Professional Documents
Culture Documents
Sejarah Kopi
Kopi dikonsumsi pertama kali pada abad ke-9 di Ethiopia. Saat ini kopi
merupakan minuman yang masih difavoritkan dan dikonsumsi oleh sebagian
besar masyarakat di seluruh dunia dalam berbagai kesempatan, bahkan menjadi
salah satu menu utama dalam perjamuan resmi. Kopi dapat digolongkan sebagai
minuman psikostimulant yang akan menyebabkan orang tetap terjaga, mengurangi
kelelahan, dan membuat perasaan menjadi lebih bahagia. Oleh karena itu, tidak
mengherankan di seluruh dunia kopi menjadi minuman favorit, terutama bagi
kaum pria.
b. Kopi Robusta
Kopi robusta resisten terhadap penyakit HV, tumbuh pada ketinggian 400-
700 m dpl, tetapi masih dapat ditanam pada ketinggian kurang dari 400 m dpl,
dengan temperatur 21-24° C. Produksi kopi robusta lebih tinggi daripada kopi
arabika dan liberika (rata-rata ± 9-13 ku/ha/th). Apabila dikelola secara intensif
bisa berproduksi 20 ku/ha/th. Kualitas buah lebih rendah daripada kopi arabika,
tetapi lebih tinggi daripada kopi liberica.
Robusta memiliki kafein yang lebih tinggi dan dapat dikembangkan dalam
lingkungan di mana Arabika tidak dapat tumbuh dengan baik, Robusta kualitas
tinggi biasanya digunakan dalam campuran espresso. Satu jenis kopi yang tidak
biasa adalah sejenis robusta yang dinamakan kopi luwak, kopi ini dikumpulkan
dari kotoran luwak, yang dalam proses pencernaanya memberikan rasa yang unik.
Beberapa jenis Kopi Robusta adalah Quillou, Uganda, dan Cannephora.
c. Kopi Liberika
Kopi Liberika mempunyai ukuran daun, cabang, bunga, buah dan pohon
lebih besar dibandingkan kopi arabika dan robusta. Cabang primer dapat bertahan
lebih lama dan dalam satu buku dapat keluar bunga atau buah lebih dari satu kali,
agak sensitif terhadap penyakit HV. Kualitas buah relatif rendah. Produksi 4,-5
ku/ha/ th dengan rendemen ± 12%. Berbuah sepanjang tahun, ukuran buah tidak
seragam, dan dapat tumbuh baik di dataran rendah.
d. Golongan Ekselsa
Kopi ekselsa mempunyai adaptasi iklim yang lebih baik seperti kopi
liberika, dan tidak terlalu peka terhadap penyakit HV. Jenis ini banyak
dibudidayakan di dataran rendah yang basah, yaitu daerah yang tidak sesuai untuk
kopi robusta. Ciri khas kopi ini antara lain memiliki cabang primer yang bisa
bertahan lama dan berbunga pada batang yang tua, batangnya kekar dan
memerlukan jarak tanam yang relatif kecil dan tidak beragam.
e. Kopi Hibrida
Kopi hibrida merupakan keturunan hasil perkawinan antara 2 varietas
kopi, sehingga mewarisi sifat-sifat unggul kedua induknya. Namun demikian
keturunan dari golongan hibrida tidak mempunyai sifat yang sama dengan induk
hibridanya. Pembiakan dilakukan hanya dengan cara vegetatif (stek, sambungan,
dan lain-lain).
Beberapa Sifat Kopi Hibrida
1. Arabika-Liberika: produktivitas tinggi, namun rendemen rendah. Bersifat self
fertil (menyerbuk sendiri).
2. Arabika-Robusta: sensitive terhadap serangan penyakit HV dan bubuk buah.
Dapat berbuah sepanjang tahun, bersifat self fertil. Di dataran tinggi yang lembap
bisa berproduksi tinggi, namun mudah terserang jamur upas. Biji berbetuk gepeng
dan agak lonjong.
Proses pengolahan bertujuan agar mutu biji Kopi tetap terjamin mutunya
serta sekaligus merupakan proses pengawasan agar Biji Kopi tidak mudah rusak.
Proses pengolahan tersebut sangat menentukan mutu produk akhir biji Kopi
kering yang dihasilkan.
