Professional Documents
Culture Documents
LANDASAN TEORI
2.1. Intensi
Berdasarkan teori Fishbein dan Ajzen ( dalam Baron & Byrne, 2004 :
b. norma subjektif
Persepsi orang lain akan menyetujui atau menolak tingkah laku tersebut.
Sikap terhadap
tingkah laku
tertentu
Control tingkah
laku yang
dipersepsikan
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975: 292) ada empat elemen berbeda yang
a. Perilaku
b. Objek sasaran
yaitu perilaku mana yang akan dituju. Objek sasaran dapat dikhususkan atas
kedudukan); dan any object (seperti orang pada orang pada umumnya)
c. Situasi
yaitu situasi yang bagaimana perilaku itu diwujudkan. Situasi disini dapat
d. Waktu
yaitu kapan perilaku akan diwujudkan. Waktu ini dikhususkan sebagai waktu
periode (seperti Agustus) dan periode tak terbatas (seperti suatu waktu yang
akan datang).
Menurut Karau & Williams (dalam Baron & Donn Byrne, 2005: 185) social
loafing ialah pengurangan motivasi dan usaha yang terjadi ketika individu bekerja
individual sebagai rekan yang independent. Begitu juga dengan ketika sumbangan
individu untuk aktif bersama tidak dievaluasi, seringkali individu bekerja kurang
keras daripada mereka sendiri hal itu disebut social loafing (Taylor, Peplau &
Jadi social loafing adalah pengurangan upaya dan motivasi individu saat
social loafing, tetapi menurut Baron dan Byrne (2005: 186) penjelasan yang
paling komprehensif adalah model usaha kolektif (collective effort model / CEM)
milik Karau dan Williams (1993). Social loafing dapat dipahami dengan cara
menyebutkan bahwa individu akan bekerja keras pada tugas yang diberikan hanya
a. Mereka percaya bahwa bekerja keras akan menghasilkan kinerja yang lebih
baik (Expectance/pengharapan).
b. Mereka percaya bahwa kinerja yang lebih baik akan diakui dan dihargai
(Instrumentality/instrumentalitas).
Menurut Karau & Williams (dalam Baron dan Byrne ,2005: 186),
mempengaruhi ialah
a. Faktor pengharapan
yang lebih baik. Kepercayaan ini mungkin tinggi ketika individu bekerja sendiri
tetapi akan rendah ketika bekerja bersama dalam kelompok, karena orang – orang
menyadari bahwa ada faktor – faktor lain disamping usaha mereka sendiri yang
b. Faktor instrumentalitas
kepercayaan bahwa kinerja yang baik akan diakui dan dihargai, tetapi
dapat juga menjadi lemah ketika individu bekerja sama dalam kelompok. Mereka
menyadari bahwa hasil baik yang didapatkan akan dibagi ke semua anggota
kelompok, dan sebagai konsekuensinya mereka mungkin saja tidak akan
lebih banyak ketidakpastian antara seberapa keras orang bekerja dan hasil yang
dari setiap anggota kelompoknya agar dapat memperoleh hasil yang maksimal,
sehingga terkadang muncul sikap pasif. Hal tersebut didukung dengan adanya
penelitian yang dilakukan oleh Latané, Williams, dan Harkins (dalam Baron dan
Byrne, 2005: 185) dimana mereka meminta sekelompok pelajar pria untuk
bertepuk tangan atau bersorak sekeras mungkin pada waktu – waktu tertentu,
sehingga peneliti dapat menentukan seberapa banyak suara yang dibuat orang –
orang dalam setting sosial. Mereka melakukan tugas - tugas ini dalam kelompk
yang terdiri dari dua, empat atau enam orang. Hasil memperlihatkan bahwa
jumlah suara yang dihasilkan oleh masing – masing partisipan menurun. Dengan
kata lain, setiap orang mengeluarkan usaha yang semakin dan semakin kecil selagi
ukuran kelompok meningkat. Dampak seperti ini tidak terbatas pada situasi yang
sederhana dan terlihat tidak berarti seperti ini; sebaliknya, hal ini cukup umum
terjadi dalam berbagai tugas, baik yang bersifat kognitif maupun yang melibatkan
usaha fisik.
