You are on page 1of 10

FUNGSI CHEMORESEPTOR PADA LOBSTER

Oleh :
Nama : Rina Andriyani
NIM : B1J009052
Rombongan : III
Kelompok :5
Asisten : Didi Humaedi Yusuf

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2011
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Pengamatan Pada Lobster (Cherax sp.) Normal


Mendekati
Waktu Flicking With draw Wipping Rotation
pakan
1’53” 2’20”
3’20” 3’51”
3’33” 4’03”
5’11” 6’13”
I 0’ I - - -
5’34” 8’58”
6’38” 9’02”
7’49” 10’00”
10’23”
0’17” 0’55” 7’56”
2’17” 1’07” 8’27”
2’43” 1’26” 9’12”
3’07” 1’30”
3’09” 4’15”
3’17” 5’26”
5’16” 5’33”
6’07” 7’38”
10’ II - -
7’27”
8’10”
8’38”
8’52”
9’22”
9’42”
9’49”
10’00”

Tabel 2. Pengamatan Pada Lobster (Cherax sp.) Ablasi Antenula


Mendekati
Waktu Flicking With Draw Wipping Rotation
pakan
10’ I - - - - -
7’18”
8’33”
10’ I1 - - - - 8’40”
8’46”
9’00”
Tabel 3. Pengamatan Pada Lobster (Cherax sp.) Ablasi Mata
Mendekati
Waktu Flicking With draw Wipping Rotation
pakan
1’05” 3’40” 6’42”
7’01”
1’51” 4’58”
1’18” 5’23” 8’40”
1’36” 10’00”
1’44”
1’55”
2’29”
2’44”
10’ I 3’12” -
3’51”
4’53”
5’35”
5’47”
8’01”
8’27”
8’57”
9’40”
1’36” 6’34” 0’07” 2’52”
2’35” 8’38” 0’56” 3’46”
2’55” 8’47” 1’57” 4’03”
3’23” 9’35” 5’50” 5’43”
3’30” 8’10” 9’09”
3’37”
4’31”
10’ II 5’13” -
5’30”
5’58”
7’19”
8’01”
8’19”
8’51”
9’22”

Tabel 4. Pengamatan Pada Lobster (Cherax sp.) Ablasi Total


With Mendekati
Waktu Flicking Wipping Rotation
Draw pakan
10’ I - - - - 5’07”
6’66”
7’32”
7’48”
8’08”
8’40”
8’57”
9’35”
9’49”
0’31”
0’37”
10’ II - - - - 4’59”
6’11”
7’22”

B. Pembahasan

Hasil pengamatan terhadap lobster air tawar pada 10 menit pertama, Yang
paling cepat melakukan flicking, wipping, withdraw adalah lobster yang di ablasi
mata dan lobster normal. Gerakan yang paling sering dilakukan oleh lobster
normal adalah flicking sebanyak 8x dan withdraw 7x, sedangkan pada ablasi
mata adalah gerakan flicking sebanyak 17x, withdraw 3x, wipping 1x dan rotation
3x, sementara pada ablasi total mendekati pakan sebanyak 9x. Pengamatan 10
menit kedua, lobster dengan ablasi antenula melakukan gerakan mendekati pakan
sebanyak 5x. Lobster yang normal tetap mengalami flicking sebanyak 16x,
withdraw 8x, rotation 3x. Lobster dengan ablasi mata masih mampu melakukan
flicking sebanyak 15x, wipping 5x, withdraw 4x, dan rotation 5x. Lobster dengan
ablasi total dan ablasi antenula hanya dapat mendekati pakan sebanyak 5x.
Menurut Storer (1957), fungsi terpenting dari antenula adalah mendeteksi
pakan atau merespon kehadiran pakan yang memiliki aroma khas. Antenula pada
crustacea memiliki fungsi dalam mencari makanan, diantaranya adalah
menangkap stimulus kimia dan sebagai indera pembau. Lobster yang memiliki
ablasi antenula masih dapat melakukan gerakan mendekati pakan, hal ini mungkin
disebabkan karena pemotongan antenula kurang sempurna. Melalui pengamatan
dapat diketahui bahwa lobster yang paling responsif adalah lobster normal. Hal ini
dikarenakan oleh antenula yang masih berfungsi untuk mengenali keadaan
lingkungan sekitar dan masih berfungsi untuk menerima stimulus kimiawi.
Lobster termasuk pemakan dasar dan cenderung aktif mencari pakan di malam
hari, sedangkan siang hari berlindung di tempat teduh.
Chemoreseptor adalah indera yang distimulan oleh berbagai ion atau
molekul kimia baik dalam bentuk gas maupun cairan. Chemoreseptor ini meliputi
indera penciuman, indera perasa dan juga reseptor yang memantau konsentrasi
oksigen dan karbon dioksida (Gordon, 1982). Chemoreseptor pada lobster
terdapat pada bagian antenulanya. Fungsi terpenting dari antenula adalah
mendeteksi ada atau tidak adanya pakan atau merespon kehadiran pakan yang
memiliki aroma khas. Antenula pada Crustacea memiliki fungsi untuk mencari
makanan, diantaranya adalah menangkap stimulus kimia dan sebagai indera
pembau. Antenula juga berfungsi untuk mengenali lawan jenis, menghindari dari
serangan atau gangguan yang diakibatkan oleh organisme lain (predator) dan
mempertahankan daerah teritorialnya (Storer, 1957).
Ada dua macam chemoreseptor yaitu untuk mengenali stimulus yang
berasal dari sumber yang jauh dari tubuh, berupa rambut pada antena dengan nilai
ambang yang sangat rendah atau stimulus berupa gas berkonsentrasi rendah.
Kedua untuk mengenali stimulus yang berasal dari sumber yang dekat, berupa
palpus maksilaris dan sering pada torsi dengan nilai ambang yang tinggi.
Sehingga, untuk mengetahui letak stimulus berdasarkan konsentrasi stimulus
dalam bentuk gas dapat mengetahui jauh dekatnya rangsangan (Ville et al.,1988).

