/X*100%
Melalui perhitungan ini, progress ketaatan industri prioritas di Jawa Timur
terhadap peraturan perundangan dibidang pengelolaan limbah B3 dapat diketahu
kuantitasnya.

Untuk rincian indikator kinerja perkegiatan secara keseluruhan sebagaimana dijelaskan


pada tabel berikut:
RENCANA STRATEGIS 2010 – 2014 (Rencana Kegiatan Tahunan)
INSTANSI : BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TIMUR
VISI : Terwujudnya Lingkungan Hidup Jawa Timur Yang Baik dan Sehat
MISI : Bersama mewujudkan peningkatan kualitas lingkungan hidup dan pelestarian sumber daya alam di Jawa Timur

RENCANA TINGKAT CAPAIAN SASARAN


SASARAN CARA MENCAPAI TUJUAN DAN SASARAN
TAHUNAN
TUJUAN RENCANA
URAIAN INDIKATOR TINGKAT 2010 2011 2012 2013 2014 PROGRAM KEGIATAN
CAPAIAN
Memelihara kualitas dan fungsi Pengendalian Beban % penurunan beban 21 % 8 12 15 18 21
lingkungan hidup serta meningkatkan Pencemaran Air Limbah pencemaran parameter kunci
perbaikan pengelolaan SDA Industri BOD, COD
Pengendalian Pencemaran % pemenuhan jumlah 35 % 15 20 25 30 35
Emisi Sumber Tidak Bergerak industri terhadap baku mutu
Pengendalian Limbah B3 % ketaatan terhadap per-UU 35 % 15 20 25 30 35
Pengelolaan Limbah B3
Meningkatkan kualitas lingkungan Mengidentifikasi kinerja Meningkatnya kinerja 35 25 30 30 35 35 PROGRAM UTAMA a. Pengawasan Kinerja
hidup dalam upaya mencegah kegiatan hasil tembakau dalam kegiatan hasil tembakau Kegiatan/ 1. Program Pengelolaan Lingkungan
perusakan dan/atau pencemaran pengelolaan lingkungan hidup dalam pengelolaan Usaha pengendalian Industri Hasil Tembakau
lingkungan hidup, baik di darat, pencemaran dan (cukai)
lingkungan hidup
perairan tawar, dan laut, maupun udara, perusakan
sehingga masyarakat memperoleh Monitoring pelaksanaan Pembangunan IPAL Rumah 15 IPAL 3 3 3 3 3 lingkungan hidup b. Penerapan AMDAL bagi
kualitas lingkungan hidup yang bersih pengelolaan lingkungan Sakit Paru (3 IPAL RS) Usaha dan Kegiatan
dan sehat. industri rokok dan perkebunan Industri Rokok dan
Pendampingan ISO 14001 25 industri 3 4 5 6 7
mengacu AMDAL dokumen Perkebunan Tembakau
bagi industri rokok dan
UKL/UPL
perkebunan tembakau (3
Industri)
Pengadaan peralatan 5 Paket 1 1 1 1 1
laboratorium uji kualitas
udara untuk pemantauan
udara ambient industri rokok
dan pendukungnya (1 paket)
Memperkuat instrumen Jumlah peraturan Daerah 3 Perda 1 0 1 0 1 c. Penyusunan regulasi
peraturan perundang undangan pengelolaan lingkungan pengendalian pencemaran
lingkungan hidup serta hidup yang di susun dan perusakan lingkungan
meningkatkan upaya pentaatan hidup, pedoman teknis,
dan penegakan hukum baku mutu (standar
lingkungan secara konsisten kualitas) lingkungan hidup,
dan penyelesaian kasus
pencemaran dan perusakan
lingkungan secara hukum
RENCANA TINGKAT CAPAIAN SASARAN
SASARAN CARA MENCAPAI TUJUAN DAN SASARAN
TAHUNAN
TUJUAN RENCANA
URAIAN INDIKATOR TINGKAT 2010 2011 2012 2013 2014 PROGRAM KEGIATAN
CAPAIAN
Peningkatan kualitas penilai Bertambahnya Jumlah 13 5 2 2 2 2 d. Pengembangan dan
Amdal Kab./Kota Kab./Kota yang dapat Kab./Kota penerapan berbagai
melaksanakan penilaian instrumen pengelolaan
AMDAL lingkungan hidup, termasuk
tata ruang, kajian dampak
lingkungan, dan perijinan
Menurunkan Beban Prosentase penurunan beban 21 % 8 12 15 18 21 e. Pemantauan Kualitas Udara
Pencemaran lingkungan pencemaran parameter kunci dan Air Tanah di Perkotaan,
melalui pemantauan kualitas BOD, COD Kualitas Air Permukaan,
lingkungan air badan air serta Kualitas Air Laut di
(PROKASIH) Kawasan Pesisir
Menurunkan Beban Prosentase penurunan beban 21 % 8 12 15 18 21 f. Pengawasan Penaatan Baku
Pencemaran lingkungan pencemaran parameter kunci Mutu Air Limbah, Emisi
melalui pengawasan/ Inspeksi BOD, COD atau Gas Buang dan
pengelolaan kualitas Pengelolaan Limbah B3
lingkungan pada sumber (Bahan Berbahaya dan
pencemar dan kerusakan Beracun)
lingkungan.
Pendampingan akreditasi Jumlah Laboratorium 5 Lab 1 1 1 1 1 g. Peningkatan Kelembagaan
Laboratorium Kualitas Kab./Kota yang terakreditasi Laboratorium Lingkungan,
lingkungan Kab./Kota serta Fasilitas Pemantauan
Pembangunan Laboratorium Gedung Laboratorium uji 100 % 75 100 - - - Udara (Ambient) di Kota-
Uji Kualitas Lingkungan BLH kualitas lingkungan kota Besar

