Professional Documents
Culture Documents
EKONOMI NASIONAL
1
pelaku dan antar golongan pendapatan telah meluas keseluruh aspek kehidupan
sehingga struktur ekonomi tidak kuat yang ditandai dengan berkembangnya
monopoli serta pemusatan kekuatan ekonomi di tangan sekelompok_ kecil
masyarakat dan daerah tertentu.
Suatu undang-undang larangan praktek monopoli dan persaingan tidak sehat yang
efektif merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan pembangunan ekonomi
nasional. Hukum persaingan menentang konsentrasl ekonoml yang berkaitan
dengan cara mengatur kehidupan ekonomi melalui suatu peraturan perundang-
undangan.# (Krud Hansen, 2001: et al)
Pelaku usaha dalam menjalankan usahanya selalu bersaing. Persaingan ada yang
dilakukan secara positif dan negatif. Persaingan yang dilakukan secara negatif,
atau sering diistilahkan sebagai persaingan tidak sehat. akan berakibat pada #
(Hikmahanto J.,1999: 32), (1) matinya atau berkurangnya persaingan antar pelaku
usaha, (2) timbulnya praktek monopoli yaitu pasar dikuasai hanya oleh pelaku
usaha tersebut, (3) kecenderungan pelaku usaha untuk mengeksploatasi konsumen
dengan cara menjual barang yang mahal tanpa kualitas yang memadai.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, permasalahan yang
akan dikaji dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah upaya mewujudkan iklim
persaingan usaha yang sehat dalam rangka pembangunan ekonomi nasional
Usaha mewujudkan iklim persaingan yang sehat. Sebagai upaya mewujudkan
iklim persaingan yang sehat Undang-undang Nomor 5/1999 memberikan
ketentuan antara lain (1) perjanjian yang dilarang, -(2) kegiatan yang dilarang, (3)
larangan penyalahgunaan posisi domain
1 Perjanjian yang dilarang Perjanjian menurut Pasal 1 ayat (7) UU No 5/1999
adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengingatkan diri
terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun. baik tertulis
mapun tidak tertulis
Menurut ketentuan pasal ersebut, pihak-pihak yang melakukan perjanjian adalah
para pelaku usaha. Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha,
baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
2
Indonesia, baik sandiri maupun bersama-sama melalui perjanjian,
menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi (Pasal 1 ayat
(5) UU No.5/1999)
Beberapa Perjanjian yang dilarang oleh UU No. 5/1999 antara lain adalah
Perjanjiaj tertutup. Pasal 15 ayat (1) UU No. 5/1999 menyebutkan bahwa pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan
memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak
tertentu dan atau pada tempat tertentu.
Dalam ketentuan Pasal 15 ayat (2) UU No. 5/1999 juga melarang perjanjian yang
dibuat oleh pelaku usaha dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa
pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus bersedia membeli barang
dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
Pelaku usaha juga dilarang oleh ketentuan Pasal15 ayat (30 UU No.5/1999
membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga tertentu atas barang dan
atau jasa yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang
dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok harus bersedia membeli barang dan atau
jasa dari pelaku usaha pemasok; atau tidak akan membeli barang dan atau jasa
yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain menjadi pesaing dari.pelaku usaha
pemasok. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut dapat diketahui bahwa larangan
adanya perjanjian tertutup ini bersifat per si illegal. Setiap perjanjian tertutup
secara inheren dilarang secara mutlak tanpa melihat ada atau tidak dampak negatif
bagi persaingan tanpa perlu pembuktian sebelumnya, Pelanggaran perjanjian
tertutp sebagai larangan yang bersifat per si illegal dikarenakan perjanjian tertutup
ini berpotensi besar menghambat perdagangan dan persaingan yang kompetitif.
Kartel. Perjanjian kartel dilarang menurut Pasal 11 UU No. 5/1999 yang memuat
ketentuan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
saingannya. yang bermaksud mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan
tata pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Berdasarkan ketentuan Pasal 11 tersebut maka perjanjian kartel dilarang secara
3
rule of reason dalam artian memerlukan pembuktian terlebih dahulu akan adanya
hambatan bagi perdagangan dan persaingan yang diakibatkan oleh kartel tersebut.