Buah kopi sering disebut kopi gelondong basah adalah buah kopi hasil
panen dari kebun dan kadar airnya masih berkisar antara 60 - 65%. Biji kopi
masih terlindung oleh kulit buah, daging buah, lapisan lendir, kulit tanduk dan
kulit ari. Biji kopi HS adalah biji kopi berkulit tanduk (cangkang) hasil
pengolahan buah kopi dengan proses pengolahan secara basah (wet process).
Kulit daging buah (pulp) dan lapisan lendir telah dihilangkan melalui beberapa
tahapan proses secara mekanis atau fermentasi dan pencucian dan air biji kopi HS
dalam kondisi basah berkisar antara 60 – 65 % dan setelah dikeringkan menjadi
12 %.
Kopi gelondong kering adalah buah kopi kering setelah diolah dengan
proses pengolahan secara kering (tanpa melibatkan air untuk pengolahan). Biji
kopi masih terlindung oleh kulit daging buah, lapisan lendir, kulit tanduk dan
kulit ari dalam kondisi kering. Biji kopi labu adalah biji kopi hasil proses semi
basah, yang telah dilakukan pengeringan awal dan dikupas kulit tanduknya (kadar
air + 40 %).
4.1 Panen
Pemanenan buah kopi dilakukan secara manual dengan cara memetik buah
yang telah masak. Ukuran kematangan buah ditandai oleh perubahan warna kulit
buah. Kulit buah berwarna hijau tua ketika masih muda, berwarna kuning ketika
setengah masak dan berwarna merah saat masak penuh dan menjadi kehitam-
hitaman setelah masak penuh terlampaui (over ripe).
Kematangan buah kopi juga dapat dilihat dari kekerasan dan komponen
senyawa gula di dalam daging buah. Buah kopi yang masak mempunyai daging
buah lunak dan berlendir serta mengandung senyawa gula yang relatif tinggi
sehingga rasanya manis. Sebaliknya daging buah muda sedikit keras, tidak
berlendir dan rasanya tidak manis karena senyawa gula masih belum terbentuk
maksimal. Sedangkan kandungan lendir pada buah yang terlalu masak cenderung
berkurang karena sebagian senyawa gula dan pektin sudah terurai secara alami
akibat proses respirasi.
Tanaman kopi tidak berbunga serentak dalam setahun, karena itu ada
beberapa cara pemetikan :
a. Pemetikan selektif
dilakukan
terhadap buah
masak.
b. Pemetikan
setengah selektif
dilakukan
terhadap
dompolan buah
masak.
c. Secara lelesan dilakukan terhadap buah
kopi yang gugur karena terlambat pemetikan.
d. Secara
racutan/rampasan
merupakan
pemetikan
terhadap semua
buah kopi yang
masih hijau,
biasanya pada
pemanenan akhir.
4.2 Sortasi
Sortasi buah dilakukan untuk memisahkan buah yang superior (masak,
bernas, seragam) dari buah inferior (cacat, hitam, pecah, berlubang dan terserang
hama/penyakit). Kotoran seperti daun, ranting, tanah dan kerikil harus dibuang,
karena dapat merusak mesin pengupas.
Biji merah (superior) diolah dengan metoda pengolahan basah atau semi-
basah, agar diperoleh biji kopi HS kering dengan tampilan yang bagus. Sedangkan
buah campuran hijau,kuning, merah diolah dengan cara pengolahan kering. Hal
yang harus dihindari adalah menyimpan buah kopi di dalam karung plastik atau
sak selama lebih dari 12 jam, karena akan menyebabkan pra-fermentasi sehingga
aroma dan citarasa biji kopi menjadi kurang baik dan berbau busuk (fermented).
4.3 Pengolahan Cara kering
Metode pengolahan cara kering banyak dilakukan mengingat kapasitas
olah kecil, mudah dilakukan, peralatan sederhana dan dapat dilakukan di rumah
petani. Tahapan pengolahan kopi cara kering dapat dilihat pada skema berikut :
Panen
Sortasi buah
Pengeringan
Pengupasan kopi
Pengemasan dan
penyimpanan biji
a. Pengeringan
Kopi yang sudah di petik dan disortasi harus sesegera mungkin
dikeringkan agar tidak mengalami proses kimia yang bisa menurunkan mutu.
Kopi dikatakan kering apabila waktu diaduk terdengar bunyi gemerisik.