Berdasarkan hasil analisis Karau & Williams (dalam Schultz & Schultz,
1998: 299) social loafing biasanya diikuti oleh beberapa kondisi seperti :
b. ketika individu mengerjakan tugas tidak memiliki arti bagi dirinya atau
personally involving.
Menurut Sarwono (2001: 104) ada berbagai faktor lain yang juga dapat
mempengaruhi social loafing itu diungkap dari berbagai penelitian sebagai berikut
menumpang kesuksesan orang lain tanpa berbuat apa-apa (Kidwell & Bannet,
1993).
b. orang tidak akan mau rajin kalau yang lain malas. Jika seperti ini, tetap akan
alih oleh orang lain, orang tersebut akan malas menjalakan perannya (Kerr &
Stanfel, 1993).
d. tidak adanya pembagian tanggung jawab dalam bekerja (Wagner, 1995).
e. ketika seseorang individualis berada dalam kelompok maka akan terjadi social
loafing, sedangkan jika orang itu kolektiv tidak akan terjadi social loafing (Early,
1989).
a. Perilaku
berkelompok.
b. objek sasaran
c. Situasi
d. Waktu
Yaitu keinginan uantuk berperilaku social loafing pada yang ditentukan atau
dirasakan untuk membentuk perilaku yang relevan pada tugas atau situasi khusus.
membentuk perilaku yang relevan pada tugas dan situasi tertentu sehingga dapat
Bandura (dalam Hjelle dan Ziegler, 1992 : 353 - 354) menyatakan bahwa
self efficacy dapat diperoleh melalui salah satu atau kombinasi dari empat sumber
yaitu :
a. Performance accomplishments
semakin tinggi.
- Kerja sendiri, lebih meningkatkan efficacy dibandingkan kerja
sebaik mungkin.
efficacy.
b. Vicarious experiences
Melihat keberhasilan orang lain dapat membangkitkan persepsi kuat dari self
c. Verbal persuasion
d. Emotional arousal
Individu akan jauh lebih berhasil ketika mereka tidaklah tegang dan secara
penimbulan emosional.
Robert A. Baron & Donn Byrne, 2004: 183 ) pada tingkah laku self efficacy
akademik, yaitu :
2.4. Hubungan Antara Intensi Social Loafing dengan Self Efficacy Akademik
faktor yang mempengaruhi individu dalam social loafing, salah satunya adalah
dengan baik. Pikiran tersebut akan mempengaruhi self efficacy yang dimiliki
individu.
membentuk perilaku yang relevan pada tugas dan situasi tertentu sehingga dapat
yang mereka miliki akan semakin tinggi juga keberhasilan mereka menyelesaikan
yang mereka miliki maka semakin rendah juga keberhasilan mereka dalam
menyelesaikan tugas.
Jadi dapat disimpulkan bahwa ketika individu memiliki Self efficacy yang
rendah dalam menyelesaikan tugas kelompok maka individu tersebut akan tinggi
2.5. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang yang ada maka hipotesis penelitian ini adalah “
ada hubungan antara intensi social loafing dengan self efficacy pada mahasiswa
akuntansi”.
BAB III
METODE PENELITIAN
perilaku, objek sasaran, situasi dan waktu. Tinggi rendahnya intensi social
loafing akan ditunjukkan melalui skor yang diperoleh dari skala. Semakin
tinggi skor yang diperoleh berarti semakin tinggi intensi social loafing,
sebaliknya makin rendah skor yang didapatkan, berarti semakin rendah intensi
social loafing.
perilaku yang relevan pada tugas dan situasi tertentu sehingga dapat
intensi social loafing dan self efficacy dari mahasiswa dapat diketahui.