Integrasi Vertikal. Pengertian Integrasi vertikal adalah penguasaan serangkaian
proses produksi atas barang tertentu mulai dari hulu sampai hilir atau proses yang
berlanjut atas suatu layanan jasa tertentu oleh pelaku usaha tertentu (Penjelasan
Pasal 14 alenia 1 UU No'. 5/1999).
Pasal 14 Undang-undang No.5 Tahun 1999 memuat ketentuan sebagai berikut:
.Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan untuk menguasai sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian
produksi barang atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi
merupakan hasil pengolohan atau proses lanjutan, baik deism satu rangkaian
langsung maupun tidak langsung. yang dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat" ,
Berdasarkan ketentuan tersebut maka Undang-Undang No.5 Tahun 1999
mengkatagorikan integrasi vertikal sebagai salah satu perjanjian yang dilarang
secara rule of reason. Perjanjian antar pelaku usaha dengan pelaku usaha lain
untuk menguasai sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi atau
lazim disebut dengan integrasi vertikal dilarang apabila telah terbukti
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan tak merugikan
masyarakat
Olgopseni. Oligopseni menurut Pasal 13 ayat (1) UU No. 5/1999 adalah
perjanjian yang dibuat oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain yang bertujuan
untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan agar
dapat mengedalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar yang
bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
2. Kegiatan yang dilarang: Undang-Undang No.5/1999 mengatur mengenai
beberapa kegiatan yang dilakukan oleh pelaku usaha, antara lain: Monopoli.
Monopoli menurut Pasal 17 ayat (1) den (2) UU no. 5/1999 adalah penguasaan
atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa oleh pelaku usaha apabila
barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substansinya; atau
4
mengakibatkan pelaku usaha lain yang mempunyai kemampuan bersaing yang
signifikan dalam pasar yang bersangkutan tidak dapat masuk ke dalam persaingan
usaha barang dan atau jasa yang sama; atau satu pelaku usaha atau satu kelompok
pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu
jenis barang atau jasa tertentu.
Pasal 17 UU No. 5/1999 mengkategorikan monopoli sebagai salah satu kegiatan
yang dilarang secara rule of reason. Harus dilakukan pembuktian bahwa pelaku
usaha yang melakukan monopoli telah mengakibatkan praktek monopoli yaitu
pemutusan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang
mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau
jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum
Monosoni. Monosoni adalah keadaan dimana pelaku usaha menguasai penerimaan
pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar
bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat (Pasal18 ayat 1 UU No. 5/1999)
Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal apabila satu pelaku usaha menguasai lebih dari 50%
(lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu (Pasal 18 ayat
(2) UU No. 5/1999).
Berdasarkan ketentuan Pasal18 (1) tersebut maka monopsoni dilarang secara rule
of reason. Adanya dugaan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 18 tersebut
memerlukan pembuktian bahwa pelaku usaha yang menguasai pasokan atau
menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa itu telah terbukti menimbulkan
akibat negatif bagi persaingan.
Penguasaan Pasar. Penguasaan pasar merupakan salah satu bentuk kegiatan yang
dilarang oleh UU No. 5/1999 yaitu larangan adanya satu atau beberapa kegiatan
yang dilakukan pelaku usaha, balk sendiri maupun bersama pelaku usaha lain,
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat berupa (Pasal 19 UU No.5/1999): (a) menolak dan atau menghalangi
pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar yang
5
bersangkutan; atau (b) menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha
persaingan untuk tidak melakukan hubungan dengan pelaku usaha pesaingnya;
atau (c) membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar
bersangkutan; atau (d) melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha
tertentu.
Pelaku usaha juga dilarang melakukan pemasokan barang dan jasa dengan cara
menjual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk
menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat (Pasal20 UU No. 5/1999).
Predatory pricing menurut ketentuan dalam pasaI 20 tersebut termasuk salah satu
kegiatan yang dilarang rule of reason. Untuk itu harus dilakukan pembuktian
bahwa upaya menjual rugi atau penetapan harga yang' sangat rendah itu
dimaksudkan pelaku usaha tersebut untuk menyingkirkan atau mematikan usaha
pesaingnya dan bukan dimaksudkan untuk cuci gudang.