Beberapa petani mempunyai kebiasaan merebus kopi gelondang lalu
dikupas kulitnya, kemudian dikeringkan. Kebiasaan merebus kopi gelondong lalu
dikupas kulit harus dihindari karena dapat merusak kandungan zat kimia dalam
biji kopi sehingga menurunkan mutu. Apabila udara tidak cerah pengeringan
dapatdilakukan menggunakan alat pengering mekanis. Pengeringan selesai bila
kadar air telah mencapai maksimal 12,5 % . Biasanya pengeringan memerlukan
waktu 2-3 minggu dengan cara dijemur.
Panen pilih
Sortasi buah
Fermentasi
Pencucian
Pengeringan
Pengemasan dan
penyimpanan
b. Fermentasi
Fermentasi umumnya dilakukan untuk pengolahan kopi Arabika,
bertujuan untuk meluruhkan lapisan lendir yang ada dipermukaan kulit tanduk biji
kopi. Selain itu, fermentasi mengurangi rasa pahit dan mendorong terbentuknya
kesan “mild” pada citarasa seduhan kopi arabika. Fermentasi ini dapat dilakukan
secara basah dengan merendam biji kopi dalam genangan air, atau fermentasi cara
kering dengan cara menyimpan biji kopi HS basah di dalam wadah plastik yang
bersih dengan lubang penutup dibagian bawah atau dengan menumpuk biji kopi
HS di dalam bak semen dan ditutup dengan karung goni. Agar fermentasi
berlangsung merata, pembalikan dilakukan minimal satu kali dalam sehari.
Lama fermentasi bervariasi tergantung pada jenis kopi, suhu, dan
kelembaban lingkungan serta ketebalan tumpukan kopi di dalam bak. Akhir
fermentasi ditandai dengan meluruhnya lapisan lendir yang menyelimuti kulit
tanduk. Waktu fermentasi berkisar antara 12 sampai 36 jam.
c. Pencucian
Pencucian bertujuan menghilangkan sisa lendir hasil fermentasi yang
menempel di kulit tanduk. Untuk kapasitas kecil, pencucian dikerjakan secara
manual di dalam bak atau ember, sedangkan kapasitas besar perlu dibantu mesin.
d.Pengeringan
Pengeringan bertujuan mengurangi kandungan air biji kopi HS dari
60 – 65 % menjadi maksimum 12,5 %. Pada kadar air ini, biji kopi HS relatif
aman dikemas dalam karung dan disimpan dalam gudang pada kondisi
lingkungan tropis. Pengeringan dilakukan dengan cara penjemuran, mekanis, dan
kombinasi keduanya.
Penjemuran merupakan cara yang paling mudah dan murah untuk
pengeringan biji kopi. Penjemuran dapat dilakukan di atas para-para atau lantai
o
jemur. Profil lantai jemur dibuat miring lebih kurang 5 – 7 dengan sudut
pertemuan di bagian tengah lantai.
Ketebalan hamparan biji kopi HS dalam penjemuran sebaiknya 6 –
10 cm lapisan biji. Pembalikan dilakukan setiap jam pada waktu kopi masih
basah. Pada areal kopi Arabika, yang umumnya didataran tinggi, untuk mencapai
kadar air 15 -17 %, waktu penjemuran dapat berlangsung 2 – 3 minggu.
Pengeringan mekanis dapat dilakukan jika cuaca tidak
memungkinkan untuk melakukan penjemuran. Pengeringan dengan cara ini
sebaiknya dilakukan secara berkelompok karena membutuhkan peralatan dan
investasi yang cukup besar dan tenaga pelaksana yang terlatih. Dengan
mengoperasikan pengering mekanis secara terus menerus siang dan malam dengan
suhu 45 – 500 C, dibutuhkan waktu 72 jam untuk mencapai kadar air 12,5 %.
Penggunaan suhu tinggi di atas 600 C untuk pengeringan kopi Arabika harus
dihindari karena dapat merusak citarasanya. Sedangkan untuk kopi Robusta,
biasanya diawali dengan suhu lebih tinggi, yaitu sampai 90 – 1000C dengan waktu
20 – 24 jam untuk mencapai kadar air maksimum 12,5 %, (pemanasan yang lebih
singkat), karena jika terlalu lama maka warna permukaan biji kopi cenderung
menjadi kecoklatan Untuk kopi Robusta dibutuhkan waktu 20-24 jam untuk
mencapai kadar air 12,5 %.
Proses pengeringan kombinasi dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama
adalah penjemuran untuk menurunkan kadar air biji kopi sampai 20 – 25 %,
dilanjutkan dengan tahap kedua, yaitu dengan menggunakan mesin pengering.
