Professional Documents
Culture Documents
Date : 04 11 2009
PENDAHULUAN
Hutan mangrove merupakan kawasan yang berfungsi sebagai
jembatan antara lautan dan daratan. Hutan mangrove sangat penting
sebagai tempat untuk berlindung, mencari makan dan berkembang
biak bagi berbagai jenis ikan. Oleh karena itu, kelestariannya harus
dijaga. Penurunan kualitas dan kuantitas ekosistem hutan mangrove
akan mengancam kelestarian habitat tersebut dan selanjutnya akan
mengancam kehidupan fauna tadi. Pemanfaatan hutan mangrove yang
tidak memperhatikan kelestarian justru mengakibatkan kemunduran
terhadap fungsi-fungsi dari hutan mangrove, seperti penebangan kayu
mangrove untuk areal tambak dan pembuatan arang serta
pemanfaatan kayu untuk komoditi ekspor secara berlebihan.
Diperlukan suatu pendekatan yang tepat dalam rangka pemanfaatan
hutan secara lestari.
Luas hutan mangrove di Indonesia pada tahun 1999 mencapai
8,60 juta hektar dan yang telah mengalami kerusakan sekitar 5,30
juta hektar (Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial 2001).
Kerusakan tersebut antara lain disebabkan oleh konversi mangrove
menjadi kawasan pertambakan, pemukiman, dan industri, padahal
mangrove berfungsi sangat strategis dalam menciptakan ekosistem
pantai yang layak untuk kehidupan organisme akuatik.
Hilangnya mangrove dari ekosistem perairan pantai telah
menyebabkan keseimbangan ekologi lingkungan pantai terganggu.
Melimpahnya bahan organik yang berasal dari sisa pakan pada usaha
budi daya udang intensif di lingkungan perairan pantai juga
menyebabkan bakteri oportunistik patogen berubah menjadi betul-
betul patogen seperti bakteri Vibrio harveyi (Ahmad dan Mangampa
2000). Berdasarkan Sontirat (1989), kerusakan mangrove di kanal
Klong Wan, Thailand, menyebabkan penurunan spesies ikan yang
sebelumnya terdapat 72 spesies kini hanya tinggal 32 spesies saja.
Selain pengurangan jumlah spesies, ukuran ikan yang ditemukan
menjadi lebih kecil. Kondisi demikian pada akhirnya dapat
menyebabkan produksi perikanan pantai menurun (Boyd 1999).
Keseimbangan ekologi lingkungan perairan pantai akan tetap
terjaga apabila keberadaan mangrove dipertahankan karena mangrove
dapat berfungsi sebagai biofilter, agen pengikat dan perangkap polusi.
Mangrove juga merupakan tempat hidup berbagai jenis astropoda,
kepiting pemakan detritus, dan bivalvia pemakan plankton sehingga
akan memperkuat fungsi mangrove sebagai biofilter alami. Berbagai
jenis ikan baik yang bersifat herbivora, omnivora maupun karnivora
hidup mencari makan di sekitar mangrove terutama pada waktu air
pasang.
SILVOFISHERY
Penerapan sistem mina hutan (sylvofishery) merupakan salah
satu pendekatan yang tepat dalam pemanfaatan ekosistem hutan
mangrove secara lestari. Pola ini memadukan antara kegiatan
budidaya ikan dengan kegiatan penanaman, pemeliharaan,
pengelolaan dan upaya pelestarian hutan mangrove. Sistem ini
memiliki teknologi sederhana, dapat dilakukan tanpa merusak
tanaman bakau yang ada.
Dengan penerapan silvofishery maka masyarakat sekitar hutan
mangrove akan mendapatkan manfaat secara ekonomi (alternatif
pendapatan) dari keberadaan hutan dengan tidak mengganggu
kelestarian hutan itu sendiri. Adapun sistem mina hutan yang dapat
diaplikasikan adalah sistem empang parit dan empang inti. Sistem
empang parit adalah sistem mina hutan dimana hutan bakau berada di
tengah dan kolam berada di tepi mengelilingi hutan, sebaliknya sistem
empang inti adalah sistem mina hutan dengan kolam di tengah dan
hutan mengelilingi kolam.
Salah satu sistem mina hutan yang bisa dilakukan adalah
dengan budidaya bandeng di hutan mangrove. Perbandingan luasan
empang dengan vegetasi hutan mangrove sebesar 80% : 20%
(Dephutbun, 1999). Dengan pengembangan mina hutan secara lebih
tertata, diharapkan dapat meningkatkan produksi per satuan luas dan
hasil tangkapan bandeng. Harapan tersebut didasarkan pada asumsi
bahwa hutan disekitar kolam yang lebih baik akan meningkatkan
kesuburan kolam dengan banyaknya detritus. Lebih lanjut, daun
mangrove yang jatuh diduga mengandung alelopaty yang dapat
mengurangi keberadaan penyakit ikan dalam tambak (Wetland
International 2009).
KESIMPULAN
Mangrove dapat berfungsi sebagai biofilter serta agen pengikat
dan perangkap polusi. Mangrove juga merupakan tempat hidup
berbagai jenis gastropoda, ikan, kepiting pemakan detritus dan
bivalvia juga ikan pemakan plankton sehingga mangrove berfungsi
sebagai biofilter alami.
Pengembangan budidaya tambak bandeng secara silvofishery,
merupakan salah satu alternatif bagi masyarakat pesisir pantai untuk
dapat memanfaatkan keberadaan hutan mangrove. Biaya produksi
yang dikeluarkan akan lebih rendah dibandingkan budidaya tambak
sistem intensif. Harapannya kedepan, cara ini mampu menjadi
stimulan bagi masyarakat pesisir untuk melestarikan dan melakukan
rehabilitasi hutan mangrove.
Diharapkan dengan pemanfaatan kawasan mangrove secara
lestari dan berwawasan lingkungan, dapat mengurangi tekanan yang
mengakibatkan kerusakan mangrove juga merevitalisasi sumberdaya
perikanan di kawasan mangrove itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA