You are on page 1of 28

GANGGUAN VASKULER

Stroke (CVA), CVD, dan proses keperawatan

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Stroke/Gangguan Pembuluh Darah Otak (GPDO)/Cerebro Vascular Disease
(CVD)/Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi
otak secara mendadak yang diakibatkan oleh gangguan suplai darah ke bagian otak
(Brunner & Suddarth, 2000: 94) atau merupakan suatu kelainan otak baik secara
fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis pembuluh
darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak (Doengoes, 2000: 290).

B. CVA (CEREBROVASCULER ACCIDENT)

Cerebrovascular Accident (CVA) merupakan penyakit sistem persyarafan yang


paling sering dijumpai. CVA merupakan istilah umum, sedangkan stroke merupakan
bagian dari CVA. CVA dapat didahului oleh banyak faktor pencetus dan sering kali
yang berhubungan dengan penyakit kronis yang menyebabkan masalah penyakit
vascular termasuk penyakit jantung, hipertensi, diabetes, obesitas, kolesterol, merokok,
stres dan gaya hidup.
Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (global ) dengan gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskular (Hendro Susilo, 2000). Stroke merupakan kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer dan Bare,2002).

PENYEBAB STROKE :

1. Trombosis serebral
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi (Oklusi : penutupan suatu
lubang, khususnya duktus atau pembuluh darah. Duktus : saluran yang membawa
sekresi dari kelenjar) sehingga menyebabkan iskemi (Iskemi : berkurangnya
pasokan darah ke suatu bagin tubuh) jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema (Oedema : infiltrasi abnormal cairan kedalam jaringan. Infiltrasi :
perembesan atau pengaliran cairan kedalam jaringan) dan kongesti (kongesti
merupakan bagian dari hiperemia. Kongesti : hiperemia pasif. Yaitu keadaarn
hiperemia yang terjadi ketika aliran darah dari suatu bagian tubuh berkurang.
Hiperemia : darah yang berlebihan pada suatu bagian tubuh.) di sekitarnya.
Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal
ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah
yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis sering kali
memburuk pada 48 jam setelah trombosis.

Penyebab trombosis otak :

a. Aterosklerosis (penyumbatan pembuluh darah karena lemak)


Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Mekanisme kerusakan
yaitu lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah, oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis,
kemudian melepaskan kepingan trombus (embolus ) dan dinding arteri
menjadi lemah dan terjadi aneurisma (Aneurisma : dilatasi pembuluh
darah, biasanya arteri, yang terjadi akibat kelemahan dinding pembuluh
darah karena defek, penyakit atau cedera, sehingga terbentuk tonjolan yang
berdenyut yang pada tonjolan tersebut bisa terdengar murmur. Murmur :
suara abnormal yang terdengar pada auskultasi jantung atau pembuluh
darah.) kemudian robek dan terjadi perdarahan.

b. Hiperkoagulasi pada polisitemia (Polisitemia : keadaan meningkatnya


jumlah sel darah merah yang beredar. Keadaan ini dapat terjadi akibat
dehidrasi atau sebagai fenomena kompensatorik untuk meningkatkan
kapasitas pengangkutan oksigen)
Darah bertambah kental. Peningkatan fiskositas/hematokrit meningkat
dapat melambatkan aliran darah serebri.

c. Arteritis (radang pada arteri)


(Arteritis : penyakit inflamasi yang mengenai tunikamedia pembuluh
arteri. Pembuluh arteri yang terkena dapat membengkak, nyeri kalau
disentuh, dan didalamnya bisa ditemukan bekuan darah)

