You are on page 1of 6

REAKTOR NUKLIR PLTN FUKUSHIMA DAICHI

ASMAN KUMIK (H31108010)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
REAKTOR NUKLIR PLTN FUKUSHIMA DAICHI

Mendengar PLTN nuklir tentunya dibenak ini sebuah reaksi atom yang menyebabkan
sebuah ledakan Bom Atom yang menghemtikan Perang Dunia II. Ya, faktanya memang
begitu, Perang Dunia II hanya bisa dihentikan atau terhenti karena sebuah ledakan Bom
Atom. Ketika terjadi bencana gempa dan tsunami Jepang, berita bencana juga
mengkhawatirkan adalah nasib dari PLTNuklir di Jepang. Salah satu berita yg mengejutkan
tentunya terjadinya ledakan di PLTN Fukushima.
Kompleks PLTN Fukushima Daiichi mempunyai enam buah PLTN, yaitu PLTN unit
1 – 6, yang dioperasikan oleh Tokyo Electric Power Company. PLTN unit 4, 5 dan 6 sedang
dalam kondisi perawatan, sedangkan PLTN unit 1, 2 dan 3 sedang beroperasi normal. Gempa
laut Sendai pada Jumat 11 Maret 2011 pukul 14:46 secara mendadak memicu sistem Safe
Shutdown Earthquake dari tiga PLTN yang sedang operasi di kawasan Fukushima Daiichi
untuk memadam reaktor secara otomatis. Semua sistem keselamatan beroperasi normal pada
saat gempa terjadi hingga kemudian mengalami kegagalan setelah dilanda tsunami satu jam
kemudian setelah gempa.

Setelah reaktor padam secara otomatis reaksi fisi praktis tidak berlangsung lagi dan
pembangkitan panas fisi terhenti, tetapi dalam reaktor masih tersimpan panas sisa dan panas
peluruhan yang harus didinginkan terus menerus agar energi panasnya terbuang habis. Energi
panas sisa dapat segera terbuang dalam orde beberapa menit saja, tetapi panas peluruhan
masih terus dibangkitkan hingga jangka waktu yang lama. Panas peluruhan adalah panas
yang dibangkitkan karena peluruhan radiasi dari zat radioaktif yang berada dalam bahan
bakar reaktor. Besarnya pembangkitan panas peluruhan maksimum dapat mencapai 6,5% dari
daya termal nominal reaktor, dan bersamaan dengan berjalanannya waktu akan meluruh
menjadi di bawah 1% dalam jangka waktu yang cukup lama (lihat Gambar 1). Panas
peluruhan ini harus dibuang secara kontinu agar tidak memanaskan struktur bahan bakar dan
teras sehingga mengalami overheat atau bahkan meleleh. Dengan perkiraan rata-rata panas
peluruhan 1%, maka setelah reaktor padam, dalam PLTN Fukushima Daiichi unit 1 akan
dibangkitkan panas peluruhan 13,5 MWt, dan pada PLTN unit lainnya 22,4 MWt. Sebagai
catatan energi panas sebesar 10 MWt dalam satu detik dapat menaikkan temperatur satu ton
(1 m3) air setinggi 2,4 C dari temperatur awalnya 25 C.

Gambar 1: Peluruhan panas setelah reaktor padam (shutdown) [Sumber :BATAN


Dalam kondisi operasi normal, setelah PLTN tipe BWR padam, pengambilan panas sisa dan
panas peluruhan dilakukan oleh Residual Heat Removal System (RHRS) dengan prinsip kerja
seperti ditunjukkan pada Gambar 2. RHRS akan bekerja terus menerus paska reaktor padam.
Pengoperasian RHRS membutuhkan catu daya listrik karena menggunakan beberapa pompa
listrik sebagai mesin penggerak fluida.
Sesaat setelah gempa, pasokan arus listrik AC dari luar padam, dan listrik AC dipasok
oleh diesel genset. Setelah lokasi kompleks PLTN Fukushima Daiichi dilanda tsunami, diesel
genset tak dapat beroperasi sehingga seluruh PLTN mengalami kehilangan catu daya listrik
AC yang berasal dari diesel genset. Diesel genset yang tersedia gagal karena tersapu oleh air
tsunami. Kegagalan ini melumpuhkan semua sistem pendinginan PLTN yang membutuhkan
catu daya listrik AC, sebagai akibatnya pengambilan panas peluruhan tidak dapat dilakukan
secara sempurna. Panas peluruhan inilah yang menjadi potensi bahaya karena memeliki
energi panas yang mencukupi untuk memanaskan struktur pembentuk teras reaktor yang
terdiri dari bahan bakar dan bahan kendali hingga pada temperatur oksidasinya bahkan lebih
dari itu dapat melelehkannya.
Panas peluruhan yang tidak dibuang keluar dari sistem reaktor akan memanaskan air
dalam bejana reaktor (reactor vessel) hingga titik uapnya. Penguapan air bejana reaktor akan
meningkatkan tekanan bejana reaktor hingga katup pengaman/pembebas (safety/releaf valve)
membuka untuk membuang uap keluar dari bejana reaktor, akibatnya volume air dalam
bejana berkurang dan terdapat bagian bahan bakar yang tidak tercelup air sebagai pendingin.
Bagian bahan bakar dan bahan lain penyusun struktur teras reaktor yang tak tercelup air akan
menjadi bertambah panas karena tak terdinginkan, hingga mencapai temperatur oksidasinya
di atas 1000 OC. Ketersediaan uap air dan temperatur bahan bakar dan bahan struktur teras
lain yang mencapai temperatur oksidasinya akan menyebabkan pengambilan oksigen dari uap
air melalui proses oksidasi dan menghasilkan gas hidrogen, suatu gas yang mudah terbakar
jika bertemu oksigen. Reaksi oksidasi yang terjadi bersifat eksotermis sehingga akan lebih
meningkatkan temperatur ruang dalam bejana reaktor bersama semua isinya.
Sistem penghalang ganda adalah sistem yang berfungsi untuk mengungkung zat
radioaktif dalam segala kondisi, baik normal maupun kecelakaan. Dalam berbagai kondisi
apapun, sistem penghalang ganda harus diperjuangkan keutuhannya agar zat radioaktif tidak
bocor keluar. PLTN tipe BWR dengan teknologi pengungkung (containment) MARK-I
mempunyai konsep penghalang ganda seperti gambar berikut ini.