Pelaku usaha juga dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya
produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari kamponen harga dan atau
jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat (Pasal 21
UU No. 5/1999).
Kecurangan penetapan biaya yang dilarang oleh ketentuan Pasal 21 tersebut
merupakan kegiatan yang dilarang secara rule of reason sehingga memerlukan
upaya pembuktian yang dapat dilihat dengan adanya indikasi biaya yang
dimanipulasi yaitu harga yang lebih rendah daripada harga yang sebenarnya.
Posisi Dominan. Posisi dominan adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak
mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan
pangsa pasar yang dikuasai. Posisi dominan dapat pula terjadi apabila pelaku
usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan,
kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk
menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu (Pasal1 ayat (4)
UU No. 5/1999)
Pelaku usaha dinilai mempunyai posisi dominan, apabila (Pasal 25 ayat (2) UU
6
No. 5/1999: (a) satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai
50% (lima puluh persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu; atau (b) dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis
barang atau jasa tertentu. Penting untuk diperhatikan berkaitan dengan posisi
dominan ialah ada atau tidaknya penyalahgunaan posisi dominan (Abuse of
dominat position). Pelaku usaha tidak diperbolehkan menyalahgunakan posisi
dominan tersebut untuk melakukan kegiatan yang dilarang, sebagai berikut (Pasal
25 ayat (1) UU No. 5/1999): (a) menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan
tujuan untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan
atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas atau (b) membatasi
pasar dan pengembangan teknologi; atau (c) menghambat pelaku usaha lain yang
berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.
2. Jabatan Rangkap; Pasal; 26 UU No. 5/1999 menentukan bahwa seseorang yang
menduduki jabatan sebagai Direksi atau Komisaris dari suatu ,perusahaan. Pada
waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjdi Direksi atau Komisaris pada
perusahaan lain. apabila perusahaan-persahaan tersebut: (a) berada dalam pasar
bersangkutan yang sama; atau (b) memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang
dan atau jenis usaha; atau (c. secara bersama dapat menguasai pangsa pasar
barang dan atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Penjelasan atas Pasal 26 tersebut
khususnya huruf (b) menyatakan bahwa perusahaan memiliki keterkaitan yang
erat apabila perusahaan-perusahaan tersebut saling mendukung atau berhubungan
langsung dalam proses produksi, pemasaran. atau produksi dan pemasaran.
Berdasarkan ketentuan di atas, praktek jabatan rangkap (interlocking directorate)
merupakan kegiatan yang dilarang secara rule of reason. Sehingga memerlukan
pembuktian terjadinya praktek monopoli den atau persaingan usaha tidak sehat
yang diakibatkan oleh kegiatan tersebut.
3. Pemilikan Saham; Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada
beberapa perusahaan sejenis yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang
sarna pada pasar bersangkutan yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan
7
yang memiliki kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan yang sama,
apabila kepemilikan tersebut mengakibatkan (Pasal 27 UU No. 5/1999): (a) satu
pelaku usaha atau satu kelompok usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh
persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; (b) dua atau tiga pelaku
usaha atau kelompok uasaha menguasai lebih dari 75% (tujuh pluh lima persen)
pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. Adanya larangan mempunyai
saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis tersebut disebabkan pelaku
usaha tersebut disebabkan pelaku usaha tersebut dapat menentukan kebijakan
perusahaan-perusahaan itu dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Oleh
sebab itu menurut ketentuan Pasal 27 UU No. 5/1999, pemilikan saham mayoritas
dilarang secara per se illegal yang berarti harus dilarang dengan sendirinya tanpa
perlu unsur pembuktian adanya dampak buruk bagi persaingan.
