Professional Documents
Culture Documents
TENTANG
c.
d.
Menimbang : 1.
2.
3.
4.
5.
6.
MEMUTUSKAN
Pasal 1.
Rencana Strategis Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014,
yang selanjutnya disebut RENSTRA Badan Lingkungan Hidup adalah dokumen
perencanaan SKPD untuk periode 5 (lima) tahun sejak Tahun 2010 sampai dengan 2014.
Pasal 2.
Rencana Strategis Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014
adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran dan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Keputusan Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur ini.
Pasal 3.
Ditetapkan di Surabaya
pada tanggal, Oktober 2009
Segala Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
perkenan dan hidayah-Nya maka dokumen “Rencana Strategis Badan Lingkungan
Hidup Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 - 2014” dapat disusun sebagai pedoman dan
acuan bagi Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur untuk melaksanakan program dan
kegiatannya dalam kurun waktu 5 tahun kedepan.
Dokumen ini merupakan hasil diskusi, ide-ide, masukan dan analisa yang telah
disepakati oleh berbagai pihak yang konsen dengan arah dan tujuan Badan Lingkungan
Hidup Provinsi Jawa Timur dalam melaksanakan prioritas program dan kegiatannya sebagai
salah satu instansi pelayanan masyarakat di bidang lingkungan hidup. Diharapkan dokumen
ini dapat menjadi salah satu sumber acuan dan pedoman, serta pertimbangan dalam
melakukan perencanaan dan evaluasi untuk melaksanakan upaya-upaya pengelolaan
lingkungan hidup bagi Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur secara terpadu dan
berkelanjutan, baik antar wilayah maupun antar sektor.
Dengan segala kerendahan hati, kami mohon masukan dan saran untuk terus dapat
meningkatkan kualitas dan arah serta tujuan pengelolaan Lingkungan Hidup yang lebih baik
di Jawa Timur. Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak,
khususnya anggota Tim RENSTRA Badan Lingkungan Hidup, pihak Akademisi serta LSM,
atas segala dukungan dan partisipasinya dalam menyusun dan menyempurnakan dokumen
ini.
Akhir kata semoga RENSTRA BLH Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014 ini
dapat memberikan informasi kepada masyarakat luas pada umumnya dan untuk lebih
meningkatkan kualitas serta kinerja BLH Provinsi Jawa Timur pada khususnya, sehingga
pengendalian dampak lingkungan di Jawa Timur dapat dilaksanakan secara optimal dan
terpadu dalam rangka menjaga serta melestarikan fungsi lingkungan hidup
PENDAHULUAN
1.1.1 Geografis
Provinsi Jawa Timur terletak pada 111˚0‟ hingga 114˚4‟ Bujur Timur,
dan 7˚12‟ hingga 8˚48‟ Lintang Selatan. Luas wilayah Provinsi Jawa Timur
mencapai 46.428 km², terbagi ke dalam empat badan koordinasi wilayah
(Bakorwil), 29 kabupaten, sembilan kota, dan 658 kecamatan dengan 8.457
desa/kelurahan (2.400 kelurahan dan 6.097 desa).
Secara umum wilayah Jawa Timur terbagi dalam dua bagian besar,
yaitu Jawa Timur daratan hampir mencakup 90% dari seluruh luas wilayah
Provinsi Jawa Timur, dan wilayah Kepulauan Madura yang sekitar 10% dari
luas wilayah Jawa Timur. Di sebelah utara, Provinsi Jawa Timur berbatasan
dengan Laut Jawa. Di sebelah timur berbatasan dengan Selat Bali. Di sebelah
selatan berbatasan dengan perairan terbuka, Samudera Indonesia, sedangkan
di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah.
1
Blitar, Kabupaten Malang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Mojokerto, dan
Kabupaten Jombang.
