You are on page 1of 20

Hubungan Anemia dan Faktor Lain dengan

Terjadinya Perdarahan Post Partum di RSUD


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang, agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
optimal (Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 Bab III Pasal 3 : 66).
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat diselenggarakan
upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan secara menyeluruh, terarah dan berkesinambungan (Undang-Undang
Kesehatan No. 23 Tahun 1992 Bab V Pasal 20 : 66).
Ibu anemia dengan perdarahan post partum masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang sangat penting di negara yang sedang berkembang. Beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi terjadinya perdarahan antara lain faktor ibu (penyakit, usia,
paritas, keadaan sosial, serta ekonomi) dan faktor janin (kemajuan persalinan/His
jelek).
Anemia pada kehamilan adalah jenis anemia yang disebabkan oleh kekurangan zat
besi yang merupakan jenis anemia yang paling umum dan sebenarnya dapat diatasi
dengan pengobatan yang relatif mudah dan murah. Anemia pada kehamilan
mencerminkan rendahnya nilai kesejahteraan ekonomi masyarakat yang berpengaruh
besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia kehamilan disebut juga
potensial danger to mother child, artinya potensial membahayakan ibu dan anak
(Manuaba, 1998).
Perdarahan post partum (PPP) adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam
setelah anak lahir termasuk perdarahan karena retensio placenta. Perdarahan post
partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih 500 – 600 cc dalam 24 jam setelah
anak dan placenta lahir (www.google.perdarahan).
Kematian akibat perdarahan sering terjadi karena sejumlah komplikasi obstetrik yang
merupakan predisposisi terjadinya perdarahan hebat dan selanjutnya kematian bila
tidak tersedia penanganan secara ahli termasuk terapi pergantian darah yang tepat.
Penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan mencapai 40% – 60%, infeksi 20%
– 30%, eklampsi sekitar 20% – 30%, sedangkan penyebab kematian ibu tidak
langsung ada 5,6 % yaitu penyakit ibu yang akan bertambah buruk dengan terjadinya
kehamilan, seperti penyakit jantung, ginjal atau penyakit kronis lainnya serta anemia
zat besi pada ibu hamil (Departemen Kesehatan RI, 2001).
Di Kabupaten …………… jumlah kematian ibu tahun 2006 sebanyak 28 ibu
meninggal saat persalinan dengan penyebab utamanya yang terbanyak karena
perdarahan sebesar 35,71 % sedangkan jumlah kematian ibu pada tahun 2009 di
Kabupaten …………… sebanyak 40 ibu meninggal yang terdiri dari : 37,5% (17
orang), ibu bersalin karena perdarahan 58,8% (10 orang), eklampsi 17,6% (3 orang),
Pre Eklampsi, kehamilan ektopik, atonia uteri, retensio plasenta 23,5% (4 orang), dan
42,5 % (15 orang) ibu nifas karena perdarahan 17,6% (3 orang), eklampsi 11,7% (2
orang), infeksi 23,5% (4 orang), lain-lain 35,2 % (6 orang) karena Pre Eklampsi, HPP
(Hemoragi Post Partum), atonia uteri, retensio plasenta, serta 20% (8 orang) ibu hamil
karena eklampsi 12,5% (1 orang), lain-lain 87,5% (7 orang) karena hipertensi,
anemia, infeksi, dan abortus.
Pada tahun 2009 di RSUD …….. jumlah ibu yang mengalami perdarahan sebanyak
392 orang diantaranya 36,48% (143 orang) karena anemia, 44,89% (176 orang)
karena hipertensi ,19,39% (73 orang) dan lain-lain. Angka ini merupakan indikator
yang peka terhadap ketersediaan pemanfaatan dan kualitas terbaik untuk menilai
pembangunan ekonomi masyarakat yang menyeluruh.
Perdarahan pada ibu dapat terjadi pada masa kehamilan hingga setelah proses
persalinan. Penyebab perdarahan yang paling penting adalah perdarahan post partum,
perdarahan ante partum, abortus dan kehamilan ektopik.
Dengan memperhatikan kejadian di atas maka Penulis ingin mengadakan penelitian
tentang Hubungan Anemia dan Faktor Lain dengan Terjadinya Kejadian Perdarahan
Post Partum di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) …….. Tahun 2009.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalahnya adalah “Belum diketahuinya
hubungan anemia dan faktor lain dengan terjadinya perdarahan post partum di RSUD
…….. Tahun 2009”.
Sehingga pernyataan penelitiannya adalah “Apa hubungan anemia dan faktor lain
dengan terjadinya perdarahan post partum di RSUD …….. Tahun 2009”.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan anemia dan faktor lain yang menyebabkan terjadinya
perdarahan post partum di RSUD …….. tahun 2009.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya distribusi frekuensi anemia, hipertensi dan perdarahan post partum di
RSUD …….. tahun 2009.
2. Diketahuinya hubungan anemia dengan perdarahan post partum di RSUD ……..
tahun 2009.
3. Diketahuinya hubungan hipertensi dengan perdarahan post partum di RSUD ……..
tahun 2009.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dibatasi pada masalah terjadinya perdarahan post partum yang meliputi
faktor anemia dan hipertensi.

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dapat memberikan informasi secara objektif tentang hubungan anemia
dengan terjadinya perdarahan post partum sehingga menjadi pedoman dalam
memberikan penyuluhan kepada ibu-ibu hamil, memberikan pendidikan kesehatan
untuk pencegahan perdarahan post partum dalam menurunkan angka kematian ibu.
1.5.2 Bagi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai dokumentasi pada perpustakaan
Program Studi Kebidanan Yayasan Imam Bonjol (YPIB) serta dapat dikembangkan
lebih luas dalam penelitian selanjutnya.
1.5.3 Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Peneliti terutama untuk menambah
wawasan dalam hal mengetahui sebab-sebab terjadi kasus perdarahan post partum
yang berkenaan dengan anemia ibu, serta menjadi suatu kesempatan yang berharga
bagi Peneliti untuk dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama
masa kuliah.

