You are on page 1of 15

BAB I

PENDAHULUAN

Penampilan fisik termasuk gigi merupakan aspek yang sangat penting


untuk menumbuhkan kepercayaan diri seseorang. Gigi dengan susunan yang rapi
dan senyum yang menawan akan memberikan efek yang positif pada tiap tingkat
sosial, sedangkan gigi yang tidak teratur dan protrusi akan memberikan efek
negatif. Banyak masyarakat melakukan perawatan ortodonti untuk memperbaiki
penampilan, dan tentu saja keinginan yang terbesar biasanya berhubungan dengan
estetik serta untuk meningkatkan kepercayaan diri.
Maloklusi adalah kelainan susunan gigi atau kelainan hubungan antara
rahang atas dan rahang bawah. Kata maloklusi secara literatur memiliki arti
sebagai gigitan yang buruk. Kondisi ini dapat berupa gigitan yang tidak teratur,
crossbite, atau overbite. Maloklusi juga dapat berupa gigi yang miring, protrusi,
atau crowded. Hal ini dapat mengganggu penampilan, fonetik, ataupun
pengunyahan.
Maloklusi masih menjadi salah satu masalah utama dalam kesehatan gigi
dan mulut di Indonesia, khususnya dalam kesehatan gigi dan mulut anak. Banyak
faktor yang dapat menyebabkan terjadinya maloklusi pada anak-anak. Selain
karies, perilaku pada anak cukup memiliki peranan yang penting dalam proses
terjadinya maloklusi. Perilaku tersebut dapat berupa tindakan kesehatan gigi dan
mulut maupun kebiasaan buruk. Kebiasaan buruk pada anak, khususnya kebiasaan
buruk oral, jika berlanjut sampai usia dimana gigi permanen mulai tumbuh, akan
dapat menyebabkan resiko maloklusi.
Banyak survei yang telah dilakukan terhadap populasi di berbagai tempat
untuk memperkirakan prevalensi maloklusi. Survei tersebut membuktikan bahwa
kebanyakan anak-anak memiliki gigi yang tidak teratur atau maloklusi. Menurut
beberapa studi epidemiologi yang dilakukan pada remaja Amerika Serikat
dilaporkan 11% remaja umur 12-17 tahun mempunyai oklusi normal, 34,8 %
mempunyai maloklusi ringan dan 25, 2 % mempunyai maloklusi berat sehingga
beberapa kasus memerlukan perawatan (Dewanto, 1993). Penelitian Gan-Gan
(1997) tentang maloklusi pada murid-murid SMP di wilayah Kotamadya Bandung
menunjukkan prevalensi maloklusi telah mencapai 90,79 %. Keadaan ini
mencakup maloklusi berat 26, 32%, maloklusi sedang 11, 84% dan maloklusi
ringan 11, 84%. Hasil penelitian ini menunjukkan lebih separuh (54,4%) yang
mengalami maloklusi mempunyai pengetahun yang kurang tentang akibat
maloklusi dan perawatan.
Maloklusi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan dalam berbicara,
dimana kebanyakan huruf-huruf alphabet memerlukan bantuan gigi untuk
pelafalan yang jelas. Hasil penelitian Tellervo tahun 1992 di Eropa yang dikutip
dari penelitian Fonte et al tentang hubungan maloklusi dengan gangguan bicara
pada remaja dengan rata-rata umur 18 tahun bahwa terjadi gangguan sebanyak
33,8% siswa dengan oklusi mesial, 27,8% dengan overjet mandibula, 25.6%
dengan open bite insisal, dan 12,8 % dengan crossbite lateral. Maloklusi juga
dapat mengakibatkan terjadinya kelainan pengunyahan dimana terjadinya rasa
sakit pada rahang saat mengunyah. Hasil penelitian Oktavia pada anak SMU di
kota Medan menunjukkan bahwa terdapat kesulitan pengunyahan pada penderita
maloklusi sebesar 11,8%, makanan tersangkut 35,1%, sakit saat mengunyah
20,4%, rasa tidak nyaman saat mengunyah 44,1%.
Maloklusi selain memiliki dampak terhadap fonetik dan pengunyahan,
maloklusi juga dapat berdampak terhadap estetik dan mempengaruhi hubungan
sosial anak. Hasil penelitian Oktavia menunjukkan sebanyak 41,89% anak
memiliki kesulitan dalam bergaul, mudah tersinggung sebanyak 47,22%, malas
keluar rumah sebanyak 16,71 %.
Kebiasaan buruk dapat terjadi pada anak dalam masa pertumbuhan dan
perkembangan. Kebiasaan buruk tersebut antara lain menghisap jari, bernafas
melalui mulut, menghisap dan menggigit bibir, memajukan rahang ke depan,
mendorong lidah, atau menggigit kuku. Kebiasaan tersebut lebih dikenal sebagai
oral habit. Oral habit merupakan perilaku normal pada bayi. Biasanya bersifat
sementara dan hilang dengan sendirinya pada usia sekitar 3-4 tahun. Oral habit
tidak akan menyebabkan masalah yang berarti pada rongga mulut pada saat itu,
karena pada dasarnya tubuh dapat memberikan respon terhadap rangsangan-
rangsangan dari luar semenjak dalam kandungan. Respon tersebut merupakan
pertanda bahwa perkembangan psikologis anak sudah dimulai, yang terlihat dari
tingkah laku spontan atau reaksi berulang Permasalahan akan muncul ketika oral
habit tersebut terus berlanjut hingga anak mulai memasuki usia sekolah dimana
kebiasaan ini terus dilakukan karena orang tua yang kurang memperhatikan
anaknya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Maloklusi
Pengertian oklusi menurut Dewanto (1993) adalah berkontaknya
permukaan oklusal gigi geligi di rahang dengan permukaaan oklusal gigi geligi
di rahang bawah pada saat rahang atas dan rahang bawah menutup.
Oklusi adalah perubahan hubungan permukaan gigi geligi pada rahang
atas (maksila) dan rahang bawah (mandibula) yang terjadi selama pergerakan
mandibula dan berakhir dengan kontak penuh dari gigi geligi pada kedua
rahang. Oklusi terjadi karena adanya interaksi antara dental system, skeletal
system, dan muscular system. Oklusi gigi bukan merupakan keadaan yang
stasis selama mandibula bergerak, sehingga ada bermacam-macam bentuk
oklusi misalnya: centrik, excentrik, habitual, supra-infra, mesial, distal, lingual
(Daniel, 2000).
Maloklusi adalah bentuk oklusi yang menyimpang dari bentuk standar
yang diterima sebagai bentuk normal. Maloklusi juga berarti kelainan ketika
gigi geligi atas dan bawah saling bertemu ketika menggigit atau mengunyah.
Maloklusi dapat berupa kondisi “bad bite” atau sebagai kontak gigitan
menyilang (crossbite), kontak gigitan yang dalam (overbite), gigi berjejal
(crowdeed), posisi gigi maju kedepan (protrusi). Hal ini dapat memberikan
efek terhadap penampilan estetis, berbicara atau kenyamanan dalam
mengunyah makanan (Daniel, 2000).

