Professional Documents
Culture Documents
1 Pendahuluan
1
tuturan yang dikatakan secara eksplisit.
Terlepasa dari tuturan santun dan tidak santun, keduanya adalah tindakan komunikasi. Dalam
setiap tindakan komunikasi dapat gagal dan dapat berhasil mencapai tujuan. Gagalnya
komunikasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1. Mitra tutur tidak memiliki informasi lama mengenai pokok masalahyang dibicarakan.
2. Mitra tutur tidak tertarik dengan informasi penutur.
3. Mitra tutur tidak berkenan dengan cara yang digunakan untuk menyampaikan informasi
penutur.
4. Apa yang diinginkan oleh penutur tidak dimiliki oleh mitra tutur.
5. Mitra tutur tidak memahami pesan yang dimaksud oleh penutur.
6. penutur terkendala kode etik dalam bertutur.
Sebaliknya,komunikasi akan berhasil apabila didukung oleh beberapa faktor, seperti:
1. Ada kesepahaman topik yang dibicarakan antara penutur dengan mitra tutur.
2. Ada kesepahaman bahasa yang digunakan oleh penutur kepada mitra tutur.
3. Mitra tutur tertarik dengan pesan yang disampaikan oleh penutur.
4. Penutur dan mitra tutur sama-sama dalam konteks dan situasi yang sama.
5. Praanggapan penutur terhadap mitra tutur benar.
6. Penutur mahir memanfaatkan daya bahasa yang menjadikan komunikasi lebih efektif.
3
itu memang baik. Sebaliknya, jika ada orang yang sebenarnya kepribadiannya tidak baik,
meskipun berusaha berbahasa secara baik, benar, dan santun dihadapan orang lain; pada suatu
saat tidak mampu menutup-nutupi kepribadian buruknya sehingga muncul pillihan kata,
ungkapan, atau struktur kalimat yang tidak benar dan tidak santun.
Memang BI sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi negara membutuhkan kebakuan.
Pranarka (1979) menekankan adanya modernisasi yang terlibat dalam sederet komponen
berbahasa, yakni discipliner, accuracy, dan precision. Sebagai konsekuensi di dalam berbahasa,
orang harus menepati kaidah baik dalam pemeliharaan pola struktur maupun kosa katanya.
Disamping itu, ia harus pula secara akurat dan tepat menyatakan idenya yang sesuai dengan pola
struktur bahasa serta forum, dan situasi berkomunikasi. Ketepatan berbahasa seperti itu tidak
hanya menampilkan disiplin, tetapi juga kecendekiaan. Hal ini menuntut penutur untuk dapat
membatasi bahasa dalam situasi yang aktual. Dapat dikatakan bahwa dalam rangka menerapkan
kaidah komunikasi yang aktual, penutur didorong untuk menampilkan kecermatannya.
5
proposal.
6. Penutur hendaknya memiliki bentuk kalimat yang baik dan ucapkan dengan enak agar
mudah dipahami dan diterima oleh mitra tutur dengan enak pula.
7. Perhatikanlah norma tutur lain, seperti gerakan tubuh, urutan tuturan.
Dalam ajaran budaya Jawa, untuk menciptakan kesantunan dalam berkomunikasi ada
ajaran dalam berbahasa yaitu (a) harus selalu ”kurmat” pada orang lain, (b) harus selalu bersikap
andha-asor (rendah hati), (c) harus selalu empan papan (sadar akan tempat atau memahami
situasi dan kondisi), dan (d) harus dapat bersikap tepa selira (tenggang rasa) terhadap orang lain
(Arsim, 2005)
Pemakaian bahasa dalam masyarakat ada yang santun dan ada yang tidak santun.
Mengapa demikian? Ada beberapa alasan, antara lain (a) tidak semua orang memahami kaidah
kesantunan, (b) ada yang memahami kaidah tetapi tidak mahir menggunakan kaidah kesantunan,
(c) ada yang mahir menggunakan kaidah kesantunan dalam berbahasa tetapi tidak mengetahui
bahwa yang digunakan adalah kaidah kesantunan, dan (d) tidak memahami kaidah kesantunan
dan tidak mahir berbahasa secara santun. Keadaan seperti itu sampai kapan pun akan terus
ditemukan dalam masyarakat.
Di masa mendatang, pemakaian bahasa santun harus lebih banyak dan pemakaian bahasa
tidak santun harus semakin berkurang. Hal ini akan dapat terwujud jika (a) kaidah kesantunan
berbahasa sudah dideskripsikan secara baik, (b) kaidah yang sudah dideskripsikan itu
disosialisasikan kepada masyarakat luas, (c) pembinaan secara terus-menerus melalui berbagai
jaur, (d) pengawasan/ kontrol yang sifatnya ”sapa senyum” agar masyarakat semakin sadar untuk
menggunakan bahasa yang santun terus dilakukan.