Tinggalkan sebuah Komentar

Ditulis dalam kumpulan contoh latar belakang kebidanan

Oleh: hapsari266 | 22 Januari 2011

Gambaran Pengetahuan Ibu Post Partum tentang


ASI Eksklusif Berdasarkan Karakteristik
di RSUD
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu program pemerintah dalam bidang kesehatan adalah pentingnya ASI
eksklusif bagi kualitas hidup bayi melalui Surat Keputusan (SK) Menkes RI nomor
450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif pada bayi di
Indonesia. Dalam SK tersebut ditetapkan bahwa pemberian ASI eksklusif bagi bayi di
Indonesia sejak bayi lahir sampai bayi berumur 6 (enam ) bulan dan dilanjutkan
sampai anak berusia 2 tahun bagi yang ingin pemberian ASI secara sempurna.
Sejak diberlakukannya program pemberian ASI eksklusif sejak tahun 2005, tingkat
keberhasilan program tersebut masih jauh dari harapan. Hal ini diduga dengan
rendahnya peran serta masyarakat dan pemanfaatan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif oleh
ibu menyusui di Indonesia masih rendah. Rendahnya partisipasi ibu menyusui dalam
memberikan ASI eksklusif dipicu dengan semakin gencarnya promosi susu formula
yang instan. Oleh karena itu diperlukan peran serta dan partisipasi pebuh dari seluruh
lapisan masyarakat, khususnya para Bidan dan ibu menyusui.
Upaya memasyarakatkan program pemberian ASI eksklusif berhubungan dengan
pemberian ASI segera (kurang dari 30 menit setelah lahir) sampai bayi berumur 6
bulan. ASI adalah makanan terbaik dan paling ideal bagi bayi. ASI mengandung
komposisi nutrisi yang paling lengkap dan paling mudah dicerna oleh bayi. Selain itu
ASI merupakan satu-satunya sumber gizi yang berkontribusi terhadap pertumbuhan
dan perkembangan otak serta sistem saraf bayi, kematangan sistem pencernaan dan
perkembangan sistem kekebalan tubuh.
Pemberian ASI pada bayi oleh ibu menyusui wajib hukumnya sesuai dengan tuntunan
agama Islam sebagaimana difirman Allah swt pada (surat apa dan ayat berapa bu,
tolong lengkapi) “Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun
penuh, bagi yang ingin menyusui sempurna”. Makna secara luas dari firman Allah swt
tersebut adalah, pada dasarnya ibu menyusui dapat memberikan ASI bagi bayinya
sampai usia dua tahun tanpa harus mengalami ketakutan karena berkurangnya
kandungan nutrisi atau anggapan bahwa menyusui dalam waktu lama akan merusak
keindahan payudara ibu menyusui.
UNICEF (tahun berapa Ibu tolong dilengkapi) menyebutkan bahwa, ketidaktahuan
ibu tentang pentingnya ASI, cara pemberian ASI dengan benar, serta pemasaran susu
formula yang dilancarkan secara agresif oleh para produk susu formula merupakan
penghambat bagi terbentuknya kesadaran orang tua untuk memberikan ASI secara
ekslusif pada bayinya. Pada umumnya tingkat pendidikan ibu khususnya ibu post
partum di pedesaan sangat rendah. Sebagian dari mereka hanya memberikan ASI
dengan berbekal dari informasi yang turun temurun dari masyarakat setempat dan
kurang mendapatkan penyuluhan yang cukup dari tenaga kesehatan. Akibatnya
sebagian besar ibu memberikan makanan selain ASI sebelum bayi berumur 6 bulan.
Badriah (2007:49) ASI eksklusif merupakan makanan utama bayi sampai usia 6 bulan
karena mengandung banyak kalori dan berkomposisi sempurna zat-zat gizi secara
seimbang sehingga dapat menjamin kebutuhan energi untuk bayi. Proses menyusui
bayi juga sangat baik untuk membina rasa kasih sayang antara ibu dan anaknya.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten ……… (tahun berapa bu)
target yang harus dicapai pada tahun 2008 adalah 67%, sedangkan hasil yang dapat
dicapai hanya berjumlah 3,9 % (2.273 ibu menyusui). Demikian juga data hasil studi
pendahuluan yang telah dilakukan di RSUD ……. (April-Mei 2009) keseluruhan ibu
post partum yang berjumlah 477 orang dan yang memberikan ASI eksklusif hanya
berjumlah 199 bayi (37.8%) dan yang diberikan PASI adalah berjumlah 278 bayi.
Yang menyebabkan tidak tercapainya cakupan ASI eksklusif disebabkan oleh dua hal
utama yaitu adanya indikasi medis dan karena kurangnya pengetahuan ibutentang
manfaat dari ASI eksklusif.
Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul, “Gambaran Pengetahuan ibu post partum tentang ASI eksklusif berdasarkan
karakteristik di RSUD ……. Kabupaten ……… Tahun 2009”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka ditetapkan rumusan masalahsebagai
berikut: Bagaimanakah gambaran pengetahuan ibu post partum tentang ASI eksklusif
berdasarkan karakteristik di RSUD ……. Kabupaten ……… tahun 2009?

1.3 Tujuan Penelitian


a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu post partum tentang ASI eksklusif
berdasarkan karakteristik di RSUD ……. Kabupaten ……… tahun 2009.
b. Tujuan Khusus
1) Diketahui gambaran pengetahuan ibu post partum tentang ASI eksklusif
berdasarkan umur di RSUD ……. Kabupaten ……… tahun 2009.
2) Diketahui gambaran ibu post partum tentang ASI eksklusif berdasarkan paritas di
RSUD ……. Kabupaten ……… tahun 2009.
3) Diketahui gambaran pengetahuan ibu post partum tentang ASI eksklusif
berdasarkan pendidikan di RSUD ……. Kabupaten ……… tahun 2009.
4) Diketahui gambaran pengetahuan ibu post partum tentang ASI eksklusif
berdasarkan pekerjaan di RSUD ……. Kab ……… tahun 2009.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat teoritis
Untuk menambah informasi pada pengembangan kajian Ilmu Gizi Kesehatan
Reproduksi dan Asuhan Kebidanan Neonatus khususnya tentang ASI eksklusif pada
ibu post partum di RSUD ……. Kabupaten ……… tahun 2009.
1.4.2 Manfaat Praktek
a. Bagi ibu menyusui
Diharapkan ibu post partum mengerti dan berpartisipasi aktif dalam memberikan ASI
eksklusif selama 6 bulan pada bayinya karena memahami manfaatnya bagi
pertumbuhan dan perkembangan bayinya.
b. Bagi RSUD …….
Diharapkan bisa menjadi bahan infomasi dan masukan bagi RSUD ……. guna
meningkatkan cakupan ASI eksklusif bagi ibu post partum yang menggunakan jasa
pelayanan RSUD ……. sebagai tempat persalinan.
c. Bagi Bidan
Diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan serta keterampilan
sehingga dapat memberikan motivasi dan konseling serta asuhan kebidanan yang
terbaik terhadap klien sehingga klien berpartisipasi aktif dalam pemberian ASI
eksklusif.
d. Bagi STIKU
Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sebagai sumber pengetahuan sebagai
bahan rujukan dalam kajian kepustakaan dan acuan untuk panduan penelitian
selanjutnya.