Pengembangan Teknologi yang Meningkatkan pengolahan 13 IPAL 2 3 3 3 3 h. Pengembangan Teknologi


Berwawasan Lingkungan limbah dan teknologi industri yang Berwawasan
yang ramah lingkungan di Lingkungan, termasuk
sempadan kali Surabaya Teknologi Tradisional
dengan sarana IPAL dalam Pengelolaan SDA,
Pondok Pesantren yang 9 IPAL 1 2 2 2 2 Pengelolaan Limbah, dan
ramah lingkungan dengan Teknologi Industri yang
sarana IPAL Ramah Lingkungan
Memfasilitasi kelompok tani Meningkatnya kesadaran 48 orang 8 10 10 10 10 i. Upaya Konservasi Tanah
tembakau untuk melaksanakan Petani tembakau terhadap dan air pada budidaya
budidaya tanaman tembakau budidaya tanaman tembakau tanaman tembakau
yang ramah lingkungan
yang ramah lingkungan
RENCANA TINGKAT CAPAIAN SASARAN
SASARAN CARA MENCAPAI TUJUAN DAN SASARAN
TAHUNAN
TUJUAN RENCANA
URAIAN INDIKATOR TINGKAT 2010 2011 2012 2013 2014 PROGRAM KEGIATAN
CAPAIAN
Sosialisasi dan tentang bahaya Meningkatnya kesadaran 800 orang 160 160 160 160 160 j. Sosialisasi tentang Bahaya
pencemaran udara akibat masyarakat tentang bahaya Pencemaran Udara akibat
merokok dan Publikasi pencemaran udara akibat Merokok pada Masyarakat
merokok sejak Dini dan Publikasi
pengelolaannya
Publikasi tentang 13 2 2 3 3 3 Pengelolaan Lingkungan
pencemaran udara akibat publikasi Industri Rokok dan
merokok Pendukungnya
Melindungi sumber daya alam dari Penyusunan Strategi Strategi pengelolaan Daerah 4 laporan 0 1 1 1 1 2. Program a. Pengembangan koordinasi
kerusakan, dan mengelola kawasan pengelolaan Daerah Alran Alran Sungai (DAS) terpadu Perlindungan dan kelembagaan pengelolaan
yang sudah ada untuk menjamin Sungai (DAS) terpadu Konservasi Sumber daerah aliran sungai (DAS)
kualitas ekosistem agar fungsinya Daya Alam terpadu
senagai penyangga sistem kehidupan
dapat terjaga dengan baik Membangun kesadaran dan Meningkatnya kesadaran 30 lokasi 4 4 6 6 10 b. Peningkatan
meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat
masyarakat masyarakat atas Perlindungan dan Konservasi dan dunia usaha dalam
perlindungan sumber daya
hak dan kewajibannya dalam Sumber Daya Alam
alam
pengelolaan lingkungan hidup
Fasilitasi pelaksanaan Rekomendasi teknis dalam 18 6 3 3 3 3 c. Pengembangan daya
kewenangan ijin pembuangan IPLC Kab./Kota dukung dan daya tampung
air limbah di Kab./Kota lingkungan
Upaya Perlindungan Tersusunnya Strategi dan 3 laporan 2 2 2 2 2 d. Pengelolaan dan
Keanekaragaman Hayati dari Profil Keanekaragaman (Update) Perlindungan
Ancaman Kepunahan Hayati Jawa Timur Keanekaragaman Hayati
dari Ancaman Kepunahan,
baik yang Ada di Daratan,
maupun di Pesisir dan Laut