B. Jenis Maloklusi
Untuk memudahkan identifikasi maloklusi, perawatan dilakukan untuk
memudah berdasarkan hubungan rahang atas dan bawah.
A. Oklusi normal
B. Jonggang sebagian gigi atas
C. Jonggang yang ketara
D. Rahang bawah lebih panjang dari rahang atas
Gambar 1. Klasifikasi maloklusi berdasarkan hubungan rahang atas dan bawah

1. Protrusi
Protrusi adalah gigi yang posisinya maju ke depan. Protrusi dapat
disebabkan oleh faktor keturunan, kebiasaan jelek seperti menghisap
jari dan menghisap bibir bawah, mendorong lidah ke depan, kebiasaan
menelan yang salah serta bernafas melalui mulut.
2. Intrusi dan Ekstrusi
Intrusi adalah pergerakan gigi menjauhi bidang oklusal. Pergerakan
intrusi membutuhkan kontrol kekuatan yang baik. Ekstrusi adalah
pergerakan gigi mendekati bidang oklusal.
3. Crossbite
Crossbite adalah suatu keadaan jika rahang dalam keadaan relasi
sentrik terdapat kelainan-kelainan dalam arah transversal dari gigi
geligi maksila terhadap gigi geligi mandibula yang dapat mengenai
seluruh atau setengah rahang, sekelompok gigi, atau satu gigi saja.
1 Berdasarkan lokasinya crossbite dibagi dua yaitu:
1 a. Crossbite anterior
Suatu keadaan rahang dalam relasi sentrik, namun terdapat
satu atau beberapa gigi anterior maksila yang posisinya terletak
di sebelah lingual dari gigi anterior mandibula.
1 b. Crossbite posterior
Hubungan bukolingual yang abnormal dari satu atau
beberapa gigi posterior mandibula.