Kesimpulan: Berdasarkan pembahasan yang dikemukakan, dapat diambil
kesimpulan bahwa upaya untuk mewujudkan iklim persaingan yang sehat dalam
meningkatkan pembangunan ekonomi dapat ditempuh melalui adanya larangan
terhadap pelaku usaha melakukan perjanjian, kegiatan serta posisi dominan yang
ditetapkan dalam UU No, 5/1999. perjanjian-perjanian yang dilarang adalah
Oligopoli; Pembagian wilayah (market allocation); Kartel; Trust; Penetapan
Harga baik yang vertikal maupun horisontal; Pemboikotan; Perjanjian Tertutup;
Ologopsoni; Intregrasi Vertikal; Perjanjian dengan pihak luar negeri yang
mengakibatkan persaingan . tidak sehat. Sedangkan kegiatan-kegiatan yang
dilarang adalah; Monopoli; Monopsoni; penguasaan Pasar; Jual rugi atau banting
harga; Kecurangan penetapan biaya; Persekongkolan. Yang juga dilarang oleh UU
No.5/1999 adalah: Posisi Dominan: Jabatan rangkap; Pemilikan saham;
Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalilan.
Saran: Berbagai larangan terhadap perjanjian-perjanian maupun kegiatan-kegiatan
yang dilakukan para pelaku usaha sebagai salah satu upaya mewujudkan iklim
persaingan yang sehat demi pembangunan ekonomi nasional harus lebih didukung
oleh kebijakan pemerintah yang mendorong penetapan iklim kompetitif yang
wajar dan kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi semua pelaku usaha.
8
BAB 2
PEMBAHASAN
9
B. Proses Pembentukan Trust
1. Konsentrasi horizontal
2. Konsentrasi vertikal
Konsentrasi vertikal ini adalah gabungan dari beberapa badanusaha yang
menghasilkan barang-barang berturut"turut yang merupakanlajur perusahaan
dalam proses produksi, rnenjadi satu badan usaha.Misalnya saja suatu
penggabungan harta rnilik badan usaha-badanmenjadi satu dengan manajernen
yang sarna. Pada dasarnya konsentrasi vertikal ini bisa dirnulai dari proses
produksi yang pertama hingga melayani konsurnen.Jadi dalarn konsentrasi
vertikal badan usaha rnerupakan rangkaian dalarn proses produksi dilebur rnenjadi
satu.
1 Perusahaan No.1, rnisalnya rnerupakan perusahaan menggali bij besi.
2 Perusahaan No.2; rnerupakan peleburan besi yang rnenghasilkan
potongan-potongan besi/baja.
10
3 Perusahaan No.3, rnisalnya rnerupakan perusahaan yang membuat
mesin-rnesin;
4 Perusahaan No.4 adalah perusahaan pengepakan
5 Perusahaan No.5, merupakan pe rusahaan transport
3. Konsentrasi paralel
Konsentrasi paralel ini merupakan penggabungan beberapa badan usaha
yang memproduksi atau menjual barang-barang yang berlainantetapi untuk
pesanan yang sama. Contoh pemusatan ini ialahpenggabungan badan usaha-badan
usaha yang beroperasi dalam perkebunan kina, teh, kopi, dan karet di dalam satu
konsentrasi dan penggabungan manajemen yang sarna.Seperti konsentrasi-
konsentrasi lainnya, konsentrasi paralel punmembawa akibat-akibat terhadap
tingkatan efisiensi dan kemungkinankerugian yang akan diderita.
11
efisiensi yang tinggi. Dengan cara itu pula maka biaya dapat ditekan sehingga
harga-harga barang produksi trust itu menjadi rendah pula.
12
2.2 Pengertian Kartel
13
B. Jenis-jenis Kartel
1. Kartel harga pokok (prijskartel)
Di dalam kartel harga pokok, anggota-anggota menciptakan peraturan
diantara mereka untuk perhitungan ka.Jkulasi harga pokok dan besarnya Isba.
Pada
kartel jenis ini ditetapkan harga-harga penjualan bagi para anggota kartel. Benih
dari persaingan kerapkali juga datang dari perhitungan Isba yang akan diperoleh
suatu badan usaha. Dengan menyeragamkan tingginya labs maka persaingan
diantara mereka dapat dihindarkan.
2. Kartel harga
Dalam kartel ini ditetapkan harga minimum untuk penjualan barang-barang
yang mereka produksi atau perdagangkan. Setiap anggota tidak diperkenankan
untuk menjual barang-barangnya dengan harga yang bebas rendah daripada harga
yang telah ditetapkan itu. Pada dasarnya anggota-anggota itu diperbolehkan
menjual
di atas penetapan harga akan tetapi atas tanggung jawab sendiri.