2. Emboli (Emboli : keadaan tersumbatnya arteri oleh benda padat {misalnya,


trombus, globul lemak, sel-sel tumor} atau gelembung udara.)
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari trombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Emboli tersebut berlangsung cepat dan
gejala timbul kurang dari 10 sampai 30 detik. Beberapa keadaan di bawah ini dapat
menimbulkan emboli: katup-katup jantung yang rusak akibat penyakit jantung
reumatik, infark (Infark : daerah jaringan yang terkena ketika ujung arteri yang
memperdarahi daerah tersebut tersumbat. Infark miokardium : proses rusaknya
jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah
koroner berkurang) miokardium, fibrilasi, (Fibrilasi : kontraksi otot berbentuk
getaran yang tidak terkoordinasi biasanya mengacu pada fibrilasi atrial / ventricular
dalam miokardium dimana atrium / ventrikel jantung berdenyut sangat cepat
sehingga tidak menghasilkan denyutan yang sinkron) dan keadaan aritmia (Aritmia
: setiap penyimpangan dari irama jantung yang normal. Istilah ini biasanya mengacu
pada denyut jantung.) menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel
sehingga darah membentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali
mengeluarkan embolus-embolus (Embolus : benda cair atau gelembung udara yang
terbawa dalam aliran darah.) kecil. Endokarditis (Endokarditis : inflamasi dinding
dalam jantung, khususnya pada bagian katup, yang terjadi akibat infeksi
mikroorganisme, atau akibat demam rematik. Terdapat kerusakan temporer atau
permanen pada katup jantung.) oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endokardium.

3. Hemoragik
Perdarahan intracranial (Intrakranial : didalam kranium. Kranium : tulang
tengkorak yang menutupi otak) atau intraserebri (Intraserebri : didalam serebrum)
meliputi perdarahan di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak
sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah dalam parenkim otak yang
dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran, dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi
infark otak, oedema, dan mungkin herniasi (Herniasi : pembentukan suatu hernia.
Hernia : penonjolan abnormal suatu organ atau bagian suatu organ melalui lubang
pada struktur disekitarnya.) otak. Penyebab perdarahan otak yang paling umum
terjadi :

a. Aneurisma berry, biasanya defek kongenital


b. Aneurisma fusiformis dari aterosklerosis
c. Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis
d. Malformasi arteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri
sehingga darah arteri langsung masuk ke vena
e. Ruptur arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.

4. Hipoksia umum
Penyebabnya :
a. Hipertensi parah
b. Henti jantung paru
c. Curah jantung turun akibat aritmia

5. Hipoksia Lokal
Penyebabnya :
a. Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrant
FAKTOR RESIKO PADA STROKE
a. Hipertensi
b. Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi
atrium, penyakit jantung kongestif)
c. Kolesterol tinggi
d. Obesitas
e. Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
f. Diabetes Melitus ( berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
g. Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar
estrogen tinggi)
h. penyalahgunaan obat ( kokain)
i. konsumsi alkohol
(Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)

KLASIFIKASI STROKE
a. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
a) Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.

Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan


disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan
bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh
arteri, vena dan kapiler. (Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)

Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:

(a) Perdarahan Intraserebral


Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hypertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di
daerah putamen, talamus, pons dan serebelum. (Simposium Nasional
Keperawatan Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti
Rohani, 2000, Juwono, 1993: 19).

(b) Perdarahan Subarachnoid


Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau
AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah
sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar
parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan keluarnya ke
ruang sub-arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme (Vasospasm :
spasme dinding pembuluh darah yang menyebabkan konstriksi)
pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemi sensorik, afasia, dll). (Simposium Nasional Keperawatan
Perhimpunan Perawat Bedah Syaraf Indonesia, Siti Rohani, 2000).

Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subarakhnoid


mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
meregangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat.
Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput
otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme
pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari
setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan
dapat menghilang setelah minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme
diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal dari darah
dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh
arteri di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan
disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun
fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O 2
jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan
menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang
dari 20 % karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa
sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila
kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi
serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O 2
melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah otak.

Tabel 1. Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)

Gejala PIS PSA


Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit

Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat

Kesadaran Menurun Menurun sementara

Kejang Umum Sering fokal

Tanda rangsangan +/- +++


Meningeal.

Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++

Disadur dari Laporan Praktik Klinik Keperawatan Medical Bedah di Ruang Syaraf

RSUD Dr. Soetomo Surabaya

b) Stroke Non Haemorhagic (CVA Infark)


Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah
lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul oedema
sekunder. Kesadaran umummnya baik.