Gambar 2. Crossbite

4. Deep bite
Deep bite adalah suatu keadaan dimana jarak menutupnya bagian
insisal insisivus maksila terhadap insisal insisivus mandibula dalam
arah vertikal melebihi 2-3 mm. Pada kasus deep bite, gigi posterior
sering linguoversi atau miring ke mesial dan insisivus madibula sering
berjejal, linguo versi, dan supra oklusi.

5. Open bite
Open bite adalah keadaan adanya ruangan oklusal atau insisal dari
gigi saat rahang atas dan rahang bawah dalam keadaan oklusi sentrik.

Gambar 3. Open bite

Macam-macam open bite menurut lokasinya adalah :


a. Anterior open bite
Klas I Angle anterior open bite terjadi karena rahang atas
yang sempit, gigi depan inklinasi ke depan, dan gigi posterior
supra oklusi, sedangkan klas II Angle divisi I disebabkan karena
kebiasaan buruk atau keturunan.
1 b. Posterior open bite pada regio premolar dan molar
c. Kombinasi anterior dan posterior (total open bite) terdapat baik
di anterior, posterior, dapat unilateral atau bilateral.
6. Crowded
Crowded adalah keadaan berjejalnya gigi di luar susunan yang
normal. Penyebab crowded adalah lengkung basal yang terlalu kecil
daripada lengkung koronal. Lengkung basal adalah lengkung pada
prossesus alveolaris tempat dari apeks gigi itu tertanam, lengkung
koronal adalah lengkungan yang paling lebar dari mahkota gigi atau
jumlah mesiodistal yang paling besar dari mahkota gigi geligi.

Gambar 4. Crowded Teeth

Derajat keparahan gigi crowded:


1 a. Crowded ringan
Terdapat gigi-gigi yang sedikit berjejal, sering pada gigi
depan mandibula,dianggap suatu variasi yang normal, dan
dianggap tidak memerlukan perawatan.
1 b. Crowded berat
Terdapat gigi-gigi yang sangat berjejal sehingga dapat
menimbulkan hygiene oral yang jelek
7. Diastema
Diastema adalah suatu keadaan adanya ruang di antara gigi geligi
yang seharusnya berkontak. Diastema ada 2 macam, yaitu :
a. Lokal, jika terdapat diantara 2 atau 3 gigi, dapat disebabkan
karena dens supernumerary, frenulum labii yang abnormal, gigi
yang tidak ada, kebiasaan jelek, dan persistensi.
b. Umum, jika terdapat pada sebagian besar gigi, dapat disebabkan
oleh faktor keturunan, lidah yang besar dan oklusi gigi yang
traumatis.

C. Etiologi Maloklusi
Maloklusi tidak dapat disebabkan oleh satu faktor saja, ada beberapa
faktor berbeda yang merupakan penyebabnya yaitu, genetik dan lingkungan.
Menurut Proffit (1998) secara umum maloklusi disebabkan karena 2 faktor
yaitu:
a. Faktor keadaan diluar gigi itu sendiri (ekstrinsik factor):
1. Herediter
2. Kelainan Kongenitl
3. Perkembangan dan pertumbuhan yang salah pada waktu prenatal
dan postnatal
4. Penyakit-penyakit sistemik yang menyebabkan adanya
kecenderungan kearah maloklusi seperti: ketidakseimbangan
kelenjar endokrin, gangguan metabolisme, penyakit-penyakit
infeksi, malnutrisi.
5. Kebiasaan jelek (bad habit), sikap tubuh yang salah dan trauma.

b. Faktor-faktor pada gigi (intrinsik/ lokal factor)