Mengembangkan kemitraan Pendampingan dan pelatihan 50 lokasi 8 8 10 12 12 e. Pengembangan Kemitraan


dalam Perlindungan dan masyarakat dalam PLH dengan Perguruan Tinggi,
Pelestarian Sumber Daya Alam Penataan lingkungan Ponpes 9 Ponpes 1 2 2 2 2 Masyarakat Setempat,
yang ramah lingkungan Lembaga Swadaya
melalui Dewan Lingkungan
Masyarakat, dan Dunia
Hidup Usaha dalam Perlindungan
dan Pelestarian Sumber
Daya Alam
RENCANA TINGKAT CAPAIAN SASARAN
SASARAN CARA MENCAPAI TUJUAN DAN SASARAN
TAHUNAN
TUJUAN RENCANA
URAIAN INDIKATOR TINGKAT 2010 2011 2012 2013 2014 PROGRAM KEGIATAN
CAPAIAN
Merehabilitasi alam yang telah rusak, Pelaksanaan Program Menuju Terlaksananya Program 10 laporan 2 2 2 2 2 3. Program a. Rehabilitasi ekosistem dan
dan mempercepat pemulihan cadangan Indonesia Hijau (Sosialisasi dan Menuju Indonesia Hijau (update) Rehabilitasi dan habitat yang rusak di
sumber daya alam, sehingga selain Pemetaan) dan Penilaian lomba (Sosialisasi dan Pemetaan) Pemulihan dalam kawasan hutan dan
berfungsi sebagai penyangga sistem GSP dan Penilaian lomba GSP Cadangan Sumber di luar kawasan hutan,
kehidupan, juga memiliki potensi Daya Alam pesisir (terumbu karang
dimanfaatkan secara berkelanjutan dan mangrove) serta
pengembangan sistem
manajemen
pengelolaannya
Upaya rehabilitasi dan Penghijauan pada sumber 16 2 2 4 4 4 b. Rehabilitasi daerah hulu
konservasi daerah hulu Brantas mata air Demplot untuk menjamin pasokan
air irigasi pertanian, dan
Pembuatan demplot 16 2 2 4 4 4 mencegah terjadinya erosi
pertanian ramah lingkungan Demplot dan sedimentasi di wilayah
sungai dan pesisir
Meningkatkan kualitas dan akses Meningkatkan pemahaman Meningkatnya peran serta 15 laporan 3 3 3 3 3 PROGRAM a. Peningkatan pelibatan
informasi sumber daya alam dan masyarakat dalam pengelolaan masyarakat dalam PLH PENUNJANG peran masyarakat dalam
lingkungan hidup dalam rangka lingkungan hidup dan melalui Peringatan Hari 1. Program bidang informasi dan
mendukung perencanaan pemanfaatan Peningkatan pemantauan kualitas
perumusan kebijakan oleh DLH Lingkungan, Pameran
sumber daya alam dan perlindungan Kualitas dan lingkungan hidup
fungsi lingkungan hidup Lingkungan dan optimalisasi Akses Informasi
pelayanan pengaduan Sumber Daya
masyarakat serta Alam dan
Peningkatan Peran DLH Lingkungan Hidup
dalam penyediaan informasi
dan kebijakan lingkungan

Menyediakan informasi Tersusunnya SLHD (Update) 5 laporan 1 1 1 1 1 b. Penyebaran dan