3: Konsep sistem penghalang ganda pada PLTN dengan teknologi MARK-I


PLTN Fukushima Daiichi unit 1 – 6 mempunyai sistem pengungkung teknologi
MARK-I, dengan penghalang ganda berupa (1) kelongsong bahan bakar (fuel cladding), (2)
bejana reaktor (reactor vessel), (3) pengungkung primer (primary containment), (4)
pengungkung sekunder (secondary containment) seperti yang ditunjukkan dalam Gambar
3(a).  Kelongsong bahan bakar mewadahi pelet bahan bakar terbuta dari zirkalloy. Bejana
bahan bakar terbuat dari baja setebal lebih-kurang 15-20 cm. Pengungkung primer terbuat
dari baja dengan ketebalan sekitar 7 cm, sedangkan pengungkung sekunder berwujud
bangunan gedung reaktor yang terbuat dari beton dengan ketebalan berkisar 1-2 meter, lihat
Gambar 3(b). Penjelasan dari CNN dibawah ini mungkin lebih mudah dimengertiyaitu
kegagalan ketiga sistem pendinginan karena gempa dan tsunami.
Pada kasus PLTN tipe BWR Fukushima Daiichi unit 1 dan 3, panas peluruhan tidak
dapat secara efektif dibuang keluar sistem karena RHRS tak dapat bekerja, sehingga panas
tersebut menguapkan air pendingin yang tersisa dalam bejana reaktor dan memanaskan
kelongsong zirkaloy hingga pada temperatur oksidasinya. Hasilnya adalah terbentuknya gas
hidrogen, dengan mekanisme reaksi yaitu oksigen dalam uap air beroksidasi dengan bahan
kelongsong zirkonium, dan bahan struktur lainnya, sehingga menyisakan hidrogen sebagai
gas. Reaksi oksidasi bersifat eksotermis yang akan meningkatkan temperatur dan tekanan
bejana reaktor, demikian pula dengan pembentukan gas hidrogen. Gas hidrogen akan
meningkatkan tekanan dan temperatur bejana reaktor. Jika pada suatu saat, tekanan dalam
bejana reaktor melebihi batas ketentuan tekanan terbukanya katup pembebas, maka gas dalam
bejana reaktor akan dibebaskan ke ruang pengungkung primer secara otomatis melalui katup
pengaman/pembebas. Dengan cara ini tekanan bejana reaktor akan selalu terkendali. Gas
hidrogen dan uap air yang dibebaskan dari bejana reaktor akan terakumulasi dalam ruang
pengungkung primer. Akumulasi uap dan gas hidrogen akan mengancam integritas
pengungkung primer melalu kondisi tekanan berlebih maupun massa kritis hidrogen yang
bila tercapai akan menyebabkan hidrogen meledak. Dalam prosedur mitigasi kecelakaan
PLTN BWR teknologi MARK-I, telah diketahui bahwa salah satu cara untuk menjaga
integritas pengungkung primer adalah dengan melakukan “venting”, yaitu membebaskan
sebagian uap dan gas hidrogen dari ruang pengungkung utama ke ruang gedung reaktor
(pengungkung sekunder) dengan konsekuensi akan terjadi pembakaran gas hidrogen yang
menimbulkan ledakan. Proses “venting” inilah yang menimbulkan ledakan pada PLTN
Fukushima Daiichi unit 1 dan unit 3. Proses venting ini akan membebaskan sebagian zat
radioaktif yang tercampur dalam uap dan gas hidrogen dalam kuantitas yang masih dapat
dikendalikan. Risiko ini jauh lebih ringan daripada membiarkan tekanan dalam pengungkung
primer bertambah terus sehingga integritas pengungkung utama terancam. Studi keselamatan
PLTN BWR telah membahas bahwa langkah “venting” ini adalah suatu langkah mitigasi
kecelakaan yang mempunyai risiko terkecil. Prosedur venting inilah yang dilakukan oleh
TEPCO untuk memitigasi kecelakaan akibat sistem pendingin panas peluruhan tidak bekerja.
REFERENSI :

History 21, 2011 (on-line) http://history22education.wordpress.com/2011/03/18/benarkah-


reaktor-fukushima-daiichi-meledak/ di akses tanggal 31 maret 2011 pukul 15.45 WITA.
Cristian, Nugroho, 2011, (on-line) http://ourstoryingod.blogspot.com/2011/03/ledakan-pltn-
fukushima.html di akses tanggal 31 maret 2011 pukul 15.50 WITA.
Cakrawala, 2011, (on-lina) http://cakrawalainterprize.com/?tag=pltn-fukushima diakses
tanggal 31 maret 2011 pukul 15.52 WITA.

You might also like