1. Anomali jumlah gigi, terdiri adanya gigi berlebih (dens
upernumerary teeth dan tidak adanya gigi (anondontia)
2. Anomali ukuran gigi
3. Anomali bentuk gigi
4. Frenulum labii yang tidak normal
5. Kehilangan dini gigi decidui
6. Persistensi gigi decidui
7. Terlambatnya erupsi gigi permanen
8. Jalan erupsi yang abnormal
9. Ankilosis
10.Karies gigi
11.Restorasi yang tidak baik

D. Akibat dari Maloklusi


Maloklusi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada pengunyahan,
bicara serta estetik. Gangguan pengunyahan yang terjadi yaitu dapat berupa
rasa tidak nyaman saat mengunyah, terjadinya rasa nyeri pada TMJ dan juga
mengakibatkan nyeri kepala dan leher. Pada gigi yang berjejal dapat
mengakibatkan kesulitan dalam pembersihan. Tanggalnya gigi-gigi akan
mempengaruhi pola pengunyahan misalnya pengunyahan pada satu sisi, dan
pengunyahan pada satu sisi ini juga dapat mengakibatkan rasa sakit pada TMJ.
Maloklusi dapat mempengaruhi kejelasan bicara seseorang. Apabila ciri
maloklusinya berupa disto oklusi akan terjadi hambatan mengucapkan huruf p
dan b. Apabila ciri maloklusinya berupa mesio oklusi akan terjadi hambatan
mengucapkan huruf s, z, t, dan n. Menurut Bruggeman anomali dental yang
mengakibatkan gangguan bicara adalah:
1. Ruang antar gigi (spaces) yaitu terjadi kelainan bunyi saat
mengucapkan semua huruf terutama s, sh, z, zh kecuali huruf n dan y.
2. Lebar lengkung yaitu terjadi kelainan saat mengucapkan huruf s, z, th.
3. Open bite yaitu terjadi kelainan bunyi saat mengucapkan huruf s, sh, z,
zh, th, dan kadang-kadang pada huruf t dan d.
4. Derajat protrusi yaitu terjadi kelainan bunyi saat mengucapkan huruf s,
sh,z, zh.
5. Pada gigi yang rotasi kelainan bunyi yang terjadi sama dengan kelainan

1 Maloklusi dapat mempengaruhi estetis dari penampilan seseorang.


Penampilan wajah yang tidak menarik mempunyai dampak yang tidak
menguntungkan pada perkembangan psikologis seseorang, apalagi pada
saat usia masa remaja. Dibiasa menyatakan beberapa kasus maloklusi pada
anak remaja sangat berpengaruh terhadap psikologis dan perkembangan
sosial yang disebabkan oleh penindasan yang berupa ejekan atau hinaan
dari teman sekolahnya. Pengalaman psikis yang tidak menguntungkan
dapat sangat menyakitkan hati sehingga remaja korban penindasan tersebut
akan menjadi sangat depresi.

E. Kebiasaan Buruk (Bad Habit) Penyebab Maloklusi


Kebiasaan jelek mempunyai pengaruh yang besar pada maloklusi,
khususnya pada masa periode gigi bercampur. Salah satunya adalah kebiasaan
menghisap jari, kebiasaan ini menyebabkan protrusi insisivus permanen atas
juga merintangi perkembangan lengkung mandibula.
Kebiasaan buruk atau Bad Habit yang sering dilakukan secara berulang-
ulang oleh anak-anak dapat berakibat pada gigi dan jaringan pendukungnya,
yaitu antara lain:
1. Menghisap jari

Gambar 5. Anak menghisap ibu jari.