3. Kartel syarat
Dalam kartel ini memerlukan penetapan-penetapan di dalam syarat-syarat
penjualan misalnya. Kartel juga menetapkan standar kwalitas barang yang
dihasilkan
atau dijual, menetapkan syarat-syarat pengiriman. Apakah ditetapkan loco
gudang,
Fob, C & F, Cif, embalase atau pembungkusan dan syarat-syarat pengiriman
lainnya,
yang dikehendaki adalah keseragaman diantara para anggota yang tergabung
dibawah kartel.
Keseragaman itu perlu di dalam kebijaksanaan harga, sehingga tidak akan
terjadi persaingan diantara mereka.
4. Kartel rayon
Kartel rayon atau kadang-kadang juga disebut kartel wilayah pemasaran
14
untuk mereka. Penetapan wilayah ini kemudian diikuti oleh penetapan harga
untuk
masing-masing daerah. Dalam pada itu kartel rayon pun menentukan pula suatu
peraturan bahwa setiap anggota tidak diperkenankan menjual barang-barangnya di
daerah. lain. Oengan ini dapat dicegah persaingan diantara anggota, yang
mungkin harga-harga barangnya berlainan.
5. Kartel kontigentering
Di dalam jenis kartel ini, masing-masing anggota kartel diberikan jatah dalam
banyaknya produksi yang diperbolehkan. Biasanya perusahaan yang
memproduksi
lebih sedikit daripada jatah yang sisanya menurut ketentuan, akan diberi premi
hadiah. Akan tetapi sebaliknya akan didenda. Maksud dari peraturan ini adalah
untuk
mengadakan restriksi yang ketal terhadap banyaknya persediaan sehingga harga
barang-barang yang mereka jual dapat dinaikkan. Ambisi kartel kontingentering
biasanya untuk mempermainkan jumlah persediaan barang dan dengan cara itu
harus berada dalam kekuasaannya.
6. Sindikat penjualan atau kantor sentral penjualan
Di dalam kartel penjualan ditentukan bahwa penjualan hasil produksi dari
anggota harus melewati sebuah badan tunggal ialah kantor penjualan pusat.
Persaingan diantara mereka akan dapat dihindarkan karenanya.
7. Kartellaba atau pool
Di dalam kartel laba, anggota kartel biasanya menentukan peraturan yang
berhubungan dengan laba yang mereka peroleh. Misalnya bahwa laba kotor harus
disentralisasikan pada suatu kas umum kartel, kemudian laba bersih kartel,
dibagibagikan
diantara mereka dengan perbandingan yang tertentu pula.
15
C. Unsur-unsur Positif dan Negatif dari Kartel
16
b. Peraturan~peraturan yang dibuat bersama diantara mereka dengan sanksi-sanksi
intern kartel itu akan mengikat kebebasan para anggota yang bergabung di dalam
kartel ini.
c. Dalam berbagai kemungkinan, saingan kartel dapat menyelundup ke dalam
anggota kartel.
d. Dalam kehidupan masyarakat luas, kartel dianggap sebagai sesuatu yang
merugikan masyarakat, karena kartel itu praktis dapat meninggikan harga dengan
gaya yang lebih leluasa dari pads di dalam pasar bebas D. Kedudukan KarteS
Ditinjau dari UU No.5 Tahun 1999.
Dengan diundangkannya UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, maka praktek bisnis kartel
sebenarnya kurang tepat diberikan beroperasi dalam sistim perekonomian
nasional.
Melihat berbagai jenis praktek kartel yang dapat muncul dalam dunia bisnis, maka
nampak bahwa praktek monopoli dapat terjadi dalam berbagai lapangan/sektor
kegiatan bisnis yang dilakukan oleh sekelompok pengusaha secara bersama-sama,
sebab salah satu praktek karte! itu adalah penguasaan produk sejumlah produksi
oleh sekelompok pengusaha yang tergabung dalam satu kartel.