Sampel ialah bagian dari populasi yang memiliki sifat – sifat karakteristik
yang sama dengan populasinya, karena itu pemilihan sampel harus diusahakan
teknik snow ball sampling karena penambahan jumlah sampel dilakukan atas
skala karena skala dapat mengungkap perbedaan derajat dalam kuatitas dan
kualitas. Data yang diperoleh dalam penelitian ini ialah merupakan pendapat dari
Setiap aitem yang akan digunakan disertai dengan empat respon, yaitu
TS : tidak setuju
S : setuju
SS : sangat setuju
Table 3.1.
TS (tidak setuju) 2 3
S (setuju) 3 2
SS (sangat setuju) 4 1
Ada dua skala yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu :
skala ini mengungkapkan tentang aspek – aspek dari intensi social loafing. Jumlah
pertanyaan yang digunakan dalam skala ini adalah sebanyak 16 aitem, kemudian
dikelompokkan menjadi 4 aspek yang diukur. Blue print skala intensi melakukan
Tabel 3.2.
skala ini mengungkap tentang aspek – aspek dari self efficacy. Jumlah pertanyaan
aspek yang diukur. Blue print skala self efficacy adalah sebagai berikut :
Tabel 3.3.
3.5.1. Validitas
diukur (Azwar, 2008: 51). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
validitas isi, dimana menunjukkan sejauhmana kawasan isi yang hendak diukur
aitem – aitem skala. Untuk seleksi aitem, dilakukan uji validitas aitem dengan
cara mengkoreksikan setiap skor totalnya dengan koreksi ganda. Kriteria koefisien
validitas yang digunakan adalah 0,50 dan minimal 0,30 (r kritis = 0,3), bila
koefisien validitas memenuhi standar tersebut maka aitem dianggap valid (Azwar,
2007: 103).
3.5.2. Reliabilitas
pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif
sama, selama aspek yang diukur dalam diri subjek memang belum berubah
menggunakan satu bentuk tes yang dikenakan hanya sekali saja pada sekelompok
antar aitem atau antar bagian dalam tes itu sendiri (Azwar, 2008 : 41 – 42).
Pendekatan konsistensi internal yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan rumus Cronbach Alpha, dengan standar estimasi nilai α aitem harus
mencapai > 0,6. Bila nilai aitem tidak mencapai standar tersebut maka akan
dilakukan eliminasi aitem (Azwar, 2007 : 96). Uji reliabilitas akan dihitung
science (SPSS).
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik korelasi pearson
product moment yaitu mengukur kekuatan hubungan antara satu variabel bebas
dengan satu variabel tergantung yang berskala interval atau rasio. Hal ini
dilakukan dengan syarat adanya korelasi antara nilai x dan y, serta sifat korelasi
linier.
a. uji normalitas
yaitu suatu pengujian untuk mengetahui apakah distribusi data variabel yang
b. uji linieritas
yaitu suatu pengujian untuk mengetahui apakah sifat hubungan antara kedua
statistical program for social science (SPSS). Pengujian statistik dilakukan pada
taraf 5%.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammadiyah Malang.
Pustaka Pelajar.
Pustaka Pelajar.
Pelajar.
Baron, Robert A. & Donn Byrne. (2004). Psikologi Sosial jilid 1 (edisi
Baron, Robert A. & Donn Byrne. (2005). Psikologi Sosial jilid 2 (edisi
Muhammadiyah Malang.
Fishbein, Martin & Icek Ajzen. (1975). Belief, Attitude, Intention and
Publishing Company.
Schultz, Duane & Sydney Ellen Schultz. (1998). Psychology and Work
Prentice-Hall.
Sarwono, Sarlito Wirawan. (2001). Psikologi Sosial: Psikologi Kelompok
Taylor, Shelley E., Letitia Anne Peplau, & David O. Sears. (2000). Social
Company.