Mengisap ibu jari bukanlah suatu penyebab atau gejala dari masalah
fisik atau psikologis (Dionne, 2001). Beberapa kasus menunjukkan
kebiasaan mengisap ibu jari dapat menjadi masalah karena ada
kemungkinan terjadinya misalignment gigi permanen jika seorang anak
yang berusia lima atau enam tahun masih melakukan kebiasaan mengisap
ibu jari (Stuani, et al, 2006). Oral habit ini dapat menyebabkan perubahan
bidang incisal gigi seri, yaitu retroklinasi pada gigi incisivus rahang bawah
dan proklinasi pada gigi incisivus rahang sehingga meningkatkan overjet
dan menciptakan crossbite bukal unilateral yang berhubungan dengan
pergeseran mandibula. Hal tersebut juga dapat mengubah rasio antara
bagian atas dan bawah ketinggian wajah anterior. Akibatnya posisi gigi
depan jauh lebih maju dari gigi bawah, dan terjadi open bite (Millett and
Welbury, 2005; Dionne, 2001).
Kebiasaan mengisap jari timbul pada anak-anak pada usia 1-2 tahun.
Dan jika dibiarkan terus menerus sampai usia 5 tahun atau lebih dapat
berakibat kelainan pada posisi gigi. Kebiasaan menghisap jari dapat
menyebabkan abnormalitas cavum oris dan struktur sekelilingnya, secara
anatomis dapat menyebabkan anterior open bite yaitu suatu bentuk kelainan
gigi anterior atas dan bawah terdapat overlapping saat oklusi, sehingga
terbentuk celah terbuka pada saat oklusi. Pada saat menghisap jari terjadi
perubahan tekanan dalam cavum oris. Hal ini karena saat mengisap, lidah
terdorong kebawah oleh jari sehingga terpisah dari palatum. Kemudian
kontraksi otot orbicularis dan buccinators secara terus-menerus terpisah
menyebabkan arks maksillaris kolaps sehingga terjadi crossbite, yaitu suatu
kelainan dimana gigi superior pada sis bucal masuk lebih kedalam
dibanding gigi inferior.
2. Bernapas lewat mulut
Jika anak mengalami gangguan pada rongga hidung, maka dia akan
bernapas melalui rongga mulut. Kebiasaan napas dari mulut dapat
menyebabkan maloklusi dengan gigi anterior atas retrusi, atau berjejal atau
protrusi.
Jalan nafas mempunyai dua jalur yaitu rongga hidung dan rongga
mulut, seseorang individu mempunyai variasi tersendiri dalam bernafas,
salah satunya adalah dengan sering menggunakan rongga mulut daripada
hidung. Bernafas dengan cara ini dapat mengubah postur tulang rahang ,
kepala dan lidah, dan hal ini dapat mengubah tekanan keseimbangan dari
tulang rahang dan posisi gigi. Bernafas pada mulut dapat menurunkan posisi
mandibula dan lidah, serta memperpanjang kepala, tinggi wajah akan
meningkat dan gigi posterior akan mengalami super-eruption (erupsi yang
berlebihan) sedikit terjadi pertumbuhan vertikal pada ramus mandibula,
menyebabkan open bite anterior, overjet serta meningkatkan tekanan bidang
otot dari bukal yang disebabkan oleh penyempitan pada lengkung maksila.
Pernafasan dari hidung juga mempunyai resiko namun lebih bersifat infeksi
kronik yang diakibatkan terlalu lamanya inflamasi dari nasal mukosa yang
diakibatkan oleh bahan alergen.