Praktek kartel walaupun dapat menghasilkan barang dan jasa dengan harga murah,
tetapi dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat yang merusak sendi-sendi
perekonomian masyarakat. Praktek seperti ini dilarang sepanjang menimbu1kan
persaingan usaha tidak sehat den atau merugikan masyarakat (lihat Pasal I 14 UU
No.5 Tahun 1999).
Pasal 11
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian,dengan pelaku usaha
pesaingnya,yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur
produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa,yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
17
Pasal tersebut memiliki unsur-unsur sebagai berikut,
18
itu sangat penting untuk menolong peternakan ayam milik rakyat," katanya.
antara/mim
MEMUTUSKAN
Menyatakan bahwa tidak ditemukannya pelanggaran terhadap Pasal 11
Undangundang
Nomor 5 Tahun 1999 oleh Terlapor I, Terlapor II, Terlapor III, Terlapor IV,
dan Terlapor
V;--------------------------------------------------------------------------------------------
Demikian putusan ini ditetapkan dalam Sidang Majelis Komisi pada hari Kamis,
tanggal 22 Agustus 2002 dan dibacakan dimuka persidangan yang dinyatakan
terbuka untuk umum pada hari Selasa, tanggal 27 Agustus
2002.-------------------------------------------------------------------Kami anggota
Komisi, Bambang P. Adiwiyoto, sebagai Ketua Majelis, Erwin Syahril, Faisal
Hasan Basri, Pande Radja Silalahi, dan Sutrisno Iwantono, masing-masing
sebagai Anggota,
dibantu oleh Dedy Sani Ardi, Dewi Sita Yuliani, M. Noor Rofieq, Riesa Susanti,
dan Zaki Zein
Badroen.---------------------------------------------------------------------------------------
19
2.3 Pengertian Pemboikotan
Diboikot di Sana-sini
20
Sungguh berat nestapa yang harus ditanggung Adam Air. Sudah terperosok pada
sejumlah kasus hukum, perusahaan penerbangan itu diboikot agen perjalanan di
beberapa kota Indonesia.
Terbukti, pekan lalu 135 anggota Association Indonesia Travel Agency (Asita)
Sumut memboikot keberadaan maskapai penerbangan Adam Air. Itu diputuskan
dalam sebuah konfrensi pers di Angkola Room Hotel Novotel Soechi Medan,
Selasa, (21/11)
Dalam pertemuan yang dipimpin langsung oleh Ketua Dewan Pimpinan Daerah
(DPD) Asita Sumut TD Leo didampingi Sekretarisnya Solahuddin Nasution SE
MSP itu, seluruh agen perjalanan yang hadir menyatakan setuju dan mendukung
diboikotnya keberadaan Adam Air di Sumut yang mereka anggap tidak
profesional dan lebih banyak merugikan agen perjalanan dan konsumen atau
masyarakat.
"Para agen travel tidak disetarakan atau dianggap sebagai partner, agen-agen
hanya dianggap seperti anak buah," katanya.
Boikot tersebut diberlakukan terhitung sejak keputusan itu diambil hingga batas
waktu yang tidak ditentukan. Artinya, seluruh agen perjalanan yang tergabung
dalam Asita tidak diperbolehkan menjual tiket Adam Air lagi. "Jika ada yang
melanggar, maka keanggotaannya di Asita kami cabut," ujar TD Leo.
Tak ada asap jika tak ada api. Maka, begitu pula dengan masalah boikot ini.
Banyak sekali masalah mendasar yang membuat Asita mengambil langkah setegas
itu. "Salah satunya seperti tidak adanya peraturan Adam Air yang tertulis. Aneh,
sebuah maskapai penerbangan tidak mempunyai peraturan tertulis. Yang ada
hanya peraturan lisan yang tidak ada dasar hukumnya," jelas TD Leo.
21
Sebenarnya kasus pemboikotan Asita terhadap Adam Air tak begitu
mengejutkan. Tak hanya di Medan, Asita Bandung dan Kalimantan Timur juga
melakukan hal yang sama. Di Kalimantan Timur misalnya, Asita di sana
memboikot Adam Air sepekan sebelumnya atau tepatnya 17 November lalu.