1.1.2 Topografi
Provinsi Jawa Timur dapat dibedakan menjadi tiga wilayah dataran,
yakni dataran tinggi, sedang, dan rendah. Dataran tinggi merupakan daerah
dengan ketinggian rata-rata di atas 100 meter dari permukaan laut (Magetan,
Trenggalek, Blitar, Malang, Batu, Bondowoso). Dataran sedang mempunyai
ketinggian 45-100 meter di atas permukaan laut (Ponorogo, Tulungagung,
Kediri, Lumajang, Jember, Nganjuk, Madiun, Ngawi). Kabupaten/kota (20)
sisanya berada di daerah dataran rendah, yakni dengan ketinggian di bawah 45
meter dari permukaan laut.
1.1.4 Klimatologi
1.1.5 Hidrologi
1.1.6 Kependudukan
1.2. Pengertian
Sesuai dengan masa jabatan Gubernur Jawa Timur, saat ini telah disusun
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Peraturan Gubernur
Jawa Timur Nomor 38 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 – 2014 untuk kurun waktu tahun
2009 – 2014. Dengan demikian maka RENSTRA Badan Lingkungan Hidup harus
konsisten dengan RPJMD dimaksud.
RENSTRA BLH Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014 disusun dengan
maksud menyediakan dokumen perencanaan bagi BLH untuk kurun waktu tahun
2010 – 2014.
3. Meningkatkan pelaksanaan tugas dan fungsi BLH beserta seluruh unit kerjanya
dalam pengendalian dampak lingkungan hidup dengan menerapkan prinsip
koordinasi, integrasi dan sinkronisasi.
12. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4614);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4663);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan
Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4664);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyusunan
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4817);
20. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah sebgaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah;
23. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 1 Tahun 2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Jawa Timur Tahun
2005-2025;
24. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 38 Tahun 2009 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa Timur 2009 – 2014;
25. Keputusan Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur tanggal 3
Pebruari 2009 Nomor : 188/40/KPTS/207/2009 tentang Tim Penyusun Rencanaan
Strategis Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 - 2014.
BAB II
Pada saat tahun disusunnya Renstra ini Unit Pelaksana Teknis (UPT) Laboratorium
Air Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur masih dalam proses.
Kelompok jabatan fungsional sampai saat ini sudah terbentuk. Walaupun hanya
dalam bidang perpustakaan, untuk kedepan masih diperlukan jabatan fungsional
lainnya untuk menampung personil-personil dengan keahlian khusus antara lain
PPNS dan PPLHD. Ketentuan-ketentuan yang dapat digunakan dalam pembentukan
Kelompok Jabatan Fungsional sebagai berikut :
- Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.: 145 Tahun 2004 tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengendali Dampak
Lingkungan dan Angka Kreditnya ;
- Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.: 146 Tahun 2004 tentang
Pedoman Kualifikasi Pendidikan Untuk Jabatan Fungsional Pengendali
Lingkungan ;
- Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.: 147 Tahun 2004 tentang
Kode Etik Profesi Pengendali Dampak Lingkungan ;
Struktur organisasi Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada
Gambar berikut:
2.2. Sumber Daya Manusia
- Fungsi, prioritas dan beban kerja dari setiap Sub. Bidang, Sub Bagian di BLH.
- Kemampuan anggaran
- Semua Kepala Bidang dan Kepala Sub Bidang Teknis seharusnya memiliki
kualifikasi sesuai dengan bidang tugas dan paling tidak memiliki pendidikan
Strata I.
- Setiap Kepala Sub. Bagian pada Sekretariat seharusnya memiliki kualifikasi strata
I dalam bidang perencanaan, hukum, keuangan, komunikasi dan
administrasi/manajemen.
- Staf di Sub Bidang teknis seharusnya 70% memiliki kualifikasi Strata I, 20%
sertifikat diploma/sertifikasi training yang relevan dengan isu-isu lingkungan.
Sedangkan 10% cukup berpendidikan SMU dan SLTP.