Analog dengan istilah Krashen (1976) penguasaan kaidah kesantunan dapat dikuasai
melalui pemerolehan. Berkaitan dengan pemerolehan kesantunan, dapat diidentifikasi ciri-cirinya
sebagai berikut. (1) dikuasai secara informal maupun nonformal, (2) setiap orang dapat
berbahasa secara santun sesuai dengan pranata kesantunan yang berkembang dalam
lingkungannya, (3) tidak mengetahui kaidah kesantunan secara formal, tetapi setiap berbahasa
berusaha santun, (4) belum ada guru yang mengajarkan kesantunan secara formal, (5) belum ada
rumusan kaidah kesantunan secara baku, dan (6) tidak ada rumusan tujuan secara pasti.
Meskipun BI belum memiliki kaidah kesantunan secara baku, namun beberapa prinsip
umum dari berbagai budaya dan bahasa lain dapat diserap sebagai dasar untuk mengembangkan
kaidah kesantunan dalam BI. Prinsip umum komunikasi dapat diidentifikasi sebagai berikut (a)
setiap komunikasi harus ada yang dikomunikasikan, (b) setiap berkomunikasi harus
menggunakan cara-cara tertentu agar dapat diterima oleh mitra tutur dengan baik, (c) setiap
berkomunikasi harus ada alasan-alasan tertentu mengapa sesuatu harus dikomunikasikan.
7
mitra tutur (4) penutur bersikap terbuka dan menyampaikan kritik secara umum (5) penutur
menggunakan bentuk lugas, atau bentuk pembelaan diri secara lugas sambil menyindir, dan (6)
penutur mampu membedakan situasi bercanda dengan situasi serius.
Meskipun belum cukup data untuk menarik kesimpulan secara pasti, data di bawah ini
sudah dapat dirasakan sebagai tuturan yang tidak santun yaitu (1) penutur menyampaikan kritik
secara langsung (menohok mitra tutur) dengan kata atau frasa kasar, (2) penutur didorong rasa
emosi ketika bertutur, (3) penutur protektif terhadap pendapatnya, (4) penutur sengaja ingin
menonjolkan mitra tutur dalam bertutur, (5) penutur menyampaikan tuduhan atas dasar
kecurigaan terhadap mitra tutur.
4 Penentu Kesantunan
Faktor kesantunan adalah segala hal yang dapat memengaruhi pemakaian bahasa menjadi
santun atau tidak santun. Faktor kesantunan dari aspek kebahasaan dapat diidentifikasi sebagai
berikut. Aspek penentu kesantunan dalam bahasa verbal lisan, antara lain aspek intonasi, aspek
nada bicara, faktor pilihan kata, dan faktor struktur kalimat.
Dalam bahasa lisan, kesantunan juga dipengaruhi oleh faktor bahasa nonverbal, seperti
gerak gerik anggota tubuh, kerlingan mata, gelengan kepala, acungan tanggan, kepalan tangan,
tangan kerkacak pinggang, dan sebagainya. Faktor penentu kesantunan yang dapat diidentifikasi
dari bahasa verbal tulis, seperti pilihan kata yang berkaitan dengan nilai rasa, panjang pendeknya
struktur kalimat, ungkapan, gaya bahasa, dan sebagainya.
Faktor penentu kesantunan dari aspek nonkebahasaab berupa pranata sosial budaya
masyarakat, pranata adat, seperti jarak bicara antara penutur dan mitra tutur dan sebagainya.
Faktor yang menentukan santun tidaknya pemakaian bahasa ditentukan oleh dua hal,
yaitu faktor kebahasaan, dan faktor non-kebahasaa. Faktor kebahasaan yang dimaksud adalah
segala unsur yang berkaitan dengan masalah bahasa, baik bahasa verbal maupun bahasa
nonverbal. Faktor kebahasaan verbal yang dapat menentukan kesantunan dapat dideskripsikan
sebagai berikut. (1) pemakaian diksi, (2) Pemakaian gaya bahasa (majas metafora, majas
personifikasi, majas peribahasa, majas perumpamaan).
Ketikka orang berkomunikasi, penutur tidak hanya melibatkan faktor bahasa. Faktor-
faktor nonkebahasaan juga ikut menentukan kesantunan. (1) topik pembicaraan, (2) konteks
situasi komunikasi.
9
5 Indikator Kesantunan Berbahasa Indonesia
Indikator adalah penanda yang dapat dijadikan penentu apakah pemakaian bahasa
Indonesia si penutur itu santun ataukah tidak. Penanda-penanda tersebut dapat berupa unsur
kebahasaan maupun unsur nonkebahasaan.
(1) mengacu pada tempat dan waktu terjadinya komunikasi, (2) mengacu pada orang
yang terlibat komunikasi, (3) mengacu pada tujuan yang ingin dicapai pada komunikasi, (4)
mengacu pada bentuk dan pesan yang ingin disampaikan, (5) mengacu pada pelaksanaan
percakapan, (6) mengacu pada norma prilaku partisipan dalam berkomunikasi, dan (7) mengacu
pada ragam santai dan sebagainya.