Para pengusaha travel kesal karena banyak di antara kebijakan Adam Air sangat
merugikan mereka. Misalnya, kebijakan Adam Air kepada para agen untuk group
booking. Meski dapat dikeluarkan oleh agen, tetapi permohonan permintaan harga
group dan reservasinya dilakukan di kantor Adam Air. Lalu, tiket yang tidak
lengkap menulis nama penumpang tidak diberi bayaran. Untuk tiket yang salah
menulis nama dan terdapat coretan, harus ditukar tiket baru dan agen didenda
membayar uang sebesar Rp 50 ribu.
Para pengusaha ini juga mencatat banyak bukti lain di mana agen selalu dirugikan
pihak Adam yang terjadi di lapangan. Cukup sering tiket yang sudah dibooking di
agen-agen dan dinyatakan sudah oke, tapi saat penumpang sampai di bandara,
nama penumpang tersebut tidak tercantum. Sebaliknya, pihak Adam Air malah
mempersulit penumpang dengan keharusan menambah uang agar dapat berangkat.
"Saat dikoordinasi, pihak Adam Air di bandara hanya menjawab itu keputusan
dari Jakarta. Hal itu terjadi sudah berbulan-bulan," ujar Leo.
Pemboikotan yang dilakukan oleh DPD Asita Sumut ini juga mendapat dukungan
dari Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asita Ben Sukma. Dia mengaku sudah
sering mendengar banyaknya kerugian agen karena ulah maskapai penerbangan
tersebut. Menurutnya, semua keluhan yang disampaikan DPD Asita Sumut
hampir sama dengan apa yang dialami di daerah lain.
22
"Tidak tertutup kemungkinan kota lain akan melakukan boikot dan tidak akan
menjual tiket Adam Air," kata Ben seraya menambahkan sekitar 90 persen
penjualan tiket pesawat ada di tangan agen.
Bahkan Asita Kaltim mengungkap maskapai yang memiliki nama resmi PT Adam
Skyconnection Airlines itu ternyata tidak memiliki Standar Operasional Prosedur
(SOP). "Bahkan ternyata SDM (sumber daya manusia) mereka tak menguasai
bisnis penerbangan karena hampir semua tidak memiliki latar belakang
pendidikan penerbangan," kata Ketua DPD Asita Kaltim, Soehermanto seperti
dikutip dari Kaltim Pos.
Berbagai contoh kasus pun terungkap. Menurut berbagai agen di Kaltim, Adam
Air banyak sekali merugikan mereka. "Misalnya saya jual tiket dan salah tulis
nomor tiket langsung dianggap hangus. Dan konsumen yang membeli tiket tadi
tidak bisa terbang karena tiket dianggap tidak berlaku. Bisa terbang dengan
catatan membayar sejumlah denda yang mereka tentukan seenaknya. Ini kan
merugikan konsumen atau masyarakat," ujar salah seorang pengusaha travel di
Kaltim.
Yang menarik, Asita pun memutuskan jika akan mengirimkan surat ke Menteri
Perhubungan (Menhub) dan Dirjen Sertifikasi Kelayakan Udara untuk meminta
peninjauan kembali tentang izin terbang Adam Air, khususnya rute dari dan ke
Balikpapan. "Banyak sekali pihak yang dirugikan dengan keberadaan Adam Air.
Sebenarnya, Adam Air ini legal apa tidak? Buktinya mereka tidak masuk dalam
keanggotaan INAKA (Indonesian National Aircarriers Association)," tandas
Soehermanto.
Manajemen Adam Air sendiri tampaknya kaget aksi boikot tersebut. Mereka
menyatakan ingin berdamai dan minta boikot itu diakhiri.
"Ini pemboikotan sepihak namanya. Karena dalam rapat Asita, Selasa kemarin
23
saya dari Adam Air tidak diundang. Ini kan namanya sepihak. Saya atas nama
Adam Air ingin berdamai," kata Distrik Manager Adam Air, Bunga.
Menurutnya, jika Asita bijaksana dan ingin melakukan koreksi terhadap Adam
Air, seharusnya Asita melakukan pembicaraan. Jika itu dilakukan, setidaknya ia
selaku penanggungjawab Asita di Medan akan mengkaji ulang permintaan Asita
tersebut. "Semua masalah bisa dibicarakan secara baik-baik sebelum bertindak.