lingkungan hidup yang Penerbitan Bulletin 15 edisi 3 3 3 3 3 Peningkatan Akses
berkualitas Informasi kepada
Publikasi Lingkungan 8 publikasi 2 2 2 2 2 Masyarakat, termasuk
Informasi Mitigasi Bencana
Meningkatnya pengunjung 50.000 10.000 20.000 30.000 40.000 50.000
dan Potensi Sumber Daya
website BLH visitor
Alam dan Lingkungan
RENCANA TINGKAT CAPAIAN SASARAN
SASARAN CARA MENCAPAI TUJUAN DAN SASARAN
TAHUNAN
TUJUAN RENCANA
URAIAN INDIKATOR TINGKAT 2010 2011 2012 2013 2014 PROGRAM KEGIATAN
CAPAIAN
Sosialisasi pada masyarakat Meningkatnya Jumlah 500 orang 100 100 100 100 100 c. Sosialisasi tentang bahaya
sejak dini tentang bahaya masyarakat yang pencemaran udara akibat
pencemaran udara akibat tersosialisasikan merokok pada masyarakat
merokok dan publikasinya sejak dini dan publikasi
pengelolaan lingkungan
industri rokok dan
pendukungnya (cukai)
Meningkatkan kapasitas pengelolaan Pengawasan terhadap industri Meningkatnya Jumlah 60 kali 10 10 10 15 15 2. Program a. Penegakan hukum terpadu
sumber daya alam dan fungsi dan kegiatan usaha lain dengan industry yang taat terhadap patroli Pengembangan dan penyelesaian hukum
lingkungan hidup melalui tata kelola Patroli lingkungan peraturan perundang- Kapasitas atas kasus perusakan
yang baik (good environmental Pengelolaan sumber daya alam dan
undangan lingkungan hidup
governance) berdasarkan prinsip Sumber Daya lingkungan hidup
transparansi, partisipasi dan melalui Patroli terpadu Alam dan
akuntabilitas Lingkungan Hidup
Meningkatkan pengetahuan Meningkatnya Jumlah 300 50 50 50 75 75 b. Peningkatan pendidikan
dan pemahaman masyarakat Sekolah Berbudaya sekolah lingkungan hidup formal
khususnya dikomunitas sekolah Lingkungan (ADIWIYATA) dan non formal
tentang LH dan PLH
Meningkatnya kualitas kota Meningkatnya motivasi 30 25 26 27 28 30 c. Pengembangan program
sehat Adipura pengelolaan lingkungan Kab./Kota Kab./ Kab./ Kab./ Kab./ Kab./ Good Environmental
perkotaan menuju kota Kota Kota Kota Kota Kota Governance (GEG) secara
bersih dan teduh terpadu dengan program
good governance lainnya
Meningkatkan kapasitas Jumlah laporan pelaksanaan 15 laporan 3 3 3 3 3 d. Peningkatan Kapasitas
kelembagaan dan membangun pembangunan dibidang (update) Kelembagaan Pengelola
koordinasi harmonis antar lingkungan hidup Sumber Daya Alam dan
pemangku kepentingan dalam Fasilitasi Pelaksanaan 15 3 3 3 3 3 Lingkungan Hidup
pengelolaan lingkungan hidup. Standart Pelayanan Minimal Kab./Kota
(SPM) bidang lingkungan
hidup di Kab./Kota
Pelibatan masyarakat dalam Jumlah masyarakat yang 250 orang 50 50 50 50 50 e. Pendidikan
pengawasan lingkungan terlibat dalam pengawasan Kemasyarakatan Produktif
lingkungan melalui Peningkatan
Sumber Daya Manusia
Pengawas Lingkungan
BAB VI
PENUTUP

Rencana Strategis Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur Tahun


2010 – 2014 berfungsi sebagai pedoman, penentu arah, sasaran dan tujuan
bagi aparatur BLH dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan,
pengelolaan pembangunan, dan pelaksanaan pelayanan kepada stakeholders
yang ada. Rencana Strategis ini merupakan penjabaran dari visi dan misi Badan
Lingkungan Hidup yang mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) Provinsi Jawa Timur.
Dengan melaksanakan Rencana Strategis ini sangat diperlukan partisipasi,
semangat, dan komitmen dari seluruh aparatur Badan Lingkungan Hidup, karena
akan menentukan keberhasilan program dan kegiatan yang telah disusun. Dengan
demikian Rencana Strategis ini nantinya bukan hanya sebagai dokumen administrasi
saja, karena secara substansial merupakan pencerminan tuntutan pembangunan
yang memang dibutuhkan oleh stakeholders sesuai dengan visi dan misi yang ingin
dicapai.
Akhir kata semoga Rencana Strategis Badan Lingkungan Hidup Provinsi
Jawa Timur ini dapat diimplementasikan dengan baik sesuai dengan tahapan-
tahapan yang telah ditetapkan secara konsisten dalam rangka mendukung
terwujudnya good governance.

Surabaya, Oktober 2009

KEPALA BADAN LINGKUNGAN HIDUP


PROVINSI JAWA TIMUR

Ir. DEWI J PUTRIATNI, MSc


Pembina Utama Muda
NIP. 010 211 006

You might also like