Tinggalkan sebuah Komentar

Ditulis dalam kumpulan contoh latar belakang kebidanan

Oleh: hapsari266 | 22 Januari 2011

Gambaran Kejadian Preeklampsia Berdasarkan


Karakteristik Ibu di UPTD Puskesmas
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) sebagai salah satu indikator kesehatan, sampai saat ini
masih tinggi di Indonesia dan jauh berada di atas negara ASEAN lainnya. Menurut
hasil SDKI tahun 2002-2003, angka kematian ibu di Indonesia 307 per 100.000
kelahiran hidup. Angka tersebut 61 kali lebih tinggi dibandingkan dengan negara
Singapura dan 4,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan negara Malaysia (Manuaba ,
2004).
Berdasarkan survei tahun 2003, Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat
menunjukan bahwa angka kematian ibu di wilayah Pantura (………, Indramayu,
Majalengka, dan Kuningan) sebesar 366,80 per 100.000 kelahiran hidup (Statistik
Sosial Ekonomi Penduduk Kabupaten ………, 2008).
Penyebab kematian ibu masih merupakan “trias klasik”, yaitu perdarahan 60% (184,2
per 100.000 kelahiran hidup), infeksi 30% (92,1 per 100.000 kelahiran hidup), dan
gestosis 10% ( 30,7 per 100.000 kelahiran hidup) (Manuaba, 2004). Sedangkan
menurut Departemen Kesehatan, pada tahun 2005 jumlah ibu meninggal karena
perdarahan mencapai 38,24% (111,2 per 100.000 kelahiran hidup), gestosis 26,47%
(76,97 per 100.000 kelahiran hidup), akibat penyakit bawaan 19,41 (56,44 per
100.000 kelahiran hidup), dan infeksi 5,88% (17,09 per 100.000 kelahiran hidup).
Dari data-data tersebut di atas dapat dilihat adanya peningkatan jumlah kematian ibu
maupun pergeseran urutan penyebab kematian akibat gestosis yaitu yang semula
berada di urutan ke-3 sebanyak 30,7 per 100.000 kelahiran hidup (10%) menjadi
urutan ke-2 yaitu sebanyak 76,97 per 100.000 kelahiran hidup (26,47%).
Preeklampsia berat dan komplikasinya (eklampsia) juga menjadi salah satu penyebab
utama kematian ibu di Kabupaten ……….
Pada tahun 2008 jumlah kematian ibu di Kabupaten ……… adalah 68 orang yang
disebabkan karena : perdarahan 32 orang, eklampsia 13 orang, dan sisanya 13 orang
karena penyakit bawaan (Profil Kesehatan Kabupaten ………, 2008).
Pada tahun 2009 sampai dengan bulan September dari 48 kematian ibu, yang
disebabkan perdarahan 22 orang, penyakit bawaan 18 orang, dan 8 orang karena
eklampsia (Bidang Kesga Dinkes Kab. ………, 2009).
Preeklampsia (dahulu disebut gestosis) merupakan hipertensi yang dipicu oleh
kehamilan dan terjadi pada 5-20% perempuan khususnya primigravida, ibu hamil
dengan kehamilan kembar, ibu yang menderita diabetes mellitus, dan hipertensi
essensial. Bahaya dari preeklampsia meliputi solutio placenta, kegagalan ginjal dan
jantung, hemorargi serebral, insupisiensi placenta, dan gangguan pertumbuhan janin
(Denis Tiran, 2006).
Peningkatan kejadian kematian akibat preeklampsia dan komplikasinya sampai saat
ini penyebabnya belum diketahui secara pasti, sehingga belum ada kesepakatan dalam
strategi pencegahan preeklampsia. Oleh karena itu deteksi dini preeklampsia sangat
diperlukan yaitu dengan menganjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan kehamilan
yang berkualitas yaitu minimal 4 kali kunjungan yaitu masing-masing 1 kali pada
trimester I dan II, serta 2 kali pada trimester III (Depkes, 2003).
Selain itu masih rendahnya akses para ibu terhadap sarana pelayanan kesehatan yang
berkualitas karena jumlahnya masih terbatas dan belum merata sebarannya, masih
rendahnya tingkat pengetahuan ibu tentang hal-hal yang perlu dilakukan untuk
menjaga kehamilan juga menjadi faktor yang cukup berpengaruh dan menjadi faktor
yang menyebabkan tingginya kematian ibu (Depkes, 2005).
Menteri Kesehatan, Siti Fadila Supari mengatakan, guna menurunkan angka kematian
ibu menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2009, Departemen
Kesehatan telah menyiapkan empat strategi pokok yakni penggerakan dan
pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan, mendekatkan akses keluarga miskin
dan rentan terhadap layanan kesehatan berkualitas, meningkatkan surveillance, dan
meningkatkan pembiayaan di bidang kesehatan (Depkes, 2005).
Kehamilan, persalinan, dan nifas merupakan proses reproduksi yang normal.
Walaupun demikian kehamilan, persalinan, dan nifas yang normal pun mempunyai
resiko. Resiko tinggi kehamilan merupakan penyimpangan, dan secara langsung dapat
menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. Salah satu faktor resiko
kehamilan yang dapat menyebabkan kematian ibu adalah preeklampsia (Pedoman
Pemantauan PWS KIA, 1997).
Unit Pelaksana Teknis Dinas Pusat Kesehatan Masyarakat (UPTD Puskesmas)
sebagai institusi kesehatan yang langsung berhubungan dengan masyarakat, menjadi
ujung tombak dalam upaya menurunkan AKI, salah satunya adalah UPTD Puskesmas
……………. Kecamatan ……………. Kabupaten ……….
Dari laporan tahunan KIA UPTD Puskesmas ……………. didapat data bahwa pada
tahun 2007 terjadi 14 kasus preeklampsia dengan 1 kematian ibu karena eklampsia,
tahun 2008 terjadi 16 kasus preeklampsia, dan tahun 2009 sampai dengan bulan
Oktober terjadi peningkatan kasus preeklampsia menjadi 29 orang.
Sehubungan dengan hal tersebut, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian
lebih lanjut tentang “GAMBARAN KEJADIAN PREEKLAMPSIA
BERDASARKAN KARAKTERISTIK IBU DI WILAYAH UPTD PUSKESMAS
……………. KABUPATEN ……… PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 31
OKTOBER 2009”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan data yang bersumber dari Laporan Tahunan KIA UPTD Puskesmas
……………. tahun 2007 dan tahun 2008, serta Rekap Laporan KIA UPTD
Puskesmas ……………. Kecamatan ……………. Kabupaten ……… tahun 2009
seperti diuraikan dalam latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah
sebagai berikut : “Bagaimana gambaran kejadiaan preeklampsia berdasarkan
karakteristik ibu di UPTD Puskesmas ……………. Kecamatan …………….
Kabupaten ……… periode 1 Januari sampai dengan 31 Oktober 2009 ?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran kejadian preeklampsia berdasarkan jenis preeklampsia dan
karakteristik ibu di UPTD Puskesmas ……………. Kecamatan …………….
Kabupaten ……… periode 1 Januari sampai dengan 31 Oktober 2009
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya angka kejadian preeklampsia berdasarkan jenis preeklampsia
b. Diketahuinya gambaran kejadian preeklampsia berdasarkan umur ibu
c. Diketahuinya gambaran kejadian preeklampsia berdasarkan paritas ibu
d. Diketahuinya gambaran kejadian preeklampsia berdasarkan umur kehamilan ibu
e. Diketahuinya gambaran kejadian preeklampsia berdasarkan jumlah janin dalam
kandungan ibu
f. Diketahuinya gambaran kejadian preeklampsia berdasarkan riwayat preeklampsia
yang lalu.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Memperoleh hasil penelitian baru tentang gambaran kejadian preeklampsia sehingga
dapat dijadikan sebagai perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Untuk dapat dijadikan sebagai acuan dalam upaya menurunkan angka kejadian
preeklampsia berat dengan deteksi dini preeklampsia ringan dan penanganan yang
tepat sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu.

E. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dibatasi pada jenis preeklampsia, umur, paritas, umur kehamilan, jumlah
janin dalam kandungan, dan riwayat preeklampsia yang lalu pada ibu yang mengalami
preeklampsia dalam proses kehamilan dan persalinan di UPTD Puskesmas
……………. Kabupaten ……… periode 1 Januari sampai dengan 31 Oktober 2009
tanpa dilakukan uji hubungan atau analisis lebih lanjut