Bagian Jumlah
Sekretariat 39
Bidang Pengembangan Tata Lingkungan 15
Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pencemaran 18
Lingkungan
Bidang Konservasi dan Pemulihan Lingkungan 12
Bidang Komunikasi Lingkungan dan Peningkatan Peran 13
serta Masyarakat
Jumlah 98
Bagian Jumlah
Tenaga Kontrak Laboratorium 13
Tenaga Kontrak (Pemberkasan) 6
Tenaga Kontrak (Belum diangkat) 2
Jumlah 21
Pendidikan Jumlah
S2 24
S1 42
D3 4
SMA 22
SMP 4
SD 2
Jumlah 98
S1 D3
43% 4%
Tabel 4. Tingkatan Pangkat / Golongan PNS BLH Provinsi Jatim
Gol/Ruang Jumlah
IV/d -
IV/c 1
IV/b 4
IV/a 12
III/d 20
III/c 17
III/b 12
III/a 9
II/d 1
II/c 1
II/b -
II/a 17
I/c 3
I/a 1
Jumlah 98
Sarana dan Prasarana yang dimiliki BLH pada saat ini masih belum memadai
untuk menjadikan BLH Provinsi Jawa Timur sebagai organisasi yang profesional. BLH
Provinsi memiliki 1 mobil unit pengukuran udara yang dapat dipindahkan dari satu
lokasi ke lokasi lain dalam keadaan rusak sedangkan untuk 2 unit mobil pengukuran
kualitas air yang dilengkapi dengan peralatan sampling yang siap digerakan pada
setiap saat kalau terjadi kasus-kasus pencemaran belum ada masih dialokasikan pada
tahun anggaran 2009.
20.000.000.000
15.000.000.000
Rupiah
10.000.000.000
5.000.000.000
0
1 2 3 4 5
Tahun 2004 2005 2006 2007 2008
Aparatur / BL 1.748.265.00 4.987.745.60 5.945.710.45 3.437.580.50 4.510.183.00
Publik / BL 6.455.313.50 14.122.570.7 15.948.103.7 13.699.501.0 17.251.393.7
Jumlah 8.203.578.50 19.110.316.3 21.893.814.2 17.137.081.5 21.761.576.7
ISU STRATEGIS
Berdasar kajian kondisi dan situasi Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2006 –
2010 (Renstra PLH 2006 – 2010), dan potensi maupun isu strategis yang ada di Provinsi
Jawa Timur, dapat dirumuskan ada 5 (lima) isu pokok yang wajib mendapat perhatian
bersama, yaitu :
Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur melalui Balai Taman Hutan Raya
(Tahura) R. Soerjo mengelola kawasan Tahura R. Soerjo seluas 27.868,30 hektare,
dengan rincian Tahura seksi wilayah Malang (8.928,30 hektare), Tahura seksi wilayah
Pasuruan (4.607,30 hektare), dan Tahura seksi wilayah Mojokerto (11.468,10
hektare), dan Tahura seksi wilayah Jombang (2.864,70 hektare).
Hasil pantauan Citra Landsat (foto udara), Mei 2003, terhadap Tahura R.
Soerjo seluas 27.868,30 hektare, terdapat kawasan berhutan sekitar 13.387 hektare,
dan sisanya 14.000 hektare tidak berhutan lagi (gundul). Dari areal gundul yang
dikategorikan lahan kritis itu, 1.500 hektare di antaranya tergolong lahan kritis abadi,
yaitu sekitar puncak Gunung Welirang, dan Gunung Arjuno. Dengan demikian, tersisa
lahan kritis seluas 12.500 hektare. Penanganan lahan kritis berlangsung setiap tahun
melalui kegiatan reboisasi, yang rata-rata per tahun sekitar 1.000 hektare. Sampai
2008, sisa lahan yang masih tergolong kritis berkurang menjadi 8.286 hektare.
Untuk lahan kritis non-Tahura R. Soerjo, terbagi menjadi dua kategori, yakni
lahan kritis dalam kawasan, yaitu dalam kawasan hutan lindung (tidak termasuk areal
HPH, ex-HPH, areal bekas tebangan, dan areal hutan mangrove). Dan, lahan kritis luar
kawasan, yaitu di luar kawasan hutan (tidak termasuk lahan kritis areal hutan
mangrove di luar kawasan hutan).