Apabila biji kopi sudah dijemur terlebih dahulu hingga mencapai kadar air 20 – 25
%, maka untuk mencapai kadar air 12,5% diperlukan waktu pengeringan dengan
mesin pengering selama 24 – 36 jam dengan suhu 45-50 0C.
e. Pengupasan kulit kopi HS
Pengupasan dimaksudkan untuk memisahkan biji kopi dari kulit tanduk
yang menghasilkan biji kopi beras. Pengupasan dapat dilakukan dengan
menggunakan mesin pengupas (huller). Sebelum dimasukkan ke mesin pengupas
(huller), biji kopi hasil pengeringan didinginkan terlebih dahulu (tempering)
selama minimum 24 jam.
4.5 Pengolahan Cara Semi Basah (Semi Washed Process)
Pengolahan secara semi basah saat ini banyak diterapkan oleh petani kopi
arabika di NAD, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan. Cara pengolahan tersebut
menghasilkan kopi dengan citarasa yang sangat khas, dan berbeda dengan kopi
yang diolah secaara basah penuh (WP). Ciri khas kopi yang diolah secara semi-
basah ini adalah berwarna gelap dengan fisik kopi agak melengkung. Kopi
Arabika cara semi-basah biasanya memiliki tingkat keasaman lebih rendah
dengan body lebih kuat dibanding dengan kopi olah basah penuh.
Proses cara semi-basah juga dapat diterapkan untuk kopi Robusta. Secara
umum kopi yang diolah secara semi-basah mutunya sangat baik. Proses
pengolahan secara semi-basah lebih singkat dibandingkan dengan pengolahan
secara basah penuh. Untuk dapat menghasilkan biji kopi hasil olah semi-basah
yang baik, maka harus mengikuti prosedur pengolahan yang tepat, yaitu seperti
pada gambar berikut :
Panen Pilih
Buah inferior
Sortasi Buah diolah DP
Fermentasi + pencucian
lendir
Penyimpanan dan
penggudangan
Gambar 4. Alur proses pengolahan kopi secara semi-basah (Semi-Washed)
Buah kopi dapat disimpan dalam bentuk buah kopi kering atau buah kopi
parchment kering yang membutuhkan kondisi penyimpanan yang sama. Biji kopi
KA air 11 % dan RH udara tidak lebih dari 74 %. Pada kondisi tersebut
pertumbuhan jamur (Aspergilus niger, A. oucharaceous dan Rhizopus sp) akan
minimal.
Di Indonesia kopi yang sudah di klasifikasi mutunya disimpan didalam
karung goni dan dijahit zigzag mulutnya dengan tali goni selanjutnya disimpan
didalam gudang penyimpanan.
Syarat gudang penyimpanan kopi :
1. Gudang mempunyai ventilasi yang cukup.
2. Suhu gudang optimum 20°C-25°C.
3. Gudang harus bersih, bebas dari hama penyakit serta bau asing.
4. Karung ditumpuk di lantai yang diben alas kayu setinggi 10 cm.
Biji kopi dikemas dengan menggunakan karung yang bersih dan baik,
serta diberi label sesuai dengan ketentuan SNI 01-2907-2008. Kemudian
tumpukan kopi disimpan dalam gudang yang bersih, bebas dari bau asing dan
kontaminasi lainnya Karung diberi label yang menunjukkan jenis mutu dan
identitas produsen. Cat untuk label menggunakan pelarut non minyak. Karung
yang digunakan harus bersih dan jauh dari bau-bau asing. Tumpukan karung kopi
diatur diatas landasan kayu dan diberi batas dengan dinding. Kondisi biji harus
selalu di monitor selama disimpan terhadap kondisi kadar airnya, keamanan
terhadap organisme gangguan (tikus, serangga, jamur, dll) dan faktor-faktor lain
yang dapat merusak kopi. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam
penggudangan adalah: kadar air, kelembaban relatif dan kebersihan gudang.
Kelembaban ruangan gudang sebaiknya 70 %.
1. Dekafeinasi Kopi
Dekafeinasi biasanya dilakukan sebelum proses penyangraian, sebelumnya
dilakukan proses pembersihan dan Penyortiran biji. Prosesnya meliputi
pembasahan biji kopi dengan air dan, diikuti oleh ekstraksi dengan pelarut organik
yaitu metilen klorida ( CH2Cl2 ) dalam ekstraktor.