Tabel 2. Perbedaan antara CVA infark dan CVA Bleeding sebagai berikut:

Gejala (anamnesa) Infark Perdarahan


Permulaan (awitan) Sub akut/kurang mendadak Sangat akut/mendadak

Waktu (saat “serangan”) Bangun pagi/istirahat Sedang aktifitas

Peringatan + 50% TIA -

Nyeri Kepala +/- +++

Kejang - +

Muntah - +

Kesadaran menurun Kadang sedikit +++

Koma/kesadaran menurun +/- +++

Kaku kuduk - ++

Kernig - +

pupil edema - +

Perdarahan Retina - +

Bradikardia hari ke-4 sejak awal

Penyakit lain Tanda adanya Hampir selalu


aterosklerosis di retina, hypertensi,
koroner, perifer. Emboli aterosklerosis, HHD
pada ke-lainan katub,
fibrilasi, bising karotis

-
Pemeriksaan:
+
Darah pada LP +
X foto Skedel Kemungkinan
Oklusi, stenosis
pergeseran glandula
pineal
Angiografi Aneurisma. AVM.
massa intra hemisfer/
Densitas berkurang vaso-spasme.
(lesi hypodensi) Massa intrakranial
CT Scan densitas bertambah.

Crossing phenomena (lesi hyperdensi)

Silver wire art Perdarahan retina atau


corpus vitreum
Opthalmoscope

Normal
Meningkat
Lumbal pungsi Jernih
Merah
 Tekanan < 250/mm 3

 Warna >1000/mm3
 Eritrosit oklusi
ada shift
Arteriografi
di tengah
shift midline echo
EEG

Disadur dari Makalah Simposium Sehari “Peran Perawat dalam Kegawat Daruratan” dalam
Rangka Dirgahayu PPNI XIX di Tirta Graha Lantai V Jl. Myjen Prof. Dr. Moestopo No. 2
Surabaya (Gedung PDAM Kotamadya Surabaya yang diselenggarakan oleh Persatuan
Perawat Nasional Indonesia Dewan Pimpinan Daerah Tingkat II Kotamadya Suarabaya.

b. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:


a) TIA (Trans Iskemik Attack):
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa
jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu
kurang dari 24 jam.

b) Stroke involusi:
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat
semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.

c) Stroke komplit:
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan
istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

MANIFESTASI KLINIS

N DEFISIT NEUROLOGIK MANIFESTASI


O
1. DEFISIT LAPANG
PENGLIHATAN
a. Homonimus hemianopsia  Tidak menyadari orang/objek ditempat
(kehilangan setengah kehilangan peglihatan
lapang penglihatan)  Mengabaikan salah satu sisi tubuh
 Kesulitan menilai jarak

b. Kehilangan penglihatan  Kesulitan melihat pada malam hari


perifer  Tidak menyadari objekatau batas objek

 Penglihatan ganda

c. Diplopia

2 DEFISIT MOTORIK
a. Hemiparese  Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi
yang sama
b. Hemiplegia
 Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi
yang sama
c. Ataksia
 Berjalan tidak mantap, tegak
 Tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar
d. Disatria berdiri yang luas

 Kesulitan dalam membentuk kata


e. Disfagia
 Kesulitan dalam menelan
3. DEFISIT SENSORI
Parestesia (terjadi pada sisi  Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
berlawanan dari lesi)  Kesulitan dalam proprisepsi
4 DEFISIT VERBAL
a. Afasia ekspresif Ketidakmampuan menggunakan simbol
berbicara

b. Afasia reseptif

c. Afasia global
Tidak mampu menyusun kata-kata yang
diucapkan

Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif

5. DEFISIT KOGNITIF  Kehilangan memori jangka pendek dan


panjang
 Penurunan lapang perhatian
 Kerusakan kemampuan untuk
berkonsentrasi
 Alasan abstrak buruk
 Perubahan penilaian

6. DEFISIT EMOSIONAL - Kehilangan kontrol diri


- Labilitas emosional
- Penurunan toleransi pada situasi yang
menimbulkan stres
- Menarik diri
- Rasa takut, bermusuhan dan marah
- Perasaan isolasi