Oleh karena itu untuk mengurangi masalah pesisir dan laut dibutuhkan
pendekatan kemasyarakatan yang menyeluruh, terencana, melibatkan fihak terkait,
serta konsisten dalam pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi. Dengan meningkatnya
pembangunan diwilayah pesisir yang kurang memperhatikan kelestarian lingkungan
hidup, utamanya didaerah Tuban, Lamongan, Gresik, Surabaya telah menyebabkan
kerusakan ekosistem pesisir dan laut. Sebagai contoh ekosistem mengrove di Jawa
Timur saat ini tercatat 37.237 Ha, dengan kondisi rusak seluas 11.124 Ha dan tanah
kosong yang ideal untuk ditanami mangrove sluas 5.242 Ha, sedangkan luas hutan
mangrove idealnya sebesar 45.000 Ha. Kondisi di Jawa Timur masih kurang optimal.
Untuk ekosistem terumbu karang di perairan laut Jawa Timur, pada tahun 2004
kondisi kerusakannya bervariasi antara 30 – 80 % yang tersebar antara lain di wilayah
pesisir Situbondo, dan beberpa pulau kecil diantaranya, Pulau Sabunten, Pulau Sesiil,
Pulau Bili Raja, Pulau Raas dan Pulau Mamburit.
1.3. Permasalahan Pencemaran Air, Tanah dan Udara
Pencemaran lingkungan, baik dalam medium air, udara maupun tanah telah
menjadikan kualitas lingkungan hidup menurun. Sumber-sumber pencemar dari
industri, domestik, maupun yang lain harus dapat diatasi, dalam bentuk pencegahan
maupun pengendalian. Dampak pencemaran yang bersifat akut atau kronis perlu
diantisipasi, agar sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal dan
berkelanjutan. Masalah pencemaran ini perlu ditangani secara sistemik, terencana,
taat asas dan terus menerus. Upaya pemulihan dan pencegahan juga harus dimulai
dari perencanaan hingga evaluasi pelaksanaannya, agar prinsip pembangunan
berkelanjutan dapat diterapkan dalam mencegah dan mengendalikan pencemaran
lingkungan.
Pada tahun 2003, tercatat pencemaran air dari industri sebanyak 14 kasus,
sedangkan tahun 2004 tercatat 5 kasus ditambah dengan kualitas air sungai yang
buruk pada masing-masing Daerah Aliran Sungai (DAS), terutama bagian hilir. Hal ini
juga diakibatkan oleh karena penggunaan pestisida yang tidak terpantau. Berdasarkan
indikator kualitas air, khususnya BOD (Biologycal Oxygen Demand) dan COD
(Chemical Oxygen Demand), pada tahun 2004 sungai Brantas mencapai BOD : 18, 83
Mg/l, COD : 39,59 Mg/l yang masing-masing diatas ambang batas baku mutu yang
ditetapkan yaitu BOD : 6 Mg/l dan COD :10 Mg/l. Hasil penghitungan secara statisik (
metode STORET) untuk menentukan status kualitas air sungai di DAS Brantas
menunjukkan bahwa Kali Brantas di daerah hulu dan tengah (mulai dari jembatan
pendem kota batu sampai dengan DAM Lengkong) berada pada kondisi tercemar
sedang dan di hilir (mulai dari DAM lengkong hingga pecah menjadi Kali surabaya dan
Kali Porong sampai ke muara) tercemar berat.