Tinggalkan sebuah Komentar

Ditulis dalam kumpulan contoh latar belakang kebidanan

Oleh: hapsari266 | 22 Januari 2011

Pengetahuan Ibu Hamil Trimester I tentang Emesis


Gravidarum di Wilayah Kerja Puskesmas
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan merupakan keadaan mengandung embrio atau fetal di dalam tubuh setelah
penyatuan sel telur dan spermatozoa (Dorland, 2002). Konsepsi dan implantasi
(nidasi) sebagai titik awal kehamilan menyebabkan keterlambatan datang bulan serta
menimbulkan perubahan rohani dan jasmani. Keterlambatan datang bulan tersebut
diikuti dengan perubahan subyektif seperti perasaan mual, ingin muntah, pusing
kepala dan nafsu makan berkurang (Manuaba, IBG, 1999 ).
Perasaan mual dan muntah sering dialami ibu yang sedang hamil muda. Angka
kejadian mual muntah terjadi pada 60-80% primigravida dan 40-60% multigravida
(Sarwono, 2002). Lacroix, dkk (2000) melaporkan, emesis gravidarum (mual muntah)
terjadi 75% pada wanita hamil dan lamanya berlangsung sekitar 35 hari
(www.infoibu.com.2005). Menurut Suririnah (2005), hampir 50-90% dari wanita
hamil mengalami mual pada trimester pertama (3 bulan pertama kehamilannya).
Keluhan mual muntah ini dikatakan wajar jika dialami pada usia kehamilan 8–12
minggu dan semakin berkurang secara bertahap hingga akhirnya berhenti di usia
kehamilan 16 minggu (www.tempointeraktif.com/medika/arsip/122002/art-2.htm).
Meskipun emesis gravidarum ini sering disebut juga sebagai morning sickness yang
artinya sering terjadi pada pagi hari, namun menurut penelitian, 80% dari emesis
gravidarum terjadi sepanjang hari (www.infoibu.com.2005).\
Banyak yang mempertanyakan penyebab dari emesis gravidarum ini. Pertanyaan ini
dijawab Goodwin, dkk (1994) bahwa penyebab dari emesis gravidarum adalah
terjadinya peningkatan kadar hormon dan pengaruh perubahan psikologis yang terjadi
selama kehamilan. Peningkatan hormon ini direspon berbeda oleh wanita hamil,
sehingga memiliki derajat mual yang berbeda-beda. Ada yang tidak merasakan apa-
apa, tapi ada juga yang merasa mual dan ada yang merasa sangat mual dan muntah
setiap saat sehingga memerlukan pengobatan (hiperemesis gravidarum)
(www.infoibu.com.2005).
Para peneliti dari Liverpool University menyebutkan bahwa pada awal masa
kehamilan, morning sickness seringkali merupakan hari yang sangat menakutkan bagi
ibu hamil. Hal itu sering menyebabkan menurunnya nafsu makan dan kurangnya
asupan makanan yang sehat, padahal masa tersebut merupakan masa yang penting
bagi perkembangan janin. (www.tempointeraktif.com/medika/arsip/122002/art-
2.htm). Berdasarkan suatu kajian bahwa 95% wanita yang mempunyai diet yang baik
akan mempunyai bayi yang sehat dan dari wanita yang makan gizi buruk hanya 8%
mempunyai bayi dengan kesehatan baik (Curtis, G, 2000).
Berdasarkan data kunjungan di ruang BKIA Puskesmas ……… Kecamatan
…………… periode bulan Januari – Maret 2008 diperoleh data 166 ibu hamil yang
periksa meliputi TM I sejumlah 53 orang, TM II sejumlah 80 orang, dan TM III
sejumlah 33 orang. Dari data tersebut terdapat 71 ibu hamil yang mengeluhkan mual
muntah yang terdiri dari 53 ibu hamil TM I dan 18 ibu hamil TM II. Sedangkan
menurut studi pendahuluan pada waktu pendataan PKL yang dilakukan di wilayah
kerja Puskesmas ……… Kecamatan …………… pada tanggal 10-14 Maret 2008
didapatkan data ibu hamil yang mengalami mual muntah di Desa Sumberejo sejumlah
9 dari 33 ibu hamil, Desa Nambaan sejumlah 9 dari 35 ibu hamil dan Desa Toyoresmi
sejumlah 8 dari 32 ibu hamil.
Disadari penulis bahwa pengetahuan sangat mendasari terbentuknya tindakan
seseorang, karena perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo, S, 2003). Oleh
karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti gambaran pengetahuan ibu hamil trimester I
tentang emesis gravidarum.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut “Bagaimanakah Pengetahuan Ibu Hamil Trimester I
Tentang Emesis Gravidarum di Wilayah Kerja Puskesmas ……… Kecamatan
…………… Kabupaten …….?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran pengetahuan ibu hamil trimester I tentang emesis gravidarum
di wilayah kerja Puskesmas ……… Kecamatan …………… Kabupaten ……..
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui pengetahuan ibu hamil trimester I tentang definisi emesis
gravidarum di wilayah kerja Puskesmas ……….
1.3.2.2 Mengetahui pengetahuan ibu hamil trimester I tentang penyebab emesis
gravidarum di wilayah kerja Puskesmas ……….
1.3.2.3 Mengetahui pengetahuan ibu hamil trimester I tentang pengaruh emesis
gravidarum bagi kesehatan ibu dan janin di wilayah kerja Puskesmas ……….
1.3.2.4 Mengetahui pengetahuan ibu hamil trimester I tentang cara mengurangi dan
mengatasi emesis gravidarum di wilayah kerja Puskesmas ……….

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Peneliti
1.4.1.1 Menambah wawasan bagi peneliti mengenai pengetahuan ibu hamil TM I
tentang emesis gravidarum di wilayah kerja Puskesmas ……….
1.4.1.2 Mengembangkan kemampuan peneliti dalam
mengaplikasikan pengetahuan tentang metode penelitian dalam masalah nyata yang
ada di mayarakat.
1.4.2 Bagi Tempat Penelitian
Dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk mempertimbangkan dan evaluasi
dalam rangka meningkatkan pelayanan asuhan kebidanan khususnya penyuluhan bagi
ibu hamil tentang emesis gravidarum.
1.4.3 Bagi Institusi
Sebagai bahan tambahan untuk pengetahuan dan informasi agar dapat
mengembangkan penelitian selanjutnya tentang emesis gravidarum dalam konteks
yang berbeda.

2 Komentar

Ditulis dalam kumpulan contoh latar belakang kebidanan

Oleh: hapsari266 | 22 Januari 2011

Hubungan Kejadian Partus Prematur dengan Paritas


di Kamar Bersalin RSUD
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Beberapa tahun belakangan ini partus prematur menjadi perhatian utama dalam
bidang obstetrik, karena erat kaitannya dengan morbiditas dan mortalitas perinatal.
Partus prematur merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal di
seluruh dunia (Agustinafi, 2005).
Janin yang lahir secara prematur mempunyai risiko komplikasi yang sangat tinggi,
sehingga risiko untuk terjadi asfiksia juga tinggi. Hal ini dikarenakan bayi sulit untuk
menyesuaikan diri di luar rahim ibu yang disebabkan alat-alat tubuh bayi belum
berfungsi secara maksimal seperti bayi yang lahir aterm. Semakin pendek usia
kehamilan, alat-alat tubuh bayi semakin kurang sempurna, sehingga risiko komplikasi
pada janin semakin tinggi. Dalam hal ini kematian perinatal banyak terjadi pada bayi
prematur (Hanifa, 2002 : 312).
Tahun 2002 tercatat Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 13,02/1000 kelahiran
hidup, dimana 20,51% disebabkan oleh partus prematur. Tahun 2003 AKB sebesar
18,01/1000 kelahiran hidup dan 23,64% kematian disebabkan oleh partus prematur.
Tahun 2004 AKB sebesar 27,62/1000 kelahiran hidup, dimana 3 8,57% penyebabnya
adalah partus prematur (Yuli, 2004). Berdasarkan Data Dinas Kesehatan Jawa Timur
Angka Kematian Bayi. tahun 2009 sebesar 26,9/1000 kelahiran hidup dimana 29%
kematian disebabkan oleh partus prematur (Dinkes Jatim, 2008)
Penyebab partus prematur masih sulit ditentukan, akan tetapi tampaknya mempunyai
hubungan dengan status medis dan status sosial diantaranya kemiskinan, malnutrisi,
ketergantungan obat, penyakit menular seksual, perokok dan kehamilan pada usia
muda (Yuli, 2004). Selain itu, paritas juga merupakan faktor penyebab terjadinya
partus prematur (Agustinafi, 2005).
Tahun 2005 Indonesia memiliki kejadian partus prematur sekitar 19% dimana 20%
dari kelahiran tersebut disebabkan oleh faktor paritas. Wanita yang telah melahirkan
lebih dari tiga kali mempunyai risiko 4 kali lebih besar mengalami partus prematur
bila dibandingkan dengan wanita yang paritasnya kurang dari 3 (Agustinafi, 2005).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Buku Laporan Pasien di Kamar Bersalin RSUD
………… Kota …….. pada bulan Maret 2008 terdapat 11 persalinan prematur, 5
persalinan dengan paritas kurang dari 3 sedangkan 7 persalinan dengan paritas
lebih/sama dengan 3 menyebabkan 2 bayi meninggal.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang
hubungan kejadian partus prematur dengan paritas di RSUD ………… Kota ……..
periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2009.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan masalah penelitian “Adakah
hubungan kejadian partus prematur dengan paritas di Kamar Bersalin RSUD
………… Kota …….. Periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2009 ?”.