Proses dekafeinasi pada tahap awal dilakukan pemanasan pendahuluan biji
kopi dengan uap air panas pad a suhu 230°F selama setengah jam yang akan
menghasilkan kadar air 16-18 % w/w pada kolom pertama dari kolom. Tujuan
pemanasan pendahuluan adalah untuk membantu proses hidrolisis dari kafein
selama ekstraksi. Kemudian dilakukan penambahan air/pre-wetting (hingga kadar
air kopi menjadi 40%), setelah itu ditambahkan pelarut dengan perbandingan
pelarut dengan biji kopi adalah 4 : 1.
Selanjutnya Proses ekstraksi kaffein dari biji kopi dilakukan pada suhu 50-
120°C (120-250°F) pada kolom dimana kaffein sebagian besar akan dihilangkan
(95-98%) akan dipisahkan. Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut kemudian
dialirkan keluar dari ekstraktor. Untuk menghilangkan sisa pelarut yang terdapat
pada biji kopi, maka dilakukan penguapan pelarut dengan uap air panas (destilasi
uap). Biji kopi yang dihilangkan kaffeinnya dikeluarkan dari kolom dengan segera
dan biji dikeringkan mendekati kandungan air alaminya.
Setelah proses cekaffeinasi, bjji kopi biasanya akan kehilangan kandungan
zat hijaunya dan tentu masih mengandung kaffein dan zat pelarut. Beberapa
negera yang tergabung didalam EEC menetapkan batas kandungan kaffein
didalam biji kopi bebas kaffein (decaffeinated) dan kopi instan tidak melebihi 0.1
% dan 0.3%. Sedangkan zat pelarut yang tersisa atau resedual dari decaffeinated
coffe kurang dari 10 mg/kg pelarut.
2. Kopi Bubuk
1. Roasting
Roasting merupakan proses Penyangraian biji kopi yang tergantung pada
waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan. Terjadi
kehilangan berat kering terutama gas CO2 dan produk pirolisis volatil lainnya.
Kebanyakan produk pirolisis ini sangat menentukan cita rasa kopi. Kehilangan
berat kering terkait erat dengan suhu penyangraian. Berdasarkan suhu
penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas 3 golongan yaitu : ligh
roast suhu yang digunakan 193 sampai 199°C, medium roast suhu yang digunakan
204°C dan dark roast suhu yang digunakan 213 sampai 221°C. Menurut Varnam
dan Sutherland (1994) : ligh roast menghilangkan 3-5% kadar air: medium roast,
5-8 % dan dark roast 8-14%.
Penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa pruduk kopi yang
akan dikonsumsi, perubahan warna biji dapat dijadikan dasar untuk sistem
klasifikasi sederhana. Perubahan fisik terjadi termasuk kehilangan densitas ketika
pecah.
Penyangrai bisa berupa oven yang beroperasi secara batch atau kontinous.
Pemanasan dilakukan pada tekanan atmosfir dengan media udara panas atau gas
pembakaran. Pemanasan dapat juga dilakukan dengan melakukan kontak dengan
permukaan yang dipanaskan, dan pada beberapa disain pemanas, hal ini
merupakan faktor penentu pada pemanasan. Disain paling umum yang dapat
disesuikan baik untuk penyangraian secara batch maupun kontinous merupakan
drum horizontal yang dapat berputar. Umumnya, biji kopi dicurahkan sealiran
dengan udara panas melalui drum ini, kecuali pada beberapa roaster dimana
dimungkinkan terjadi aliran silang dengan udara panas. Udara yang digunakan
langsung dipanaskan menggunakan gas atau bahanbakar, dan pada desain baru
digunakan sistem udara daur ulang yang dapat menurunkan polusi di atmosfir
serta menekan biaya operasional.
Tahap awal roasting adalah membuang uap air pada suhu penyangraian
100°C dan berikutnya tahap pyrolysis pada suhu 180°C. Pada tahap pyrolisis
terjadi perubahan-perubahan komposisi kimia dan pengurangan berat sebanyak
10%. Proses roasting berlangsung 5-30 menit. Sampel segera diambil setelah
roasting dan digiling dengan metoda standar sebelum menilai warna, sedikit air
ditambahkan ke biji kopi pada tahap pendinginan untuk mempercepat
pendinginan dan meningkatkan keseragaman ukuran partikel untuk penggilingan
berikutnya. Pada beberapa roaster, air ditambahkan ke biji dalam drum penyangrai
diakhir proses. Biji kopi kemudian dikeluarkan lalu ditaruh dalam baki dingin
berlobang dimanana udara dihembuskan.