Kelima isu tersebut perlu diterjemahkan dalam program dan kegiatan yang
mendukung berbagai upaya perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi Pengelolaan
Lingkungan Hidup (PLH), dalam rangka menjaga agar pembangunan tetap terlanjutkan, dan
sumberdaya alam dan lingkungan dapat lestari guna pemanfaatan yang terkendali, serta
membangun sikap ramah dengan lingkungan alam sekitarnya. Pembangunan akan menjadi
tak terlanjutkan, apabila para fihak terkait mengabaikan atau meninggalkan wawasan dan
kesadaran tentang kelestarian fungsi lingkungan hidup
BAB IV
4.1. Visi
4.2. Misi
Mengingat bahwa permasalahan lingkungan merupakan suatu permasalahan
kompleks yang ditimbulkan oleh berbagai aktivitas manusia baik aktifitas yang
terorganisir dalam skala besar seperti kegiatan industri dan kegiatan usaha yang lain,
maupun permasalahan sosial kemasyarakatan yang tidak terorganisir namun sudah
menjadi bagian dari pola hidup masyarakat karena terkait dengan faktor ekonomi dan
sosial budaya seperti penebangan hutan secara liar, pembuangan sampah secara
sembarangan, emisi kendaraan bermotor dan lain lain, serta lemahnya kontrol dari
pihak pemerintah sehingga mengakibatkan adanya pemanfaatan lahan yang tidak
sesuai dengan peruntukannya maka penyelesaian masalah tidak akan dapat terwujud
tanpa adanya kerja sama dan partisipasi dari semua pihak.
Kualitas lingkungan hidup saat ini relatif masih rendah dan keberadaan
sumber daya alam yang mengalami banyak kerusakan maka salah satu cara untuk
mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah melalui upaya peningkatan
kualitas lingkungan dan pelestarian sumber daya alam.
Perumusan Misi Pengelolaan Lingkungan Hidup diarahkan untuk
membangun suatu kebersamaan antara pihak pemerintah sebagai regulator, pihak
swasta sebagai kontributor pencemaran, pihak akademisi sebagai penghasil teknologi
dan solusi ilmiah dan pihak Masyarakat yang sangat diperlukan perannya dalam
bentuk perilaku yang berwawasan lingkungan serta sebagai pengendali / pengontrol
pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka Misi Badan Lingkungan Hidup
Provinsi Jawa Timur adalah:
4.4. Sasaran
d. Menurunkan beban pencemaran limbah cair, padat dan gas dari sumber pencemar
dan meningkatkan pengelolaan limbah B3.
Melalui arah kebijakan ini diharapkan sumber daya alam dapat tetap
mendukung perekonomian Jawa Timur, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
tanpa mengorbankan daya dukung dan fungsi lingkungan hidupnya.
Secara lebih rinci arah kebijakan yang ditempuh dalam pengelolaan sumber
daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah sebagai berikut:
f. Membangun kesadaran masyarakat agar peduli pada isu lingkungan hidup, dan
berperan aktif sebagai kontrol-sosial dalam memantau kualitas lingkungan hidup.
Fungsi penyediaan lingkungan hidup yang baik dan sehat sangat erat
hubungannya dengan pemenuhan hak dasar masyarakat sebagai makhluk hidup
karena berkaitan dengan tingkat kesehatan masyarakat akan kebutuhan terhadap air
bersih, udara bersih dan pencegahan bencana karena pemanfaatan sumber daya alam
secara tidak bijaksana.
Sumber pencemar, selain dari pihak industri juga berasal dari aktivitas
manusia sebagai masyarakat, diantaranya adalah adanya limbah rumah tangga berupa
sampah, limbah cair domestik, emisi kendaraan bermotor dan kegiatan pemanfaatan
sumber daya alam secara liar seperti pembabatan hutan, penambangan pasir, dan lain
lain.
1. Lingkungan Internal
a. Kekuatan (strength)
b. Kelemahan (Weakness)
- Masih adanya kegiatan yang bersifat top down dan tidak konsisten dalam
implementasi kegiatan.
“Tersedianya sumber daya manusia yang telah lulus mengikuti pelatihan Dasar-dasar
AMDAL dan/atau Penyusunan AMDAL dan/atau Penilaian AMDAL khususnya diinstansi
pemerintah untuk melaksanakan tugas dan fungsi komisi penilai.”