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan kejadian partus prematur dengan paritas di Kamar Bersalin
RSUD ………… Kota …….. Periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2009.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi kejadian partus prematur di Kamar Bersalin RSUD …………
Kota …….. Periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2009.
b. Mengidentifikasi paritas ibu yang mengalami partus prematur .
c. Menganalisis hubungan kejadian partus prematur dengan paritas di Kamar Bersalin
RSUD ………… Kota …….. Periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2009.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai hubungan kejadian partus prematur
dengan paritas .
1.4.2 Bagi Tempat Penelitian
Sebagai informasi tentang hubungan antara kejadian partus prematur dengan paritas .
1.4.3 Bagi Institusi
Dapat digunakan sebagai tambahan pengetahuan dan informasi tentang hubungan
kejadian partus prematur dengan paritas .

Tinggalkan sebuah Komentar

Ditulis dalam kumpulan contoh latar belakang kebidanan

Oleh: hapsari266 | 22 Januari 2011

Hubungan Antara Pengetahuan Orang Tua tentang


Pemberian Makan Kepada Anak dengan
Kejadian Obesitas pada Balita
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemberian nutrisi secara seimbang pada anak harus dimulai sejak dalam kandungan,
yaitu dengan pemberian nutrisi yang cukup memadai pada ibu hamil. Setelah lahir
harus diupayakan pemberian ASI secara eksklusif, yaitu pemberian ASI saja sampai
anak berumur 6 bulan. Sejak berumur 6 bulan, anak diberikan tambahan atau
pendamping ASI (PASI). Pemberian PASI ini penting untuk melatih kebiasaan makan
yang baik dan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang meningkat pada masa bayi dan
prasekolah. Karena pada masa ini pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi
adalah sangat pesat, terutama pertumbuhan otak (Nursalam,dkk.2005).
Namun tidak selamanya nutrisi pada anak terpenuhi dengan seimbang. Kondisi ini
menimbulkan perbedaan keadaan gizi antara anak yang satu dengan anak yang lain.
Ada kalanya anak memiliki keadaan gizi lebih, keadaan gizi baik, dan keadaan gizi
buruk. Keadaan gizi baik akan dapat dicapai dengan pemberian makanan yang
seimbang bagi tubuh menurut kebutuhan. Sedangkan gizi lebih atau gizi kurang
terjadi bila pemberian makanan tidak seimbang menurut kebutuhan anak.
Obesitas merupakan kelainan atau penyakit yang ditandai dengan penimbunan
jaringan lemak tubuh secara berlebihan (Damayanti, 2004). Secara umum, kegemukan
(obesitas) disebabkan oleh tidak seimbangnya energi dari makanan dengan kalori
yang dikeluarkan. Kondisi ini akibat interaksi beberapa faktor, yaitu keluarga,
penggunaan energi, dan keturunan (yatim, 2005).
Terdapat 3 faktor yang berpengaruh terhadap berkembangnya obesitas, yaitu genetik,
lingkungan dan neuro (Juanita, 2004). Namun, berdasarkan hasil penelitian Badan
International Obeysitas Task Force (ITF) dari badan WHO yang mengurusi anak yang
kegemukan, 99% anak obesitas karena faktor lingkungan, sedangkan yang dianggap
genetik biasanya bukan genetik tetapi akibat faktor lingkungan (Darmono, 2006).
Faktor lingkungan ini dipengaruhi oleh aktifitas dan pola makan orang tua anak, misal
pola makan bapak dan ibunya tidak teratur menurun pada anak, karena di lingkungan
itu tidak menyediakan makanan yang tinggi energi, bahkan aktifitas dalam keluarga
juga mendukung (Darmono, 2006).
Komplikasi dari anak – anak yang mengalami obesitas, bisa terjadi diabetes tipe 2
yang resisten terhadap insulin, sindrom metabolisme, muncul tekanan darah tinggi,
kolesterol tinggi, dan tingkat blood lipid yang abnormal (Fauzin, 2006).
Menurut Roskitt dan Clair yang dikutip oleh Subardja D, 2004, “obesitas pada anak
merupakan cikal bakal terjadinya penyakit degeneratif kardiovaskuler, Diabetes
Mellitus, dan penyakit degeneratif lainnya yang dapat timbul sebelum atau setelah
masa dewasa”.
Di Indonesia, angka kejadian obesitas terus meningkat, hal ini disebabkan perubahan
pola makan serta pandangan masyarakat yang keliru bahwa sehat adalah identik
dengan gemuk (Soetjiningsih, 1998). Kurangnya pengetahuan dan salah persepsi
tentang kebutuhan makanan dan nilai makanan juga merupakan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang (Budiyanto, 2004). Obesitas yang
terjadi sebelum umur 5 tahun mempunyai kecenderungan tetap gemuk pada waktu
dewasa, dari pada yang terjadi sesudahnya (Soetjiningsih, 1998).
Peningkatan prevalensi obesitas ini terjadi di Negara maju maupun berkembang.
Menurut Damayanti, 2004 prevalensi obesitas pada anak usia 6-17 tahun di Amerika
Serikat dalam tiga dekade terakhir naik dari 7,6 – 10,8% menjadi 13-14%. Sedangkan
anak sekolah di Singapura naik dari 9% menjadi 19 %.
Mengutip Survey Kesehatan Nasional, di Indonesia prevalensi obesitas pada balita
juga naik. Prevalensi obesitas pada tahun 1992 sebanyak 1,26% dan 4,58% pada
1999. Sedangkan berdasarkan data RSU Dr.Soetomo Surabaya bagian anak
menyebutkan jumlah anak kegemukan (obesitas) 8% pada tahun 2004 dan menjadi
11,5% pada tahun 2005.
Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di KB-TKIT Al-
Hikmah Surabaya, dari 122 siswa didapatkan data anak yang mempunyai status gizi
Lebih (obesitas) sebanyak 21 orang atau 17,2%.
Melihat dari uraian di atas masalah yang terjadi adalah kejadian obesitas pada anak
dan balita terus meningkat, serta kurangnya pengetahuan orang tua tentang pemberian
makan kepada anak. Pengetahuan yang kurang ini dapat menyebabkan perilaku yang
salah dalam memberikan dan mengawasi pola makan anaknya. Oleh karena itu perlu
dilakukan penelitian tentang “Hubungan antara pengetahuan orang tua tentang
pemberian makan kepada anak dengan kejadian obesitas pada balita”.