B. CVD (CEREBROVASCULER DISEASE)

Merupakan suatu kondisi kehilangan fungsi otak secara mendadak yang diakibatkan
oleh gangguan suplai darah ke bagian otak (Brunner & Suddarth, 2000: 94) atau
merupakan suatu kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang
disebabkan oleh keadaan patologis pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem
pembuluh darah otak (Doengoes, 2000: 290).

o Demensia
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan
beberapa gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom)
yang mengganggu (disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive).
Demensia bukanlah sekedar penyakit biasa, melainkan kumpulan gejala yang
disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan
kepribadian dan tingkah laku.

Gejala klinis demensia :

a. Aphasia, merupakan ketidakmampuan berbahasa. Tipenya mencakup nominal,


ekspresif dan reseptif.
b. Apraxia, merupakan ketidakmampuan untuk melakukan gerakan yang
bertujuan.
c. Agnosia,merupakan gangguan dalam mengenai kesan sesnsorik. Misalnya
mengingat tempat, seseorang yang dikenalinya dengan baik, rasa, bau dll.
d. Gangguan dalam pelaksanaan fungsional seperti perencanaan,
pengorganisasian,pengurutan rangkaian aktivitas,dll.

o Alzheimer

a. Definisi
Penyakit alzheimer atau biasa disebut AD adalah penyakit yang bersifat
degeneratif dan progresif pada otak yang menyebabkan cacat spesifik pada
neuron, serta mengakibatkan gangguan memori, berfikir, dan tingkah laku.
Alzheimer dapat menyerang seseorang yang berusia lebih dari 65 tahun.
Perkiraan terbaru adalah bahwa 1 dari 10 orang pasien Alzheimer berusia lebih
dari 65 tahun dan hampir separuhnya berusia lebih dari 85 tahun. Dengan
penyebaran cepat pada populasi yang berusia lebih tua.

b. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui. Beberapa alternatif penyebab yang telah
dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi
flament, predisposisi heriditer. Dasar kelainan patologi penyakit Alzheimer
terdiri dari degerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang
mengakibatkan gangguan fungsi kongnitif dengan penurunan daya ingat secara
progresif. Adanya defisiensi faktor pertumbuhan atau asam amino dapat
berperan dalam kematian selektif neuron. Kemungkinan sel-sel tersebut
mengalami degenerasi yang diakibatkan oleh adanya peningkatan kalsium
intraseluler, kegagalan metabolisme energi, adanya formasi radikal bebas atau
terdapat produksi protein abnormal yang non spesifik. Penyakit Alzheimer
adalah penyakit genetika, tetapi beberapa penelitian telah membuktikan bahwa
peran faktor non-genetika (lingkungan) juga ikut terlibat, dimana faktor
lingkungan hanya sebagai pencetus faktor genetika.

c. Gejala Klinis
Berdasarkan National Alzheimer ‘s Association (2003), dibagi menjadi 3
tahap, yaitu:
1. Gejala Ringan (lama penyakit 1-3 tahun): lebih sering bingung dan
melupakan informasi yang baru dipelajari.
Disorientasi:
 tersesat di daerah sekitar yang dikenalnya dengan baik,
 bermasalah dalam melaksanakan tugas rutin
 mengalami perubahan dalam kepribadian dan penilaian misalnya mudah
tersinggung, mudah menuduh ada yang mengambil barangnya bahkan
menuduh pasangannya tidak setia lagi/selingkuh.

2. Gejala sedang (lama penyakit 3-10 tahun): kesulitan dalam mengerjakan


aktifitas hidup sehari–hari seperti makan dan mandi.
Perubahan tingkah laku, misalnya:
 sedih dan emosi,
 mengalami gangguan tidur,
 keluyuran,
 kesulitan mengenali keluarga dan teman (pertama-tama yang akan sulit
untuk dikenali adalah orang-orang yang paling jarang ditemuinya, mulai
dari nama, hingga tidak mengenali wajah sama sekali, kemudian bertahap
kepada orang-orang yang cukup jarang ditemui).