2. Lingkungan Eksternal
a. Oppotunity (Kesempatan)
- Adanya sumber dana dari pihak industri dan pelaku kegiatan usaha lain untuk
mengatasi permasalahan pencemaran lingkungan.
Dengan lahirnya UU PPLH yang baru ini kedepan risiko bencana ekologi yang
semakin masif dan dan tak terkendali sebagai akibat tingkah manusia yang
selalu mengedepankan fungsi ekonomi sebagai tolok ukur pembangunan
akan dapat diminimalisir dan ditekan. Ini juga berarti bahwa secara
fungsional BLH mulai saat ini akan menjadi lembaga yang sangat
diperhitungankan dan dibutuhkan sebagai konsekuensi dari semakin
intensifnya pembangunan di daerah. Karena dengan adanya UU PPLH yang
baru mewajibkan pemerintah daerah membuat kajian lingkungan hidup
strategis ( KLHS ) yang pada intinya adalah untuk memastikan penerapan
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
kebijakan, rencana, dan program pembangunan
Ketiga, Dengan peran BLH yang semakin dinamis dan terbuka, maka BLH akan
semakin berpeluang untuk selalu didukung masyarakat yang mulai
memahami dan peduli terhadap usaha pengelolaan lingkungan hidup. Kondisi
ini sejalan dengan makin meningkatnya pengetahuan masyarakat. Dengan
kehidupan bermasyarakat yang makin demokratis, transparan dan berani,
memberikan dukungan kuat bagi inisiatif masyarakat untuk kontrol dan claim
bagi pelaku-pelaku perusakan lingkungan hidup, serta bagi prakarsa dan
partisipasi dalam pemeliharaan lingkungan hidup.
Keempat, Dengan adanya tuntutan global bagi para pelaku usaha untuk lebih
meningkatkan kualitas produksi dengan penggunaan teknologi yang ramah
lingkungan serta semakin ketatnya standar yang diterapkan dalam usaha
pengelolaan lingkungan hidup, maka BLH berpeluang untuk mendapatkan
dana dari pihak ketiga. Hal ini akan semakin meningkatkan performan
kinerjanya dengan menyusun rencana strategi program kegiatan yang lebih
menguntungkan bagi masyarakat untuk mendapatkan kualitas hidup sehat
yang lebih baik tanpa mengorbankan kepentingan pelaku usaha dalam
menjalankan roda ekonominya dalam pembangunan.
b. Ancaman (Threats)
- Adanya pola pemikiran (mindset) dari sebagian masyarakat baik dari kalangan
industri maupun masyarakat umum untuk tetap menghalalkan segala cara
serta mengabaikan aturan pengelolaan lingkungan hidup karena alasan
desakan atau motif keuntungan ekonomi yang lebih besar.
- Jumlah beban pencemaran dari industri dan kegiatan usaha lain baik skala
besar, menengah maupun kecil.
