You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tugas perkembangan seseorang yang telah memasuki masa

dewasa awal adalah memasuki dunia kerja dan karier. Dalam proses perjalanan

dalam fase ini, seseorang ditunutut untuk dapat menentukan jenjang karier yang

tepat bagi dirinya. Seorang individu dalam menjalani hidupnya ditengah fase ini

diharapkan sudah memiliki pekerjaan yang layak dan menjamin.

Ketika orang dewasa sudah memasuki dunia kerja, biasanya orang dewasa

cenderung merasa tertekan oleh tuntutan pekerjaan yang mereka jalani. Mereka

biasanya kurang setia atau memiliki loyalitas terhadap perusahaan yang rendah

dan cenderung mencari pekerjaan lain yang dianggap lebih memuaskan dan lebih

dapat menjamin atas kelangsungan hidupnya.

Perkembangan ekonomi yang cepat, perampingan perusahaan, PHK,

merger dan bangkrutnya beberapa perusahaan sebagai akibat dari krisis yang

berkepanjangan telah menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi ribuan

bahkan jutaan tenaga kerja. Mereka harus rela dipindahkan kebagian yang sangat

tidak mereka kuasai dan tidak tahu berapa lama lagi mereka akan dapat bertahan

atau dipekerjakan. Selain itu mereka harus menghadapi boss baru, pengawasan

yang ketat, tunjangan kesejahteraan berkurang dari sebelumnya, dan harus bekerja

lebih lama dan lebih giat demi mempertahankan status sosial ekonomi keluarga.

Para pekerja di setiap level mengalami tekanan dan ketidakpastian. Situasi inilah

yang seringkali memicu terjadinya stress kerja.

1
Menurut penelitian Baker dkk (1987), stress yang dialami oleh seseorang

akan merubah cara kerja sistem kekebalan tubuh. Para peneliti ini juga

menyimpulkan bahwa stress akan menurunkan daya tahan tubuh terhadap

serangan penyakit dengan cara menurunkan jumlah fighting desease cells.

Akibatnya, orang tersebut cenderung sering dan mudah terserang penyakit yang

cenderung lama masa penyembuhannya karena tubuh tidak banyak memproduksi

selsel kekebalan tubuh, ataupun sel-sel antibodi banyak yang kalah.

Dua orang peneliti yaitu Plaut dan Friedman (1981) berhasil menemukan

hubungan antara stress dengan kesehatan. Hasil penelitian tersebut membuktikan

bahwa stress sangat berpotensi mempertinggi peluang seseorang untuk terinfeksi

penyakit, terkena alergi serta menurunkan sistem autoimmune-nya. Selain itu

ditemukan pula bukti penurunan respon antibodi tubuh di saat mood seseorang

sedang negatif, dan akan meningkat naik pada saat mood seseorang sedang

positif.

Peneliti yang lain yaitu Dantzer dan Kelley (1989) berpendapat tentang

stress dihubungkan dengan daya tahan tubuh. Menurutnya, pengaruh stress

terhadap daya tahan tubuh ditentukan pula oleh jenis, lamanya, dan frekuensi

stress yang dialami seseorang. Peneliti lain juga mengungkapkan, jika stress yang

dialami seseorang itu sudah berjalan sangat lama, akan membuat letih health

promoting response dan akhirnya melemahkan penyediaan hormon adrenalin dan

daya tahan tubuh.

Banyak sudah penelitian yang menemukan adanya kaitan sebab-akibat

antara stress dengan penyakit, seperti jantung, gangguan pencernaan, darah tinggi,

maag, alergi, dan beberapa penyakit lainnya. Oleh karenanya, perlu kesadaran

2
penuh setiap orang untuk mempertahankan tidak hanya kesehatan dan

keseimbangan fisik saja, tetapi juga psikisnya.

Schaie & Willis (1991) menyatakan bahwa tidaklah mudah untuk

mendefiniskan bahwa seseorang sudah menjadi dewasa, karena tidak ada kondisi

yang sama persis yang dapat diterapkan pada semua orang. Hurlock (1990)

mendefinisikan dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan

pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama orang

dewasa lainnya.

Vaillant (dalam Papalia, dkk, 1998) membagi fase dewasa menjadi tiga,

yaitu masa pembentukan, masa konsolidasi dan masa transisi. Masa pembentukan

dimulai pada usia 20 sampai 30 tahun dengan tugas perkembangan mulai

memisahkan diri dari orang tua, membentuk keluarga dengan pernikahan, dan

mengmbangkan persahabatan. Masa konsolidasi, usia 30 sampai 40 tahun

merupakan masa konsolidasi karier dan memperkuat ikatan perkawinan,

sedangkan masa transisi sekitar usia 40 tahun merupakan masa meninggalkan

kesibukan pekerjaan dan melakukan evaluasi terhadap hal yang telah diperoleh.

Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang sangat merugikan,

baik untuk diri sendiri maupun orang di sekelilingnya. Dilihat dari sisi individu

yang bersangkutan, ada beberapa riset yang mendukung pernyataan

tersebut.dilihat dari sisi kesehatan, pengaruh bahan – bahan kimia yang dikandung

rokok seperti nikotin, CO (karbonmonoksida) dan tar akan memacu kerja dari

susunan syaraf pusat dan susunan syaraf simpatis sehingga mengakibatkan

tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat ( Kendal &

Hammen, 1998), menstimulasi kanker dan berbagai penyakit yang lain seperti

3
penyempitan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, jantung, paru –paru dan

bronchitis kronis (Kaplan dkk, 1993).

Perokok tidak bisa menahan keinginan untuk merokok tersebut karena

beberapa faktor, misalnya faktor kebiasaan. Merokok sudah menjadi kebiasaan

rutin dan menjadi perilaku otomatis, seringkali tanpa dipikirkan dan disadari. Jika

lingkungan memfasilitasi, akan sulit bagi perokok untuk berhenti. Misalnya,

teman-teman kantor atau sekolah juga merokok. Jika ada stimulus yang

memungkinkan untuk merokok, maka seseorang cenderung merokok (Mujidran,

2009).

Nikotin yang ada di dalam rokok itu di terima oleh reseptor asetilkolin-

nikotinik yang kemudian membaginya ke jalur imbalan dan jalur adrenergik. Pada

jalur imbalan, perokok akan merasakan rasa nikmat sehingga memacu sistem

dopamine. Hasilnya perokok akan merasa lebih tenang, daya pikir serasa lebih

cemerlang, dan mampu menekan rasa lapar. Sedangkan pada jalur adrenergik, zat

ini akan mengaktifkan sistem adrenergik pada bagian otak lokus seruleus yang

mengeluarkan serotonin. Meningkatnya serotonin menimbulkan rangsangan rasa

senang sekaligus keinginan mencari rokok lagi. Hal inilah yang menyebabkan

perokok sangat sulit meninggalkan rokok karena sudah ketergantungan pada

nikotin. Ketika ia berhenti merokok rasa nikmat yang diperolehnya akan

berkurang (Mujidran, 2009).

Berdasarkan masalah tersebut peneliti ingin meneliti “Hubungan Stress Kerja

Terhadap Perilaku Merokok Pada Dewasa Awal Di Dinas Pendidikan Dan

Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara”.

4
B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka yang menjadi permasalahan

dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara stress kerja terhadap

perilaku merokok pada dewasa awal di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Kabupaten Aceh Utara.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan antara stress kerja terhadap perilaku merokok

pada dewasa awal di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Aceh

Utara.

2. Tujuan Khusus

Menurut Robbin (2003), penyebab stress kerja ada tiga faktor yaitu faktor

lingkungan, faktor organisasi, dan faktor individu.

a. Untuk mengetahui hubungan antara faktor lingkungan terhadap

perilaku merokok pada dewasa awal di Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara.

b. Untuk mengetahui hubungan antara faktor organisasi terhadap perilaku

merokok pada dewasa awal di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Kabupaten Aceh Utara.

c. Untuk mengetahui hubungan antara faktor individu terhadap perilaku

merokok pada dewasa awal di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Kabupaten Aceh Utara.

5
D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan hasil berupa gambaran hubungan antara

stress kerja terhadap perilaku merokok pada dewasa awal di Dinas Pendidikan

dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara., sehingga dapat memberikan manfaat

pada :

1. Peneliti

Dapat menambah wawasan dalam mengadakan penelitian di bidang riset

keperawatan serta sebagai kajian keilmuan dibidang keperawatan keluarga

dan keperawatan komunitas mengenai hubungan antara stress kerja

terhadap perilaku merokok pada dewasa awal.

2. Institusi Pendidikan

Sebagai bahan masukan dalam membimbing dan menambah pengetahuan

mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan di bidang mata kuliah

keperawatan keluarga dan keperawatan komunitas khususnya menyangkut

masalah stress kerja terhadap perilaku merokok pada dewasa awal.

3. Profesi Keperawatan

Sebagai masukan dan evaluasi yang berguna dalam melakukan tindakan

khususnya menyangkut masalah stress kerja terhadap perilaku merokok

pada dewasa awal.

6
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Stress Kerja

1. Pengertian Stress

Sress adalah keletihan dan kecemasan padam tubuh yang disebabkan oleh

hidup ( Selye, 1956). Ansietas terjadi ketika seseorang mengalami kesulitan

menghadapi situasi, masalah, dan tujuan hidup. Setiap individu menghadapi stress

dengan cara yang berbeda ; seseorang dapat tumbuh dalam suatu situasi yang

menimbulkan distress berat pada orang lain. Berbicara didepan umum dianggap

7
menakutkan bagi banyak orang, tetapi hal itu merupakan pengalaman sehari – hari

yang menyenangkan bagi guru dan aktor. Perkawinan, anak – anak, pesawat, ular,

pekerjaan baru, sekolah baru, dan meninggalkan rumah adalah contoh peristiwa

yang menimbulkan stress. (Videbeck, 2008)

Gangguan stress adalah suatu reaksi yang diperkirakan dari seseorang

yang mengalami suatu trauma yang sangat berat, saat ini individu membutuhkan

jumlah dan jenis stress yang berbeda untuk menimbulkan gangguan tersebut.