1.2 Rumusan masalah


Apakah ada hubungan antara pengetahuan orang tua tentang pemberian makan kepada
anak dengan kejadian obesitas pada balita?

1.3 Tujuan penelitian


1.3.1 Tujuan umum
Untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan orang tua tentang pemberian
makan kepada anak dengan kejadian obesitas pada balita.
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi pengetahuan orang tua dari balita yang obesitas dan balita
yang tidak obesitas di KB-TKIT Al-Hikmah Surabaya tentang pemberian makan
kepada anak
1.3.2.2 Mengidentifikasi kejadian obesitas pada balita di KB-TKIT Al-Hikmah
Surabaya
1.3.2.3 Menganalisis hubungan antara pengetahuan orang tua tentang pemberian
makan kepada anak dengan kejadian obesitas pada balita di KB-TKIT Al-Hikmah
Surabaya.

1.4 Manfaat penelitian


1.4.1 Bagi program kesehatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk
meningkatkan pembinaan dan pelatihan serta pioritas program dalam upaya
meningkatkan status gizi masyarakat dan penanggulangan kasus obesitas di
masyarakat, khususnya pada balita.
1.4.2 Bagi Ilmu Pengetahuan
Menambah kajian baru ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kesehatan dan
dapat digunakan sebagai bahan pembuatan penelitian selanjutnya
1.4.3 Bagi penulis
Penulis dapat mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh selama di bangku kuliah
dalam kehidupan yang nyata di tengah-tengah masyarakat.
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan/ sumber rujuan bagi penelitian – penelitian selanjutnya.

Tinggalkan sebuah Komentar

Ditulis dalam kumpulan contoh latar belakang kebidanan

Oleh: hapsari266 | 22 Januari 2011

Gambaran Pengetahuan dan Sikap Remaja SMA ….


Terhadap Infeksi Menular Seksual
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Infeksi menular seksual (IMS) adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan
seksual. Menurut WHO (2009), terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba (bakteri, virus,
dan parasit) yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling
sering ditemukan adalah infeksi gonorrhea, chlamydia, syphilis, trichomoniasis,
chancroid, herpes genitalis, infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan
hepatitis B. Beberapa diantaranya, yakni HIV dan syphilis, dapat juga ditularkan dari
ibu ke anaknya selama kehamilan dan kelahiran, dan melalui darah serta jaringan
tubuh.
Sampai sekarang, infeksi menular seksual masih menjadi masalah kesehatan, sosial
maupun ekonomi di berbagai negara (WHO, 2003). Peningkatan insidens infeksi
menular seksual dan penyebarannya di seluruh dunia tidak dapat diperkirakan secara
tepat. Di beberapa negara disebutkan bahwa pelaksanaan program penyuluhan yang
intensif akan menurunkan insidens infeksi menular seksual atau paling tidak
insidensnya relatif tetap. Namun demikian, di sebagian besar negara insidens infeksi
menular seksual relatif masih tinggi (Hakim, 2003). Angka penyebarannya sulit
ditelusuri sumbernya, sebab tidak pernah dilakukan registrasi terhadap penderita yang
ditemukan. Jumlah penderita yang terdata hanya sebagian kecil dari penderita
sesungguhnya (Lestari, 2008).
Di Indonesia, infeksi menular seksual yang paling banyak ditemukan adalah syphilis
dan gonorrhea. Prevalensi infeksi menular seksual di Indonesia sangat tinggi
ditemukan di kota Bandung, yakni dengan prevalensi infeksi gonorrhea sebanyak
37,4%, chlamydia 34,5%, dan syphilis 25,2%; Di kota Surabaya prevalensi infeksi
chlamydia 33,7%, syphilis 28,8% dan gonorrhea 19,8%; Sedang di Jakarta prevalensi
infeksi gonorrhea 29,8%, syphilis 25,2% dan chlamydia 22,7%. Di Medan, kejadian
syphilis terus meningkat setiap tahun. Peningkatan penyakit ini terbukti sejak tahun
2003 meningkat 15,4% sedangkan pada tahun 2004 terus menunjukkan peningkatan
menjadi 18,9%, sementara pada tahun 2005 meningkat menjadi 22,1%. Setiap orang
bisa tertular penyakit menular seksual. Kecenderungan kian meningkatnya
penyebaran penyakit ini disebabkan perilaku seksual yang bergonta-ganti pasangan,
dan adanya hubungan seksual pranikah dan diluar nikah yang cukup tinggi.
Kebanyakan penderita penyakit menular seksual adalah remaja usia 15-29 tahun,
tetapi ada juga bayi yang tertular karena tertular dari ibunya (Lestari, 2008).
Tingginya kasus penyakit infeksi menular seksual, khususnya pada kelompok usia
remaja, salah satu penyebabnya adalah akibat pergaulan bebas. Sekarang ini di
kalangan remaja pergaulan bebas semakin meningkat terutama di kota-kota besar.
Hasil penelitian di 12 kota besar di Indonesia termasuk Denpasar menunjukkan 10-
31% remaja yang belum menikah sudah melakukan hubungan seksual. Pakar seks
juga spesialis Obstetri dan Ginekologi dr. Boyke Dian Nugraha di Jakarta
mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks
bebas semakin meningkat. Dari sekitar 5% pada tahun 1980-an, menjadi 20% pada
tahun 2000. Kisaran angka tersebut didapat dari berbagai penelitian di beberapa kota
besar di Indonesia. Kelompok remaja yang masuk ke dalam penelitian tersebut
umumnya masih bersekolah di Sekolah Menengah Atas (SMA) atau mahasiswa.
Namun dalam beberapa kasus juga terjadi pada anak-anak yang duduk di tingkat
Sekolah Menengah Pertama (SMP) (Rauf, 2008).
Pengetahuan tentang infeksi menular seksual dapat ditingkatkan dengan pemberian
pendidikan kesehatan reproduksi yang dimulai pada usia remaja. Pendidikan
kesehatan reproduksi di kalangan remaja bukan hanya memberikan
pengetahuan tentang organ reproduksi, tetapi juga mengenai bahaya akibat pergaulan
bebas, seperti penyakit menular seksual dan kehamilan yang belum diharapkan atau
kehamilan berisiko tinggi (BKKBN, 2005). Oleh karena itu, penelitian ini perlu
dilakukan untuk mendapatkan bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap remaja
terhadap infeksi menular seksual agar dapat diketahui apakah diperlukan tambahan
pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja dalam upaya menghambat peningkatan
insidens infeksi menular seksual di kalangan remaja dewasa ini.

1.2. Rumusan Masalah


Masalah yang menjadi dasar dilakukannya penelitian ini adalah bahwa penulis ingin
mengetahui:
Bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap remaja SMA Wiyata Dharma Medan
terhadap infeksi menular seksual?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap remaja SMA Wiyata Dharma
Medan terhadap infeksi menular seksual.
Tujuan Khusus •
Yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Memperoleh informasi tentang pengetahuan remaja SMA Wiyata Dharma Medan
tentang infeksi menular seksual.
2. Memperoleh informasi tentang sikap remaja SMA Wiyata Dharma Medan terhadap
infeksi menular seksual.

1.4. Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan mengenai gambaran
pengetahuan dan sikap remaja terhadap infeksi menular
seksual sehingga dapat direncanakan suatu strategi untuk menindaklanjutinya.
2. Sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah dalam memberikan penyuluhan tentang
kesehatan reproduksi pada kalangan remaja.
3. Sebagai bahan masukan bagi orang tua dalam upaya merangsang kepedulian orang
tua terhadap pendidikan seksual anak yang dimulai pada usia remaja.
4. Sebagai bahan masukan bagi remaja dalam menyikapi hal-hal yang berhubungan
dengan kesehatan reproduksi.