3. Gejala berat (lama penyakit 8-12 tahun):


 sulit/kehilangan kemampuan berbicara
 Kehilangan napsu makan,
 menurunya berat badan
 Sangat tergantung pada caregiver/pengasuh
Perubahan perilaku, misalnya:
 Mudah curiga,
 depresi,
 apatis
 mudah mengamuk

o Parkinson

Penyakit Parkinson adalah gangguan otak progresif yang ditandai oleh degenerasi
neuron-neuron penghasil dopamin yang terletak dalam hemisper serebrum di suatu bagian
yang disebut ganglion basal.

a. etiologi
Penyebab penyakit parkinson termasuk virus, toksik vaskuler dan etiologi genetik,
dan juga faktor-faktor yang tidak diketahui gejalanya yang karakteristik juga dijumpai
pada pasien arteriosclerosis, yang menyebabkan oleh sebagian kalangan diyakini bahwa
arteriosclerosis merupakan juga faktor penyebab. Sindrom parkinson yang disebabkan
oleh obat bisa juga terjadi yaitu obat yang mempengaruhi sintesa atau mempengaruhi
reseptor striatal dopamin. Obat-obat tersebut adalah:

1. Reserpine (serpasil)
2. Phenithiszines
3. Butjrophenones (contoh: haloperidol)

B. Patofisiologi
Secara tepat kelainan di batang otak, yaitu di subtansia nigra mesensefalon
sebagai substrat penyakit parkinson. Pemeriksaan makroskopik memperlihatkan daerah
yang pucat (depigmentasi) pada pars kompakta substansia nigra yang dengan jelas
menunjukkan lenyap atau berkurangnya jumlah sel-sel neuromelanin yang menghasilkan
dopamin pada penyakit parkinson. Sedangkan pada pemeriksaan mikroskopik terlihat
adanya badan-badan lewy yang merupakan incrusion body dan mendesak granula-granula
neuromelanin yang tersisa ke tepi juga terlihat dekstruksi sel dengan fagositosis sisa sel
dan pigmen, serta sel-sel yang masih ada akan menciut dan bervakuola.

Penderita penyakit ini biasanya dimulai pada usia 10 - 60 tahun. Faktor genetik
mungkin mempunyai peranan penting pada beberapa keluarga, khususnya bila terdapat
pada usia di bawah 40 tahun disebut parkinsonismus juvenilis.

C. Manifestasi Klinis
Secara ringkas, gejala klinis utama terdiri dari 3 gejala, yaitu:

1. tremor
2. regiditas
3. akinesia

Adapun gejala lain yang dapat ditemukan antara lain:

 gangguan saraf okulomotorius


 krisis oligurik
 rasa lelah berlebihan dan otot terasa nyeri
 hipotensi postural
 gangguan fungsi pernafasan
D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada pemeriksaan untuk menegakkan diagnostik pada peyakit parkinson.
pemeriksaan klinis dan anamnese, serta respon pasien tentang pemakaian obat terhadap
penyakit dapat memperkuat dugaan diagnosa.

Bila tidak dapat jawaban adanya dementia kronis, CT Scan memperlihatkan atropi
cerebral. EEG hanya memperlihatkan sedikit kelambatan pengosongan lambung dan
hipomolitas.

E. Terapi
1. Medikamenfosa
 Tujuan : menghilangkan gejala

 Dasarnya : meningkatkan transmisi neuron dopaminergik atau


menurunkan transmisi neuron depaminergik atau menurunkan
transmisi neuron kholinergik.

 Caranya : mulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan bertahap, pengobatan


dihentikan bila ada efek samping

 Obatnya :
a. Antikholinergik → trihexilphenidil HCL
b. Levodopa → madopar, levaside
c. Dopamin agonis → bromokriptin
d. Amantadin → symmentrel
e. Antidepresi → amitriptilin
2. Fisioterapi
3. Operatif : dilakukan bila tidak ada respon dengan obat.
PROSES KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN STROKE

a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan
perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)

a) Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan
klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif,
tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien.
(Marilynn E. Doenges et al, 1998)

(a) Data demografi


Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, diagnose medis.