Terdapat gejala gangguan stres pascatrauma yang dominan berupa : mimpi buruk,

perasaan mengalami kembali kejadian traumatis, penghindaran stimulus yang

mengingatkan pada trauma, dan gejala peningkatan bangkitan seperti mudah

marah, kewaspadaan berlebihan, adanya respon mudah kaget dan kesulitan

konsenterasi ( Tomb, 2004)

Stres adalah reaksi non-spesifik manusia terhadap rangsangan atau tekanan

(stimulus stressor). Stres merupakan suatu reaksi adaptif, bersifat sangat

indifidual, sehingga suatu stres bagi seseorang belum tentu sama tanggapanya

bagi orang lain. Hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat kematangan berpikir,

tingkat pendidikan, dan kemampuan adaptasi seseorang terhadap lingkungannya.

Tekanan stres akan membebankan individu dan mengakibatkan gangguan

keseimbangan fisik ataupun psikis. Batas kritis tekanan yang menimbulkan stress

sangat bervariasi antara individu.( Hartono 2007 )

Menurut Brunner & Suddarth (1997), stress adalah suatu keadaan yang

dihasilkan oleh perubahan lingkungan yang diterima sebagai suatu hal yang

menantang, mengancam, atau merusak terhadap keseimbangan atau ekuilibrium

8
dinamis seseorang. Ada ketidak seimbangan nyata atau semu dalam kemampuan

seseorang dalam memenuhi permintaan situasi yang baru. Selye (1950)

mendefinisikan stress sebagai respon nonspesifik tubuh terhadap setiap

kebutuhan, tanpa memperhatikan sifatnya. Respons tersebut meliputi satu seri

reaksi fisiologis yang dinamakan Sindrom Adaptasi Umum ( General Adaptation

Syndrome – GAS).

2. Pengertian Sress Kerja

Menurut Anwar (1993:93) Stres kerja adalah suatu perasaan yang

menekan atau rasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi

pekerjaannya. Yoder dan Staudohar (1982 : 308) mendefinisikan Stres Kerja

adalah Job stress refers to a physical or psychological deviation from the normal

human state that is caused by stimuli in the work environment, yang kurang lebih

memiliki arti suatu tekanan akibat bekerja juga akan mempengaruhi emosi, proses

berpikir dan kondisi fisik seseorang, di mana tekanan itu berasal dari lingkungan

pekerjaan tempat individu tersebut berada.

Beehr dan Franz (dikutip Bambang Tarupolo, 2002:17), mendefinisikan

stres kerja sebagai suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak

nyaman atau tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja yang

tertentu.

Stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi,

proses berpikir dan kondisi seseorang. Jika seseorang / karyawan mengalami stres

yang terlalu besar maka akan dapat menganggu kemampuan seseorang / karyawan

tersebut untuk menghadapi lingkungannya dan pekerjaan yang akan

9
dilakukannya(Handoko 1997:200) Menurut Pandji Anoraga (2001:108), stres

kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental

terhadap suatu perubahan di lingkunganya yang dirasakan mengganggu dan

mengakibatkan dirinya terancam.

Gibson dkk (1996:339), menyatakan bahwa stres kerja adalah suatu

tanggapan penyesuaian diperantarai oleh perbedaan- perbedaan individu dan atau

proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar

(lingkungan), situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan

atau fisik berlebihan kepada seseorang.

3. Penyebab Stres (Stresor)

Perubahan atau stimulus yang membangkitkan keadaan stress disebut

stressor. Sifat sressor sangat berbeda – beda ; kejadian atau perubahan yang

mengakibatkan stress pada seseorang bisa saja tidak berpengaruh apapun pada

orang lain, dan suatu kejadian yang dapat menyebabkan stress pada satu

kesempatan dan tempat bisa saja tidak mempengaruhi orang yang sama pada

kesempatan dan tempat yang berbeda. Orang akan menilai dan mengatasi dengan

mengubah situasi ( Brunner & Suddarth, 1997).

Menurut Brunner & Suddarth (1997) Stressor dapat terjadi dengan

berbagai bentuk dan kategori. Dapat bersifat fisik, fisiologis, dan psikososial.

Sressor fisik dapat berupa suhu dingin, panas, atau agens kimia ; stressor

fisiologis meliputi nyeri dan kelelahan ; dan stressor psikologis dapat terjadi

10
akibat reaksi emosi, seperti takut akan gagal dalam menghadapi ujian atau gagal

mendapat pekerjaan. Stressor dapat juga sebagai suatu transisi kehidupan yang

normal yang membutuhkan penyesuaian, seperti tumbuh dari anak menjadi akil

balik, melahirkan atau memasuki hidup perkawinan.