Tinggalkan sebuah Komentar

Ditulis dalam kumpulan contoh latar belakang kebidanan

Oleh: hapsari266 | 22 Januari 2011

Karakteristik Penderita Kanker Leher Rahim


di RSUD
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker leher rahim merupakan kanker yang terjadi pada serviks uterus, yaitu suatu
daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim
yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina). Kanker ini terjadi
pada wanita yang telah berumur, tetapi bukti statistik menunjukkan bahwa kanker
leher rahim dapat juga menyerang wanita yang berumur antara 20 sampai 30 tahun
(Yohanes R, 1999)
Penyebab kanker leher rahim belum diketahui secara pasti. Ada beberapa hal yang
diduga dapat menambah resiko timbulnya kanker leher rahim, diantara yang penting
jarang ditemukan pada perawan (virgo), insiden lebih tinggi pada mereka yang sudah
kawin daripada yang belum kawin, insiden meningkat dengan tingginya paritas,
apalagi jika jarak persalinan terlalu dekat, mereka yang dalam golongan sosial
ekonomi rendah, aktivitas seksualnya sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas),
higiene seksual yang jelek, jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya disunat
(sirkumsisi), dan sering dijumpai pada wanita yang mengalami infeksi virus HPV
(Human Papilloma Virus) tipe 16 atau 18, pada gadis yang koitus pertama (coitarche)
dialami pada usia amat muda (<16 style=”font-weight: bold;”>1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah karakteristik penderita kanker leher rahim di RSUD ………… Kota
…….. periode 1 Januari s/d 31 Desember 2009?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui karakteristik penderita kanker leher rahim di RSUD ………… Kota
…….. mulai periode 1 Januari s/d 31 Desember 2009.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik penderita kanker leher rahim berdasarkan usia pasien.
2. Mengetahui karakteristik penderita kanker leher rahim berdasarkan paritas.
3. Mengetahui karakteristik penderita kanker leher rahim berdasarkan usia ketika
menikah.
4. Mengetahui karakteristik penderita kanker leher rahim berdasarkan jenis
kontrasepsi yang digunakan.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Peneliti
Dapat menerapkan teori riset kebidanan tentang karakteristik penderita kanker leher
rahim.
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai tambahan dalam memberikan pengetahuan dan informasi dari hasil penelitian
untuk dikembangkan pada penelitian selanjutnya.
1.4.3 Bagi Tempat Penelitian
Diharapkan dapat menjadi masukan untuk meningkatkan pelayanan terhadap kanker
leher rahim.

Tinggalkan sebuah Komentar

Ditulis dalam kumpulan contoh latar belakang kebidanan

Oleh: hapsari266 | 22 Januari 2011

Hubungan antara Pemberian Makanan Tambahan


Dini dengan Pertumbuhan Berat Badan Bayi
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


ASI merupakan makanan alami pertama untuk bayi dan harus diberikan tanpa
makanan tambahan sekurang-kurangnya sampai usia 4 bulan dan jika mungkin
sampai usia 6 bulan. ASI harus menjadi makanan utama selama tahun pertama bayi
dan menjadi makanan penting selama tahun kedua. ASI terus memberikan faktor-
faktor anti infeksi unik yang tidak dapat diberikan oleh makanan lain (Rosidah, 2008).
Setelah usia 4 bulan sampai 6 bulan disamping ASI dapat pula diberikan makanan
tambahan, namun pemberiannya harus diberikan secara tepat meliputi kapan memulai
pemberian, apa yang harus diberikan, berapa jumlah yang diberikan dan frekuensi
pemberian untuk menjaga kesehatan bayi (Rosidah, 2008). Sehingga saat mulai
diberikan makanan tambahan harus disesuaikan dengan maturitas saluran pencernaan
bayi dan kebutuhannya (Narendra, dkk, 2008).
Di negara-negara yang sudah maju seperti Eropa dan Amerika, makanan padat
sebelum tahun 1970 diberikan pada bulan-bulan pertama setelah bayi dilahirkan, akan
tetapi setelah tahun tersebut banyak dilaporkan tentang kemungkinan timbulnya efek
sampingan jika makanan tersebut diberikan terlalu dini. Waktu yang baik untuk
memulai pemberian makanan padat biasanya pada umur 4 – 5 bulan. Resiko pada
pemberian sebelum umur tersebut antara lain adalah kenaikan berat badan yang
terlalu cepat hingga menjurus ke obesitas (Pudjiadi, 2008).
Hasil penelitian oleh para pakar menunjukkan bahwa gangguan pertumbuhan pada
awal masa kehidupan balita, antara lain disebabkan kekurangan gizi sejak bayi dalam
kandungan, pemberian makanan tambahan terlalu dini atau terlalu lambat, makanan
tambahan tidak cukup mengandung energi dan zat gizi mikro terutama mineral besi
dan seng, perawatan bayi yang kurang memadai dan ibu tidak berhasil memberikan
ASI eksklusif kepada bayinya (Supriyono, 2008).
Menurut Cesilia M. Reveriani, pakar gizi anak Institut Pertanian Bogor (IPB) yang
menguraikan hasil survey penggunaan makanan pendamping ASI sekitar 49% bayi
sebelum usia 4 bulan sudah diberi susu formula, 45,1% makanan cair selain susu
formula dan 50% makanan padat. Pemberian susu formula makanan pendamping ASI
cair dan yang diberikan pada bayi kurang dari 4 bulan cenderung dengan intensitas
atau frekuensi yang sangat tinggi sehingga dapat membahayakan dan berakibat
kurang baik pada anak, yang dampaknya adalah kerusakan pada usus bayi. Karena
pada umur demikian usus belum siap mencerna dengan baik sehingga pertumbuhan
berat badan bayi terganggu, antara lain adalah kenaikan berat badan yang terlalu cepat
sehingga ke obesitas dan malnutrisi.
Pada Indonesia sehat 2010, target ASI eksklusif selama 4 bulan adalah 80%.
Penelitian di Kabupaten ………… …… …… tahun 2008 menunjukkan sebagian
besar responden (59%) memberikan makanan tambahan sebelum bayi berusia 4 bulan
dan 41% memberikan makanan tambahan kepada bayinya saat bayi berusia 4 bulan
atau lebih (Supriyono, 2008).
Di Indonesia terutama di daerah pedesaan sering kita jumpai pemberian makanan
tambahan mulai beberapa hari setelah bayi lahir. Kebiasaan ini kurang baik karena
pemberian makanan tambahan dini dapat mengakibatkan bayi lebih sering menderita
diare, mudah alergi terhadap zat makanan tertentu, terjadi malnutrisi atau gangguan
pertumbuhan anak, produksi ASI menurun (Narendra, dkk, 2008).
Pada dasarnya dapat diharapkan bahwa bayi tidak akan makan secara berlebihan yaitu
diberi makanan tambahan dini karena akan berakibat penambahan berat badan
berlebihan (Behrman dan Vaughan, 2005).
Data dari Dinas Kesehatan Kota ……….. tahun 2008 menunjukkan bahwa dari
48.974 bayi, 16.729 bayi (33,11%) sudah mendapat makanan tambahan sebelum usia
4 bulan, di kecamatan Mulyorejo dari 1.603 bayi, 1.254 bayi (78,23%) sudah
mendapat makanan tambahan sebelum usia 4 bulan. Dan di BPS …… ……. ………
….. ……….. saat penelitian pendahuluan pada bulan Mei 2010 dari 10 bayi, 7 bayi
(70%) diantaranya sudah mendapat makanan tambahan sebelum usia 4 bulan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini
adalah :
Adakah hubungan antara pemberian makanan tambahan dini dengan pertumbuhan
berat badan bayi?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara pemberian makanan tambahan dini dengan pertumbuhan
berat badan bayi.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengidentifikasi pemberian makanan tambahan.
1.3.2.2 Mengidentifikasi pertumbuhan berat badan bayi usia 4 bulan.
1.3.2.3 Menganalisa hubungan antara pemberian makanan tambahan dini dengan
pertumbuhan berat badan bayi.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Peneliti
Menambah wawasan peneliti dalam mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan
tentang pemberian makanan tambahan.
1.4.2 Bagi BPS
Sebagai bahan masukan bagi BPS dalam menggalakkan KIE program ASI eksklusif
dan pemberian makanan tambahan.
1.4.3 Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Menambah wawasan dalam bidang gizi mengenai hubungan antara pemberian
makanan tambahan dini dengan pertumbuhan berat badan bayi