(b) Keluhan utama


Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)

(c) Riwayat penyakit sekarang


Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke
infark tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri
copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih baik.

(d) Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D.
Ignativicius, 1995)
(e) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus. (Hendro Susilo, 2000)

(f) Riwayat psikososial


Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
(Harsono, 1996)

(g) Pola-pola fungsi kesehatan


 Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.

 Pola nutrisi dan metabolisme


Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)

 Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder
berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes,
2000: 290)

 Pola aktivitas dan latihan


Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.

Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis),


paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan,
gangguan tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)

 Pola tidur dan istirahat


Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot

 Pola hubungan dan peran


Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.

 Pola persepsi dan konsep diri


Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.

 Pola sensori dan kognitif


Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang
sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses
berpikir.

 Pola reproduksi seksual


Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.

 Pola penanggulangan stress


Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.

 Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda
emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulian
mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)

 Pola tata nilai dan kepercayaan


Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E.
Doenges, 2000)

(h) Pemeriksaan fisik


 Keadaan umum
 Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
 Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang
tidak bisa bicara
 Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
 Pemeriksaan integumen
 Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol
karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
 Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
 Rambut : umumnya tidak ada kelainan
 Pemeriksaan kepala dan leher
 Kepala : bentuk normocephalik
 Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
 Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
 Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas. Merokok
merupakan faktor resiko.

 Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.

 Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus


Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine

 Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

 Pemeriksaan neurologi
 Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan
rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese wajah.
 Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada
salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak
sama, refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia
 Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang
sensorik kontralteral.
 Pemeriksaan refleks
 Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan
refleks patologis.
 Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran,
gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah,
afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Jusuf Misbach, 1999, Doengoes,
2000: 291)
2) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologi
(1) CT scan: didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel,
atau menyebar ke permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993), edema,
hematoma, iskemia dan infark (Doengoes, 2000: 292)
(2) MRI: untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn
E. Doenges, 2000: 292)
(3) Angiografi serebral: untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998) atau
membantu menenukan penyebab stroke yang lebih spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur
(Doengoes, 2000: 292)
(4) Pemeriksaan foto thorax: dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu
tanda hipertensi kronis pada penderita
stroke. (Jusuf Misbach, 1999), menggambarkan perubahan kelenjar
lempeng pineal daerah berlawanan dari massa yang meluas (Doengoes,
2000: 292)

b) Pemeriksaan laboratorium
(1) Pungsi lumbal: pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
(Satyanegara, 1998). Tekanan normal biasanya ada trombosis, emboli
dan TIA. Sedangkan tekanan yang meningkat dan cairan yang
mengandungdarah menunjukkan adanya perdarahan subarachnoid atau
intrakranial. Kadar protein total meningkat pada kasus trombosis
sehubungan dengan proses inflamasi (Doengoes, 2000: 292)
(2) Pemeriksaan darah rutin
(3) Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia.
Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian
berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
(4) Pemeriksaan darah lengkap: unutk mencari kelainan pada darah itu
sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)

b. Prioritas Keperawatan
1. Meningkatkan perfusi dan oksigenasi serebral yang adekuat
2. Mencegah/meminimalkan komplikasi dan ketidakmampuan yang bersifat permanen
3. Membantu pasien untuk menemukan kemandiriannya dalam melakukan aktivitas
sehari-hari
4. Memberikan dukungan terhadap proses koping dan mengintegrasikan perubaahan
dalam konsep diri pasien
5. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosisnya dan kebutuhan
tindakan/rehabilitasi