Antenulla merupakan struktur sensori yang dapat bergerak untuk


menerima dan mendeteksi rangsangan dari luar. Organ tersebut berfungsi untuk
mencari perlindungan, mencari makanan, mencari pasangan serta untuk
menghindar dari predator (Storer, 1978). Antenulla terletak di tengah yaitu
diantara antenna dan scaphocerit, bentuknya seperti antena tetapi lebih pendek
dari antena dan jumlahnya 2 pasang. Sedangkan antena hanya sepasang dan
memiliki ukuran lebih panjang dari antenulla. Antena berfungsi untuk mendeteksi
adanya pengaruh dari luar.

Menurut Harfaz (1987), bahwa tahapan atau gerakan lobster (Cherax sp.)
dalam mencari pakan sebagai berikut:
 Gerakan mencari pakan dengan diam ditempat
1. Gerakan melecut antenula dengan cepat dan dilakukan dengan kasar
2. Gerakan membersihkan dengan menggerakan kearah ventral dan terus
bergerak ke bawah (pangkal antenula).
3. Gerakan melecut antenula dengan menarik antenula ke belakang dan
kemudian mengarah ke depan
4. Gerakan antenula dan antenna mengorientasi langsung mengenai sasaran
yaitu sumber chemoatractant.
5. Gerakan mengangkat chepalothoraks setinggi-tingginya dengan
periopodnya. Sikap ini dilakukan dalam melecut antenula dan
meningkatkan frekuwensi pelecutannya.
6. Gerakan menyapu atau menguasai antenna, kadang diikuti pergerakan
kecil melingkar dari antenula (wipping dan rotation)
7. Gerakan mencari substrat yang ada di depan dengan chela dan membawa
substrat tersebut kemulutnya. Gerakan ini dilkukan saat lobster dalam
keadaan diam.
 Gerakan menuju sasaran
Lobster bergerak maju kearah sumber chemoatractant. Gerakan ini dilakukan
dengan berjalan menggunakan periopod ketiga, keempat, dan kelima. Selama
gerakan ini, periode pertama tetap menyapu daerah yang berbeda di depannya
dan mengambil bahan-bahan serta membawanya ke mulut. Jalan zig-zag
dilakukan dalam gerakn ini.
 Mendatangi sasaran
Untuk mencapai sisi sebenarnya dari chemoatractant dan mencoba untuk
memakannya.
Gerakan-garakan pelecutan antenulla pada Lobster (Cherax sp.) menurut
Pearson (1979) antara lain :