Grace (2000: 362) menyatakan bahwa santun tidaknya pemakaian bahasa dapat ditandai
dengan beberapa hal sebagai berikut. (1) ketika berbicara harus mampu menjaga martabat mitra
tutur agar tidak merasa dipermalukan, (2) ketika berkomunikasi tidak boleh mengaakan hal-hal
yang kurang baik mengenai mitra tutur atau orang atau barang yang ada kaitannya dengan mitra
tutur, (3) tidak boleh mengungkapkan rasa senang atas kemalangan mitra tutur, (4) tidak boleh
menyatakan ketidaksetujuan dengan mitra tutur sehingga mitra tutur merasa jatuh harga dirinya,
dan (5) tidak boleh memuji diri sendiri atau membanggakan nasib baik atau kelebihan diri
sendiri.
Indikator lain dikemukakan oleh Pranowo (2005) bahwa agar komunikasi dapat terasa
santun, tuturan ditandai dengan hal-hal berikut. (1) perhatikan suasana perasaan mitra tutur
(angon rasa), (2) pertemukan perasaan Anda dengan perasaan mitra tutur (angon rasa), (3)
jagalah agar tuturan dapat diterima oleh mitra tutur (empan papan), (4) jagalah agar tuturan
memperlihatkan rasa ketidakmampuan penutur dihadapan mitra tutur (sifat rendah hati), (5)
jagalah agar tuturan memperlihatkan mitra tutur diposisii lebih tinggi 9sikap hormat), dan (6)
jagalah agar tuturan selalu memperhatikan apa yang dikatakan kepada mitra tutur juga dirasakan
oleh penutur (sikap tepa selira)
secara teoritis, semua orang harus berbahasa secara santun. Setiap orang wajib menjaga
etika dalam berkomunikasi agar tujuan komunikasi dapat tercapai. Bahasa merupakan alat untuk
berkomunikasi dan saat menggunakan bahasa juga harus memerhatikan kaidah-kaidah berbahasa
baik kaidah linguistik maupun kaidah kesantunan agar tujuan berkomunikasi dapat tercapai.
Bebrapa cara menyampaikan maksud agar tuturan dapat dikatakan santun dapat
dijelaskan sebagai berikut. (1) rasa nrima (menerima keadaan seperti adanya), (2) sikap ngalah
demi rasa solidaritas, (3) sikap ngalah demi rasa hormat, (4) sikap tenggang rasa, (5) sikap
empan papan (menyesuaikan diri dengan waktu dan tempat).
11
7 Nilai-nilai Pendukung Kesantunan Berbahasa
Dalam berkomunikasi dengan santun, ada beberapa nilai-nilai etnis yang dapat diterima
oleh seluruh atau sebagian besar masyarakat etnis lain dan dapat diserap untuk menumbuh
kembangkan kesantunan berbahasa. Yaitu, (a) sikap rendah hati, (b) sikap empan papan, (c)
sikap menjaga perasaan, (d) sikap mau berkorban, (e) sikap mawas diri. Dengan nilai-nilai ini
diharapkan tercipta hubungan harmonis antar sesama.
Daya bahasa adalah kekuatan yang dimiliki oleh bahasa untuk mengefektivkan pesan
yang disampaikan kepada mitra tutur. Penyampaian pesan dengan menggunakan daya bahasa
dapat meningkatkan efektivitas komunikasi. Efektivitas komunikasi dapat bersifat positif
maupun negatif. Jika daya bahasa dimanfaatkan secara positif komunikasi dapat berjalan secara
santun. Sebaliknya, jika daya bahasa dimanfaatkan secara negatif, komunikasi dapat
menimbulkan ketidak santunan.
Berkaitan dengan daya bahasa, sebenarnya setiap orang yang berkomunikasi dapat
menggali dan memanfaatkan daya bahasa. Daya bahasa dapat dipergunakan untuk (a)
meningkatkan efek komunikasi, (b) mengurangi kesenjangan antara apa yang dipikirkan dengan
apa yang diungkapkan, (c) memperindah pemakaian bahasa, dan sebagainya.
Beberapa ahli bahasa telah mengkaji daya bahasa. Sudaryanto (1989) menggali daya
bahasa dari aspek linguistik. Hasilnya, hampir seluruh tataran bahasa ternyata mampu
memunculkan daya bahasa. Daya bahasa terdapat dalam tataran bunyi, bentuk kata, struktur,
leksikon (terutama pilihan kata) dan wacana. Pada tataran bunyi, bunyi bahasa dapat
menunjukkan daya bahasa yang berbeda-beda. Kata yang mengandung bunyi /i/ mengandung
daya bahasa yang berkadar makna kecil, seperti ”cicit”, ”kecil, muskil, kerikil, cukil, ambil,
kanthil, pentil, kutil, dan sebagainya. Disamping bunyi /i/ memunculkan daya bahasa yang
berimajinasi dengan makna ”kecil”, dapat pula mengimajinasikan makna ”kerelaan” atau
”kepasrahan”.
Untuk menggali daya bahasa agar tuturan dapat efektif, tetapi tetap memperlihatkan
kesantunan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu, (1) daya bahasa dapat digali melalui
aspek-aspek linguistik, (2) daya bahasa dapat digali melalui aspek-aspek pragmatik.
Ada beberapa keteraturan yang perlu diperhatikan oleh penutur agar ketika berbahasa
menjadi santun. Yaitu:
13
3. Berkaitan dengan bahasa yang digunakan