Perubahan sifat fisik dan kimia terjadi selama proses penyangraian,
menurut Ukers dan Prescott dalam Ciptadi dan Nasution (1985) terjadi seperti
swelling, penguapan air, tebentuknya senyawa volatile, karamelisasi karbohidrat,
pengurangan serat kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO2 sebagai hasil
oksidasi dan terbentuknya aroma yang karakteristik pada kopi. Swelling selama
penyangraian disebabkan karena terbentuknya gas-gas yang sebagian besar terdiri
dari CO2 kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau pori-pori kopi.
Senyawa yang membentuk aroma di dalam kopi menurut Mabrouk dan
Deatherage dalam Ciptadi dan Nasution (1985) adalah :
1. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam kofeat, asam
clorogenat, asam ginat dan riboflavin.
2. Golongan senyawa karbonil yaitu asetal dehid, propanon, alkohol, vanilin
aldehid.
3. Golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto asetat, hidroksi
pirufat, keton kaproat, oksalasetat, mekoksalat, merkaptopiruvat.
4. Golongan asam amino yaitu leusin, iso leusin, variline, hidroksiproline, alanine,
threonine, glysine dan asam aspartat.
5. Golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat, propionat, butirat dan
volerat.
Didalam proses penyangraian sebagian kecil dari kaffein akan menguap
dan terbentuk komponen-komponen lain yaitu aseton, furfural, amonia,
trimethylamine, asam formiat dan asam asetat. Caffein di dalam kopi terdapat baik
sebagai senyawa bebas maupun dalam bentuk kombinasi dengan klorogenat
sebagai senyawa kalium kaffein klorogenat.
Biji kopi yang disangrai dapat langsung dikemas. Pengemasan dilakukan
dengan kantong kertas, ketika kopi dipisahkan dari otlet khusus dan digunakan
langsung oleh konsomen. Tempat penyimpanan yang lebih baik serta kemasan
vakum diperlukan untuk mencegah deteriorasi oksidatif jika kopi tidak melewati
oulet khusus. Saat ini digunakan kemasan vakum dari kaleng yang mampu
menahan tekanan yang terbentuk atau menggunakan kantung yang dapat
melepaskan CO2 tapi menerima oksigen.
2. Penggilingan
Penggilingan kopi skala luas selalu menggunakan gerinda beroda (roller),
gerinda roller ganda dengan gerigi 2 sampai 4 pasang merupakan alat yang paling
banyak dipakai. Partikel kopi dihaluskan selama melewati tiap pasang roller.
Derajat penggilingan ditentukan oleh nomor seri roller yang diguncikan. Kondisi
ideal dimana ukuran partikel giling seragam adalah mustahil, namun variasi lebih
rendah jika menggunakan gerinda roller ganda. Alternatif lain adalah penggilingan
system tertutup berbasis proses satu tahap, dimana jika ukuran partikel melebihi
saringan maka partikel dikembalikan ke pengumpan untuk digiling ulang.
Sejumlah kulit tipis (chaff) terlepas dari biji kopi, terutama Robusta, ikut
tergiling. Kulit ini bisa dibuang menggunakan hembusan udara maupun, metode
lainnya, meskipun mengakibatkan kehilangan padatan terlarut. Pencampuran kulit
tipis ini, khususnya dengan kopi gosong, memberikan keuntungan berupa
peningkatan sifat aliran dengan penyerapan minyak yang menetes.
Penampilan yang menarik bubuk kopi akan meningkatkan permintaan di
pasaran. Hasil penggilingan biji kopi dibedakan menjadi : coarse (bubuk kasar),
medium (bubuk sedang), fine (bubuk halus), very, fine (bubuk amat halus).
Pilihan kasar halusnya bubuk kopi berkaitan dengan cara penyeduhan kopi yang
digemari oleh masyarakat.
Penggilingan melepaskan sejumlah kandungan CO2 dari kopi. Sebagian
besar dilepaskan selama proses dan setelah penggilingan. Sejumlah besar
mungkin masih tertahan terutama pada kopi giling kasar.