Perubahan demografi, ekonomi dan teknologi yang terjadi dalam

masyarakat juga merupakan stressor. Stress yang diakibatkan oleh setiap stressor

kadang tidak hanya bergantung akibat perubahan itu sendiri melainkan juga akibat

kecepatan terjadinya perubahan itu. ( Brunner & Suddarth, 1997).

Menurut Phillip L (dikutip Jacinta, 2002), seseorang dapat dikategorikan

mengalami stres kerja bila:

1. Urusan stres yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau

perusahaan tempat individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya di

dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke

pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah dapat juga

menjadi penyebab stress kerja.

2. Mengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan juga individu.

3. Oleh karenanya diperlukan kerjasama antara kedua belah pihak untuk

menyelesaikan persoalan stres tersebut

Secara umum, seseorang yang mengalami stres pada pekerjaan akan

menampilkan gejala-gejala yang meliputi 3 aspek, yaitu : Physiological,

Psychological dan Behavior. (Robbins, 2003, pp. 800-802)

11
a. Physiological memiliki indikator yaitu: terdapat perubahan pada

metabolisme tubuh, meningkatnya kecepatan detak jantung dan napas,

meningkatnya tekanan darah, timbulnya sakit kepala dan menyebabkan

serangan jantung.

b. Psychological memiliki indikator yaitu: terdapat ketidakpuasan hubungan

kerja, tegang, gelisah, cemas, mudah marah, kebosanan dan sering

menunda pekerjaan.

c. Behavior memiliki indikator yaitu: terdapat perubahan pada produktivitas,

ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan,

meningkatnya konsumsi rokok dan alkohol, berbicara dengan intonasi

cepat, mudah gelisah dan susah tidur

Menurut (Robbin, 2003, pp. 794-798) penyebab stres itu ada 3 faktor

yaitu:

1. Faktor Lingkungan

Ada beberapa faktor yang mendukung faktor lingkungan. Yaitu:

a. Perubahan situasi bisnis yang menciptakan ketidakpastian ekonomi. Bila

perekonomian itu menjadi menurun, orang menjadi semakin mencemaskan

kesejahteraan mereka.

b. Ketidakpastian politik. Situasi politik yang tidak menentu seperti yang

terjadi di Indonesia, banyak sekali demonstrasi dari berbagai kalangan

yang tidak puas dengan keadaan mereka. Kejadian semacam ini dapat

membuat orang merasa tidak nyaman. Seperti penutupan jalan karena ada

12
yang berdemo atau mogoknya angkutan umum dan membuat para

karyawan terlambat masuk kerja.

c. Kemajuan teknologi. Dengan kemajuan teknologi yang pesat, maka hotel

pun menambah peralatan baru atau membuat sistem baru. Yang membuat

karyawan harus mempelajari dari awal dan menyesuaikan diri dengan itu.

d. Terorisme adalah sumber stres yang disebabkan lingkungan yang semakin

meningkat dalam abad ke 21, seperti dalam peristiwa penabrakan gedung

WTC oleh para teroris, menyebabkan orang-orang Amerika merasa

terancam keamanannya dan merasa stres.

2. Faktor Organisasi

Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres.

Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam kurun

waktu terbatas, beban kerja berlebihan, bos yang menuntut dan tidak peka, serta

rekan kerja yang tidak menyenangkan. Dari beberapa contoh diatas, penulis

mengkategorikannya menjadi beberapa faktor dimana contoh-contoh itu

terkandung di dalamnya. Yaitu:

a. Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan tuntutan atau tekanan

untuk menunaikan tugasnya secara baik dan benar.

b. Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang

sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi itu.

13
Konflik peran menciptakan harapan-harapan yang barangkali sulit

dirujukkan atau dipuaskan. Kelebihan peran terjadi bila karyawan

diharapkan untuk melakukan lebih daripada yang dimungkinkan oleh waktu.

Ambiguitas peran tercipta bila harapan peran tidak dipahami dengan jelas

dan karyawan tidak pasti mengenai apa yang harus dikerjakan.

c. Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain.

Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antar pribadi

yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar, khususnya di antara

para karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi.

d. Struktur Organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi,

tingkat aturan dan peraturan dan dimana keputusan itu diambil. Aturan yang

berlebihan dan kurangnya berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang

berdampak pada karyawan merupakan potensi sumber stres.

3. Faktor Individu

Faktor ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama faktor-faktor

persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian

bawaan.

a. Faktor persoalan keluarga. Survei nasional secara konsisten menunjukkan

bahwa orang menganggap bahwa hubungan pribadi dan keluarga sebagai

sesuatu yang sangat berharga. Kesulitan pernikahan, pecahnya hubungan

dan kesulitan disiplin anak-anak merupakan contoh masalah hubungan

yang menciptakan stres bagi karyawan dan terbawa ke tempat kerja.

14
b. Masalah Ekonomi. Diciptakan oleh individu yang tidak dapat mengelola

sumber daya keuangan mereka merupakan satu contoh kesulitan pribadi

yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan mengalihkan perhatian

mereka dalam bekerja.

c. Karakteristik kepribadian bawaan. Faktor individu yang penting

mempengaruhi stres adalah kodrat kecenderungan dasar seseorang.