1. Flicking yaitu gerakan antenulla melecut ke depan


2. Wipping merupakan gerakan membersihkan antenulla. Pembersihan antenulla
biasanya terjadi bila ada rangsangan mekanik aesthecs
3. Withdraw yaitu gerakan antenulla melecut ke belakang berfungsi untuk
menghindari musuh
4. Rotation merupakan gerakan memutar antenulla fungsinya untuk
mengacaukan ion-ion dalam pakan sehingga pakan dapat dengan mudah dan
cepat berdifusi ke dalam sel-sel chemoreseptor.
Menurut Kay (1988) gerakan wipping adalah gerakan membersihkan antenula
dengan mengarahkannya ke ventral diantara maksilla dan terus ke belakang
(dorsal) pada posisi normal sehingga menyebabkan filamen tersisir dan tergosok
oleh maksilla yang terayun ke belakang. Rotasi berupa gerakan dari daerah
proksimal ke daerah medial. Gerakan flicking dan wipping berbeda dengan
withdraw dan rotation. Dua gerakan ini cenderung untuk beradaptasi melainkan
untuk persiapan lokomosi yaitu untuk mengenali lingkungan sekitar.
Keistimewaan yang dimiliki lobster adalah pola makan yang khas. Ada
tiga tahap respon tingkah laku pakan terhadap pakan bagi lobster yaitu orientasi,
mencari dan mendeteksi pakan (Harfaz and Galun, 1987). Mekanisme pakan
hingga pada stimulus dimulai dari pakan yang dimasukkan ke dalam akuarium
yang kemudian berfusi ke dalam air dalam bentuk ion-ion. Kemudian ion-ion
tersebut akan diterima oleh chemoreseptor yang terdapat pada antenula. Impuls
dari antenula akan ditransfer menuju otak melalui neuron afferent. Impuls itu
diproses oleh otak menjadi tanggapan dan diteruskan ke organ reseptor melalui
neuron afferent. Organ reseptor kemudian melakukan gerakan sesuai informasi
yang diterima otak dan terjadilah gerakan lobster mendekati pakan yang
disediakan dalam akuarium tersebut (Yuwono, 2001). Menurut Dahan, A. et al.
(2007), kontrol metabolik menggunakan dua chemoreseptor yang fungsinya :
chemoreseptor tengah terletak di medula bagian ventral dan chemoreseptor perifer
terletak di dalam karotid. Chemoreseptor tengah sensitif untuk hipercapnia (level
CO2 darah tinggi) dan chemoreseptor perifer sensitif untuk hipercapnia dan
hipoxia (level oksigen darah rendah).
Harfaz dan Galun (1987) menyatakan bahwa, kecepatan mendekati pakan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu banyaknya pakan yang diberikan,
kecepatan arus air, kondisi organ reseptor, dan lain-lain. Makin banyak pakan
yang diberikan, molekul kimia yang disebarkan makin banyak, sehingga stimulus
lebih cepat diterima lobster. Makin cepat arus air, makin cepat aroma atau
senyawa kimia yang diterima reseptor dan adanya pakan cepat terdeteksi oleh
lobster. Kondisi organ reseptor mempengaruhi penerimaan stimulus. Bila organ
reseptor berfungsi dengan baik (tidak ada kerusakan) maka stimulus akan cepat
atau dapat diterima dengan baik.
Individu lobster Homarus americanus dapat dikenal didasarkan pada
deteksi urin feromon melalui chemoreseptor yakni antennula flagela lateral.
Sensor spesifik diperoleh melalui tahap mediasi yang belum diketahui
penyebabnya. Kebanyakan sel chemoreseptor memiliki flagela yang banyak
ditemukan pada sensilla aestetas unimodal dan kerja spefikasi glomeruli lobus
olfaktori di bagian otak. Sel chemoreseptor tambahan terletak disekitar sel
mechanoreseptor pada sensilla bimodal, termasuk rambut penjaga yang semua
lobus olfaktorinya tidak bekerja. Neuro anatomi yang terdapat didalamnya
membawa aestetas essensial menuju chemosensor kompleks seperti yang terlihat
pada duri Panulirus argus dapat menunjukkan adanya perbedaan deteksi pakan
yang kompleks dan letak lokasinya tanpa aestetas (Johnson, 2005).
Lobster air tawar ada dua jenis pertumbuhan yaitu pertumbuhan
diskontinyu yang terjadi pada jenis krustasea (termasuk Cherax sp.) dan
pertumbuhan kontinyu yang terjadi pada moluska dan vertebrata. Pertumbuhan
Cherax sp. (baik bobot maupun panjang tubuh) bersifat diskontinyu yang terjadi
secara berkala hanya sesaat setelah pergantian kulit (moulting) yakni saat kulit
luarnya belum mengeras sempurna. Pertumbuhan tidak akan terjadi tanpa
didahului oleh proses pergantian kulit, karena crustacea mempunyai kerangka luar
yang keras (tidak elastis), sehingga untuk tumbuh menjadi besar perlu membuang
kulit lama dan menggantinya dengan kulit baru (Kurniasih, 2008).
Mekanisme stimulus (pakan) sampai pada organ chemoreseptor udang
yaitu makanan yang dimasukkan ke dalam akuarium akan berdifusi ke dalam air
dalam bentuk ion-ion, kemudian ion-ion tersebut akan diterima oleh sel-sel
chemoreseptor pada antenulla. Impuls dari antenulla akan ditransfer menuju otak
oleh neuron afferen. Impuls ini oleh otak diproses menjadi tanggapan dan
diteruskan ke organ reseptor melalui neuron efferen. Organ reseptor kemudian
melakukan gerakan sesuai dengan informasi dari otak (Ville et al.,1988).
Lobster yang paling responsif adalah lobster normal. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Storer (1975), bahwa antenulla pada lobster merupakan struktur sensor
yang dapat bergerak untuk mencari perlindungan, makan, dan mencari pasangan
serta menghindari predator. Oleh karena itu, lobster yang tidak diberi perlakuan
ablassi antenulla akan berespon terhadap pakan. Namun, dalam pengamatan
udang normal tidak mendekati pakan. Hal ini dimungkinkan faktor cahaya
berpengaruh terhadap lobster untuk mendekati pakan. Menurut Harpaz (1990),
Faktor yang mempengaruhi lobster mendekati pakan antara lain berupa sensori
berupa kimia, cahaya, osmotik, rangsangan mekanik dan adanya chemoreaktant
yang dikeluarkan oleh pakan.(Gordon, 1982).
KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:


1. Chemoreseptor pada lobster air tawar berfungsi untuk mendeteksi ada atau
tidak adanya pakan atau merespon kehadiran pakan yang memiliki aroma
khas.
2. Gerakan yang dapat dilakukan lobster dalam mendeteksi adanya stimulus
yaitu dengan melakukan gerakan flicking, wipping, withdraw, rotation, dan
mendekati pakan.
3. Faktor yang mempengaruhi lobster dalam mendekati pakan adalah pakan
yang diberikan, kecepatan arus air dan kondisi organ reseptor.
DAFTAR REFERENSI

Dahan, A. et. al. 2007. Plasticity of Central Chemoreceptors: Effect of Bilateral


Carotid Body Resection on Central CO2 Sensitivity. Department of
Anesthesiology, Leiden University Medical Center, Leiden, The
Netherlands.

Gordon, M.S., G.A. Bartholomeno, A.D., Grinele, C. Barker and Fred, N.W.,
1982. Animal Physiology. Mac Millan Publishing Co Ltd, New York.

Harfaz, S.D. and R. Galun. 1987. Variability in Feeding Behaviour of Malaysian


Dewaw (Macrobrachium rosenbergii de Man). Diving The Malt

Harpaz, S. 1990. Variability in Freeding Behavior of Malaysian Prawn


Macrobrachium Rosenbergii de Man during The Molt Cycle. E. J. Brill,
London.

Johnson M. E. dan Atema, J. 2005. The Olfactory Pathway For Individual


Recognition In The American Lobster Homarus Americanus. Journal
Experimental Biology. Vol. 10. No. 208 : 2865-2872.

Kay, I. 1988. Introduction to Animal Physiology. Bios Scientific Publisher,


London.

Kurniasih, T. 2008. Peranan Pengapuran dan Faktor Fisika Kimia Air Terhadap
Pertumbuhan dan Sintasan Lobster Air Tawar (Cherax sp.). Media
Akuakultur Vol. 3 (2): 126-132

Storer,T. I. 1975. General Zoology. Mc Graw Hill Book Company, New York.

Pearson, W.H. 1979. Thresold for Detection and Feeding Behavior the Ounggenes
Crab. Marine research laboratory, Sequlm.

Ville,C. A, Walker, W. F and Barnes, R. D.1988. Zoologi Umum.Erlangga,


Jakarta.

Yuwono, E. 1996.Fisiologi Hewan II. Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto.

http//www. Science.com diakses pada tanggal 05 April 2011.

You might also like