c. Tujuan Pemulangan
1. Fungsi serebral membaik/meningkat, penurunan fungsi neurologis dapat
diminimalkan/dapat didtabilkan
2. Komplikasi dapat dicegah dan diminimalkan
3. Kebutuhan pasien sehari-hari dapat dipenuhi oleh pasien sendiri atau dengan bantuan
yang minimal dari orang lain
4. Mampu melakukan koping dengan cara yang positif, perencanaan untuk masa depan
5. Proses dan prognosis penyakit dan pengobatannya dapat dipahami
d. Diagnosa keperawatan
1) Perubahan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan perdarahan
intracerebral, edema serebral, gangguan oklusi (Marilynn E. Doenges, 2000: 293)
2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia,
hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 1995, doengoes, 2000: 295)
3) Gangguan persepsi sensori : perabaan yang berhubungan dengan penekanan
pada saraf sensori, penurunan penglihatan (Marilynn E. Doenges, 2000)
4) Gangguan/kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah otak, kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus otot fasial,
kelemahan umum (Donna D. Ignativicius, 1995, Doengoes, 2000: 298)
5) Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, intake
cairan yang tidak adekuat (Donna D. Ignativicius, 1995)
6) Resiko gangguan nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah dan
menelan ( Barbara Engram, 1998)
7) Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi sensori,
transmisi, integrasi, stres psikologis (Doengoes, 2000: 300)
8) Kurangnya pemenuhan perawatan diri yang berhubungan dengan
hemiparese/hemiplegi, kerusakan neuromuskuler, kehilangan kontrol/koordinasi otot,
penurunan kekuatan/ketahanan, kerusakan perseptual, nyeri, depresi (Donna D.
Ignativicius, 1995, Doengoes, 2000: 301)
9) Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama (Barbara
Engram, 1998)
10) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
penurunan refleks batuk dan menelan.(Lynda Juall Carpenito, 1998)
11) Gangguan eliminasi uri (inkontinensia uri) yang berhubungan dengan
penurunan sensasi, disfungsi kognitif, ketidakmampuan untuk berkomunikasi (Donna
D. Ignatavicius, 1995)
12) Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik, psikososial,
persepsi kognitif (Doengoes, 2000: 303)

e. Perencanaan
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah:
Perubahan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan perdarahan
intracerebral, edema serebral, gangguan oklusi dibuktikan oleh perubahan tingkat
kesadaran, kehilangan memori, perubahan respon motorik/sensori, gelisah, defisit
sensori, bahasa, intelektual dan emosi, perubahan VS

Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal


Kriteria hasil:

 Klien tidak gelisah, mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi


kognitif dan motorik/sensori
 Tidak ada tanda TIK meningkat
 Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan defisit
 Tanda-tanda vital stabil (nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-36,7 C, pernafasan
16-20 kali permenit)
Rencana tindakan

a) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab


gangguan perfusi jaringan otak dan akibatnya
b) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
c) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan
intrakranial tiap dua jam
d) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung (beri
bantal tipis)
e) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
f) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
g) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat neuroprotektor
Rasional

a) Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan


b) Untuk mencegah perdarahan ulang
c) Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini dan
untuk penetapan tindakan yang tepat
d) Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena dan
memperbaiki sirkulasi serebral
e) Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan
potensial terjadi perdarahan ulang
f) Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan
TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasus stroke hemoragik / perdarahan lainnya
g) Memperbaiki sel yang masih viabel

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, parastesia,


hemiparese/hemiplagia

Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya

Kriteria hasil

 Tidak terjadi kontraktur sendi (mempertahankan posisi optimal dan mempertahankan


fungsi secara optimal)
 Bertambahnya kekuatan otot
 Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
 Mempertahankan integritas kulit
Rencana tindakan

a) Ubah posisi klien tiap 2 jam


b) Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang
tidak sakit
c) Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d) Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
e) Tinggikan kepala dan tangan
f) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional

a) Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah


yang jelek pada daerah yang tertekan
b) Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
c) Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih
untuk digerakkan

Gangguan persepsi sensori: perabaan yang berhubungan dengan penekanan pada saraf
sensori

Tujuan: Meningkatnya persepsi sensorik: perabaan secara optimal.