2 Komentar

Ditulis dalam kumpulan contoh latar belakang kebidanan

Oleh: hapsari266 | 22 Januari 2011

Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Penyakit


Pneumonia pada Balita di Puskesmas
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan pada system pernafasan merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas. Infeksi pada saluran pernafasan jauh lebih sering terjadi dibandingkan
dengan infeksi pada system organ tubuh lain dan berkisar dari flu biasa dengan gejala-
gejala serta gangguan yang relative ringan sampai Pneumonia berat.
Pneumonia adalah radang paru-paru yang disebabkan oleh bermacam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda asing(1). Jadi kesimpulannya Pneumonia adalah
radang paru yang dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga
alveoli atau bronkus oleh eksudat yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Data yang diperoleh dari WHO dan UNICEF 50 persen dari pneumonia disebabkan
oleh kuman ‘sterptokokus pneumonia’ (IPD) dan 30 persen oleh Haemophylus
Influenza type B (HIB), sisanya oleh virus dan penyebab lain secara global, sekitar
1,6 juta kematian setiap tahun disebabkan oleh penyakit ‘streptokokus pneumonia’,
didalamnya 700.000 hingga 1 (satu) juta balita terutama berasal dari Negara
berkembang. Secara nasional angka kejadian pneumonia belum diketahui secara pasti
data yang ada baru berasal dari laporan Subdit ISPA Ditjen P2M-PL Depkes RI tahun
2007 dari 31 provinsi ditemukan 477.429 balita dengan pneumonia atau 21,52 persen
dari jumlah seluruh balita di Indonesia.
Data Ibu yang mempunyai balita di Puskesmas ……. Kabupaten ……… selama 6
bulan (Juli-Desember 2009) dengan rincian Juli 3156 Ibu, Agustus 3156, September
3156, Oktober 3182, Nopember 3162, Desember 3155 Ibu yang mempunyai balita.
Data yang diperoleh di Puskesmas ……. Kabupaten ……… di Ruang MTBS dari
bulan Juli 2009 sampai dengan Desember 2009 berjumlah 113 kasus, dengan rincian.
Pada bulan Juli 15 balita, Agustus 12 balita, September 22 balita, Oktober 15 balita,
November 25 balita dan Desember 24 balita yang menderita penyakit pneumonia
yang berobat ke ruang MTBS Puskesmas ……. Kabupaten ……….
Menurut data yang penulis ketahui yang didapat di ruangan MTBS Puskesmas …….
Kabupaten ……… terdapat 113 balita usia 1-5 tahun yang terdaftar pernah berobat ke
bagian MTBS Puskesmas ……. Kabupaten ……… pada 6 bulan terakhir dari Juli-
Desember 2009. Dari 113 balita penderita pneumonia tidak ada penderita yang
dirujuk ataupun meninggal, hanya mengikuti pengobatan di bagian MTBS Puskesmas
……. Kabupaten ……….
Dilihat dari data yang diperoleh selama 6 bulan dari Juli-Desember 2009 yaitu 113
kasus, angka kejadian cenderung meningkat atau tetap tidak ada penurunan. Dan
banyaknya angka kejadian penyakit pneumonia di puskesmas ……. bisa disebabkan
diantaranya tingkat pendidikan responden yang dari pengamatan langsung di lapangan
didapatkan informasi bahwa sebagian besar pendidikan ibu-ibu yang mempunyai
balita dengan penyakit pneumonia di Puskesmas ……. hanya tamatan SD (Sekolah
Dasar). Sehingga penulis mengambil kesimpulan bahwa adanya banyak angka
kejadian penyakit pneumonia dikarenakan kurangnya gambaran pengetahuan ibu
tentang penyakit pneumonia.
Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep dan pemahaman
yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya termasuk manusia dan
kehidupannya. Pengetahuan mencakup penalaran, penjelasan dan pemahaman
manusia tentang segala sesuatu(9).
Apa bila ibu yang mempunyai pengetahuan baik maka akan bersifat langgeng dalam
arti ibu yang mempunyai balita dapat mengatasi permasalahan ataupun menangani
apabila balitanya mengalami penyakit pneumonia dan begitupun sebaliknya apabila
ibu yang mempunyai pengetahuan yang buruk maka akan bersifat tidak langgeng
dalam arti ibu yang mempunyai balita tidak dapat mengatasi permasalahan ataupun
menangani apabila balitanya mengalami penyakit pneumonia.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti bergerak untuk meneliti tentang
gambaran pengetahuan ibu tentang penyakit pneumonia pada balita di Puskesmas
……. Kabupaten ……… tahun 2010.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana
gambaran pengetahuan ibu tentang penyakit pneumonia pada balita di Puskesmas
……. Kabupaten ……… tahun 2010”?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran pengetahuan ibu tentang penyakit pneumonia pada
balita di Puskesmas ……. Kabupaten ……….
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi gambaran pengetahuan ibu tentang pengertian penyakit
pneumonia pada balita ( 1-5 tahun ) di Puskesmas ……. Kabupeten ……… tahun
2010.
b. Untuk mengidentifikasi gambaran pengetahuan ibu tentang penyebab penyakit
pneumonia pada balita ( 1-5 tahun ) di Puskesmas ……. Kabupaten ……… tahun
2010.
c. Untuk mengidentifikasi gambaran pengetahuan ibu tentang penatalaksanaan dari
penyakit pneumonia di Puskesmas ……. Kabupaten ……… tahun 2010.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak antara lain :
1.4.1 Bagi Instansi Pendidikan
Dengan adanya penelitian ini diharapkan memberikan literature tambahan bagi
instansi pendidikan khususnya instansi kesehatan untuk mengembangkan tentang
penyakit pneumonia.
1.4.2 Bagi Tempat Penelitian
Sebagai bahan masukan untuk dapat meningkatkan upaya pelayanan kesehatan pada
masyarakat tentang penyakit pneumonia.
1.4.3 Bagi Responden
Dengan adanya penelitian ini diharapkan bisa memberikan pengetahuan pada ibu-ibu
tentang penyakit pneumonia pada balita.

1.5 Ruang Lingkup


Dalam penelitian ini membahas tentang bagaimana gambaran pengetahuan ibu
tentang penyakit pneumonia di Puskesmas ……. Kabupaten ……… yang meliputi
pengertian, penyebab dan penatalaksanaan dipandang dari sudut ilmu keperawatan.

You might also like