Kalau Asita menuntut kepada Adam Air soal kebijakan yang diterapkan, paling
tidak kami bisa berkoordinasi dengan manajemen di Jakarta. Jangan langsung
main boikot saja," ujarnya. Ia pun tetap yakin Adam Air masih melakukan 8 flight
(penerbangan) per hari.
Tiga hari pertama pemboikotan terhadap Adam Air oleh travel agent di
Medan belum menyurutkan jumlah penumpang. Walau seluruh anggota DPD
Asita Sumut komit dengan keputusan organisasi, penumpang tampak ramai
mendatangi counter Adam Air di Bandara Polonia dan Jalan Brigjen Katamso
Medan.
Distrik Manager (DM) Adam Air di Bandara Polonia Medan, Bunga saat
dikonfirmasi Global, Jumat (24/11) mengaku sangat kerepotan dengan
pemboikotan pihak Asita "Kita kerepotan melayani pelanggan dan agen kecil
yang datang langsung membeli tiket," katanya.
Tidak seperti biasanya, kata dia, kini para calon penumpang datang langsung dan
membawa uang dan dalam waktu sekejap tiket langsung terjual dan semua kursi
penumpang langsung penuh.
24
dihubungi melalui telepon selular mengatakan dalam mengantisipasi lonjakan
penumpang, pihaknya telah mempersiapkan pesawat Boeing 737 seri 400 dengan
kapasitas penumpang sebanyak 170. "Baru kali ini pihak penerbangan swasta
menggunakan pesawat Boeing, " katanya seraya menambahkan Adam Air akan
selalu memberikan kepuasan kepada para calon penumpang setia. Apalagi
mengingat, 8 penerbangan Medan-Jakarta terus penuh.
Sementara Ketua DPD Asita Sumut TD Leo, Jumat (24/11) mengatakan, tetap
akan melakukan pemboikotan sampai pihak Adam Air mau menanggapi serius
tuntutan para travel agen. "Adam Air jangan hanya memikirkan kepentingan
sepihak saja," katanya.
Menanggapi beluma adanya upaya pihak Adam Air dalam pencarian solusi karena
masih terfokus melayani pelanggan setia mereka, Leo menyatakan tuntutan yang
dilayangkan Asita untuk segera dirundingkan dengan baik, bukan sebaliknya.
Kata dia, kebijakan yang selama ini dibuat Adam Air hanya untuk kepentingan
mereka (sepihak) saja, namun di sisi lain merugikan travel agent. Karena itu, Asita
menilai Adam Air ibarat parasit yang hanya menguntungkan diri sendiri dan
merugikan orang lain.
Pihak DPD Asita Sumut sendiri yakin bahwa dampak dari pemboikotan itu akan
terasa dalam beberapa hari ke depan. "Memang untuk satu dua hari ini
25
pemboikotan belum terasa sebab tiket telah dipesan para penumpang beberapa
hari sebelumnya. Tapi satu minggu ke depan pasti akan anjlok dan mengalami
penurunan," kata Sekretaris DPD Asita Sumut Solahuddin Nasution SE MSP.
Pasal 10
1.Pelaku usaha membuat perjanjian,dengan pelaku usaha pesaingnya,yang dapat
menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama,baik untuk
tujuan dalam negeri dan luar negei
2.Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya,untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku
usaha lain sehingga perbuatan tersebut:
a.Merugikan atau dapat diduga akan merugikan pelaku usaha lain,
b.Membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau membeli setiap barang dan
atau jasa dari pasar bersangkutan
Unsur-unsur pemboikotan ,
Pelaku usaha
Sebagaimana diatur dalam pasal 1butir 5 UU no.5 tahun 1995,
Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha baik yang
berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik
Indonesia,baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian,menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang
ekonomi.
26
Perjanjian
Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk
mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama
apapun baik tertulis ataupun tidak tertulis. (pasal 1 (7) UU NO 5 tahun 1995)
Pembatasan pemasaran
Proses dimana pelaku usaha dibatasi dalam rangka menjual atau membeli
barang dan atau jasa dari pasar yang bersangkutan.
27
BAB IV
KESIMPULAN
28
SARAN
29