Artinya gejala stres yang diungkapkan pada pekerjaan itu sebenarnya

berasal dari dalam kepribadian orang itu.

1. Mekanisme stress

Selye (dalam Munandar, 2001) mengidentifikasikan 3 tahap dalam respon

sistemik tubuh terhadap kondisi-kondisi penuh stres, yang diistilahkan General

Adaptation Syndrome (GAS), yaitu :

a. Reaksi alarmPada tahap reaksi alarm, respon simpatis fight or flight

diaktifkan dengan pelepasan hormon medula adrenal, dan mulailah respon

ACTH-adrenal kortikal. Reaksi alarm ini bersifat defensif dan anti

inflamasi tapi akan menghilang dengan sendirinya. Karena tidak mungkin

untuk hidup dalam keadaan alarm terus menerus (akan terjadi kematian),

maka orang akan beralih ke tahap dua, yaitu pertahanan.

b. Reaksi pertahanan Pada tahap ini, terjadilah reaksi adaptasi terhadap

stressor yang membahayakan. Aktivitas kartisol tetap tinggi.

15
c. KelelahanBila pemajanan terhadap stressor diperpanjang, terjadilah

kelelahan dan meningkatlah aktivitas endokrin, menghasilkan efek

pemberhentian pada sistem tubuh (terutama sistem peredaran darah,

pencernaan, dan imun) yang dapat menyebabkan kematian.Tahap pertama

dan kedua sindrom tersebut dapat berulang, dalam tingkat yang berbeda,

sepoanjang hidup sejalan dengan individu mengatasi stressor. Selye juga

membandingkan GAS dengan proses kehidupan. Selama masa kanak-

kanak, terdapat beberapa pajanan terhadap stress untuk meningkatkan

perkembangan fungsi adaptif, dan anak menjadi rentan. Selama masa

dewasa, seseorang menghadapi berbagai peristiwa hidup yang penuh stress

dan mengembangkan pertahanan atau adaptasi. Selama tahun – tahun

berikutnya, akumulasi stressor kehidupan dan kerusakan maupun

penderitaan organisme lebih menurunkan lagi kemampuan individu untuk

beradaptasi, gagal bertahan, dan akhirnya terjadi kematian( Brunner &

Suddarth, 2002).

1. Tanda dan gejala stress

Indikator dan gejala stress atau tanda dan keluhan sesesorang yang

mengalami stress. Adapaun indikator stress tersebut dapat bersifat fisiologis,

psikologis dan prilaku atau emosi. Indikator ataupun gejala stress mencakup aspek

fisiologis ditandai dengan kenaikan tekanan darah, peningkatan ketegangan otot

leher, bahu, punggung, peningkatan denyut nadi dan frekuensi pernafasan, tangan

dan kaki dingin, keletihan, sakit kepala, gangguan lambung, suara yang bernada

tinggi, mual, muntah dan diare, perubahan nafsu makan, perubahan berat badan,

16
perubahan frekuensi berkemih, temuan hasil pemeriksaan laboratorium abnormal

yaitu peningkatan kadar hormon adrenokortikotropik, kortisol, dan katikolamin

dan hiperglikemia, gelisah, kesulitan untuk tertidur atau sering terbangun saat

tidur (Potter & Perry 2005)

Indikator psikologis dan prilaku stress yang meliputi : ansietas, takut,

panic, merasa tidak berdaya, kehilangn minat, kelelahan mental, cenderung untuk

berbuat kesalahan, mudah lupa dan pikiran buntu, tidak mampu konsentrasi pada

tugas, depresi, emosi tidak stabil, menurunnya fungsi intelektual, prilaku makan

yang abnormal, menunda ataupun menghindari pekerjaan, kebosanan, motifasi

dan minat hilang (Potter & Perry 2005)

Menurut Vlisides, Eddy dan Mozie (dalam Rice, 1998) secara umum,

gejala stres diidentifikasikan ke dalam 4 tipe yang berbeda, yaitu : perilaku,

emosi, kognitif dan fisik.

a. Gejala Perilaku

banyak diantara perilaku yang menunjukkan stres diantaranya yaitu

penundaan dan menghindar, menarik diri dari teman dan keluarga, kehilangan

nafsu makan dan tenaga, emosi yang meledak dan agresi,memulai atau

peningkatan penggunaan obat-obatan secara dramatis, perubahan pola tidur,

melalaikan tanggungjawab, penurunan produktifitas dalam diri seseorang.

b. Gejala Emosi

sebagian besar gejala emosi pada stres adalah kecemasan, ketakutan, cepat

marah dan depresi. Gejala lainnya yaitu frustrasi, perasaan yang tidak menentu

17
dan kehilangan kontrol. Di dalam pekerjaan, stres ditunjukkan dengan

kehilangan semangat dan penurunan kepuasan kerja.