- Pro Cooperation :
Program Prioritas
a. Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup
Program ini bertujuan meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya
mencegah perusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup, baik di darat,
perairan tawar, dan laut, maupun udara, sehingga masyarakat memperoleh
kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup dititik
beratkan, antara lain pada:
1. Pengawasan Kinerja Pengelolaan Lingkungan Industri Hasil Tembakau
2. Penerapan AMDAL bagi Usaha dan Kegiatan Industri Rokok dan Perkebunan
Tembakau
3. Penyusunan regulasi pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan
hidup, pedoman teknis, baku mutu (standar kualitas) lingkungan hidup, dan
penyelesaian kasus pencemaran dan perusakan lingkungan secara hukum
4. Pengembangan dan penerapan berbagai instrumen pengelolaan lingkungan
hidup, termasuk tata ruang, kajian dampak lingkungan, dan perijinan
5. Pemantauan Kualitas Udara dan Air Tanah di Perkotaan, Kualitas Air
Permukaan, serta Kualitas Air Laut di Kawasan Pesisir
6. Pengawasan Penaatan Baku Mutu Air Limbah, Emisi atau Gas Buang dan
Pengelolaan Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
7. Peningkatan Kelembagaan Laboratorium Lingkungan, serta Fasilitas
Pemantauan Udara (Ambient) di Kota-kota Besar
8. Pengembangan Teknologi yang Berwawasan Lingkungan, termasuk
Teknologi Tradisional dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam, Pengelolaan
Limbah, dan Teknologi Industri yang Ramah Lingkungan
9. Upaya Konservasi Tanah dan Air pada Budidaya Tanaman Tembakau
10. Sosialisasi tentang Bahaya Pencemaran Udara akibat Merokok pada
Masyarakat sejak Dini dan Publikasi Pengelolaan Lingkungan Industri Rokok
dan Pendukungnya
Program Penunjang
a. Program Pengembangan Kapasitas Pengelolaan Sumber Daya Alam
dan Lingkungan Hidup
Program ini bertujuan meningkatkan kapasitas pengelolaan sumber daya alam
dan fungsi lingkungan hidup melalui tata kelola yang baik (good
environmental governance) berdasarkan prinsip transparansi, partisipasi dan
akuntabilitas.
Kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup dititik
beratkan, antara lain pada:
1. Penegakan hukum terpadu dan penyelesaian hukum atas kasus perusakan
sumber daya alam dan lingkungan hidup.
2. Peningkatan pendidikan lingkungan hidup formal dan non formal.
3. Pengembangan program Good Environmental Governance (GEG) secara
terpadu
4. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pengelola Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup
5. Pendidikan Kemasyarakatan Produktif melalui Peningkatan Sumber Daya
Manusia Pengawas Lingkungan
Setelah penetapan program organisasi, maka yang dilalkukan adalah perumusan dan
penetapan Kegiatan guna pengukuran masing-masing program sebagai standar
keberhasilan yang berorientasi pada hasil yang akan dicapai. Pencapaian kinerja akan
dapat diukur dengan baik apabila terdapat satuan pengukuran secara jelas, yang
dirumuskan dalam program aksi dan dijabarkan kedalam aktifitas atau kegiatan Instansi
Pemerintah yang disusun dengan dimensi waktu tahunan.
Indikator kinerja Utama Badan Lingkungan Hidup untuk Tahun 2010 – 1014
Tujuan Sasaran Rencana RENCANA TINGKAT CAPAIAN
Tingkat SASARAN TAHUNAN
Uraian Indikator Capaian 2010 2011 2012 2013 2014
Memelihara kualitas Pengendalian Beban % penurunan beban 21 % 8 12 15 18 21
dan fungsi Pencemaran Air Limbah pencemaran parameter
lingkungan hidup Industri kunci BOD, COD
serta meningkatkan Pengendalian % pemenuhan jumlah 35 % 15 20 25 30 35
perbaikan Pencemaran Emisi industri terhadap baku
pengelolaan SDA Sumber Tidak Bergerak mutu
Pengendalian Limbah B3 % ketaatan terhadap 35 % 15 20 25 30 35
per-UU Pengelolaan
Limbah B3
Untuk penjelasan Indikator Utama Badan Lingkungan Hidup Tahun 2010 – 2014 dapat
diuraikan berikut:
3. Pengendalian Limbah B3
Penghitungan prosentase ketaatan industri terhadap peraturan perundang-
undangan dibidang pengelolaan limbah B3 diperoleh dengan menghitung jumlah
industri yang sudah taat, khususnya terkait perijinan, dimana:
- Pada tahun 2009 ditetapkan jumlah industri prioritas yang akan dihitung
ketaatannya (X).
- Pada tahun tahun berikutnya, dihitung jumlah industri yang sudah
taat/lengkap perijinannya (Y) (dari X industri)
- Prosentase ketaatan = Y/X*100%
Melalui perhitungan ini, progress ketaatan industri prioritas di Jawa Timur
terhadap peraturan perundangan dibidang pengelolaan limbah B3 dapat diketahu
kuantitasnya.