Untuk memperpanjang masa simpan kopi bubuk dikemas dengan
menggunakan kemasan vakum dalam timah atau kantong fleksibel, untuk kopi
giling halus, pengemasan vakum segera mungkin dilakukan selepas penggilingan
tanpa perlakuan lain untuk mencegah terbentuknya t'ekanan akibat pelepasan CO2
Pada gilingan kasar, umumnya pengemasan ditunda beberapa jam untuk
melepaskan CO2 Tindakan ini dapat memastikan penurunan CO2 kopi yang
dikemas akibat penyerapan Oksigen.
C. Kopi Instant
Kopi instan merupakan kopi yang bersifat mudah larut dengan air
(soluble) tanpa meninggalkan serbuk. Pengolahan kopi instan yang essensial
berupa produksi ekstrak kopi melalui tahap : penyangraian (roasting),
penggilingan (grinding), Ekstraksi, Drying (Spray Drying maupun Freze Drying)
dan pengemasan produk.
Pengolahan kopi instan (soluble coffe) sangat tergantung dari proses
sebelumnya. Pada tahap penggilingan biji-biji kopi yang berbeda ukuran,
partikelnya harus disesuaikan untuk menjamin efisiensi ekstraksi. Hasil
penggilingan yang terlalu halus akan menganggu perjalanan cairan kopi pada
kolom ekstraksi, karena itu hasil penggilingan yang agak kasar dan seragam lebih
diinginkan.
1. Ekstraksi
Proses ekstraksi untuk pembuatan kopi instan dipergunakan percolator
(penyaring kopi) dan alat sentrifuge untuk mengepres sisa ampas. Proses ini
terjadai didalam 6 percolator (penyaring kopi) menggunakan prinsip counter
curent. Tujuan pengolahan adalah untuk memperoleh ekstraksi optimum dari
padatan terlarut tanpa merusak kualitas.
Ekstraksi yang optimum tergantung pada suhu air ekstraksi dan laju alir
melalui ampas kopi. Pada prakteknya air panas dimasukkan dengan tekanan dan
suhunya 180°C. Suhu dari cairan pada setiap kolom makin turun sampai cairan
berhubungan dengan kopi pada suhu 100°C. Penggunaan suhu air tertinggi
memungkinkan hasil konsentrasi ekstrak tertinggi. Akibat penggunaan suhu tinggi
adalah menjaga tekanan sistem tetap rendah untuk mempertahankan kondisi
hidroulik (suhu air 173°C, dibutuhkan tekanan 120 psig atau 828 kPa) dan kolom
yang dihubungkan oleh pipa harus didesain pada tekanan sedemikian rupa
sehingga tidak melebihi hidraulik minimum. Air tersebut mengumpulkan sisa
padatan larut air pada tekanan tinggi dan sisa padatan terlarut yang tidak
terekstraksi akan secara sengaja terbawa ke kolom percolator berikutnya dan
terekstraksi, begitu selanjutnya. Setiap penyaring pelarut mengumpulkan padatan
larut air lebih banyak. Pada gilingan kopi yang lebih bersih akan meningkatkan
ekstraksi dan mengurangi waktu perputaran.
Larutan Ekstraks bergerak ke depan secara kontineu dan pada kolom
terakhir keluar berupa sirup dengan konsentrasi bahan terlarut 25-35 %. Pengisian
air panas mengalir secara kontineu dengan ampas kopi bubuk yang terbanyak.
Setelah mencapai kolom terakhir larutan ekstrak dialirkan, didinginkan
dan ditranfer ketangki penyimpanan (stroge tank). Kopi hasil ekstraksi kemudian
dikeringkan dengan menggunakan metode spray drying dan frezee drying, namun
biasanya terlebih dahulu dilakukan penyaringan (filter) atau sentrifugasi terhadap
cairan tersebut untuk memisahkan koloid berupa ter atau bahan bahan tidak larut
lainnya dan kemudian mengkonsentratkan cairan tersebut dengan cara
melewatkan melalui evaporator konvensional sebagaimana, yang digunakan
proses evoporasi pada industri pengolahan susu. Cairan konsentrat tersebut
kemudian disimpan sementara ditangki penyimpanan untuk menunggu proses
pengeringan.
Ampas kopi bubuk yang dikeluarkan dari kolom untuk dibuang, terlebih
dahulu dilakukan pengurangan kadar air agar mudah diangkut dengan truk ke
tempat pembuangan karena masih mengandung 70% kadar air.