Kriteria hasil:

 Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan fungsi persepsi


 Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk meraba dan merasa
 Klien dapat menunjukkan perilaku untuk mengkompensasi terhadap perubahan
sensori
Rencana tindakan

a) Tentukan kondisi patologis klien


b) Kaji kesadaran sensori, seperti membedakan panas/dingin, tajam/tumpul, posisi
bagian tubuh/otot, rasa persendian
c) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti memberikan klien suatu benda
untuk menyentuh, meraba. Biarkan klien menyentuh dinding atau batas-batas lainnya.
d) Lindungi klien dari suhu yang berlebihan, kaji adanya lindungan yang berbahaya.
Anjurkan pada klien dan keluarga untuk melakukan pemeriksaan terhadap suhu air
dengan tangan yang normal
e) Anjurkan klien untuk mengamati kaki dan tangannya bila perlu dan menyadari
posisi bagian tubuh yang sakit. Buatlah klien sadar akan semua bagian tubuh yang
terabaikan seperti stimulasi sensorik pada daerah yang sakit, latihan yang membawa area
yang sakit melewati garis tengah, ingatkan individu untuk merawata sisi yang sakit.
f) Hilangkan kebisingan/stimulasi eksternal yang berlebihan.
g) Lakukan validasi terhadap persepsi klien
Rasional

a) Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang mengalami gangguan, sebagai penetapan
rencana tindakan
b) Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan perasaan kinetik berpengaruh
terhadap keseimbangan/posisi dan kesesuaian dari gerakan yang mengganggu ambulasi,
meningkatkan resiko terjadinya trauma.
c) Melatih kembali jaras sensorik untuk mengintegrasikan persepsi dan intepretasi
diri. Membantu klien untuk mengorientasikan bagian dirinya dan kekuatan dari daerah
yang terpengaruh.
d) Meningkatkan keamanan klien dan menurunkan resiko terjadinya trauma.
e) Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan membantu dalan
mengintegrasikan sisi yang sakit.
f) Menurunkan ansietas dan respon emosi yang berlebihan/kebingungan yang
berhubungan dengan sensori berlebih.
g) Membantu klien untuk mengidentifikasi ketidakkonsistenan dari persepsi dan
integrasi stimulus.

Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan hemiparese/hemiplegi

Tujuan: Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi

Kriteria hasil

 Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien
 Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk memberikan bantuan
sesuai kebutuhan
Rencana tindakan

a) Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri


b) Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan
dengan sikap sungguh
c) Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi
berikan bantuan sesuai kebutuhan
d) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau
keberhasilannya
e) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
Rasional
a) Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara
individual
b) Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
c) Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun
bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien
untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk mempertahankan harga diri
dan meningkatkan pemulihan
d) Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk
berusaha secara kontinyu
e) Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan
mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus

Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot
mengunyah dan menelan

Tujuan: Tidak terjadi gangguan nutrisi

Kriteria hasil

 Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan


 Hb dan albumin dalam batas normal

Rencana tindakan

a) Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk


b) Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah makan
c) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan
menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
d) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e) Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
f) Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak ketika
klien dapat menelan air
g) Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
h) Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan
i) Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv atau makanan
melalui selang
Rasional

a) Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien


b) Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
c) Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol muskuler
d) Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat mencetuskan
usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
e) Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar
f) Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam mulut,
menurunkan terjadinya aspirasi
g) Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko terjadinya
tersedak
h) Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan nafsu
makan
i) Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga makanan jika
klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut

Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama

Tujuan: Klien mampu mempertahankan keutuhan kulit

Kriteria hasil

 Klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka


 Klien mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka
 Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka
Rencana tindakan

a) Anjurkan untuk melakukan latihan ROM (range of motion) dan mobilisasi jika
mungkin
b) Rubah posisi tiap 2 jam
c) Gunakan bantal air atau pengganjal yang lunak di bawah daerah-daerah yang
menonjol
d) Lakukan masase pada daerah yang menonjol yang baru mengalami tekanan pada
waktu berubah posisi
e) Observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap
kehangatan dan pelunakan jaringan tiap merubah posisi
f) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit
Rasional

a) Meningkatkan aliran darah kesemua daerah


b) Menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah
c) Menghindari tekanan yang berlebih pada daerah yang menonjol
d) Menghindari kerusakan-kerusakan kapiler-kapiler
e) Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan
f) Mempertahankan keutuhan kulit

You might also like