c. Gejala Kognitif

di antara sebagian besar gejala mental atau kejiwaan dari stres adalah

kehilangan motivasi dan konsentrasi. Hal ini terlihat pada seseorang yang

kehilangan kemampuan untuk memusatkan perhatian pada tugas yang

diberikan dan kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan tugas dengan

baik. Gejala mental lainnya adalah kecemasan yang berlebihan,kehilangan

ingatan, kesalahan persepsi, kebingungan, terjadi pengurangan daya tahan

tubuh dalam membuat keputusan, lemah dalam menyelesaikan masalah

terutama selama krisis, mengasihani diri sendiri, kehilangan harapan.

d. Gejala Fisik

di antara gejala fisik dari stres adalah kelelahan secara fisik dan keadaan fisik

yang lemah, migran dan kepala pusing, sakit punggung, ketegangan otot yang

ditandai dengan gemetaran dan kekejangan. Dalam sistem cardiovascular,

stres ditandai dengan percepatan denyut jantung, hipertensi dan proses

atherosclerotic yang buruk.( Mumtahinnah, 2007).

1. Penatalaksanaan stress

Menurut Christensen & Kenney (2009) Penatalaksanaan stress adalah

suatu strategi yang menfasilitasi kemampuan klien untuk menghadapi stress yang

di hadapi orang-orang dalam masyarakat sekarang ini secara efektif . Sebagai

18
suatu strategi, penatalaksanaan stress ini menekankan partisifasi aktif klien guna

mengembangkan keterampilan dalam mengelola stress. Penatalaksanaan stress

melibatkan indentifikasi stressor yang ada, mengevaluasi efektifitas mekanisme

koping yang ada, dan mengembangkan mekanisme koping yang lebih

efektif.Aspek penting dalam penatalaknaan stress adalah kemampuan klien

mengatasinya.

Kemampuan klien untuk mengatasi situasi tertentu di pengaruhi oleh :

1. Karakteristik personal

2. sumber daya yang tersedia

3. situasi, dan

4. pola koping yang dikembangkan

Tehnik penatalaksanaan stress dirancang untuk memenuhi stressor potensial

dan actual pasien. Tujuan utama penatalaksanaan stress adalah reduksi frekuansi

yang mencetuskan stress melalui penatalaksanaan waktu dan modifikasi

lingkungan, menurunnya respon fisiologi terhadap stres melalui olah raga teratur,

humor, nutrisi, visualisasi, serta aktivitas spriritual secara teratur, berpandangan

positif serta meningkatkan respon perilaku dan emosional terhadap stress yaitu

dengan system pendukung. Yang dimaksutkan disini adalah dukungan soaial yang

dapat mengurangi stress dan meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental(Potter

& Perry 2005).

19
A. Konsep Dewasa Awal

1. Pengertian

Istilah adult atau dewasa awal berasal dari bentuk kata lampau kata

adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan atau ukuran yang sempurna

atau telah menjadi dewasa. Oleh karena itu orang dewasa adalah individu yang

telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam

masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya (Hurlock, 1990).

Sebagai seorang individu yang sudah tergolong dewasa, peran dan

tanggung jawabnya tentu makin bertambah besar. Ia tak lagi harus bergantung

secara ekonomis, sosiologis maupun psikologis pada orang tuanya ( Dariyo,

2003).

Hurlock (1990) menyatakan bahwa masa awal dewasa dimulai pada umur

18 tahun sampai kira – kira umur 40 tahun, saat perubahan – perubahan fisik dan

psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Sementara itu

Dariyo ( 2003) mengatakan bahwasecara umum mereka yang tergolong dewasa

muda ( young adulthood) ialah mereka yang berusia 20 – 40 tahun.

Papalia, Olds, dan Feldman (1998; 2001} menyatakan bahwa golongan

dewasa muda berkisar antara 21-40 tahun. Masa ini dianggap sebagai rentang

yang cukup panjang, yaitu dua puluh tahun. Terlepas dari panjang atau pendek

rentang waktu tersebut, golongan dewasa muda yang berusia di atas 25 tahun,

umum-nya telah menyelesaikan pendidikannya minimal setingkat SLTA (SMU-

Sekolah Menengah Umum), akademi atau uni-versitas. Selain itu, sebagian besar

20
dari mereka yang telah menyelesaikan pendidikan, umumnya telah memasuki

dunia pekerjaan guna meraih karier tertinggi. Dari sini, mereka mem-persiapkan

dan membukukan diri bahwa mereka sudah mandiri secara ekonomis, artinya

sudah tidak bergantung lagi pada orang tua. Sikap yang mandiri ini merupakan

langkah positif bagi mereka karena sekaligus dijadikan sebagai persiapan untuk

memasuki kehidupan rumah tangga yang baru. Namun, lebih dari itu, mereka juga

hams dapat membentuk, membina, dan mengembangkan kehidupan rumah tangga

dengan sebaik-baiknya agar dapat mencapai kebahagiaan hidup. Mereka harus

dapat menyesuaikan diri dan bekerja sama dengan pasangan hidup masing-

masing. Mereka juga hams dapat melahirkan, membesarkan, mendidik, dan

membina anak-anak dalam keluarga. Selain itu, tetap menjalin hubungan baik

dengan kedua orang tua ataupun saudara-saudara.