3. Bruxism

Gambar 6. bruxism
Bruxism adalah kebiasaan buruk berupa menggesek-gesek gigi-gigi
rahang atas dan rahang bawah, bisa timbul pada masa anak-anak maupun
dewasa. Biasanya tindakan ini dilakukan pada saat tidur di malam hari dan
penderita tidak menyadari bahwa ia memiliki kebiasaan buruk tersebut.
Pada anak-anak, kadang kebiasaan ini timbul pada masa gigi-geligi
sedang tumbuh. Pada orang-orang dewasa biasanya bruxism timbul karena
adanya maloklusi (hubungan yang tidak baik antara gigi-gigi rahang atas
dan rahang bawah), stres, rasa marah, rasa sakit, atau frustasi.
Bruxism dapat menyebabkan abrasi (aus) permukaan gigi-gigi pada
rahang atas dan rahang bawah, baik itu gigi susu maupun gigi permanen.
Lapisan email (lapisan terluar dari gigi) yang melindungi permukaan atas
gigi hilang, sehingga dapat timbul rasa ngilu pada gigi-gigi tersebut. Bila
kebiasaan ini berlanjut terus dan berlangsung dalam waktu lama, dapat
menyebabkan kerusakan pada jaringan periodontal (jaringan penyangga
gigi), maloklusi, patahnya gigi akibat tekanan yang berlebihan, dan kelainan
pada sendi Temporo Mandibular Joint (sendi yang menghubungkan rahang
bawah dan tulang kepala).
F. Preventif Maloklusi
Perilaku adalah tindakan yang normal dan wajar jika terjadi pada
seseorang yang merupakan perwujudan atau ekspresi terhadap suatu kejadian
atau peristiwa. Umumnya perilaku timbul sebagai dampak hubungan sosial
yang dipengaruhi oleh lingkungan atau situasi dimana seseorang berada.
Keadaan tersebut disadari maupun tidak. Perilaku hadir sebagai reaksi yang
menyenangkan, namun dapat timbul pula sebagai sebuah kebiasaan buruk,
yaitu ketika seseorang dihadapkan pada keadaan yang tidak membahagiakan
dirinya dan mulai mencari kompensasi untuk memuaskan keinginannya.
Kebiasaan adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan seakan-
akan hal tersebut terjadi otomatis tanpa disadari oleh seseorang tersebut.
Sehingga untuk ini peran lingkungan dan keluarga sangat penting untuk
menghentikan kebiasaan tersebut. Selain itu juga dapat dilakukan usaha
pencegahan sebelum menyebabkan efek yang tidak baik pada anak tersebut.
Usaha pertama yang dapat dilakukan adalah:
1. Mengingatkan
Disini peran keluarga terutama orang tua, dan khususnya ibu sangat
penting untuk menghentikan kebiasan buruk anak tersebut,. Dan
mengajarkan cara menjaga kebersihan mulut.
2. Edukasi
mengajarkan cara yang benar dari bad habit yang biasa dilakukan
anak, sehingga dapat menghilangkan kebiasaan buruk anak tersebut.
3. Perawatan gigi anak
Setiap 6bulan sekali orang tua harus mengkonsultasikan kesehatan
gigi anaknya ke dokter gigi dalam hal kesehatan dan perawatan gigi.
BAB III
KESIMPULAN

Maloklusi adalah kelainan susunan gigi atau kelainan hubungan antara


rahang atas dan rahang bawah. Kata maloklusi secara literatur memiliki arti
sebagai gigitan yang buruk. Kondisi ini dapat berupa gigitan yang tidak teratur,
crossbite, atau overbite. Maloklusi juga dapat berupa gigi yang miring, protrusi,
atau crowded. Hal ini dapat mengganggu penampilan, fonetik, ataupun
pengunyahan.
Etiologi maloklusi dibagi atas dua golongan yaitu faktor luar atau faktor
umum dan faktor dalam atau faktor lokal. Hal yang termasuk faktor luar yaitu
herediter, kelainan kongenital, perkembangan atau pertumbuhan yang salah pada
masa prenatal dan posnatal, malnutrisi, kebiasaan jelek, sikap tubuh, trauma, dan
penyakit-penyakit dan keadaan metabolik yang menyebabkan adanya predisposisi
ke arah maloklusi seperti ketidakseimbangan kelenjar endokrin, gangguan
metabolis, penyakit-penyakit infeksi.
Hal yang termasuk faktor dalam adalah anomali jumlah gigi seperti
adanya gigi berlebihan (dens supernumeralis) atau tidak adanya gigi (anodontis),
anomali ukuran gigi, anomali bentuk gigi, frenulum labii yang abnormal,
kehilangan dini gigi desidui, persistensi gigi desidui, jalan erupsi abnormal,
ankylosis dan karies gigi.
Usaha pertama yang dapat dilakukan untuk mencegah maloklusi pada anak
adalah:
1. Mengingatkan
2. Edukasi
3. Perawatan gigi anak
DAFTAR PUSTAKA

Daniel, C., Richmond, S., 2000. The Development of The Index of Complexity
Outcome and Need (ICON). British Journal of Orthodontic Society.
Dewanto, H., 2004. Aspek-aspek Epidemiologi Maloklusi, Yogjakarta:
Gajahmada University Press.

Gan-Gan, P., Soemantri, ES., Sowondo, S., 1997. Penelitian Survei Maloklusi
Murid-murid Sekolah Lanjutan Pertama di Wilayah Kotamadya Bandung. J.
Of Dentistry UNPAD.

Profit, WR, 2001. Contemporary Ortodontic. 2nd ed. Toronto: Mosby year Book.

You might also like