2. Drying
a. Spray Drying
Proses Spray drying terjadi didalam tower silindris yang besar dengan
dasar kerucut, pada bagian ini cairan kopi dimasukkan dengan tekanan ke dalam
bagian atas tower bersamaan dengan pancaran angin udara panas sekitar 250°C.
Partikel-partikel yang disemprotkan akan kering dan jatuh serta terkumpul sebagai
bubuk pada bagian ujung kerucut lalu dipindahkan menggunakan alat katup yang
berputar. Udara yang telah tefpakai dilepaskan melewati sisi tower dan biasanya
dilewatkan melalui peralatan siklon dengan tujuan untuk memperoleh kembali
partikel kopi halus yang mungkin tercampur dengan aliran bubuk.
Pada proses kosentrasi awal larutan kopi, kecenderungan yang terjadi
adalah diproduksinya partlkel bubuk berukuran besar dan sedikit halus, jika
partikel berukuran besar lebih banyak pada proses recyling akan mengakibatkan
rusaknya kualitas dan rendahnya mutu produk akhir. Selain itu makin sedikit
bagian yang halus, makin kecil pula kemungkinan padatan kopi menempel pada
dinding tower sehingga pengkonsentrasian larutan akan mengurangi beban
pengering dan meningkatkan kapasitas produksi.
Untuk meningkatkan daya larut dalam air dan membentuk butiran
biasanya ditingkatkan dengan proses aglomerasi. Proses aglomerasi dicapai
dengan membasahi partikel bubuk, membiarkannya bergabung dan kemudian
mengeringkannya kembali.
b. Freeze Drying
Prinsip kerja Freeze drying meliputi pembekuan larutan,
menggranulasikan larutan yang beku tersebut, mengkondisikannya pada vacum
ultra-high dengan pemanasan yang sedang sehingga mengakibatkan air pada
bahan pangan tersebut akan menyublin dan akan menghasilkan produk padat
(solid product).
Pada prakteknya, ekstrak kopi difilter dan dikumpulkan pada tangki
utama, kemudian cairan tersebut dibawa ke drum pendinginan yang berputar.
Setelah itu di bawa keruang pendinginan. Pada ruang pendinginan ditambahkan
ethylene glycol dan ekstrak dibiarkan berhubungan dengan larutan selama 20-30
menit dengan temperatur -40°C. Setelah meninggalkan daerah tesebut lemping
beku dilewatkan menuju grinder untuk mengatur produksi granula sesuai dengan
ukuran yakni sesuai persyaratan untuk produk jadi. partikel-partikel disaringuntuk
keseragaman produk dan tingkat kekeringan yang merata. Granula-granula yang
membeku tersebut kemudian dibawa menggunakan konveyor menuju ruangan
vakum yang dioperasikan secara batch atau kontineu. Selama proses pengeringan
suhu produk umumnya tidak lebih dari 50°C.
3. Aromatisasi
Produk akhir Spray Drying dan Freeze drying akan kehilangan aroma,
sehingga pada perusahaan industri dilakukan aromatisasi untuk memberikan
aroma kopi bagi konsumen saat mereka membuka kemasan kopi. Hal ini
dilakukan dengan cara merecovery aroma volatil yaitu menyemprotkan aroma
volatil tersebut kedalam kopi instant biasanya digunakan minyak kopi sebagai
bahan pembawa aroma volatile dan diperlukan untuk mengurangi resiko oksidasi
dan mengisi gas karbondioksida.
4. Pengemasan
Kopi instan harus dilindungi dengan cara menerapkan pengemasan sesuai
sebelum didistribusikan ke toko-toko, ritel atau untuk pesanan pasar. Kemasan
yang digunakan harus mampu melindungi produk dari absorbsi kelembaban
atmosfir yang tidak hanya me~yebabkan produk menggumpal
(mengeras/memadat) juga mempercepat penurunan (deterioration) aroma.
Kemasan standar yang digunakan saat ini kertas membran atau alumunium foil
dan kaleng dari bahan timah. Kaleng kosong biasanya disediakan bersama dengan
tutup, cincin dan membran yang dimasukkan menuju mesin pengisi dalam
keadaan posisi terbalik. Setelah pengisian, alas kemasan dikelim dan ketas lebel
ditempelkan dikemasan.
Untuk produk ritel, kemasan yang digunakan berupa botol gelas dengan
tutup plastik berulir. Tutup yang digunakan disuplai dengan kertas membran, yang
dilekatkan dengan menggunakan lilin.