Dewasa awal adalah merupakan satu tahap yang dianggap kritikal selepas

alam remaja. Ia dianggap kritikal adalah disebabkan pada waktu ini manusia

berada pada tahap awal pembentukan kerja dan keluarga. Pada peringkat ini,

seseorang perlu membuat pilihan yang tepat demi menjamin masa depannya

terhadap kerja dan keluarga. Pada waktu ini juga seseorang akan menghadapi

dilemma antara kerja dan keluarga. Berbagai masalah mulai timbul terutama

dalam perkembangan kerja dan juga hubungan dalam keluarga. Menurut

Teori Erikson, tahap dewasa awal iaitu mereka di dalam lingkungan umur 20

an ke 30 an. Pada tahap ini manusia mula menerima dan memikul

tanggungjawab yang lebih berat. Pada tahap ini juga hubungan intim mula berlaku

dan berkembang( Retno, 2010).

2. Karakteristik Masa Dewasa Awal

21
Setiap tahap perkembangan mempunyai karakteristik tersendiri. Seperti

halnya tahap perkembangan lain, masa dewasa awal ditandai dengan berbagai

karakteristik khas. Dariyo (2003) mengatakan bahwa secara fisik, seorang dewasa

muda (young adulthood) menampilkan profil yang sempurna dalam arti bahwa

pertumbuhan dan perkembangan aspek – aspek fisiologis telah mencapai posisi

puncak. Mereka memiliki daya tahan dan taraf kesehatan yang prima sehingga

dalam melakukanberbagai kegiatan tampak inisiatif, kreatif, energik,cepat dan

proaktif.

Vailant ( dalam Papalia, dkk, 1998) mengatakan bahwa masa dewasa awal

ini merupakan masa adaptasi dengan kehidupan. Sekitar usia dua puluhan hingga

tiga puluh individu dewasa mulai membangun apa yang ada pada dirinya,

mencapai kemandirian, menikah, mempunyai anak, dan membangun persahabatan

yang erat. Ia juga mengidentifikasi empat karakter dari masa dewasa awal sebagai

mekanisme adaptasi yaitu menjadi matang, tidak matang, psikosis, dan neurosis.

Individu yang matang, secara fisik dan mental lebih sehat, lebih bahagia, dan lebih

puas dalam kehidupan pribadi dan pekerjaannya.

A. Konsep Perilaku Merokok

1. Pengertian Perilaku

Sarwono (1993) mendefinisikan perilaku sebagai sesuatu yang dilakukan

oleh individu satu dengan individu lainnya dan sesuatu itu bersifat nyata. Menurut

Morgan(1986) tidak seperti pikiran atau perasaan, perilaku merupakan sesuatu

yang konkrit yang dapat diobservasi, direkam maupun dipelajari.

22
Walgito (1994) mendefinsikan perilaku atau aktivitas ke dalam pengertian

yang luas yaitu perilaku yang tampak (overt behavior) dan perilaku yang tidak

tampak ( innert behavior), demikian pula aktivitas – aktivitas tersebut disamping

aktivitas motoris juga termasuk aktivitas emosional dan kogniti.

Chaplin (1999) memberikan pengertian perilaku dalam dua arti. Pertama

perilaku dalam arti luas didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dialami

seseorang. Pengertian yang kedua, perilaku didefinisikan dalam arti sempit yaitu

segala sesuatu yang mencakup reaksi yang dapat diamati.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah segala

sesuatu yang dilakukan oleh manusia dalam menanggapi stimulus lingkungan,

yang meliputi aktivitas motoris, emosional dan kognitif.

2. Pengertian Perilaku Merokok

Bermacam – macam bentuk perilaku yang dilakukan manusia dalam

menanggapi stimulus yang diterimanya, salah satu bentuk perilaku manusia yang

dapat diamati adalah perilaku merokok. Merokok telah banyak dilakukan pada

zaman tiongkok kuno dan romawi, pada saat itu orang sudah menggunakan suatu

ramuan yang mengeluarkan asap dan menimbulkan kenikmatan dengan jalan

dihisap melalui hidung dan mulut (Danusantoso, 1991).

Masa sekarang, perilaku merokok merupakan perilaku yang telah umum

dijumpai. Perokok berasal dari berbagai kelas sosial, status, serta kelompok umur

yang berbeda, hal ini mungkin dapat disebabkan karena rokok bisa didapatkan

dengan mudah dan dapat diperoleh dimana pun juga. Poerwadarminta (1995)

23
mendefinisikan merokok sebagai menghisap rokok, sedangkan rokok sendiri

adalah gulungan tembakau yang berbalut daun nipah atau kertas.

Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam tubuh

dan menghembuskannya kembali keluar (Amstrong, 1990). Danusantoso (1991)

mengatakan bahwa asap rokok selain merugikan diri sendiri juga dapat berakibat

bagi orang – orang lain yang berada disekitarnya. Pendapat lain menyatakan

bahwa perilaku merokok adalah sesuatu yang dilakukan seseorang berupa

membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap

olehorang – orang di sekitarnya ( Levy, 1984).

3. Tipe Perilaku Merokok

Seperti yang diungkapkan oleh Leventhal & Clearly ( Komasari & Helmi,

2000) terdapat empat tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok,

yaitu :

a. Tahap prepatory, seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan

mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat atau dari hasil bacaan.

Hal – hal ini menimbulkan minat untuk merokok.

b. Tahap initiation, tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang

akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok.

c. Tahap becoming a smoker, apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok

sebanyak empat batang perhari maka mempunyai kecenderungan menjadi

perokok.

24
d. Tahap maintenance of smoking, tahap ini merokok sudah menjadi salah

satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok dilakukan

untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.

Menurut Smet (1994) ada tiga tipe perokok yang dapat diklasifikasikan

menurut banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe perokok tersebut adalah :

a. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari.

b. Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari.

c. Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari.

Menurut Silvan & Tomkins (Mu’tadin, 2002) ada empat tipe perilaku

merokok berdasarkan Management of affect theory, keempat tipe tersebut adalah :

1. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif

a. Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau

meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok

setelah minum kopi atau makan.

b. Simulation to pick them out. Perilaku merokok hanya dilakukan

sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.

c. Pleasure of handling the cigarrete. Kenikmatan diperoleh dari

memegang rokok.

1. Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan negatif

Banyak orang yang merokok untuk mengurangi perasaan negatif dalam

dirinya. Misalnya. Merokok bila marah, cemas, gelisah, rokok dianggap

sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidakenak

terjadi, sehinnga terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak.

25
2. Perilaku merokok yang adiktif

Perokok yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan

setipa saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang.

3. Perilaku yang sudah menjadi kebiasaan

Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk

mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena sudah menjadi kebiasaan.

1. Dampak Perilaku Merokok

Ogden (2000) membagi dampak perilaku merokok menjadi dua, yaitu:

a. Dampak positif

Merokok menimbulkan dampak positif yang sangat sedikit bagi kesehatan.

Graham (dalam Ogden, 2000) menyatakan bahwa perokok menyebutkan

dengan merokok dapat menghasilkan mood positif dan dapat membantu

individu menghadapi keadaan – keadaan yang sulit. Smet (1994)

menyebutkan keuntungan merokok (terutama bagi perokok) yaitu

mengurangi ketegangan, membantu berkonsenterasi, dukungan sosial dan

menyenangkan.

b. Dampak negatif

Merokok dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang sangat

berpengaruh bagi kesehatan (Ogden,2000). Merokok bukanlah penyebab

suatu penyakit, tetapi dapat memicu suatu jenis penyakit sehingga boleh

26
dikatakan merokok tidak meyebabkan kematian, tetapidapat mendorong

munculnya jenis penyakit yang dapat mengakibatkan kematian. Berbagai

jenis penyakit yang dapat dipacu karena merokok dimulai dari penyakit di

kepala sampai dengan penyakit di telapak kaki, antara lain (Sitepoe,

2001) : penyakit kardiovaskular, neoplasma (kanker), saluran pernafasan,

peningkatan tekanan darah, memperpendek umur, penurunan fertilitas

(kesuburan) dan nafsu seksual, sakit mag, gondok, gangguan pembuluh

darah, penghambat pengeluaran air seni, ambliyopia( penglihatan kabur),

kulit menjadi kering, pucat dan keriput, serta polusi udara dalam ruangan.

Merokok mempengaruhi perilaku dan psikologis seseorang. Efek dari

rokok/tembakau memberi stimulasi depresi ringan, gangguan daya tangkap, alam

perasaan, alam pikiran, tingkah laku, dan fungsi psikomotor. Misalnya, kurang

energi, egois, frustasi, kegugupan, konsentrasi rusak, pusing, mengantuk,

kelelahan, insomnia, detak jantung tidak teratur, berkeringat, ketagihan rokok,

perasaan bersalah, isolasi sosial, depresi, masalah kerja atau sekolah, dan lain

sebagainya(Mujidran, 2009).

27
BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa

perokok pada umumnya dimulai pada usia remaja dan semakin berlanjut ke usia

dewasa. Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang memicu ketegangan

emosional yang berujung pada stress, misalnya tekanan dari pimpinan di tempat

kerjanya serta berbagai target yang harus dicapai dalam pekerjaan. Dengan

semakin banyaknya masalah dalam kehidupan maka akan meningkatkan stress

pada usia dewasa awal (20-40 tahun) terutama stress akibat pekerjaan. Jumlah

rokok yang dikonsumsi berkaitan dengan stress yang mereka alami, dimana

semakin besar tingkat stress yang dialami maka akan semakin banyak rokok yang

mereka konsumsi. Ini akan sangat berdampak buruk pada kesehatan, yang mana

akan mengakibatkan berbagia penyakit akibab pengkonsumsian rokok ini.

28

You might also like